You are on page 1of 27

REFERAT

Trauma Mata Fisik Akibat Radiasi Sinar Ultraviolet

Pembimbing :
dr. Hadi Soesilo, Sp.M

Penyusun :
Atinul Kulsum 2019.04.20059
Atria Oyu Oktawigati 2019.04.20060

RSAL DR. RAMELAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Judul referat “Trauma Mata Fisik Akibat Radiasi Sinar Ultraviolet” telah
diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas baca dalam rangka
menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian Ilmu Kesehatan
Mata.

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Hadi Soesilo, Sp.M

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkah dan rahmatNya, kami bisa menyelesaikan referat dengan
topik “Trauma Mata Fisik Akibat Radiasi Sinar Ultraviolet” dengan lancar.
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata RSAL Dr Ramelan
Surabaya, dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang
bermanfaat bagi pengetahuan penulis maupun pembaca.
Dalam penulisan dan penyusunan referat ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan
terima kasih kepada:
a. dr. Hadi Soesilo, Sp.M, selaku Pembimbing Referat.
b. Para dokter Spesialis Mata RSAL dr Ramelan Surabaya.
c. Para perawat dan pegawai di Departemen Kesehatan Mata RSAL
dr. Ramelan Surabaya.
Kami menyadari bahwa referat yang kami susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan. Semoga referat ini dapat memberi manfaat.

Surabaya, Juli 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................i

KATA PENGANTAR....................................................................................iii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...iii
BAB I............................................................................................................1

PENDAHULUAN..........................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................


1.2 Rumusan Masalah.......................................................................
1.3 Tujuan..........................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum..............................................................................4
1.3.2 Tujuan Khusus.............................................................................4
BAB II...........................................................................................................5

TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................5

2.1. Anatomi Mata....................................................................................


2.2. Fisiologi Mata (Guyton, 2007)...........................................................
2.3. Trauma Mata Fisik............................................................................
BAB III........................................................................................................22

KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................22

3.1 KESIMPULAN............................................................................
3.2 SARAN.......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu panca indra yang sangat penting untuk kehidupan


manusia adalah mata. Di era dengan kemajuan teknologi ini, indera
penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat
diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka. Walaupun mata
mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks
memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari
dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata
dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan
dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga
mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan
perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih
berat yang akan mengakibatkan kebutaan (Ilyas, 2014).
Kemajuan mekanisasi dan teknik seiring dengan bertambahnya
kawasan industri juga menyebabkan kecelakaan akibat pekerjaan
bertambah banyak. Selain itu, dengan bertambah ramainya lalu lintas,
kecelakaan di jalan raya juga bertambah, belum terhitung kecelakaan
akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai mata. Pada anak-anak
kecelakaan mata biasanya terjadi akibat kecelakaan terhadap alat dari
permainan yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel, senapan
angin, tusukan dari gagang mainan dan sebagainya. (Vaughan, 2018).
Trauma mata merupakan kasus kegawatdaruratan, jika tidak
segera ditatalaksana dapat menyebabkan penurunan visus (low
vision) hingga kebutaan. Trauma mata meliputi 55 juta kasus di
seluruh dunia, dimana 1,6 juta kasus trauma mata mengalami

1
kebutaan, 2,3 juta kasus trauma mata mengalami penurunan visus
bilateral, dan 19 juta kasus trauma mata mengalami penurunan visus
unilateral setiap tahunnya Di Indonesia, trauma mata merupakan
penyebab kebutaan tersering setelah katarak, glaukoma, kelainan
refraksi, gangguan retina dan kelainan kornea. Trauma mata
termasuk permasalahan kesehatan yang sering terjadi di Asia
Tenggara (Nofityari dkk, 2019).
Trauma okuli dapat dibagi menjadi trauma tajam, trauma
tumpul, trauma kimia, trauma termal, trauma fisik, extra ocular foreign
body, dan trauma tembus berdasarkan mekanisme trauma. Trauma
okuli dapat terjadi di berbagai tempat, di rumah tangga, di tempat
kerja, maupun di jalan raya. Nirmalan dan Vats mendapatkan angka
kejadian trauma okuli terbesar terjadi di rumah. Trauma okuli dapat
menyebabkan kelainan ringan pada mata bahkan sampai kebutaan.
Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai dengan berat
ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua
organ struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis
yang reversibel ataupun non-ireversibel. Trauma oculi dapat
menyebabkan perdarahan, adanya laserasi, perforasi, masuknya
benda asing ke dalam bola mata, kelumpuhan saraf, ataukah atrofi
dari struktur jaringan bola mata (Djelantik dkk, 2010).
Sinar Ultraviolet adalah penyebab paling umum dari cedera
radiasi pada mata. Kornea menyerap sebagian besar radiasi
ultraviolet. Kerusakan radiasi ultraviolet pada epitel kornea bersifat
kumulatif. Mata memiliki beberapa mekanisme untuk proteksi organ
dalam sensitifnya terhadap efek bahaya dari sinar ultraviolet, antara
lain alis, bulu mata, namun, ini sifatnya terbatas dalam hal proteksi
terhadap UV pada suatu kondisi ekstrim seperti refleksi sinar UV dari
salju, air, atau pasir dan gerhana matahari. Karena keterbatasan yang
dipadu dengan paparan ekstrim terhadap sinar UV, maka terjadi

