You are on page 1of 14

PASAR MONOPSONI

Makalah ini merupakan salah satu tugas matakuliah Teori Ekonomi Mikro Lanjutan

Dosen Pengampu : Prof. H. Chairil Anwar, S.E., M.A., P.hD

OLEH :

IWAN WAHYUDDIN SAFRILLAH


(C203 20 006)

PROGRAM STUDI DOKTORAL ILMU EKONOMI

PASCASARJANA

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2020
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual beli barang
atau jasa. Menurut ilmu ekonomi, pasar berkaitan dengan kegiatannya bukan tempatnya. Ciri khas
sebuah pasar adalah adanya kegiatan transaksi atau jual beli. Para konsumen datang ke pasar untuk
berbelanja dengan membawa uang untuk membayar harganya.

Jika kita membahas pasar banyak sekali jenis – jenis pasar yang ada di sekitar kita,, di dorong oleh
keadaan dan situasi perekonomian masyarakat maka aka nada dua jenis ciri pasar yang terbagi menjadi
dua yaitu pasar persaingan sempurna dan persaingan tidak sempurna. Pasar persaingan sempurna
adalah suatu struktur pasar dimana terdapat banyak penjual dan pembeli dimana masing – masing tidak
dapat mempengaruhi keadaan pasar atau pasar yang saling menguntungkan antara penjual dan pembeli
sehingga bias disebut pasar ideal. Sedangkan persaingan tidak sempurna adalah struktur pasar yang
didalam nya tidak seimbang ada pihak yang dirugikan dan ada yang diuntungkan , sehingga banyak
sekali pro dan kontra di struktur pasar jenis ini.

Pada struktur pasar persaingan tidak sempurna ini terbagi menjadi beberapa bagian yaitu pasar
monopoli, oligopoly, monopsoni, oligopsoni. Pada makalah kali ini kami akan membahas tentang pasar
monopsoni.

Pasar monopsoni adalah kebalikan dari pasar monopoli, jika dipasar monopoli hanya terdapat satu
penjual atau penjual tunggal, sedangkan pasar monopsoni hanya terdapat satu pembeli atau pembeli
tunggal. Analisis monopsonis mirip dengan analisis monopoli. Sederhananya, kita anggap pembeli
menghasilkan output yang akan dijual di pasar yang kompetitif (Varian, 2010).

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sejauh ini telah didiskusikan kekuatan pasar yang terfokus pada sisi penjual. Pada bahasan ini
akan diulas kekuatan pasar dari sisi pembeli. Dimana pada dasarnya jika tidak ada banyak pembeli
di dalam pasar, maka akan bisa didapatkan kekuatan pasar yang dapat dipergunakan untuk
mendapatkan keuntungan dari harga pembelian produk tersebut(Pindyck & Rubinfeld, 2013).
Pertama, perhatikan istilah-istilah berikut :
• Monopsoni mengacu pada pasar di mana ada satu pembeli.
• Oligopsoni adalah pasar dengan hanya sedikit pembeli.
• Dengan satu atau hanya beberapa pembeli, beberapa pembeli mungkin memiliki kekuatan
monopsoni: kemampuan pembeli untuk memengaruhi harga suatu barang. Kekuatan monopsoni
memungkinkan pembeli untuk membeli barang dengan harga di bawah harga yang berlaku di pasar
yang kompetitif.
Penggunaan pertama dari istilah "monopsoni" dalam ilmu ekonomi secara luas dikaitkan
dengan Robinson. Robinson memahami monopsoni sebagai analogi dengan monopoli. Sedangkan
monopoli mengacu pada kasus penjual tunggal yang dihadapkan di pasar oleh banyak pembeli,
monopsoni mengacu pada kasus pembeli tunggal yang dihadapkan di pasar oleh banyak penjual.
Sama seperti perusahaan monopoli menghadapi kurva permintaan yang miring ke bawah untuk
produknya dan dapat menetapkan harga, perusahaan monopsonis menghadapi kurva penawaran
yang miring ke atas untuk barang yang dibeli dan dapat menetapkan harga (Ashenfelter et al.,
2010). Dalam UU No 5 tahun 1999 monopsoni diartikan pelaku usaha yang menguasai pembelian
tunggal barang atau jasa yang bersangkutan yang dapat menyebabkan terjadinya praktik monopoli
atau persaingan usaha tidak sehat.

