You are on page 1of 13

Nama : Wayan Riantana

NIM : 017.06.0010
Topik Kuliah : Berbagai Masalah Kesehatan di Lingkungan Lembaga
Pemasyarakatan
Oleh : Dr. drg. Fatimah W., Sp. Ort

Kesehatan merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual


maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis (pasal 1 UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Kesehatan
adalah hak asasi manusia yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia dan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan generasi bangsa yang
kuat. Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang tanpa memandang ras, jenis kelamin,
agama, ekonomi, diberikan hak pelayanan kesehatan tidak terkecuali bagi warga
binaan pemasyarakatan yang baru menjalani penahan, yang sedang menjalani masa
pidananya, menjelang bebas, atau masa pasca bebas. Sehingga dari hal tersebut
sebagai mahasiswa kedokteran sangat penting untuk memahami mengenai masalah
kesehatan dan pelayanan kesehatan di lingkungan lembaga permasyarakatan seperti
faktor-faktor penyebab munculnya masalah kesehatan dan alur pelayanan kesehatan
di lingkungan lembaga pemasyarakatan (Lapas). Apa yang dimaksud lembaga
pemasyarakatan? Apa itu Warga Binaan? Apa itu Narapidana dan Tahanan?

Lembaga pemasyarakatan adalah unit pelaksanaan teknis di jajaran Departemen


Hukum dan Hak Asasi Manusia yang bertugas untuk melakukan pembinaan dan
bimbingan kepada warga binaan pemasyarakatan. Warga binaan pemasyarakatan
adalah narapidana, anak didik pemasyarakatan dan klien pemasyarakatan Tahanan
adalah tersangka atau terdakwa yang ditempatkan di rutan untuk kepentingan
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Sedangkan
Narapidana adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena
tindak pidana); terhukum. Sementara itu, menurut kamus induk istilah ilmiah
menyatakan bahwa Narapidana adalah orang hukuman; orang buaian. Selanjutnya
berdasarkan kamus hukum, Narapidana diartikan sebagai orang yang menjalani
pidana dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi masalah kesehatan warga


binaan di lingkungan lapas, antara lain:

 Overkapasitas yang dapat meningkatkan risiko penyakit menular


 Keterlambatan deteksi penyakit karena keterbatasan dari sarana dan
prasarana
 Ruang isolasi kurang untuk penyakit menular
 Ketidaktepatan pengobatan
 Kondisi fasilitas tenaga kesehtan belum maksimal

Adanya faktor-faktor tersebut dapat menimbulkan muncul masalah masalah


kesehatan berdasarkan laporan data kesehatan tahun 2011 yang diterima Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan di lingkungan lapas dan rutan, yaitu:

a. Penyakit pernafasan
b. Penyakit kulit
c. Penyakit kulit
d. Penyakit pencernaan
e. HIV/AIDS
f. Penyakit jantung dan pembuluh darah
g. Penyakit saraf
h. Penyakit menular seksual
i. Gangguan jiwa

Selain dari masalah kesehatan diatas, ada juga masalah kesehatan pada warga
binaan pemasyarakatan perempuan, seperti:
1. Tingkat stress yang meningkat
Tingkat stres dan kondisi kesedihan yang sering dialami pada warga
binaan pemasyarakatan perempuan sehingga memicu terjadinya perubahan
menstruasi, keputihan dan keguguran
2. Minimnya ruangan khusus
Ruangan khusus sangat diperlukan bagi warga binaan pemasyarakatan
perempuan. Tidak adanya ruangan khusus untuk warga binaan
pemasyarakatan perempuan yang sedang hamil, pasca persalinan dan
menyusui dapat menyebabkan mereka ditempatkan dalam satu ruangan
bersama warga binaan pemasyarakatan lainnya.
3. Risiko terjadinya Hubungan seksual
Kemungkinan masih ada terjadinya hubungan seksual yang berisiko, yang
dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit infeksi menular seksual
(IMS)
4. Rentan mengalami kekerasan, meskipun tidak semua berani melaporkan
kepada petugas.
sehingga masalah kesehatan reproduksi dan akses untuk memperoleh
kesehatan masih perlu diperhatikan.
(Fatimah,2020)