2
peningkatan insiden penyakit akibat paparan sinar UV (Koyfman,
2019; Willmann, 2017).
Penentuan diagnosis dan langkah selanjutnya dapat dilakukan
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik oftamologi yang dilakukan
secara teliti untuk mengetahui penyebab, jenis trauma yang terjadi,
serta kelainan yang disebabkan. Selain itu dapat pula dilakukan
pemeriksaan penunjang, seperti: slit lamp, oftalmoskopi direk maupun
indirek, tes fluoresensi, tonometri, USG, maupun CT-scan.
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya
trauma ataupun jenis trauma itu sendiri (Vaughan, 2018).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari trauma mata fisik?
2. Apa definisi dan macam sinar UV?
3. Apa saja penyakit yang dapat ditimbulkan akibat paparan sinar
UV?
4. Apa itu photokeratitis?
5. Apa etiologi dari photokeratitis?
6. Apa saja gejala dan tanda dari photokeratitis
7. Bagaimana diagnosis photokeratitis?
8. Bagaimana cara mencegah terjadinya photokeratitis?
9. Bagaimana penatalaksanaan photokeratitis?
10. Apa definisi katarak akibat sinar UV?
11. Bagaimana epidemiologi dari Katarak akibat sinar UV?
12. Apa etiologi dari katarak akibat sinar UV?
13. Apa gejala dan tanda dari katarak akibat sinar UV?
14. Bagaimana mendiagnosa katarak akibat sinar UV?
15. Bagaimana penatalaksanaan katarak akibat sinar UV?
16. Bagaimana preventif katarak akibat sinar UV?
17. Apa definisi kerusakan makula akibat sinar UV?

3
18. Bagaimana epidemiologi kerusakan makula akibat sinar UV?
19. Bagaimana patofisiologi kerusakan makula akibat sinar UV?
20. Apa gejala dan tanda kerusakan makula akibat sinar UV?
21. Bagaimana diagnose kerusakan makula akibat sinar UV?
22. Bagaimana penatalaksanaan kerusakan makula?
23. Bagaimana preventif kerusakan makula?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Mempersiapkan calon dokter untuk mengenali dan
mendiagnosa trauma fisik akibat sinar ultraviolet dan
penanganannya

1.3.2 Tujuan Khusus


Untuk mengetahui seluk beluk sinar ultraviolet dan
penyakit apa saja yang dapat ditimbulkan serta penanganannya.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Mata

Gambar 2. 1 Anatomi mata (Netter)

2.2. Fisiologi Mata

Fungsi Mata antara lain:


1. Konjungtiva
Membran yang menutupi sclera dan kelopak bagian belakang.
Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva.