B. Struktur Pasar Monopsoni

Pasar monopsoni memiliki struktur pasar sebagai berikut


1. Hanya ada satu pembeli atau pembeli tunggal dan pembeli bukan konsumen, tetapi produsen
2. Barang yang dijual bukan barang jadi, tetapi barang mentah atau bahan baku
3. Harga sangat ditentukan oleh pembeli

Monopsoni merujuk pada kondisi permintaan pasar yang dikuasai oleh satu orang pembeli atau
pembeli tunggal. Kondisi seperti ini banyak ditemukan pada kalangan produsen dan sangat jarang
ditemukan seorang konsumen berperan sebagai pembeli tunggal atas suatu barang. Monopsoni
banyak ditemukan di daerah-daerah pedesaan di mana terdapat peternakan atau
perkebunan(Budiono, 2018). kondisi monopsoni timbul karena beberapa alasan yaitu :
A. Adanya pengurusan sumber untuk digunakan oleh pemakai tertentu.
misalnya terdapat sebuah perkebunan tembakau. Setelah melalui berbagai observasi dan
penelitian, perkebunan tembakau tersebut rupanya memiliki kualitas tembakau yang sangat
baik. Sehingga salah satu perusahaan rokok membuat perjanjian kerjasama dengan memiliki
perkebunan tembakau tersebut.
B. Imobilitas sumber yang digunakan dalam suatu daerah tertentu oleh perusahaan tertentu.

3
misalnya terdapat sebuah peternakan sapi yang terletak di desa yang cukup terpencil sehingga
sangat sulit untuk menjangkau desa tersebut. Karena kesulitan untuk mengadakan komunikasi
dengan masyarakat di luar tersebut. Seorang pemilik pabrik susu membuat pendekatan dengan
pemilik peternakan sapi untuk membuat kerjasama. Sehingga dengan adanya kerjasama
peternak sapi tetap bisa menjual sapinya meskipun hanya kepada seorang pemilik pabrik
susu(Budiono, 2018).
C. Operasional Pasar Monopsoni

Seorang pengusaha yang menduduki posisi monopsoni dalam pasar merupakan satu – satunya
pembeli. Seperti halnya seorang monopolis menghadapi permintaan pasar seorang diri, maka
seorang monopsonis menghadapi penawaran pasar seorang diri pula(Hyman & Kovacic, 2004).

Sekarang anggaplah Anda adalah satu-satunya pembeli barang tersebut. Sekali lagi, Anda
menghadapi kurva penawaran pasar, yang memberi tahu Anda seberapa banyak produsen bersedia
menjual sebagai fungsi dari harga yang Anda bayarkan. Haruskah kuantitas yang Anda beli berada
pada titik di mana kurva nilai marjinal Anda berpotongan dengan kurva penawaran pasar? Tidak.
Jika Anda ingin memaksimalkan keuntungan bersih dari pembelian barang, Anda harus membeli
dalam jumlah yang lebih sedikit, yang akan Anda dapatkan dengan harga lebih rendah(Pindyck &
Rubinfeld, 2013).

Untuk menentukan berapa banyak yang akan dibeli, samakan nilai marjinal (MV) dari unit
terakhir yang dibeli sama dengan pengeluaran marjinal (ME) atas unit tersebut. Perhatikan,
bagaimanapun, bahwa kurva penawaran pasar bukanlah kurva pengeluaran marjinal. Kurva
penawaran pasar menunjukkan berapa banyak Anda harus membayar per unit, sebagai fungsi dari
jumlah total unit yang Anda beli. Dengan kata lain, kurva penawaran adalah kurva pengeluaran
rata-rata. Dan karena kurva pengeluaran rata-rata ini miring ke atas, kurva pengeluaran marjinal
harus berada di atasnya. Keputusan untuk membeli unit ekstra menaikkan harga yang harus
dibayar untuk semua unit, bukan hanya unit ekstra(Pindyck & Rubinfeld, 2013).

