You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Endoftalmitis merupakan kejadian yang jarang namun merupakan
komplikasi yang membahayakan. Endoftalmitis sering terjadi setelah trauma pada
mata termasuk setelah dilakukannya operasi mata yang merupakan faktor risiko
masuknya mikroorganisme ke dalam mata. Endoftalmitis merupakan peradangan
supuratif di bagian dalam bola mata yang meliputi uvea, vitreus dan retina dengan
aliran eksudat ke dalam kamera okuli anterior dan kamera okuli posterior.
Peradangan supuratif ini juga dapat membentuk abses di dalam badan kaca1.
Endoftalmitis di sebabkan oleh bakteri dan jamur. Bakteri dan jamur ini
akan masuk dengan cara eksogen dan endogen. Endoftalmitis eksogen terjadi
akibat trauma tembus atau infeksi sekunder pada tindakan pembedahan yang
membuka bola mata. Endoftalmitis endogen terjadi akibat penyebaran bakteri atau
jamur dari fokus infeksi dalam tubuh1.
Endoftalmitis merupakan penyakit yang memerlukan perhatian pada tahun
terakhir ini karena dapat memberikan penyulit yang gawat akibat suatu trauma
tembus atau akibat pembedahan mata intra okuler1.
Melalui penulisan ini diharapkan dapat membantu memberi petunjuk dalam
diagnosis endophtalmitis sehingga kemungkinan untuk penanganan yang tidak
tepat dan bisa berakibat fatal dapat dihindari.
1.2. Rumusan masalah
Referat ini membahas mengenai anatomi uvea, vitreous humor, retina,
definisi endoftalmitis, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, pemeriksaan, dan penatalaksanaan serta prognosis
endophtalmitis.
1.3. Tujuan penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk menambahkan pengetahuan mengenai
endoftalmitis.

1
1.4. Metode penulisan
Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan
mengacu pada berbagai literatur dan kepustakaan berupa buku dan jurnal.
1.5. Manfaat penulisan
1.5.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya,
dan ilmu penyakit mata pada khususnya.
1.5.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang
mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
Bola mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata. Pada dinding
bola mata terdiri atas sklera dan kornea. Isi bola mata terdiri atas lensa, uvea,
badan kaca (vitreous body), dan retina1,2.
2.1.1 Uvea
Uvea merupakan jaringan lunak yang terdiri atas 3 bagian yaitu iris, corpus
cilliare, dan khoroid. Iris merupakan perpanjangan corpus cilliare ke anterior,
berbentuk sirkular, dan terdapat lubang yang dinamakan pupil. Iris berfungsi
untuk mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran
pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi (miosis)
akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan
dilatasi (midriasis) yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatis. Badan siliar atau
corpus cilliare ini dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid yang
terdiri otot-otot siliar dan prosessus siliar. Otot-otot siliar berfungsi untuk
akomodasi lensa. Jika otot-otot ini berkontraksi ia menarik prosessus dan khoroid
ke depan dan kedalam, mengendorkan zonula zinn sehingga lensa menjadi
cembung. Fungsi prosessus siliar adalah memproduksi cairan mata atau humor
akuous. Koroid adalah membran berwarna coklat tua yang terletak diantara sklera
dan retina. Koroid berfungsi sebagai pemberi nutrisi pada retina bagian luar1,2.
2.1.2 Vitreous body
Badan kaca atau vitreous body adalah suatu badan gelatin yang jernih dan
avaskuler yang membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Badan kaca
mengisi ruangan yang dibatasi oleh lensa, retina, dan diskus optikus. Bagian luar
badan kaca merupakan lapisan tipis (membran hialoid)1,2.
2.1.3 Retina
Retina adalah lembaran jaringan saraf yang berlapis yang tipis dan
semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola

3
mata. Bagian retina yang letaknya sesuai sumbu penglihatan terdapat makula lutea
(bintik kuning) yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Retina memiliki
10 lapisan yang terdiri atas : (1) membran limitan interna, (2) lapisan serabut
saraf, (3) lapisan sel ganglion, (4) lapisan pleksiform dalam, (5) lapisan nukleus
dalam badan-badan sel bipolar, (6) lapisan pleksiform luar, (7) lapisan nukleus
luar sel fotoreseptor, (8) membran limitan luar, (9) lapisan batang dan kerucut,
(10), lapisan epitel pigmen. Suplai darah bernutrisi untuk lapisan dalam retina
berasal dari arteri retina sentralis yang memasuki bola mata melalui saraf optik
dan mempercabangkan diri untuk menyuplai seluruh permukaan dalam retina.
Lapisan luar retina mendapat suplai nutrisi dari khoroid1,2.