5
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel
Goblet, dimana bersifat membasahi bola mata terutama kornea
(Guyton, 2013).
2. Kornea
Fungsi dari kornea adalah menerima serta meneruskan cahaya
yang masuk kemata dan memberikan perlindungan terhadap bagian
sensitif mata yang ada di bawahnya. Cahaya yang diterima kornea
akan diteruskan ke bagian dalam mata yang kemudian berakhir di
retina (Guyton, 2013).
3. Aqueous humor
Cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris dan mengisi bilik
mata anterior dan posterior. Aqueous humor berfungsi membawa
oksigen dan nutrisi ke sel-sel lensa, kornea, iris. Aqueous humor
memiliki tingkat askorbat yang tinggi terhadap ultraviolet induced
oksidatif produk misalnya radikal bebas (Guyton, 2013).
4. Lensa
Lensa mata ini mempunyai peran yang penting yaitu mengatur
letak bayangan supaya jatuh tepat di bintik kuning (Guyton, 2013).
5. Iris
Fungsi dari iris adalah memberikan warna mata, dan mengatur
perbesaran pupil (kondisi ini dilakukan untuk membatasi banyaknya
jumlah cahaya yang dapat masuk ke iris). Letaknya sendiri berada di
tengah bola mata dan tepat di belakang kornea (Guyton, 2013).
6. Pupil
Fungsi dari pupil adalah mengatur jumlah cahaya yang masuk.
Fungsinya ini hampir sama dengan diagfragma pada kamera atau alat
potret. Pupil ini berbentuk seperti celah bulat yang letaknya berada di
tengah iris (Guyton, 2013).

6
7. Otot mata
Otot ini berfungsi untuk mengatur besar dan kecilnya lensa, selain
itu juga berfungsi sebagai penyangga lensa kristalin (Guyton, 2013).
8. Vitreous humor
Bentuknya seperti cairan bening dan biasanya mengisi rongga
mata. Fungsinya meneruskan cahaya dari lensa menuju ke retina
(Guyton, 2013).
9. Retina
Lapisan yang terdapat di bagian belakang dinding bola mata
dimana disitu tempat bayangan akan dibentuk. Istilah lain dari bagian
ini adalah selaput jala, dimana bagian ini adalah bagian yang peka
terhadap cahaya. Terlebih pada bintik kuning, retina sendiri memiliki
fungsi untuk menangkap cahaya dan kemudian meneruskannya
sampai ke saraf mata. Kemudian cahaya akan diterima di ujung-ujung
saraf yang ada di bagian selaput jala (Guyton, 2013).
10. Bintik kuning
Lengkungan yang terdapat di retina dan merupakan bagian yang
paling peka (Guyton, 2013).
11. Syaraf optik
Syaraf ini berfungsi untuk meneruskan rangsang cahaya yang
datang dari retina menuju ke otak. Tugasnya sendiri memang untuk
meneruskan rangsang cahaya supaya sampai ke otak. Saraf optic
membawa semua informasi yang akan diproses di dalam otak. Pada
akhirnya kita dapat melihat suatu objek atau benda (Guyton, 2013).

7
2.3. Trauma Mata Fisik

2.3.1. Definisi

Trauma pada mata yang disebabkan antara lain oleh radiasi cahaya
UV dan listrik (WHO, 2015).

2.3.2. Klasifikasi
Trauma mata dapat dibagi menjadi (Ilyas, 2014):
1. Trauma mekanik
 Trauma tumpul (contusio oculi)
 Trauma tajam (perforasi trauma)
2. Trauma fisik
 Trauma radiasi sinar inframerah
 Trauma radiasi sinar ultraviolet
 Trauma radiasi sinar X dan terionisasi
3. Trauma kimia
 Trauma asam
 Trauma basa

2.3.3. Trauma mata fisik akibat sinar UV

Radiasi Ultraviolet terdiri dari sinar dengan energi tinggi yang berasal
dari matahari yang sifatnya “invisible”. Lebih dari 99% radiasi UV diabsorpsi
oleh struktur mata anterior, meskipun beberapa dari itu bisa mencapai retina
yang peka terhadap cahaya. Adanya radiasi UV dalam sinar matahari tidak
berguna untuk penglihatan. Ada beberapa alasan yang patut
dipertimbangkan dimana absorpsi UV oleh mata bisa berkontribusi terhadap
perubahan terkait usia pada mata dan beberapa penyakit mata serius (WHO,
2015)

8
Ultraviolet adalah bagian dari spectrum radiasi elektromagnetik
dengan panjang gelombang mulai 100nm hingga 400nm. Ada 3 tipe atau
region yaitu:

1. UVA 315-400nm

Radiasi UVA mudah ditransmisikan melalui udara dan gelas.