4
Gambar 1.1 Pembeli Monopsoni

Kurva penawaran pasar adalah kurva rata-rata pengeluaran monopsonis (AE). Kurva
rata-rata pengeluaran (AE) adalah naik dan berada dibawah bayang-bayang kurva
pegeluaran marginal (MC). Pembelian monopolis sejumlah Qm*, dimana marginal
pengeluaran marginal (ME) dan nilai marginal (MV) berpotongan. Harga didapatkan
pada Pm*, dimana didapatkan dari kurva pada kurva pengeluaran rata-rata (AE).
Pada pasar kompetitif, harga dan kuantitas, Pc dan Qc, keduanya lebih tinggi. Harga
pada pasar kompetitif ini ditentukan pada titik dimana kurva pengeluaran rata-rata
(AE) berpotongan dengan kurva nilai marginal (MV).

Gambar 1.1 mengilustrasikan prinsip ini. Kuantitas optimal yang akan dibeli oleh monopsonis,
Qm*, ditemukan di persimpangan kurva permintaan dan pengeluaran marjinal. Harga yang
dibayarkan monopsonis ditemukan dari kurva penawaran: Ini adalah harga Pm* yang
menghasilkan penawaran Qm*. Terakhir, perhatikan bahwa kuantitas Qm* lebih kecil, dan harga
Pm* lebih rendah, daripada kuantitas dan harga yang berlaku di pasar kompetitif, Qc dan Pc.

D. Perbandingan Monopsoni dengan Monopoli

Monopsoni lebih mudah dipahami jika Anda membandingkannya dengan monopoli. Gambar
1.2 (a) dan 10.15 (b) mengilustrasikan perbandingan ini. Ingatlah bahwa perusahaan monopoli
dapat menetapkan harga di atas biaya marjinal karena menghadapi permintaan miring ke bawah,
atau kurva pendapatan rata-rata, sehingga pendapatan marjinal kurang dari pendapatan rata-rata.
Menyamakan biaya marjinal dengan pendapatan marjinal mengarah pada kuantitas Q* yang
kurang dari apa yang akan diproduksi di pasar kompetitif, dan ke harga P* yang lebih tinggi dari
harga kompetitif Pc(Pindyck & Rubinfeld, 2013).

5
Gambar 1.2 Monopoli dan Monopsoni

Gambar tersebut memperlihatkan kebalikan analagi antara monopoli dengan


monopsoni. Pada (a), monopolis berproduksi dimana kurva penerimaan marginal
(MR) berpotongan dengan kurva biaya marginal (MC). Penerimaan rata-rata (AR)
lebih besar dari penerimaan marginal (MR), juga harga lebih besar dari biaya
marginal. Bagian (b), monopsonis membeli pada titik dimana kurva pengeluaran
marginal (ME) berpotongan dengan kurva nilai marginal (MV). Pengeluaran
marginal (ME) lebih besar dari pengeluaran rata-rata (AE), juga pengluaran
marginal lebih besar dari pada harga.

Situasi monopsoni persis sama. Seperti yang diilustrasikan oleh Gambar 1.2 (b), monopsonis
dapat membeli barang dengan harga di bawah nilai marjinalnya karena ia menghadapi kurva
penawaran atau pengeluaran rata-rata yang miring ke atas. Jadi bagi seorang monopsonis,
pengeluaran marjinal lebih besar dari pengeluaran rata-rata. Menyamakan nilai marjinal dengan
pengeluaran marjinal menghasilkan kuantitas Q* yang kurang dari yang akan dibeli di pasar
kompetitif, dan ke harga P* yang lebih rendah dari harga kompetitif Pc

E. Memaksimalkan Keuntungan Monopsoni

Kami meringkas hubungan ini dengan kurva penawaran (terbalik) w (x). Interpretasi dari
fungsi ini adalah bahwa jika perusahaan ingin menyewa x unit faktor tersebut harus membayar
harga w (x). Kami berasumsi bahwa w (x) adalah fungsi yang meningkat: semakin banyak faktor
x yang ingin digunakan perusahaan, semakin tinggi harga faktor yang ditawarkannya
(Varian, 2010).

Sebuah perusahaan dalam pasar faktor kompetitif menurut definisi menghadapi kurva
penawaran faktor datar: ia dapat mempekerjakan sebanyak yang diinginkannya dengan harga
faktor berjalan. Seorang monopsonis menghadapi kurva penawaran faktor yang miring ke atas:
semakin banyak ia ingin menyewa, semakin tinggi harga faktor yang harus ditawarkan. Perusahaa
dalam pasar faktor kompetitif adalah pengambil harga. Seorang monopsonis adalah
pembuat harga(Varian, 2010). Masalah maksimalisasi keuntungan yang dihadapi monopsonis
adalah

max x pf(x) − w(x)x.