gambar 2.2 bola mata

2.2. Definisi
Endoftalmitis adalah radang yang mengenai rongga okular dan struktur
sekitarnya3. Endoftalmitis adalah inflamasi pada lapisan internal mata yang
berasal dari agen infeksius intraokular yang menyebabkan eksudasi ke dalam
badan kaca4. Endoftalmitis merupakan infeksi pada segmen anterior dan posterior
mata akibat pajanan mikroorganisme yang bermula dari prosedur operasi (post
operasi), luka trauma (post traumatik), atau infeksi dari bagian tubuh lain
(endogen)5. Endoftalmitis dapat berkembang menjadi panoftalmitis jika infeksi
mengenai kornea dan sklera5.

4
2.3. Klasifikasi
Endoftalmitis dibagi menjadi dua tipe berdasarkan jenis infeksinya, yaitu
eksogen dan endogen4,6.
2.3.1 Endoftalmitis eksogen
Endoftalmitis eksogen merupakan inokulasi agen infeksius yang merupakan
komplikasi dari pembedahan okular (contohnya katarak, implantasi IOL,
glaukoma, keratoplasty, eksisi pterigium, pembedahan strabismus paracentesis,
pembedahan vitreus dll), benda asing, dan trauma. Kebanyakan kejadian
endoftalmitis eksogen terjadi setelah pembedahan intra okular dengan persentase
sebesar 49-76%. Endoftalmitis eksogen terjadi kurang lebih 1 minggu setelah
operasi. Umumnya operasi katarak merupakan penyebab timbulnya endoftalmitis
eksogen4,6.
Endoftalmitis akut pasca bedah katarak merupakan bentuk yang paling
sering dari endoftalmitis, dan hampir selalu disebabkan oleh infeksi bakteri.
Tanda-tanda infeksi dapat muncul dalam waktu satu sampai dengan enam minggu
dari operasi. Namun, dalam 75-80% kasus muncul di minggu pertama pasca
operasi. Sekitar 56-90% dari bakteri yang menyebabkan endoftalmitis akut adalah
gram positif, dimana yang paling sering adalah Staphylococcus epidermis,
Staphylococcus aureus dan Streptococcus. Pada pasien dengan endoftalmitis akut
pasca operasi biasa ditemui Injeksi silier, hilangnya reflek fundus, hipopion,
pembengkakan kelopak mata, fotofobia, penurunan visus dan kekeruhan vitreus11.

gambar 2.3 endoftalmitis akut pasca bedah katarak


Endoftalmitis pseudofaki kronik biasanya berkembang empat minggu
hingga enam minggu. Biasanya, keluhan pasien ringan dengan tanda-tanda mata
merah, penurunan ketajaman visus dan adanya fotofobia. Sedangkan tanda-tanda
yang dapat ditemui yaitu adanya eksudat serosa dan fibrinous dari berbagai derajat

5
dapat diamati, dihubungkan dengan adanya hipopion dan tanda-tanda moderat
dari kekeruhan dan opacity dalam vitreous body12,13.
Salah satu yang khas dari endoftalmitis pseudofaki kronik adalah adanya
plak kapsul putih dan secara proporsional tingkat kekeruhan badan vitreous yang
lebih rendah dibandingkan dengan endophthalmitis akut. Hal ini dianggap bahwa
penyebab endoftalmitis pseudofaki kronik adalah adanya beberapa bakteri yang
memiliki virulensi rendah, dengan tanda-tanda inflamasi yang berjalan lambat.
Frekuensi paling sering yang menjadi penyebab dari chronic endophthalmitis
adalah Propionibacterium acnes dan Corynebacterium species13.