Bisa penetrasi epidermis dan anterior media oculi. Radiasi UVA ini
memiliki energi lebih rendah, namun penetrasi lebih dalam dan bisa
menyebabkan injuri. Sinar matahari mengandung lebih banyak
UVA daripada UVB. Efek biologis terhadap paparan yang melalui
kornea lalu lensa dan paparan yang tinggi berkontribusi terhadap
formasi katarak dengan membuat oksidan yang menyebabkan
percepatan formasi katarak yang berakibat kaburnya visus dan
kebutaan pada akhirnya.

2. UVB 280-315nm

Radiasi UVB dan UVC ditransmisikan melalui udara, namun


diabsorpsi oleh gelas. Panjang gelombang ini semua diabsorpsi
melalui lapisan ozon. Radiasi UVB yang mencapai bumi ini
sangatlah berbahaya untuk epidermis dan kornea karena
kebanyakan sinar UVB diabsorpsi oleh kornea dan lensa mata,
sehingga bisa merusak jaringan ini namun tidak bagi retina.
Bagaimanapun, retina tetap bisa terusak bila terekspose dengan
UVB. Efek biologisnya adalah bila terkena paparan terhadap sinar
las yang bisa menyebabkan terbakarnya kornea.

3. UVC 100-280nm

Radiasi UVC hampir seluruhnya diabsorpsi oleh lapisan ozon


dan tidak berefek terhadap mata maupun kulit. Namun radiasi ini
bisa menjadi berbahaya bagi epidermis dan kornea ketika
bersamaan dalam sumber komersial seperti lampu merkuri atau

9
germicidal. Paparan kronik terhadap intensitas akut dari UVC bisa
menyebabkan formasi katarak dan kerusakan retina (WHO, 2015).

2.3.4. Penyakit akibat trauma fisik sinar ultraviolet

1. Fotokeratitis atau Keratitis Punctata

Definisi

Adalah kondisi mata nyeri yang disebabkan oleh paparan UV


terhadap mata yang tidak terproteksi dengan baik, baik dari sumber
natural (cahaya intens pada ketinggian yang cukup tinggi) atau sumber
artificial (las listrik). Fotokeratitis juga dikenal sebagai bake eye,
corneal flash burns, flash burns, niphablepsia, atau keratoconjungtivitis
photoelectrica. Kondisi ini bisa mengenai kornea dan konjungtiva, dan
biasanya tidak disadari hingga beberapa jam setelah paparan (Brozen,
2014).

Etiologi

Paparan apapun yang intens terhadap sinar UV bisa mengarah


pada keratitis punctata. Penyebab yang umum adalah pengelas yang
tidak menggunakan proteksi mata, seperti helm dan penutup mata
saat bekerja. Ini dinamakan sebagai arc eye, dimana fotokeratitis
akibat paparan terhadap sinar matahari yang terefleksi dari es dan
salju, khususnya saat elevasi , yang dinamakan snow blindness. Ini
juga bisa terjadi saat menggunakan alat tanning (tanning beds) tanpa
pemakaian pelindung mata yang baik. Sumber natural termasuk
cahaya sinar matahari yang terang yang terefleksi dari salju atau es,
atau yang lebih jarang, dari laut atau pasir. Salju merefleksi sekitar
80% dari radiasi UV dibandingkan dengan pantai yang kering dan
berpasir (15%) atau busa di laut (25%) (Brozen, 2014).

10
Sign and Symptoms

Gejala antara lain peningkatan air mata, fotofobia, kontriksi


pupil, dan nyeri, perasaan seperti ada pasir di mata (Brozen, 2014).

Diagnosis

Diagnosis yaitu dengan cara fluorescein dye staining yang


menunjukkan adanya area punctata dibawah cahaya ultraviolet
(Brozen, 2014).

Preventif

Injuri bisa dicegah dengan memakai proteksi mata yang


menghambat hampir seluruh radiasi ultraviolet, seperti menggunakan
kacamata saat mengelas dengan saringan yang baik, seperti helm
untuk mengelas, kacamata yang cukup untuk proteksi ultraviolet, atau
snow googles yang baik (Brozen, 2014).

Manajemen

Yaitu dengan menghindari sumber ultraviolet, melindungi


kornea, dan administrasi dari analgesik. Penanganan pertama yaitu
dengan membilas mata yang tersuspek dengan fotokeratitis dengan
air bersih atau larutan saline (Brozen, 2014).