Dari beberapa masalah kesehatan tersebut sangat diperlukan pelayanan kesehatan


yang memadai bagi warga binaan pemasyarakatan. Adapun alur pelayanan kesehatan
di lingkungan lapas atau rutan, yaitu:

1. Alur pelayanan kesehatan WBP baru di rutan atau lapas


Pada saat baru masuk ke Rutan/Lapas, Tahanan/WBP perlu
mendapatkan penapisan kesehatan (skirining in) yang bertujuan untuk
mendapatkan data dasar status kesehatan Tahanan dan WBP serta deteksi dini
penyakit dan faktor risiko kesehatan, yang memerlukan tata laksana dan
tindak lanjut selama masa penahanan/pembinaan. Pemeriksaan kesehatan bagi
Tahanan dan WBP baru dilaksanakan pada saat masuk Rutan/Lapas hingga
selama masa pengenalan lingkungan (mapenaling). Alur pelayanan kesehatan
bagi Tahanan dan WBP baru sebagai berikut:

Sebelum menjalani masa tahanan perlu dilakukan registrasi terlebih dahulu


bagi WBP baru. Kemudian setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan awal yang
meliputi anmnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan status gizi, pemeriksaan status
kesehatan jiwa/mental, dan pemeriksaan penunjang (pemeriksaan urine: tes
kehamilan, protein urine, tes urine lengkap; darah:kadar hemoglobin, golongan darah,
HIV, IMS, sifilis, hepatitis B; tes IVA; dan pemeriksaan dahak) (Kemenkes RI,
2017).
2. Alur pelayanan kesehatan bagi tahanan dan WBP selama menjalani masa tahanan
atau pembinaan
Selama menjalani masa penahanan/pembinaan disesuaikan dengan kebutuhan
Tahanan dan WBP, yang meliputi pencegahan dan penanganan IMS dan HIV AIDS;
pelayanan kekerasan seksual; pelayanan kesehatan jiwa; dan pelayanan kesehatan
reproduksi bagi Tahanan dan WBP lanjut usia. Selain pelayanan tersebut, terdapat
pula pelayanan yang khusus ditujukan bagi Tahanan dan WBP perempuan, meliputi
pengelolaan kebersihan menstruasi; pelayanan kesehatan ibu dan anak; pelayanan
keluarga berencana; pencegahan, deteksin dini, dan penanganan kanker payudara dan
kanker leher rahim. Adapun alur pelayanan kesehatan bagi Tahanan dan WBP selama
menjalani masa penahanan/pembinaan sebagai berikut:

3. Alur pelayanan kesehatan bagi WBP mnejelang Bebas


Setiap WBP perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan pada masa
menjelang bebas. Namun mengingat pembebasan WBP dapat terjadi sewaktu-
waktu dan tingginya beban kerja petugas kesehatan klinik Rutan/Lapas,
pemeriksaan kesehatan WBP pada masa menjelang bebas tidak selalu dapat
dilakukan.
Oleh karena itu, pemeriksaan kesehatan WBP pada masa menjelang bebas
perlu difokuskan pada:
a. WBP (laki-laki dan perempuan) dengan TB
b. WBP (laki-laki dan perempuan) dengan HIV AIDS
c. WBP (laki-laki dan perempuan) dengan gangguan jiwa berat
d. WBP perempuan dengan isu kesehatan ibu dan anak, yaitu ibu hamil, ibu
nifas, ibu menyusui, atau ibu yang tinggal bersama bayi/balita di
Rutan/Lapas).
Adapun alur pelayanan kesehatan bagi Tahanan/ Narapidana menjelas bebas dan
pasca bebas sebagai berikut:

Petugas kesehatan klinik Rutan/Lapas perlu berkoordinasi dengan petugas


Rutan/Lapas bagian registrasi untuk mengidentifikasi WBP dengan kondisi-kondisi di
atas. Pada masa menjelang bebas, petugas registrasi dapat menginformasikan kepada
petugas kesehatan klinik Rutan/Lapas untuk dilakukan pelayanan kesehatan dan
persiapan tata laksana lanjutan. Pelayanan tata laksana lanjutan meliputi:
1. Pemberian KIE/konseling
Pemberian KIE/konseling pada masa menjelang bebas berfokus pada permasalahan
kesehatan yang dimiliki WBP, hal ini dilaksanakan agar WBP mampu memahami
dan melakukan tindakan pencegahan memburuknya permasalahan kesehatan yang
ada (Kemenkes,2017)