6
Kondisi untuk memaksimalkan keuntungan adalah bahwa pendapatan marjinal (MR) dari
menyewa unit tambahan dari faktor tersebut harus sama dengan biaya marjinal (MC) dari unit
tersebut. Karena kami mengasumsikan pasar output yang kompetitif, pendapatan marjinal hanyalah
pM Px. Bagaimana dengan biaya marjinal?

Perubahan total biaya dari faktor perekrutan Δx lebih banyak

Δc = wΔx + xΔw,

sehingga perubahan biaya per unit perubahan Δx adalah

Interpretasi dari ekspresi ini mirip dengan interpretasi ekspresi pendapatan marjinal: ketika
perusahaan meningkatkan penggunaan faktornya, perusahaan harus membayar lebih banyak
sebagai pembayaran untuk faktor tersebut. Tetapi peningkatan permintaan untuk faktor tersebut
akan mendorong harga faktor naik sebesar Δw, dan perusahaan harus membayar harga yang lebih
tinggi ini pada semua unit yang sebelumnya digunakannya.

Dapat ditulis biaya marjinal untuk menyewa unit tambahan dari faktor tersebut sebagai

dengan η adalah elastisitas suplai dari faktor tersebut. Karena kurva penawaran biasanya
miring ke atas, η akan menjadi bilangan positif. Jika kurva penawaran elastis sempurna, sehingga η
tak terhingga, ini mereduksi kasus perusahaan yang menghadapi pasar faktor kompetitif.
Perhatikan kesamaan pengamatan ini dengan kasus analogi dari perusahaan monopoli. Mari kita
analisis kasus monopsonis yang menghadapi kurva penawaran linier untuk faktor tersebut. Bentuk
kurva penawaran terbalik memiliki(Boal & work(s):, 1997)

w(x) = a + bx,

sehingga biaya total memiliki bentuk

C(x) = w(x)x = ax + bx2,

dengan demikian biaya marjinal dari unit tambahan input adalah

MCx(x) = a + 2bx.

Konstruksi solusi monopsoni diberikan pada Gambar 1.4. Kami menemukan posisi di mana
nilai produk marjinal sama dengan biaya marjinal untuk menentukan x∗ dan kemudian melihat
berapa harga faktor harus pada titik itu(Boal & work(s):, 1997).

7
Gambar 1.4 Monopsoni. Perusahaan beroperasi di mana pendapatan marjinal
dari menyewa unit tambahan dari faktor tersebut sama dengan biaya marjinal
dari unit tambahan tersebut
.

Karena biaya marjinal untuk menyewa unit tambahan dari faktor tersebut melebihi harga faktor,
harga faktor tersebut akan lebih rendah daripada jika perusahaan menghadapi pasar faktor yang
kompetitif. Terlalu sedikit faktor yang akan dipekerjakan relatif terhadap pasar yang kompetitif.
Seperti halnya dalam kasus monopoli, seorang monopsonis beroperasi pada titik Pareto yang tidak
efisien. Tetapi inefisiensi sekarang terletak pada pasar faktor daripada pasar output.

F. Upah Minimum

Misalkan pasar tenaga kerja kompetitif dan pemerintah menetapkan upah minimum yang lebih
tinggi dari upah ekuilibrium yang berlaku. Karena permintaan sama dengan penawaran pada upah
ekuilibrium, maka penawaran tenaga kerja akan melebihi permintaan tenaga kerja pada upah
minimum yang lebih tinggi. Ini digambarkan pada Gambar 1.5.

Gambar 1.5 Upah minimum. Panel A menunjukkan pengaruh upah


minimum dalam pasar tenaga kerja yang kompetitif. Dengan upah kompetitif,
wc, pekerjaan akan menjadi Lc. Di upah minimum, w, pekerjaan hanya Lmw.
Panel B menunjukkan pengaruh upah minimum dalam pasar tenaga kerja yang
dimonopsoni. Di bawah monopsoni, upahnya adalah wm dan lapangan kerja
adalah Lm, yang lebih kecil dari lapangan kerja di pasar tenaga kerja yang
kompetitif. Jika upah minimum ditetapkan ke wc, lapangan kerja akan
meningkat menjadi Lc.