Nyeri akan secara sementara ditingkatkan dengan tetes mata


anestesi untuk pemeriksaan; namun, ini tidak boleh digunakan untuk
treatmen secara kontinu sebagai anestesi mata mengintervensi
penyebuhan kornea, dan bisa menyebabkan ulser kornea atau bahkan
kebutaan (Brozen, 2014).

11
Kompres dingin dan basah pada mata dan air mata buatan bisa
membantu gejala local ketika gejala timbul. NSAID tetes mata secara
luas digunakan untuk mengurangi inflamasi dan nyeri pada mata,
namun belum diuji dengan trial yang paten. Medikasi nyeri sistemik
diberikan bila nyeri parah. Penyembuhan biasanya cepat (24-72jam)
jika sumber injuri dihilangkan. Peghindaran injuri selanjutnya dengan
menghindari isolasi di kamar gelap, melepas lensa kontakm tidak
mengusap mata, serta sunglasses hingga gejala membaik (Brozen,
2014).

2. Katarak

Definisi

Katarak adalah kekeruhan pada lensa. Faktor yang dapat


menyebabkan katarak adalah kerusakan oksidatif (radikal bebas),
sinar ultraviolet, dan malnutrisi (Vaughan, 2018).

Epidemiologi

Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan


bahwa katarak merupakan penyebab kebutaan dan gangguan
penglihatan yang terbanyak. Pada tahun 2002 didapatkan lebih dari 17
juta (47,8%) penderita katarak dari 37 juta penduduk yang mengalami
kebutaan. Angka kebutaan ini akan terus meningkat sampai sekitar 40
juta pada tahun 2020 (Budiono, 2013).

Di Indonesia, Survei Kesehatan Indra Penglihatan dan


Pendengaran tahun 1993-1996, menunjukkan angka kebutaan 1.5%.
Selain itu masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan menderita
katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penderita di daerah
subtropis (Budiono, 2013).

12
Etiologi

Sinar dengan panjang gelombang besar yaitu gelombang radio


dan inframerah mempunyai frekuensi dan tingkat energi yang lebih
rendah.Sedangkan sinar dengan panjang gelombang kecil seperti
sinar ultraviolet, sinar x atau sinar rontgen dan sinar gamma
mempunyai frekuensi tingkat energi yang lebih tinggi.

Radiasi ultraviolet pada sinar matahari dikelompokkan menjadi


dua yaitu UV-B (280-315 nanometer) dan UV-A (315-400 nanometer).
UV-B memiliki panjang gelombang yang lebih pendek karena itu lebih
berbahaya. UV-B kebanyakkan diabsorbsi oleh kornea dan lensa. UV-
A memiliki energy yang lebih rendah tetapi penetrasinya lebih dalam
pada mata. Sinar matahari mengandung UV-A lebih banyak daripada
UV-B. Radiasi ultraviolet terutama UV-B dapat menyebabkan katarak
(WHO, 2014).

Sign and Symptoms

a. Kabur
Pasien pada umumnya datang saat kekeruhan lensa terjadi
pada kedua mata meski derajat katarak kedua mata berbeda.
Kekaburan yang dirasa bersifat perlahan dan penderita merasa melihat
melalui kaca yang buram. Pada tahap awal kekeruhan lensa penderita
dapat melihat bentuk akan tetapi tidak dapat melihat detail (Budiono,
2013).
b. Silau
Katarak menyebabkan gangguan pembiasan lensa akibat
perubahan bentuk, struktur dan indeks bias lensa (Budiono, 2013).

13
c. Gangguan penglihatan warna
Lensa yang bertambah kuning atau kecoklatan akan
menyebabkan gangguan diskriminasi warna, terutama pada spectrum
cahaya biru (Budiono, 2013).

Diagnosis
a. Anamnesa
 Riwayat terpapar sinar matahari langsung
 Riwayat pekerjaan dan sosial
 Riwayat keadaan mata sebelumnya, apa ada riwayat glaukoma,
operasi, ablation retina, atau penyakit mata lainnya
 Riwayat mengenai penyakit dahulu (misal diabetes, hipertensi)
 Keluhan mengenai penglihatan, Lapangan pandang, nyeri pada
satu atau dua mata (RI Cho, 2009)
b. Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan visus
 Pemeriksaan pupil : Ukuran, bentuk, simetris, reaksi terhadap
cahaya
 Pemeriksaan Oculi Externa
 Pemeriksaan segmen mata anterior
Pemeriksaan segmen anterior mata dilakukan
menggunakan slit lamp untuk dapat mendeteksi jejas pada
konjungtiva, sclera, kornea, iris, lensa. Pada kornea dan
konjungtiva dilihat apa terdapat injeksi, pendarahan, laserasi,
kemosis. Inspeksi iris (warna, defek serta apakah bentuknya
irregular). Pada lensa dapat ditemukan subluksasi, dislokasi,
pembengkakan, katarak. (RI Cho, 2009).