2. Manajemen Rujukan
a. Tuberkulosis (TB)
Prinsip dari rujukan adalah agar WBP yang dalam pengobatan TB yang dirujuk
(pindah) dapat menyelesaikan pengobatannya di tempat yang baru pada saat pre dan
post-release. Kegiatan pre-release TB adalah kegiatan pemberian informasi kepada
warga binaan minimal tiga bulan sebelum bebas mengenai pengobatan TB dan tempat
layanan TB untuk melanjutkan pengobatan. Sedangkan kegiatan post-release TB
adalah kegiatan pencarian informasi oleh petugas pemasyarakatan/LSM mengenai
kelanjutan pengobatan TB dari warga binaan penderita TB yang telah bebas. WBP
dengan TB yang dalam masa pengobatan dipindahkan ke UPT Pemasyarakatan lain
atau fasyankes lainnya perlu dirujuk dengan surat pengantar atau formulir TB 09,
dengan menyertakan TB 01 dan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) sisanya (bila telah
dimulai pengobatan) dan menghubungi (melalui telepon atau SMS) Wasor TB
Kabupaten/Kota. UPT Pemasyarakatan atau fasyankes yang menerima rujukan harus
memberikan informasi tentang pasien yang dirujuk dengan mengirimkan bagian
bawah formulir TB 09 ke klinik pratama UPT Pemasyarakatan pengirim (asal) dan
bila telah selesai pengobatan kirimkan TB 10 yang menyatakan hasil pengobatan
pasien TB (Kemenkes,2017)
b. HIV AIDS
Tiga bulan menjelang bebas (bebas murni maupun bersyarat) maka WBP dijadwalkan
lagi untuk dapat mengakses layanan sebagai berikut :
• Pemeriksaan kesehatan ulang (termasuk tes HIV bagi
yang negatif tapi berisiko)
• Konseling keluarga untuk dukungan paska bebas
• Konseling kelompok pre release
• Penilaian kebutuhan paska bebas (misalnya PTRM, ART, OAT, KDS, dll)
Setelah mengikuti tes HIV, WBP/Tahanan yang terdeteksi HIV akan dirujuk kepada
manajer kasus dan dokter untuk mendapatkan pengobatan dan membuat surat rujukan
ke RS/klinik yang menyediakan layanan HIV AIDS dan IMS di
luar Rutan/Lapas untuk penanganan lanjut setelah bebas. Manajer kasus akan
berkoordinasi dengan Bapas untuk pemantauan setelah bebas apabila WBP/Tahanan
yang terdeteksi HIV mendapatkan program pembebasan bersyarat (PB). Bapas dapat
berfungsi sebagai manajer kasus yang memberikan informasi dan/atau membantu
klien yang sedang menjalani PB, CMB, dan CMK untuk akses ke tempat penyedia
layanan kesehatan yang dibutuhkan. WBP yang telah bebas, khususnya ODHA,
memerlukan sistem rujukan dan jejaring di luar Rutan/Lapas. Layanan kesehatan
yang dibutuhkan oleh WBP antara lain:
• CST atau PDP (Perawatan, Dukungan dan Pengobatan) dan pengobatan infeksi
oportunistik di rumah sakit daerah tempat tinggal WBP
• Sarana kesehatan umum seperti puskesmas, dan klinik HIV dan IMS
• Rehabilitasi pecandu narkoba
• Dukungan sosial seperti KDS
• Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM)
Saat tibanya hari pembebasan baik bebas murni maupun bersyarat, maka WBP
dibekali rujukan berupa:
• Rujukan untuk transfer program pengobatan bagi yang sedang menjalani terapi
medis atau perawatan adiksi (TB DOTS, ARV, PTRM dll) kepada RS, Puskesmas
dan pusat layanan kesehatan lainnya.
• Rujukan non medis pendukung bagi yang memerlukan (KDS, alkohol/cigarette/
narcotic anonymous group, dsb) kepada komunitas sosial, LSM, dinas sosial dan
institusi lainnya.
• Jika pembebasannya merupakan pembebasan bersyarat maka diperlukan rujukan
tambahan untuk Bapas sebagai institusi lanjutan bagi warga binaan. Untuk rujukan
dilengkapi dengan ikhtisar perawatan dan terapi ARV.
c. Gangguan Jiwa Berat
Pada WBP dengan gangguan jiwa berat, kepada keluarganya diberikan resume medis
dan surat pengantar rujukan yang didalamnya terdapat riwayat terapi (rejimen obat
dan dosis). Resume medis merupakan hak WBP dan bersifat rahasia sehingga harus
dipastikan tidak disalahgunakan oleh yang tidak berhak (Kemenkes,2017)