Keadaan menjadi sangat berbeda jika pasar tenaga kerja didominasi oleh monopsonis. Dalam
hal ini, penerapan upah minimum mungkin benar-benar dapat meningkatkan lapangan kerja. Ini

8
digambarkan pada Gambar 1.5. Jika pemerintah menetapkan upah minimum sama dengan upah
yang berlaku di pasar yang kompetitif, “monopsonis” sekarang merasa bahwa ia dapat
mempekerjakan pekerja dengan upah konstan Wc. Karena tingkat upah yang dihadapinya sekarang
tidak tergantung pada berapa banyak pekerja yang dipekerjakannya, ia akan mempekerjakan
sampai nilai produk marjinal sama dengan wc. Artinya, ia akan mempekerjakan pekerja sebanyak
jika menghadapi pasar tenaga kerja yang kompetitif(Varian, 2010).

Menetapkan dasar upah untuk perusahaan monopsoni sama seperti menetapkan batas atas
harga untuk perusahaan monopoli; setiap kebijakan membuat perusahaan berperilaku seolah-olah
menghadapi pasar yang kompetitif.

G. Meniadakan Eksploitasi Monopsoni


Pada dasarnya ada dua cara yang dapat meniadakan eksploitasi monopsoni. yang pertama,
yaitu cara yang paling sedikit mencampuri mekanisme pasar, mencakup usaha menaikkan
mobilitas tas sumber daya. Ini dapat dilaksanakan lewat pendidikan, pertukaran employment dan
bahkan mungkin dengan pemberian subsidi kepada sumber daya dalam usahanya memindahkan
dari satu tempat ke tempat yang lain. Hal yang paling penting disini adalah penyebaran
informasi(Bilas, 1984).
Campur tangan langsung mencakup penetapan harga pasar (floor price). Di bawah harga
dasar, sumber daya tidak dapat turun. Marilah kita ambil kasus mengenai tipe tenaga kerja khusus
dan memeriksa pengaruh harga dasar dan pengaruh eksploitasi monopsonis. Gambar 1.6 berikut
menjelaskan masalahnya. Tanpa campur tangan (intervensi) monopsonis akan menyewa sampai
kepada titik dimana MCa=MRPa dan dengan demikian perusahaan akan menyewa a1 unit dari a
dan membayar harga Pa1 per unit.

GAMBAR 1.6
Di sini terdapat eksploitasi monopsonistis sejumlah MRPa1 - Pa1 per unit. lni berarti, sumber
daya menambah lebih banyak pada pendapatan total dari pembayaran yang dherimanya.
Marilah kita anggap bahwa ada tekanan-tekanan yang menghimbau kepada pemerintah dan
ditetapkanlah upah minimum sebesar Paf. Pembeli dari a tidak akan dapat membayar kurang dari
tingkat upah ini, tetapi tentu saja mereka bebas membayar lebih daripada minimum. Kurva
penawaran menjadi patah dan ditentukan oleh PafASa , sedangkan kurva biaya marjinal yang
ditarik kepada kurva penawaran ini terputus dan ditentukan oleh PafABMCa. Sekarang pembeli

9
menggunakan kriteria maksimisasi dan ine nyewa a sampai kepada titik di mana MCa = MRPa,
dan dengan demikian ia menyewa af unit. Sekarang sumber daya telah dibayar sebesar produk
pendapatan marjinal, dan kita ketahui selanjutnya bahwa lebih banyak unit telah disewa.
Selanjutnya monopson is bertindak seperti pembeli dalam per saingan murni, di mana MCa dan Pa
sekarang sama. Eksploitasi sekarang telah ditiadakan, tetapi ini dengan mengasumsikan bahwa
perkiraan pemerintah tepat dalam penetapan tingkat upah minimum(Bilas,1984).
Marilah kita asumsikan bahwa pemerintah menetapkan tingkat upah minimum pada Pa2.
Sekarang kurva penawaran menjadi Pa2CSa dan kurva biaya marjinal menjadi PaCDMCa . Di sini
tetap ada eksploitasi, sebab pekerja tidak menerima pembayaran sebesar MRP-nya, sebab a2 unit
telah disewa, tetapi MRPa ditentukan oleh MRPa2. Namun demikian eksploitasinya sekarang
kurang daripada sebelum ditetapkannya upah minimum. Lagi pula sekarang disewa lebih banyak
pekerja daripada semula. Sebaliknya, anggaplah bahwa upah minimum ditetapkan pada Pa3.
Jumlah unit a yang sekarang disewa ditetapkan pada a3 , dan pekerja menerima produk pendapatan
marjinalnya (marginal revenue product). Di sini tidak ada lagi eksploitasi, tetapi tingkat
kesempatan kerja adalah lebih rendah dari yang ideal (a f) dan jumlah a yang ditawarkan pada
harga Pa3 adalah a’3 . Di sini terdapat pengangguran sebesar a’3 - a3 . Jadi penetapan upah
minimum dapat meniadakan eksploitasi monopsonistis, tetapi dapat menimbulkan unemployment
(jumlah penawaran melebihi jumlah permintaan), kecuali ditangani dengan seksama(Bilas, 1984).