14
Penatalaksanaan
a. Teknik pembedahan :
 ICCE (Intracapsular Cataract Extraction)
Prosedur ini mengeluarkan massa lensa beserta
kapsulnya. ICCE dilakukan jika ada dislokasi lensa ke anterior
dan zonula dalam keadaan tidak stabil.Namun cara ini mulai
ditinggalkan karena mempunyai komplikasi yang relatif tinggi
oleh karena lebar insisi yang dibutuhkan cukup lebar (Khurana,
2007).
 ECCE (Extracapsular Cataract Extraction)
Pada prosedur ini, massa lensa dikeluarkan dengan
merobek kapsul bagian anterior dan meninggalkan kapsul
bagian posterior. Kapsul bagian posterior memungkinkan
menjadi tempat implantasi lensa buatan. ECCE dilakukan jika
kapsul lensa masih intak dan masih disangga oleh zonula
dengan baik (Khurana, 2007).

Gambar 2.10 Teknik extracapsular cataract extraction


 MSICS (Manual Small Incision Cataract Surgery
Teknik ini adalah lanjutan dari ECCE, dimana seluruh
lensa dikeluarkan dari mata melalui scleral tunnel. Keuntungan
dari teknik ini adalah tidak dibutuhkannya penjahitan (Khurana,
2007).

15
 Phacoemulsification (Phaco)
Teknik ini paling sering digunakan di negara
berkembang. Dimana membutuhkan alat khusus untuk
mengemulsifikasi lensa. Setelah di emulsifikasi, lensa akan
mudah di aspirasi. Keuntungannya tentu lebar insisi lebih
pendek. (Khurana, 2007).

Gambar 2.11Teknikpembedahankatarakphacoemulsification

a. Tipe lensa intraokuler (IOL)


 Anterior chamber IOL
Lensa tipe ini diletakkan di depan iris dan disangga di sudut
bilik mata depan. Contoh lensa tipe ini adalah Kelman
Multiflex.
 Iris supported lenses
Lensa tipe ini difiksasi pada iris. Contoh lensa tipe ini adalah
Singh and Worst’s iris claw lens.
 Posterior chamber lenses
Lensa tipe ini diletakkan dibelakang iris dan disangga pada
sulcus siliaris. Lensa tipe ini terdiri dari beberapa macam
yaitu:
- Rigid : Penempatan lensa tipe ini membutuhkan insisi
yang lebih besar daripada diameter lensa (3mm).
Keuntungan adalah tersedia secara banyak dan relatif lebih
murah.

16
- Flexible : Lensa tipe ini bisa dilipat dengan forceps atau
injector, sehingga insisi yang dilakukan lebih kecil. Terbuat
dari silikon, atau akrilik, atau hidrogel (Khurana, 2007).

b. Komplikasi operasi
 Ruptur dari kapsul posterior : komplikasi ini bersifat
serius karena dapat terjadi resiko kehilangan vitreous body,
yang bisa menyebabkan perdarahan dan lepasnya retina.
 Suprachoroidal Haemorrhage
 Endophtalmitis (Khurana, 2007).

c. Prognosis pembedahan
Baik, pada 90% pasien yang menjalani pembedahan
menunjukkan peningkatan visus secara signifikan (Khurana,
2007).

Preventif
katarak secara umum tidak dapat dicegah karena penyebab
utama terjadinya katarak adalah faktor usia, namun dapat
diakukan pencegahan pada hal-hal yang memperberat
seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan
langsung terhadap sinar ultraviolet dengan menggunakan
kacamata gelap dan sebagainya. Pemberian intake
antioksidan (seperti asam vitamin a,c dan e) secara teori
bermanfaat.
Bagi perokok, diusahakan berhenti merokok karena rokok
memproduksi radikal bebas yang meningkatkan resiko
katarak. Selanjutnya, juga dapat mengkonsumsi makanan
bergizi yang seimbang. Memperbanyak porsi buah dan

17
sayuran. Lindungi juga diri dari penyakit diabetes.
(Mahendra, 2014)

3. Kerusakan Makula akibat sinar matahari langsung

Definisi

Trauma yang terjadi akibat sinar infra merah pada saat menatap
gerhana matahari. Kerusakan ini dapat terjadi akibat terkonsentrasinya sinar
infra merah terlihat. Kaca yang mencair seperti yang ditemukan di tempat
pemanggangan kaca akan mengeluakan sinar infra merah pada saat
menatap gerhana matahari.

