Professional Documents
Culture Documents
Ebp Penerapan Posisi Orthopneic Terhadap Sesak Nafas Pada Pasien Ppok-2
Ebp Penerapan Posisi Orthopneic Terhadap Sesak Nafas Pada Pasien Ppok-2
Disusun oleh :
Kelompok 3
FAKULTAS KEPERAWATAN
BANDUNG
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................I
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
2.1.1 Pengertian..........................................................................................6
2.1.2 Patofisiologi.......................................................................................6
1. Bronkitis Kronis......................................................................................7
2. Emfisema................................................................................................7
2.1.6 Penatalaksanaan...............................................................................10
2.2.1 Pengertian........................................................................................12
I
2.2.5 Prosedur...........................................................................................16
2.3 Orthopneic.................................................................................................17
2.3.1 Pengertian........................................................................................17
2.3.3 Alat...................................................................................................18
2.3.4 Bahan...............................................................................................18
2.3.5 Indikasi.............................................................................................18
2.3.6 Prosedur...........................................................................................19
2.4.1 Subjek..............................................................................................19
II
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................53
4.1Kesimpulan.................................................................................................53
4.2 Saran..........................................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................54
III
1
BAB I
LATAR BELAKANG
1
2
Pasien PPOK akan mengalami obstruksi jalan nafas sebagai akibat dari
inflamasi mukosa jalan nafas, kontriksi dari otot-otot sepanjang jalan nafas,
dan adanya peningkatan produksi mukus sehingga menyebabkan
penyempitan jalan nafas (Monahan & Neighbors, 2000). Pasien mengalami
peningkatan usaha bernafas. Otot-otot inspirasi lama-lama harus bekerja lebih
keras untuk memasukan udara ke dalam paru-paru, sehingga membutuhkan
bantuan otot-otot tambahan. Aktivitas dari otot-otot tambahan ini juga
membutuhkan oksigen sehingga oksigen yang dibutuhkan semakin tidak
mencukupi (kekuatan dan kemampuan usaha bernafas tidak dapat memenuhi
volume tidal) (Lemone & Burke, 2000).
PPOK dapat dideteksi dengan tes fungsi paru. Adapun karakteristik yang
akan ditemukan adalah adanya penurunan force ekspiration volume (FEV1),
adanya ekspirasi yang memanjang, penurunan maximum voluntary
ventilation, penurunan forced vital capacity, peningkatan total lung capacity
dan penurunan residual volume (Monahan & Neighbors, 2000). Sedangkan
menurut Black & Hawks (2005) pada pemeriksaan spirometri pasien PPOK
akan didapatkan rasio penurunan force ekspiration Volume (FEV1) dan rasio
FEV1/FVC yang tidak normal serta adanya penurunan pada arus puncak
ekspirasi (APE).
2
3
3
4
4
5
5
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
6
7
2.1.2 Patofisiologi
1. Bronkitis Kronis
2. Emfisema
7
8
8
9
9
10
2.1.6 Penatalaksanaan
10
11
1. Meningkatkan ventilasi
11
12
5. Mengontrol komplikasi
2.2.1 Pengertian
12
13
1. Olahraga
2. Nyeri Akut
3. Ansietas
4. Merokok
5. Anemia
13
14
7. Posisi Tubuh
Postur tubuh yang lurus dan tegak, meningkatkan ekspansi penuh paru.
Posisi yang bungkuk dan telungkup mengganggu pergerakan ventilasi.
8. Medikasi
1. Bradipnea
2. Takipnea
3. Hiperapnea
4. Apnea
14
15
5. Hiperventilasi
6. Hipoventilasi
7. Pernafasan Cheyne-Stokes
8. Pernafasan Kussmaul
9. Pernafasan Biot
Pernafasan dangkal secara tidak normal untuk dua atau tiga nafas
diikuti periode apnea yang tidak teratur.
15
16
2.2.5 Prosedur
2. Sulit bernafas
16
17
6. Perkusi : hiperesonan pada area paru, bunyi pekak pada area paru
misalnya konsolidasi, cairan, mukosa.
17
18
2.3 Orthopneic
2.3.1 Pengertian
2.3.3 Alat
1. Tempat tidur.
2. Bantal kecil.
3. Gulungan handuk.
5. Sarung tangan.
2.3.4 Bahan
2.3.5 Indikasi
1. Asma
2. PPOK
3. Fibrosis kristik
18
19
4. Bronkiektasis
6. Prosedur bronkoskopi
8. Hipertensi pulmonal
2.3.6 Prosedur
7. Pastikan tidak terdapat tekanan pada area popliteal dan lutut dalam
fleksi.