gambar 2.4 endoftalmitis pseudofaki kronik


Endoftalmitis pasca trauma terjadi dalam persentase tinggi (20%),
terutama jika cedera ini terkait dengan adanya benda asing intraokular. Dengan
temuan klinis berupa luka perforasi, infeksi berkembang sangat cepat. Tanda-
tanda infeksi biasanya berkembang segera setelah cedera, tapi biasanya diikuti
oleh reaksi post-traumatic jaringan mata yang rusak. Informasi yang sangat
penting dalam anamnesis adalah apakah pasien berasal dari lingkungan pedesaan
atau perkotaan, cedera di lingkungan pedesaan lebih sering diikuti oleh
endoftalmitis (30%) dibandingkan dengan pasien dari lingkungan perkotaan.
(11%). Secara klinis, Endoftalmitis pasca-trauma ditandai dengan rasa sakit,
hiperemi ciliary, gambaran hipopion dan kekeruhan pada vitreous body. Dalam
kasus endoftalmitis pasca-trauma, agen causative paling umum adalah bakteri dari
kelompok Bacillus dan Staphylococcus.

6
2.3.2 Endoftalmitis endogen
Endoftalmitis endogen merupakan infeksi mikroorganisme yang berasal dari
bagian tubuh lain melalui hematogen (contoh : septik emboli, endocarditis,
urinary tract infection, artritis, pyelonefritis, faringitis, pneumoni dll).
Endoftalmitis endogen sangat jarang ditemukan dengan presentasi kejadian sekitar
2-15%4,6. Individu yang berisiko terkena endoftalmitis endogen biasanya memiliki
faktor predisposisi seperti diabetes mellitus, gagal ginjal kronik, gangguan katup
jantung, systemic lupus eritematosus, AIDS, leukimia, malignansi traktus
gastrointestinal, neutropenia, limfoma, hepatitis, dan transplantasi sumsum
tulang9.
Endoftalmitis endogen tidak ada riwayat operasi mata ataupun trauma
mata. Biasanya ada beberapa penyakit sistemik yang mempengaruhi, baik melalui
penurunan mekanisme pertahanan host atau adanya fokus sebagai tempat
potensial terjadinya infeksi. Dalam kelompok ini penyebab tersering adalah;
adanya septicaemia, pasien dengan imunitas lemah, penggunaan catethers dan
Kanula intravena kronis. Agen bakteri yang biasanya menyebabkan endoftalmitis
endogen adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan spesies
Streptococcus. Namun, agen yang paling sering menyebabkan Endoftalmitis
endogen adalah jamur (62%), gram positive bakteri (33%), dan gram negatif
bakteri dalam 5% dari kasus14,15.
Fungal endoftalmitis dapat berkembang melalui mekanisme endogen
setelah beberapa trauma atau prosedur bedah dengan inokulasi langsung ke ruang
anterior atau vitreous body, atau transmisi secara hematogen dalam bentuk
candidemia. Tidak seperti fungal chorioretinitis yang disebabkan oleh kandidiasis,
yang disertai dengan tanda peradangan minimal pada vitreous body, fungal
endoftalmitis merupakan penyakit serius dengan karakteristik tanda-tanda
endoftalmitis akut16.

7
gambar 2.5 endoftalmitis endogen

gambar 2.6 fungal endoftalmitis

2.4. Etiologi
Klasifikasi penyebab endoftalmitis berdasarkan jenis infeksi dibagi menjadi
3, yaitu7,8 :
A. Post operatif
1. Post operatif onset akut : coagulase negative
Staphylococcus, S aureus, Streptococcus spp, organisme
gram negatif
2. Post operatif onset kronik : Propionibacterium acnes,
fungi seperti candida dan aspergilus, coagulase negative
Staphylococcus
B. Post traumatik : bacillus spesies dan staphylococcus species

8
C. Endogen : Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli dan spesies Klebsiella

Endophtalmitis etc Escherichia coli

Kebanyakan kasus endoftalmitis disebabkan oleh bakteri gram positif


seperti coagulase-negative staphylococcus epidermidis, staphylococcus aureus,
dan streptococcus species. Bakteri gram negatif seperti pseudomonas, escheria
coli, dan enterococcus lebih sering ditemukan pada endoftalmitis yang disebabkan
oleh trauma. Namun, pada endoftalmitis endogen, infeksi jamur memiliki proporsi
yang besar dibanding bakteri.