Etiologi

Radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sinar ultraviolet

Epidemiologi

Penelitian pada 1999, setelah fenomena gerhana matahari di Eropa.


Dari kelompok yang mengalami gejala gangguan itu, 20 pasien melaporkan
nyeri pada mata, 20 lainnya mengalami masalah penglihatan. Tujuh bulan
kemudian, 12 orang yang mengalami masalah penglihatan dapat melihat
secara normal meski masih melihat bayangan berbentuk sabit dalam cahaya
redup.

Patofisiologi

Paparan sinar matahari berlebih pada mata bisa menyebabkan cedera


pada mata yang disebut retinopathy. Retinopathy terjadi saat sel-sel
pendeteksi cahaya dalam retina mata mengalami kerusakan akibat terlalu
banyak cahaya intens yang masuk mata. Cedera mata ini biasanya tidak
disertai oleh rasa sakit, sehingga banyak orang yang tidak sadar saat melihat
matahari mata mereka mengalami cedera. Retinopathy lebih mudah terjadi
saat seseorang melihat gerhana matahari, bahkan bisa menyebabkan

18
kebutaan. Ketika keadaan mulai gelap akibat matahari semakin tertutup oleh
bulan, pupil secara otomatis akan membuka lebih lebar dan memungkinkan
lebih banyak cahaya masuk agar mata bisa melihat. Saat hal tersebut bisa
membuat mata menjadi tidak sensitif.

Saat matahari tiba-tiba mulai muncul kembali, pupil mata masih dalam
posisi terbuka lebar dan sulit berkedip. Sehingga sinar matahari yang intens
dalam jumlah besar akan langsung 'menghantam' retina dan menyebabkan
retinopathy, bahkan kebutaan bila orang tersebut tidak segera berpaling dari
matahari.

Sign and Symptoms

a. Nyeri pada mata


b. Visus berkurang
c. Skotoma sentral
d. Afterimage negatif (biasanya setelah melihat matahari)
e. Silau
f. gatal dan berair

Diagnosa

Anamnesis

 Kejadian secara terperinci

 Mekanisme terjadinya luka

 Onset, tempat kejadian, riwayat oftalmologis sebelumnya

 Penglihatan sebelum kejadian trauma

 Pengobatan mata yang pernah/sedang dijalani

19
Pemeriksaan Fisik

 Inspeksi kepala, kulit kepala, wajah, jaringan periorbital, kelopak

 Inspeksi bola mata tanpa pembesaran

 Palpasi kepala, wajah, jaringan lunak periorbital

 Pemeriksaan tajam penglihatan dan pupil (RAPD)

 Pemeriksaan gerakan mata

 Slit lamp

Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan oftalmoskopi : spot kecil pada/sekitar fovea,


dikelilingi edema makula

b. Fotokeratitis: flash burn, snow blindness, welder’s eye, pada


pemeriksaan nyeri (Jika sangat nyeri digunakan anestetik
topical sebelum pemeriksaan) mata berair, tidak nyaman pada
cahaya terang, blefarospasme

Pemeriksaan Fluorescein : punctat

Penatalaksanaan

 Nyeri : kompres es dan pemberian morphin dengan dosis


0,05mg/kg IV

 antibiotik sistemik dan lokal untuk mencegah terbentuknya


jaringan parut di macula dan untuk menghentikan radang

Pencegahan

Untuk melihat gerhana matahari dengan mata telanjang, yakni


memakai kacamata las atau kacamata dengan kaca yang lebih gelap.