19
20
2.4.1 Subjek
1. Posisi Orthopneic.
a. Tempat tidur.
b. Bantal kecil.
c. Gulungan handuk.
e. Sarung tangan.
f. Alat tulis
1. Posisi Orthopneic.
1) Fase Orientasi
20
21
b. Memperkenalkan diri
2) Fase kerja
a. Mencuci tangan
c. Memasang handscoon
k. Membereskan alat
l. Mencuci tangan
3) Fase Terminasi
c. Berpamitan
4) Penampilan
21
22
Dewasa 12‐20
Lanjut usia 12‐20
22
23
BAB III
2. Apa dampak yang akan terjadi apabila sesak nafas tidak teratasi setelah
penerapan orthopneic ?
3. Apa saja teknik nonfarmokologi yang dapat dilakukan dalam mengatasi sesak
nafas ?
Jurnal 1 Roby Rahmadi Akbar, Muh Thohar Arifin, Nana Rochana. Efek Posisi
Orthopneic Terhadap Fungsi Pernafasan: Systematic Review
C (Comparison) -
23
24
T (Time) 2020
C (Comparison) -
24
25
T (Time) 2011
C (Comparison) -
T (Time) 2019
25
26
C (Comparison) -
T (Time) 2016
Jurnal 5 Maya Ardilla Siregar, Amira P. Tarigan, Yesi Ariani. THE EFFECTS
OF COMBINATION ORTHOPNEIC POSITION AND PURSED LIPS
BREATHING ON RESPIRATORY STATUS OF COPD PATIENTS
C (Comparison) -
T (Time) 2021
26
27
Kriteria Inklusi:
Kriteria Ekslusi:
3. Adapun hasil jurnal yang di pilih sesuai kriteria inklusi dan eklusi sebagai
berikut:
27
28
28
29
3.4. Step 3
NO Judul, Penulis Desain Responden Metode Penelitian Hasil Kekurangan Kelebihan Masukan
1 Judul : Desain Jurnal Metode dalam Hasil analisis 8 artikel Tidak ada Hasil penelitian Penelitia bisa
penelitian dalam penelitian ini didapatkan bahwa kekurangan sangat baik melakukan
Efek Posisi
ini penelitian 8 adalahsistematik posisi orthopnneic dalam penelitian
Orthopneic
menggunak artikel review efektif dalam penelitian ini ulang dengan
Terhadap Fungsi
an meringankan atau hasil yang
Pernafasan:
sistematik menurunkan sensasi lebih baik
Systematic
riview dispnea pada pasien
Review.
PPOK dengan rata-
Penulis:
rata penurunan (mean
Roby Rahmadi pre= 21,87 dan mean
Akbar, Muh post= 20,80),
Thohar Arifin, memaksimalkan
Nana Rochana. fungsi otot aksesoris
pernafasan
Sumber :
(Sternocleidomastoide
30
ekspirasi (104 ± 37
cmH2O with arm
bracing versus 92 ± 37
cmH2O without arm
bracing; p = 0.0001).
2 Judul : Desain 36 Metode dalam Hasil penelitian Peneliti bisa Hasil penelitian Peneliti bisa
penelitian responden penelitian in menunjukkan bahwa melakukan sudah cukup melakukan
Peningkatan
ini adalah quasy posisi high fowler dan penelitian baik dengan penleitian
Fungsi Ventilasi
menggunak eksperiment orthopneic dapat ulang karena ditunjukannya ulang
Paru Pada Klien
an desain dengan pre test meningkatkan nilai tahun hasil data
Penyakit Paru
kualitatif post test group arus puncak ekspirasi penelitian analisis
Obstruksi Kronis
yang (APE) (p= 0,0005, α= sudah cukup univariat dan
Dengan Posisi
bersifat 0,05). Fungsi ventilasi lana bivariat yang
High Fowler Dan
analitik paru klien terlihat baik dan mudah
Orthopneic
lebih baik dengan diahami
Penulis:
posisi orthopneic
Nieniek daripada posisi high
Ritianingsih, Dewi fowler (p= 0,0005, α=
Irawaty, Hanny 0,05).
32
Handiyani.
Sumber :
https://
schoolar.google.co
m
3 Judul : Desain 17 Metode dalam Rata-rata posisi Tidak ada Penelitian ini Peneliti bisa
pada responden penelitian ini kondisi pernafasan kekurangan sudah cukup melakukan
Pengaruh posisi
penelitian adalaah one pasien PPOK sebelum dalam baik degan penelitian
condong kedepan
ini adalah group pre dan diberikan terapi CKD penelitian ini ditunjukannya 2 ulang
dan terapi pursed
kualitatif post test Dan PLB dengan inervensi yang
lips breathing
dengan pre mean 86,71 standar berbeda
terhadap derajat
eksperimen deviasi 1,649 standar
sesak napas
tal eror 00,400 dan nilai
penderita Penyakit
min-max 85-90, dan
Paru Obstruktif
setelah diberi
Kronik (PPOK)
intervensi mean 92,82
Penulis:
standar deviasi 2,856
Usastiawaty Cik standar eror 0,693 dan
Ayu Saadiah nilai min-max 88-97.
