You are on page 1of 3

Homili Ibadat Tirakatan: Berpulang ke Rumah Bapa

gemaliturgi.blogspot.com/2019/09/homili-ibadat-tirakatan-berpulang-ke.html

Bacaan I: 2Kor.5:1,6-10
Bacaan Injil: Yoh.14:1-6

Pembuka
Sidang duka yang terkasih dalam Tuhan. Saat ini kita berkumpul dan hadir di rumah duka
berdoa untuk yang pergi dan yang memungkinkan kita berhenti sejenak memaknai
kehidupan kita. Sebagai orang yang beriman akan Kristus kita sepantasnya bersyukur
karena salah seorang yang kita cintai telah dibebaskan Tuhan dari belenggu kehidupan
dunia.

Kita bersyukur karena Tuhan yang telah mengutus Saudara kita ke tengah kita, ke tengah
keluarga, ke tengah persaudaraan komunitas, dan ke tengah masyarakat, kini dipanggil
pulang sesuai dengan batas waktu yang dijatahkan kepada almarhum. Almarhum dalam
perjalanan mudik ke rumah Bapa. Kita berkumpul untuk melancarkan perjalanannya ke
rumah Bapa dengan doa-doa kita. Kita berdoa dan berpengharapan Kristus sendiri
menghantarnya ke dalam rumah Bapa. Kita awali doa dan syukur kita dengan mengakui
kesalahan kita. Saya mengaku …

Renungan
Ada banyak kata yang kita kenal dan kita gunakan kalau ada orang yang meninggal. Ada
kata meninggal, tewas, ada kata, mati, ada mangkat, ada kata gugur, ada kata wafat dan
ada kata berpulang. Dalam konteks kita sebagai orang beriman tentu kita bisa dan harus
bisa memilih kata yang pas. Kata apa yang lebih tepat? Saya memilih kata ”Berpulang”
dan bukan mati atau meninggal. Mengapa? Karena kata-kata itu tidak bisa dikaitkan
dengan iman apalagi menggambarkan harapan. Mati bermakna berakhirnya kehidupan,
meninggal bermakna tinggalkan dunia.

Lain halnya dengan kata Berpulang, karena dalam kata berpulang ada muatan iman dan
harapan. Berpulang berarti orang percaya ia pernah pergi dari suatu tempat dan
kepergian itu sifatnya sementara karena pada waktunya akan pulang. Berpulang, bagi
orang beriman berarti pula orang memiliki alamat rumah yang jelas. Pulang, berpulang

1/3
adalah kata yang hanya bisa dipakai oleh orang yang mempunyai rumah. Pulang tidak
akan dipakai oleh para gelandangan yang tidak mempunyai rumah. Setelah perayaan ini
kita akan pulang dalam pengertian fisik karena tadi kita datang dari rumah kita.

Firman Tuhan yang kita dengarkan dari surat Paulus untuk jemaat Korintus dan
penggalan injil Yohanes pada dasarnya berbicara tentang persoalan pulang dan
berpulangnya manusia beriman. Mengapa orang beriman berpulang? Jawabannya
karena di dunia manusia tidak mempunyai rumah abadi bagi jiwanya. Paulus
membahasakannya secara tepat dengan memilih kata kemah dan bukan rumah. Paulus
berbicara tentang kemah sedangkan Yesus berbicara tentang rumah dan bukan kemah.
Di sini jelas Paulus membahasakan kesementaraan hidup fisik di dunia sedangkan Yesus
membahaskan keabadian hidup jiwa di alam baka.

Kemah dan rumah sama-sama bermakna tempat tinggal tetapi ada perbedaan mendasar
antara kemah dan rumah. Kemah gambaran kesementaraan yang tidak sempurna
sedangkan rumah menggambarkan keabadian yang sempurna dan tetap. Saya tidak
tahu apakah saudara/i yang membeli alkitab edisi paling akhir menemukan rumusan baru
untuk surat Paulus tadi. Apakah kata kemah sudah diganti dengan kata biara, rumah,
hotel, istana, vila, apartemen? Saya yakin belum ada yang menggantikan itu. Itu artinya
semua biara, rumah, hotel, apartemen, istana, vila yang dibangun manusia di bumi
semewah dan semahal apa pun itu semua disebut kemah.

Dari sini jelas sekali pesannya untuk kita bahwa hidup dan kehidupan kita hanya kemah
bukan rumah. Karena kehidupan kita hanya sebuah kemah, maka kita masih
berpengharapan untuk mendapatkan rumah dan rumah itu sudah ada sebelum manusia,
kita datang dan mendirikan kemah di dunia. Yesus sendiri meneguhkan pengharapan kita
karena Dia menegaskan suatu rahasia besar bahwa di rumah Bapa tersedia tempat
kediaman yang kekal bagi yang percaya. Rumah kita yang percaya hanya ada di dunia
seberang. Yang kita tempati di dunia sekarang hanyalah kemah. Karena hidup kita hanya
sebuah perkemahan maka tidak ada alasan bagi kita untuk menjadikan dunia sebagai
istana kita.

Kalau kita berbicara tentang orang pulang maka kita tidak mungkin menghindari
penggunaan kata jalan. Ketika manusia berpindah dari kemah di dunia menuju rumah di
surga manusia berpeluang tersesat bukan saja karena terlalu lama di dunia tetapi terlebih
karena di dunia manusia menggali jalannya sendiri sesuai dengan keinginan duniawinya.
Sekali lagi suatu berita besar disampaikan Yohanes dalam injilnya bahwa kita mempunyai
seorang penunjuk jalan bahkan sekaligus menjadi satu-satunya jalan yang harus kita
lalui. Yesus adalah jalan tol, jalan bebas hambatan bagi setiap orang percaya. Memilih
jalan lain berarti siap menerima risiko tersesat dan tidak akan sampai ke rumah Bapa.

Dalam bahasa populer Pulang kita sebut mudik. Dan kalau kita berbicara tentang mudik
maka tentu itu hanya berlaku sementara sedangkan berpulang adalah mudik abadi.
Sering kita dengar cerita orang yang mudik untuk keperluan tertentu. Cukup repot
mencari tiket jika keperluan mendadak, apalagi kalau sedang masa mudik. Tiket menjadi
sangat mahal. Akhirnya berapapun mahalnya tetap dibeli juga.

2/3
Dari kisah ini kita bisa melihat bahwa urusan pulang untuk orang hidup itu mahal. Urusan
pulang orang hidup itu merepotkan karena harus mencari tiket, harus berhadapan
dengan para calo tiket yang mencari kesempatan untuk memeras calon penumpang.
Beda dengan urusan pulang orang yang berpulang. Tiketnya sudah dan selalu berstatus
oke semenjak mulai berkemah di bumi, keberangkatan pasti, tujuannya juga jelas. Tiket
untuk orang berpulang itu urusan Tuhan. Yang bisa kita lakukan hanya berdoa agar
kepulangan orang yang kita cintai memberi pelajaran bagi kita untuk mengisi masa
perkemahan di dunia dengan hal yang baik. Dalam iman kita percaya bahwa almahum
akan dijemput dan diantar Yesus menuju kediaman abadi. Amin.

Sumber: http://renunganlentera.blogspot.com/2014/06/

3/3

You might also like