20
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak sengaja yang


menimbulkan perlukaan pada mata dan merupakan kasus gawat darurat
mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau
menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.
Trauma mata adalah kondisi mata yang mengalami trauma
(rudapaksa) baik oleh trauma fisis, seperti sinar ultraviolet, gerhana
matahari , dan listrik yang dapat menimbulkan keratitis, katarak. Trauma
mata dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :
1. Trauma fisik akibat sinar ultraviolet terdiri dari sinar dengan energi
tinggi yang berasal dari matahari yang sifatnya “invisible”.
Fotokeratitis atau keratitis punctata adalah kondisi mata nyeri yang
disebabkan oleh paparan UV terhadap mata yang tidak terproteksi
dengan baik, baik dari sumber natural (cahaya intens pada
ketinggian yang cukup tinggi) atau sumber artificial (las listrik).
Fotokeratitis juga dikenal sebagai bake eye, corneal flash burns,
flash burns, niphablepsia, atau keratoconjungtivitis photoelectrica.
Kondisi ini bisa mengenai kornea dan konjungtiva, dan biasanya
tidak disadari hingga beberapa jam setelah paparan.
2. Trauma fisis akibat gerhana matahari yaitu trauma yang terjadi
akibat sinar infra merah pada saat menatap gerhana matahari.
Cedera ini mengakibatkan Retinopathy lebih mudah terjadi saat
seseorang melihat gerhana matahari, bahkan bisa menyebabkan
kebutaan. Ketika keadaan mulai gelap akibat matahari semakin
tertutup oleh bulan, pupil secara otomatis akan membuka lebih
lebar dan memungkinkan lebih banyak cahaya masuk agar mata

21
bisa melihat. Saat hal tersebut bisa membuat mata menjadi tidak
sensitif.

3.2 SARAN

1. Untuk mengurangi kebutaan akibat trauma mata sangat diperlukan


adanya pengetahuan tentang pentingnya untuk menjaga dan
mencegah terjadinya kecelakaan saat bekerja dengan
menggunakan alat alat pelindung untuk keselamatan kerja
umumnya dan memelihara serta mencegah terjadinya trauma
khususnya. Hal ini dapat dilakukan dengn menyelenggarakan
penyuluhan di posyandu, puskesmas, atau tempat – tempat
kesehatan lainnya.
2. Perlunya menambah dan menempatkan tenaga-tenaga ahli, seperti
dokter spesialis mata dan perawat mahir, agar penduduk setempat
tidak harus terlalu jauh untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
mata yang bukan kompetensi dokter umum.
3. Masih diperlukan adanya peningkatan faktor sarana dan prasarana
disetiap daerah, agar dapat melayani kebutuhan masyarakat di
bidang kesehatan mata.
4. Pelayanan dan pengobatan gratis, masih sangat diperlukan oleh
masyarakat setempat, mengingat penghasilan masyarakat tersebut
masih digolongkan dengan penghasilan rendah.

22
DAFTAR PUSTAKA

Bramy, Biantoro, 2014, Apakah Gerhana Matahari bisa buat buta?


(http://Apakah%20tonton%20gerhana%20matahari%20bisa%20buat
%20mata%20buta%20%20%20%20merdeka.com.html)

Brozen, Reed, 2014, Ultraviolet Keratitis


(http://emedicine.medscape.com/article/799025-overview)

Djelanitik, Sukartini dkk. 2010. The Relation of Onset of Trauma and Visual
Acuity on Traumatic Patient. Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 7 No. 3: 85-90.

Guyton and Hall. 2013. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC.

Ilyas, Sidarta, 2004,Kelainan Refraksi dan Koreksi Penglihatan,Balai Penerbit


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Khurana, A.K., 2007, Comprehensive Ophthalmology, 4thEd, New Age


International, New Delhi

Koyfman, Alex. 2019. Ultraviolet Keratitis. Department of Emergency


Medicine: University of Texas Southwestern Medical Center, Parkland
Memorial Hospital (https://emedicine.medscape.com/article/799025-overview)

Lusby, Franklin W, 2014, Corneal Injury, MedlinePlus


(http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001017.htm)

Nofityari, Eldisha dkk. 2019. Analisis Karakteristik Pasien Trauma Mata di


RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016. Jurnal Kesehatan Andalas:
Padang.

Vaughan, D.G., Asbury T, Riordan, Eva P., 2018, General Ophthalmology .


19th edition,The McGraw-Hill Companies.

WHO. Universal Eye Health: World Health Organization. 2015.

Willmann & Melanson. 2017. Corneal Injury


(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459283/#_NBK459283_pubdet_)

23

You might also like