2.5. Epidemiologi
Endophthalmitis endogen jarang terjadi, hanya terjadi pada 2-15% dari
semua kasus endophthalmitis. Kejadian rata-rata tahunan adalah sekitar 5 per
10.000 pasien yang dirawat. Dalam beberapa kasus, mata kanan dua kali lebih
mungkin terinfeksi sebagai mata kiri, mungkin karena lokasinya yang lebih
proksimal untuk mengarahkan aliran darah ke arteri karotid kanan. Sejak tahun
1980, infeksi Candida dilaporkan pada pengguna narkoba suntik telah meningkat.
Jumlah orang yang beresiko mungkin meningkat karena penyebaran AIDS, sering
menggunakan obat imunosupresif, dan lebih banyak prosedur invasif (misalnya,
transplantasi sumsum tulang)9.
Sebagian besar kasus endophthalmitis eksogen (sekitar 60%) terjadi setelah
operasi intraokular. Ketika operasi merupakan penyebab timbulnya infeksi,
endophthalmitis biasanya dimulai dalam waktu 1 minggu setelah operasi. Di
Amerika Serikat, endophthalmitis postcataract merupakan bentuk yang paling
umum, dengan sekitar 0,1-0,3% dari operasi menimbulkan komplikasi ini, yang
telah meningkat selama beberapa tahun terakhir. Walaupun ini adalah persentase

9
kecil, sejumlah besar operasi katarak yang dilakukan setiap tahun memungkinkan
untuk terjadinya infeksi ini lebih tinggi9.
Post traumatic Endophthalmitis terjadi pada 4-13% dari semua cedera
penetrasi okular. Insiden endophthalmitis dengan cedera yang menyebabkan
perforasi pada bola mata di pedesaan lebih tinggi bila dibandingkan dengan
daerah perkotaan. Keterlambatan dalam perbaikan luka tembus pada bola mata
berkorelasi dengan peningkatan resiko berkembangnya endophthalmitis. Kejadian
endophthalmitis yang disebabkan oleh benda asing intraokular adalah 7-31%.9
Angka kejadian endoftalmitis di Miami, Amerika serikat, adalah 15.920
orang pada tahun 2005. Angka kejadian endoftalmitis di Jepang pada tahun 2004
adalah 656 orang. Angka kejadian endoftalmitis di Thailand pada tahun 2006
adalah 31 orang. Angka kejadian endoftalmitis di Singapura pada tahun 2004
adalah 44.804 orang. Tampaknya belum ada data pasti mengenai angka kejadian
endoftalmitis di Indonesia.

2.6. Mortality/morbidity

Penurunan penglihatan dan kehilangan penglihatan yang permanen
merupakan komplikasi tersering dari endophthalmitis. Pasien mungkin
memerlukan enukleasi untuk menghilangkan rasa sakit.9,10


Mortality biasanya berhubungan dengan gejala penyerta dan adanya
penyakit lain yang mendasarinya.10

2.7. Patofisiologi
Kejadian, tingkat keparahan, dan riwayat perjalanan klinis dari endoftalmitis
bergantung pada rute infeksi, virulensi, jumlah inokulasi patogen, kondisi sistem
imun, dan deteksi dini. Dalam keadaan normal, sawar darah-mata (Blood-Ocular
Barrier) berfungsi sebagai pelindung dari infeksi mikroorganisme9,10.
Pada endoftalmitis endogen maupun eksogen, mikroorganime menembus
sawar darah-mata secara langsung maupun melalui perubahan pembuluh darah
endotel yang disebabkan oleh mediator inflamasi. Kerusakan jaringan intraokular
dapat disebabkan oleh mikroorganisme dan/atau mediator inflamasi sistem imun.

10
Pada endoftalmitis endogen, mikroorganisme berasal dari bagian tubuh lain dan
secara hematogen bergerak ke arah intraokular. Pada endoftalmitis eksogen,
paparan mikroorganisme dapat berasal dari permukaan bola mata yang
menginfeksi saat adanya perlukaan akibat insisi atau trauma9,10.
Endophthalmitis dapat terlihat nodul putih yang halus pada kapsul lensa,
iris, retina, atau koroid. Hal ini juga dapat timbul pada peradangan semua jaringan
okular, mengarah kepada eksudat purulen yang memenuhi bola mata. Selain itu,
peradangan dapat menyebar ke jaringan lunak orbital9,10.