d. WBP Perempuan dengan Isu Kesehatan Ibu dan Anak


WBP perempuan dengan isu Kesehatan Ibu dan Anak meliputi:
1) Ibu hamil,
2) Ibu nifas/pascapersalinan,
3) Ibu menyusui, dan
4) Ibu dengan bayi/balita yang tinggal bersama di dalam Rutan/Lapas.
Bagi WBP tersebut di atas, pada masa menjelang bebas perlu dipastikan yang
bersangkutan memiliki BUKU KIA yang terisi lengkap catatan pelayanan yang telah
didapatkan selama berada di Rutan/Lapas telah didapatkan selama yang bersangkutan
berada di dalam Rutan/Lapas.
(Kemenkes,2017)
4. Alur Pelayanan Kesehatan bagi WBP Pasca Bebas
Pada WBP/tahanan yang sudah bebas akan menjalankan bimbingan di Bapas,
bimbingan tersebut misalnya seperti pelayanan CST, PDP, pelayanan kekerasan
seksual, palayana kesehatan jiwa, pelayanan KIA, pelayanan KB, sarana
kesehatan umum dan lain –lain. Adapun skema alur pelayanan kesehatan baggi
WBP Pasca Bebas, yaitu:
Pada lingkungan pelayanan kesehatan di lapas/rutan dilakukan oleh petugas dinas
kesehatan melalui pelayanan kesehatan:
1. Pelayanan kesehatan promotif :memberikan informasi kesehatan dasar dalam
bentuk penyuluhan, brosur, liflet, poster, buku saku.
2. Pelayanan kesehatan preventif :mengutamakan pencegahan penyakit dengan
memperhatikan sanitasi lingkungan,skrining penyakit menular dan penerapan
pencegahan infeksi.
3. Pelayanan kesehatan kuratif : pengobatan dilaksanakan di ruang klinik/ruang
rawat inap/ruang isolasi oleh petugas kesehatan di Lapas dan Rutan serta
melakukan rujukan ke fasyankes
4. Pelayanan kesehatan rehabilitatif :
Pelayanan rehabilitatif dibagi menjadi dua, yaitu:
 Rehabilitasi medik : pemulihan penyakit tertentu secara medis melalui
tindakan dan pengobatan oleh petugas medis dan paramedis di klinik
lapas/rutan
 Rehabilitasi sosial : pemulihan perilaku dalam kehidupan sosial seperti
pembekalan kerohanian, dukungan sesama penderita melalui kegiatan
yang sifatnya memotivasi dengan hal-hal yang positif serta
menghilangkan stigma dan diskriminasi.
(Fatimah,2020)

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan di lingkungan


lapas/rutan sangat penting untuk dilakukan, sebab tingginya masalah kesehatan yang
ada dilingkungan lapas atau rutan perlu dicari solusinya dan diselesaikan masalahnya.
Pelayanan kesehatan tersebut bersifat komprehensif yaitu pelayanan preventif,
promotif, kuratif dan rehabilitative, dimana pelayanan kesehatan itu dilakukan pada
WBP baik baru penahanan, WBP yang sedang menjalani penahanan, WBP menjelang
bebas, dan WBP pasca bebas.
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Republik


Indonesia. Rencana Aksi Nasional Pengendalian Tuberkulosis Di Rutan,
Lapas Dan Bapas Tahun 2012 – 2014.
Fatimah. 2020. Berbagai Masalah Kesehatan di Lingkungan Lembaga
Pemasyarakatan. PPT Bahan Ajar untuk Mahasiswa Kedokteran Angkatan
2017. Mataram: Fakultas Kedokteran. Universitas Islam Al Azhar

UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


Kemenkes RI, 2017. Pedoman Penatalaksanaan Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Bagi Warga Binaan Permasyarakatan Usia Dewasa di Rumah Tahanan
Negara dan Lembaga Permasyarakatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

You might also like