33
https://
schoolar.google.co
m
4 Judul : Desain 25 Metode dalam Hasil riset Kekurangan Hasil penelitian Peneliti bisa
penelitian responden penelitian ini menunjukkan posisi dalam sudah sangat melakukan
Effektifitas Posisi
ini adalah adalah pre post CKD dan PLB dapat penelitianini baik penelitian
Condong Ke
kuasi test with group membantu adalah waktu lanjutan
Depan (CKD) Dan
eksperimen control meningatkan kondisi publikasi mengenai
Pursed Lips
t pernafasan pasien jurnal yang topik yang
Breathing (PLB)
PPOK.Posisi CKD cukup usang lain , dan
Terhadap
dan PLB yang untuk peneliti
Penurunan
dilakukan selama 3 selanjutnya ,
Keluhan Sesak
hari lebih efektif ini bisa
Nafas Pasien
dalam menurunkan dijadikan
Penyakit Paru
keluhan sesak nafas acuan oleh
34
Penulis:
Suci Khasanah,
Madyo Maryoto.
Sumber :
https://
schoolar.google.co
m
5 Judul : Desain Populasi Metode dalam Hasil penelitian Tidak ada Hasil penelitan Peneliti bisa
penelitian dalam penelitiani ini ditemukan perbedaan kekurangan ini sudah cukup melakukan
The Effects Of
ini penelitian adalah one bermakna antara dalam baik ,dengan penelitian
Combination
kuantitatif ini adalah group test sebelum dan sesudah penelitian ini membandingka ulang dengan
Orthopneic
dengan 36 intervensi dengan nilai n 2 intervensi harapan bisa
Position And
quasy responden frekuensi pernafasan yang berbeda menjadi acua
Pursed Lips
eksperimen 0,001, saturasi oksigen bagi pembaca
Breathing On
tal 0,001, dan retraksi
Respiratory Status
dinding dada 0,005,
Of COPD Patients
35
Dispnea
Otot Pernafasan
36
( sc : USit = 9.44 dan SitAs = 15,29)(Mesquita et al., 2018). Pergerakan otot-otot
pernafasan secara maksimal sehingga dapat memperbaiki pola nafas,
meningkatkan Volume tidal (NP = 0,7+0,2) dan (WAHS =0,8+0,3)(Kim et al.,
2012) dan meningkatkan nilai APE pada posisi high fowler 25,89% + 13,70% dan
posisi orthopneic 27,48% + 14,04%(Ritianingsih et al., 2011). Pada posisi tubuh
duduk biasa otot-otot aksesoris tidak dapat bekerja dengan maksimal.(Lee and
Han, 2017).
Selain itu, tulang iga akan terelevasi dan terdepresi sehingga berpengaruh
memperbesar dan memperkecil diameter anteroposterior rongga dada (Williams,
Linda S and Hopper, 2007). Posisi ini memberikan ruang pada diafragma
sehingga dapat merenggang sehingga memberikan ruang yang lebih luas pada
paru ketika inspirasi sehingga oksigen yang masuk menjadi lebih banyak,
(Gosselink, 2003) dan sebaliknya pada saat ekspirasi diafragma dapat
memberikan tekanan yang lebih besar sehingga tekanan dalam paru meningkat
dan meningkatkan efektivitas ekspirasi yang menjadi gangguan utama pada pasien
PPOK (Bailey et al., 2013; Ogino et al., 2015).
Melemahnya daya tahan dan kekuatan otot inspirasi adalah salah satu
gangguan fungsi pernafasan pada pasien PPOK. Meningkatkan fungsi otot
pernafasan sangat membantu dalam mengurangi beban pernafasan dan dapat
mengurangi sensasi dispnea serta meningkatkan fungsi ventilasi (Ogino et al.,
2015). Sehingga sangat penting untuk memberikan intervensi yang dapat
meningkatkan kekuatan otot pernafasan.
37
al., 2012) dan meningkatkan nilai APE pada posisi high fowler 25,89% + 13,70%
dan posisi orthopneic 27,48% + 14,04%(Ritianingsih et al., 2011). Posisi
orthopneic juga memberikan pengaruh terhadap fungsi pernafasan berdasarkan
penilaian fungsi faal paru dengan nilai maksimal inspirasi (64 ± 22 cmH2O with
arm bracing versus 54 ± 24 cmH2O without arm bracing; P = 0.0001). dan
maksimal ekspirasi (104 ± 37 cmH2O with arm bracing versus 92 ± 37 cmH2O
without arm bracing; p = 0.0001)(Cavalheri et al., 2010). Sebagaimana diketahui
bahwa gangguan yang terjadi pada pasien PPOK adalah pada fungsi ventilasi
karena terjadinya obstruksi pada saluran pernafasan. Hasil pemeriksaan fungsi
paru membuktikan adanya perubahan perbaikan yang terjadi pada fungsi ventilasi
paru(Education and Society, 2013).