2.8. Manifestasi klinis


berdasarkan Endopthalmitis Vitrectomy Study Group (EVS), beberapa
gejala dan tanda yang sering ditemukan pada endoftalmitis yaitu :
Gejala :
A. Mata merah (82%)
B. Nyeri pada mata (74%)
C. Penglihatan kabur (94%)
D. Fotofobia
E. Lakrimasi

Tanda :
A. Kelopak mata bengkak dan eritema (34%)
B. Hipopion (lapisan sel-sel inflamasi dan eksudat di ruang anterior)
(86%)

11
C. Konjungtiva tampak khemosis
D. Kornea edema, keruh, tampak infiltrate

E. Iris edema dan keruh


F. Eksudat pada vitreus
G. TIO dapat meningkat atau menurun
H. Tanda dini berupa roth’s spot (bercak bulat, putih pada retina yang
di kelilingi dengan perdarahan)
I.

2.9. Diagnosis banding


Endofthalmitis yang disebabkan oleh bakteri dan jamur seringkali sulit
untuk dibedakan dengan peradangan intraocular lainnya. Peradangan berlebihan
tanpa endopthalmitis sering ditemui pasca operasi yang rumit, uveitis yang sudah
ada sebelumnya dan keratitis, diabetes, terapi glaukoma, dan bedah sebelumnya.
Toxic anterior segment syndrome (TASS) juga termasuk dalam diagnosis
diferensial endoftalmitis. TASS disebabkan oleh pengenalan substansi zat beracun

12
selama operasi yang umumnya disebabkan oleh instrumen, cairan, atau lensa
intraokular. Keratitis dan infeksi pasca operasi sering disertai dengan hipopion
tanpa infeksi intraokular. lt ini penting untuk menghindari memperkenalkan
infeksi eksternal (seperti dalam kasus keratitis bakteri) ke mata dengan melakukan
paracentesis yang tidak perlu. Sel tumor dari limfoma mungkin menumpuk di
vitreous, atau sel retinoblastoma dapat terakumulasi di ruang depan, simulasi
peradangan intraocular. Pada retinoblastoma intraokular biopsi merupakan
kontraindikasi. karakteristik yang paling membantu untuk membedakan
endophthalmitis yang benar adalah bahwa vitritis ini progresif dan keluar dari
proporsi lain temuan segmen anterior. Jika ragu, dokter harus menangani kondisi
ini sebagai suatu proses infeksi17.
Prosedur diagnosa :
A. Periksa visus C. Tekanan intraokular
B. Slit lamp D. Melebarnya funduskop

2.10. Pemeriksaan penunjang


Laboratorium :
A. Endoftalmitis eksogen: sampel vitreous (vitreous tap) diambil untuk
diteliti mikroorganisme penyebab dari endoftalmitis
B. Endoftalmitis endogen: darah lengkap dan kimia darah mengetahui
sumber infeksi
Radiologi :
A. B-scan (USG): tentukan apakah ada keterlibatan peradangan
vitreous. Hal ini juga penting untuk mengetahui dari ablasi retina
dan Choroidal, yang nantinya penting dalam pengelolaan dan
prognosis.

13
B. Chest x-ray - Mengevaluasi untuk sumber infeksi
C. USG Jantung - Mengevaluasi untuk endokarditis sebagai sumber
infeksi

2.11. Tatalaksana
Pengobatan tergantung pada penyebab yang mendasari endophthalmitis.
Hasil akhir ini sangat tergantung pada penegakan diagnosis dan pengobatan tepat
waktu. Tujuan dari terapi endophthalmitis adalah untuk mensterilkan mata,
mengurangi kerusakan jaringan dari produk bakteri dan peradangan, serta
mempertahankan penglihatan. Dalam kebanyakan kasus terapi yang diberikan
adalah antimikroba intravitreal, periokular, dan topikal. sedangkan dalam kasus
yang parah, dilakukan vitrectomy di endophthalmitis18.
Tatalaksana non farmakologi meliputi :
A. Menjelaskan bahwa penyakit yang diderita memiliki prognosa yang
buruk yang  mengancam bola  mata dan nyawa apabila tidak
tertangani.
B. Menjelaskan bahwa penyakit tersebut dapat mengenai mata satunya,
sehingga perlu dilakukan pengawasan yang ketat tentang adanya
tanda-tanda inflamasi pada mata seperti mata merah, bengkak,
turunnya tajam penglihatan, kotoran pada mata untuk segera untuk
diperiksakan ke dokter mata.
C. Menjelaskan bahwa penderita menderita diabetes yang memerlukan
pengontrolan yang ketat baik secara diet maupun medikamentosa.