H. Diskriminasi Monopsonis
Pada pembahasan sebelumnya kita telah melihat diskriminasi pada pihak penjualan di pasar.
Diskriminasi dapat juga terjadi pada pihak pembelian di pasar. Memang demikian, dalam bagian
yang lalu dari bab ini, kita telah meninjau diskri minasi monopsonistis derajat kedua sewaktu kita
menganalisis pengaruh perubahan tingkat upah pada penawaran kerja yang dijukan oleh individu.
Kita hanya perlu meninjau diskriminasi derajat pertama dan ketiga untuk melengkapi
analisis(Bilas,1984).
Diskriminasi derajat pertama dinamakan juga diskriminasi sempuma (perfect discrimination),
tetapi sempurna hanya dari penglihatan monopsonis, bukan dari pandangan sumber daya yang
didiskriminasikan. Tabet 1.1 dapat membantu kita memahami persoalan ini. Singkatan yang
dipakai di dalamnya mempunyai arti yang biasa, dan subskrip m menunjuk kepada pasar, sebagai
lawan subskrip p, yang menunjuk kepada diskriminasi sempurna(Bilas, 1984).
TABEL 1.1

10
Dua lajur pertama dalam tabel ditentukan sebagai skedul sumber daya dalam situasi
monopsinistis. Dua lajur berikutnya sudah jelas dengan sendirinya. Tiga lajur terakhir mencakup
praktek diskriminasi dan memerlukan sedikit penjelasan. Monopsonis berada dalam posisi yang
memungkinkan dia menghadapi masing-masing unit sumber daya secara terpisah. Skedul
penawaran menunjukkan kepada kita bahwa unit a yang pertama akan bekerja dengan Rp. 1,
sedangkan unit kedua akan bekerja dengan Rp. 2. Unit ketiga akan bekerja dengan Rp. 3, dan
dengan demikian 3 unit a yang pertama akan bekerja dengan total Rp. 6. Biaya marjinal a pada
situasi diskriminasi sempurna adalah perubahan dalam biaya total dengan adanya perubahan satu
unit a pada diskriminasi sempurna, dan biaya rata-rata adalah tak lain daripada biaya total dibagi
dengan a/t. Perlu diketahui bahwa biaya marjinal dengan diskriminasi sempurna adalah identik
dengan biaya rata-rata apabila pasar berkuasa dan diskriminasi sempurna tidak dipraktekkan. Biaya
rata-rata dengan diskriminasi sempurna adalah lebih kecil dari biaya rata-rata apabila pasar
berkuasa dan tidak ada diskriminasi.(Bilas, 1984)
Marilah sekarang kita asumsikan bahwa kurva penawaran pasar yang dihadapi oleh
monopsonis secara sederhana adalah penjumlahan horisontal dari kurva-kurva penawaran individu
yang identik. Kurva ini dilukiskan dalam Gambar 1.7. Jika kurva MRP diketahui, kita melihat
bahwa, tanpa diskriminasi sempurna, harga dari a adalah Pm dan jumlah yang disewa adalah am,
tetapi jika diskriminasi sempurna dipraktekkan, maka harga turun ke Pp dan jumlah yang disewa
adalah ap . Kuantitas ap adalah posisi persaingan, sebab dengan aP , biaya rata-rata (harga dari a) di
pasar adalah sama dengan MRP. Tetapi harga ini lebih rendah dari harga persaingan, dan laba
monopsoni telah naik dari (MRPa1 - Pm ) am ke (MRPa2 - Pp ) ap . Jadi lebih banyak a yang disewa
dan harga telah diturunkan diskriminasi monopsonistis sempurna (Bilas, 1984).

GAMBAR 1.7
Akhirnya, kita dapat meninjau diskriminasi derajat ketiga seperti yang dipraktekkan oleh
monopsonis. Diskriminasi ini dapat dipraktekkan jika pembeli mampu memisahkan faktor-faktor
dalam subpasar (submarket) di mana kurva penawaran mempunyai elastisitas penawaran yang
berbeda beda pada harga biasa dan jika pembeli monopsonistis mampu memisah-misahkan pasar.
Derajat diskriminasi ini didemonstrasikan dalam Gambar 1.8 bagi suatu kasus dengan dua
subpasar(Bilas, 1984).

11
GAMBAR 1.8

Kunci dari analisis ini mirip dengan diskriminasi monopolistis derajat ketiga, di mana masalahnya
adalah menyamakan MR dalam subpasar. Oleh karena kita sekarang ini menghadapi pihak biaya maka
sekarang kita menyamakan MC dalam subpasar. Hal ini dilaksanakan dengan menyamakan ∑MC
(penjumlahan secara horizontal kurva-kurva biaya marginal subpasar) dengan kurva produk pendapatan
Marginal. Jumlah yang di sewa oleh monopsonis adalah a, di subpasar 2 disewa a2 dan di subpasar 1
disewa sejumlah a1. Harga-harga diambil dari kurva penawaran, dan kita mengetahui bahwa harga lebih
tinggi disebut pasar yang mempunyai kurva penawaran yang lebih elastis. Hal ini wajar sekali sebab
faktor-faktor dalam pasar ini mempunyai alternatif penggunaan yang lebih banyak daripada faktor-
faktor dalam suatu subpasar yang lain. Misalnya, faktor dalam subpasar yang lebih elastis mungkin
mempunyai lokasi yang lebih menguntungkan bagi employment cadangan. Sekali lagi diskriminasi
telah dipraktekkan dan laba monopsoni mencapai maksimum dalam dua subpasar.

12
BAB III
KESIMPULAN

Perusahaan yang memaksimalkan keuntungan selalu ingin menetapkan pendapatan marjinal dari
setiap tindakan yang diambilnya sama dengan biaya marjinal dari tindakan itu. Dalam kasus
perusahaan monopoli, pendapatan marjinal yang terkait dengan peningkatan lapangan kerja suatu
faktor disebut produk pendapatan marjinal (marginal revenue product).

Untuk perusahaan monopoli, produk pendapatan marjinal akan selalu lebih kecil dari nilai produk
marjinal karena fakta bahwa pendapatan marjinal dari peningkatan output selalu lebih kecil dari harga.
Sebagaimana monopoli terdiri dari pasar dengan penjual tunggal, monopsoni terdiri dari pasar dengan
pembeli tunggal.

Untuk monopsonis, kurva biaya marjinal yang terkait dengan suatu faktor akan lebih curam
daripada kurva penawaran faktor tersebut. Oleh karena itu, seorang monopsonis akan menyewa
sejumlah kecil faktor produksi secara tidak efisien. Jika perusahaan monopoli hulu menjual suatu faktor
kepada pelaku monopoli hilir, maka harga akhir output akan terlalu tinggi karena fenomena markup
ganda.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ashenfelter, O. C., Farber, H., & Ransom, M. R. (2010). Labor Market Monopsony. Journal of Labor

Economics, 28(2), 203–210. https://doi.org/10.1086/653654

Bilas, R. A. (1984). Teori Mikroekonomi (2nd Edition). Erlangga.

Boal, W. M., & work(s):, M. R. R. R. (1997). Monopsony in the Labor Market. Journal of Economic

Literature, 35(1), 86–112.

Budiono, J. S., Musdholifah, dan. (2018). Edisi Belajar Teori Ekonomi (Pendekatan Mikro) Berbasis

Karakter. Deepublish.

Hyman, D. A., & Kovacic, W. E. (2004). Monopoly, Monopsony, And Market Definition: An Antitrust

Perspective On Market Concentration Among Health Insurers. Health Affairs, 23(6), 25–28.

https://doi.org/10.1377/hlthaff.23.6.25

Pindyck, R. S., & Rubinfeld, D. L. (2013). Microeconomics (8th ed). Pearson.

Varian, H. R. (2010). Intermediate microeconomics: A modern approach (8th ed). W.W. Norton & Co.

14

You might also like