14
Hal ini disebabkan oleh karena kondisi hiperglikemia akan
meningkatkan resiko terjadinya bakteriemi yang dapat menyerang
mata satunya, atau bahkan dapat berakibat fatal  jika menyebar ke
otak.
D. Perlunya menjaga kebersihan gigi mulut, sistem saluran kencing
yang memungkinkan menjadi fokal infeksi dari endoftalmitis
endogen.

Tatalaksana farmakologi :
1. Antibiotik
Terapi antimikroba empiris harus komprehensif dan harus mencakup semua
kemungkinan patogen dalam konteks pengaturan klinis.

Intravitreal antibiotik
Pilihan pertama : Vancomicin 1 mg dalam 0.1 ml + ceftazidine 2.25 mg dalam
0.1ml
Pilihan kedua : Vancomicin 1 mg dalam 0.1ml + amikacin 0.4 mg dalam 0.1 ml
Pilihan ketiga : Vancomicin 1 mg dalam 0.1ml + gentamicin 0.2 mg dalam 0.1
ml
Antibiotik topikal
 Vancomicin (50 mg/ml) atau cefazolin (50 mg/ml), dan
 Amikacin (20 mg/ml) atau tobramycin (15mg%)
Antibiotik sistemik (jarang).
 Ciprofloxacin intravena 200 mg BD selama 2-3hari, diikuti
500 mg oral BD selama 6-7 hari, atau
 Vancomicin 1gm IV BD dan ceftazidim 2g IV setiap 8 jam
2. Terapi steroid
• Dexamethasone intravitreal 0.4 mg dalam 0.1 ml
• Dexamethasone 4 mg (1 ml) OD selama 5 – 7 hari
• Steroid sistemik. Terapi harian dengan prednisolone 60 mg diikuti dengan
50 mg, 40 mg, 30 mg, 20 mg, dan 10 mg selama 2 hari.

15
3. Terapi suportif
• Siklopegik. Disarankan tetes mata atropin 1% atau bisa juga hematropine
2% 2 – 3 hari sekali.
• Obat-obat antiglaucoma disarankan untuk pasien dengan peningkatan
tekanan intraokular. Acetazolamide (3 x 250 mg) atau Timolol (0.5 %) 2
kali sehari
4. Terapi operatif
Vitrectomy adalah tindakan bedah dalam terapi endofthalmitis. Bedah debridemen
rongga vitreous terinfeksi menghilangkan bakteri, sel-sel inflamasi, dan zat
beracun lainnya untuk memfasilitasi difusi vitreal, untuk menghapus membran
vitreous yang dapat menyebabkan ablasio retina, dan membantu pemulihan
penglihatan. Endophthalmitis vitrectomy Study (EVS) menunjukkan bahwa di
mata dengan akut endophthalmitis operasi postcataract dan lebih baik dari visi
persepsi cahaya. Vitrectomy juga memainkan peran penting dalam pengelolaan
endoftalmitis yang tidak responsif terhadap terapi medikamentosa18,19.

2.12. Prognosis
Prognosis dari endoftalmitis sendiri bergantung durasi dari endoftalmitis,
jangka waktu infeksi sampai penatalaksanaan, virulensi bakteri dan keparahan
dari trauma. Diagnosa yang tepat dalam waktu cepat dengan tatalaksana yang
tepat mampu meningkatkan angka kesembuhan endoftalmitis18,19.

16
BAB III
KESIMPULAN

1. Endoftalmitis merupakan reaksi inflamasi pada intraokuler yang disebabkan oleh


mikroorganisme seperti bakteri atau jamur.
2. Klasifikasi endoftalmitis berdasarkan jenis infeksinya yaitu endoftalmitis endogen dan
endoftalmitis eksogen.
3. Tanda dan gejala yang ditunjukan antara lain adanya penurunan visus, hiperemi konjungtiva,
nyeri, pembengkakan, dan hipopion, konjungtiva chemosis dan edema kornea.
4. Pemeriksaan penunjang untuk endoftalmitis adalah vitreous tap untuk mengetahui organisme
penyebab sehingga terapi yang diberikan sesuai.
5. Tujuan penatalaksanaan endoftalmitis adalah eradikasi infeksi, mencegah komplikasi, dan
memperbaiki visus.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S.H. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak..Dalam: Ilmu


Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 2009. hal 3, 9,
175-8.
2. Vaughan D, Asbury T. Oftalmologi Umum (General Opthalmology) Edisi 17.
Jakarta, EGC: 2009; 195 – 96.
3. Novak PD. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakarta, EGC :
382.
4. Pahuja S, Narula R. 2011. Endophtalmitis. Delhi Journal of Ophtalmology 21
(3) : 4-8
5. Coburn PS, Callegan MC. 2012. Endophtalmitis, Advances in Ophtalmology.
InTech : 319-340 (http://www.intechopen.com/books/advancesin-
ophthalmology/endophthalmitis).
6. Bhatia K, Pathengay A, Khera M. 2012. Vitrectomy in Endophtalmitis.
InTech : 1-16 (http://www.intechopen.com/books/vitrectomy/vitrectomy-for-
intraocular-infections).
7. Bobrow JC, dkk, 2008. Intraocular Inflammation and Uveitis. Dalam:
American Academy of Ophtalmology. San Francisco,2011. hal 269-273, 355-
360.
8. Flynn HW Jr. 2010. Recognition, Treatment, and Prevention of
Endophtalmitis. OphtalmicEdge.Org : 1-30
9. Egan DJ, Peters JR, Peak DA. 2013. Endophtalmitis.
(http://emedicine.medscape.com/article/799431-overview, diunduh 28 Mei
2013, 20:09)
10. Barry P, Behrens-Baumann W, Pleyer U, Seal D. 2007. ESCRS Guidelines
on Prevention, Investigation and Management of Post-operative
Endophtalmitis version 2. The European Society of Cataract & Refractive
Surgeon : 1-36
11. Cooper Ba, Holekamp Nm, Bohigian G, Thompson PA. Case- control study
of endophthalmitis after cataract surgery comparing scleral and corneal
wounds. Am J Ophtalmol 2003; 136: 5-300.
12. Callegan MC, Elenbert M, Parke DW. Bacterial endophthalmitis:
Epidemiology, therapeutics, and bacterialhost interactions. Clin Microbiol
Rev 2002;15:1:24-111.
13. Trofa D, Gácser A, Nosanchuk JD. Candida parapsilosis,an emerging fungal
pathogen. Clin Microbiol Rev 2008;21(4):25-606.

18
14. Sherwood Dr, Rich WJ, Jacob JS. Bacterial contamination of intraocular and
extraocular fluids during extracapsular cataract extraction. Eye 1989;3:12-
308.
15. Lunstrom M, Wejde G, Stenevi U. Endophthalmitis after cataract surgery: a
nationwide prospective study avaluating incidence in relation to incision type
and location. Ophthalmology 2007;114: 9-1004.
16. Hatch WV, Cernat G, Wong D, Devenyi R, Bell CM. Risk factors for acute
endophthalmitis after cataract surgery: a population-based study.
Ophthalmology 2009;116(3):30-425.
17. Smith MA, Sorenson JA, D'Aversa G, Mandelbaum S, Udell I, Harrison W.
Treatment of experimental methicillin-resistant Staphylococcus epidermidis
endophthalmitis with intravitreal vancomycin and intravitreal
dexamethasone.J Infect Dis 1997; 175(2):6-462.
18. Vidyashankar B, Singal R, Shahnawaz K, Motwane SS. 2001. Medical
Treatment of Endoftalmitis. Journal of The Bombay Ophtalmologists
association 11 (2) : 47-50.
19. Gan IM, Ugahary LC, van Dissel JT, Feron E, PeperkampE, Veckeneer M et
al. Intravitreal dexamethasone as adjuvant in the treatment of postoperative
endophthalmitis:a prospective randomized trial. Graefes Arch Clin Exp
Ophthalmol.2005;243(12):5-1200.

19

You might also like