38
(Cavalheri et al., 2010; Kim et al., 2012). Salah satu permasalahan pada pasien
PPOK adalah tidak efektifnya pola nafas(Caroci and Lareau, 2004). Intervensi
keperawatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan posisi, dimana posisi ini
diberikan bertujuan untuk memberikan atau meningkatkan rasa nyamanan pada
pasien sehingga dapat memperbaiki pola nafas pada pasien PPOK (Barbara K.
Timby and Nancy E. Smith et al., 2010; Peate, 2013). Ketika pola nafas pasien
baik, maka akan memperbaiki frekuensi nafas pasien. Frekuensi nafas normal
manusia bervariasi sesuai dengan usia (Hartley, 2018).
39
posisi supine, fowler, dan tripod ternyata ketiganya berpengaruh terhadap fungsi
pernafasan.
Adanya kenaikan pada nilai APE pada posisi orthopneic dibandingkan posisi
high fowler dan penurunan pada frekuensi nafas dari posisi awal membuktikan
bahwa posisi orthopneic lebih baik dibandingkan posisi high fowler dalam
mening- katkan fungsi ventilasi paru klien PPOK. Ter- jadinya kenaikan pada
nilai APE pada posisi orthopneic disebabkan karena posisi orthopneic lebih
memiliki keuntungan dibandingkan dengan posisi high fowler. Pada posisi
orthopneic organ- organ abdominal tidak menekan diafragma dan pada posisi ini
dapat membantu menekan bagian bawah dada kepada ujung meja sehingga
membantu pengeluaran nafas untuk menjadi lebih mudah (Kozier, 2000).
Sementara pada saat bernafas biasa walaupun klien PPOK terjadi peningkatan
usaha bernafas tetapi tidak terjadi proses inspirasi dan ekspirasi paksa. Pada
proses bernafas selama inspirasi kontraksi diafragma menarik permukaan bawah
paru ke arah bawah, kemudian selama ekspirasi diafragma mengadakan relaksasi
dan sifat elastis daya lenting paru, dinding dada, dan abdominal akan menekan
paru-paru.
Namun, selama bernafas kuat seperti pada saat pengukuran APE, daya
elastisitas tidak cukup kuat untuk menghasilkan ekspirasi yang diperlukan,
sehingga diperlukan tenaga ekstra yang diperoleh dari kontraksi otot-otot
abdominal, yang men- dorong isi abdomen ke atas melawan dasar diafrag- ma.
40
Oleh karena itu, akan diperoleh perbedaan hasil pada frekuensi pernafasan dengan
nilai APE (Guyton & Hall, 2005).
Proses pengukuran frekuensi pernafasan pada posisi duduk high fowler dan
orthopneic, yang tidak mengharuskan klien melakukan inspirasi maksimal dan
ekspirasi maksimal menyebabkan perbedaan frekuensi pernafasan tidak
ditemukan walaupun secara fisiologis posisi orthopneic lebih memiliki
keuntungan dibanding posisi high fowler.
Hasil penelitian menunjukkan tinggi badan dan berat badan tidak memiliki
hubungan yang signifikan terhadap fungsi ventilasi paru klien PPOK. Tetapi hasil
penelitian ini bukan berarti berat badan dan tinggi badan tidak berpengaruh
terhadap fungsi ventilasi paru klien PPOK, akan tetapi berat badan tidak
mempengaruhi terjadinya peningkatan nilai APE nafas setelah intervensi
penelitian.
41
Hal tersebut dapat disebabkan nilai fungsi ven- tilasi paru yang terdiri dari
APE merupakan pro- sentasi nilai fungsi ventilasi paru yang didapat dari hasil
pengukuran dibagi dengan normal yang telah disesuaikan dengan usia, tinggi
badan badan, dan jenis kelamin masing-masing klien. Adanya perbedaan dalam
derajat PPOK (derajat berat dan sedang) pada klien dan lama penyakit PPOK
yang diderita klien tidak sama turut mempengaruhi terhadap tidak adanya
hubungan yang signifi- kan antara tinggi badan dan berat badan terhadap fungsi
ventilasi paru klien PPOK. Nilai Peak flow pada dewasa akan dipengaruhi oleh
usia, jenis kelamin, tinggi badan, dan berat tidaknya gangguan pada paru-paru
(Black & Hawks, 2005).
Walaupun secara teori nilai fungsi ventilasi paru laki-laki lebih tinggi dari
pada wanita tetapi hasil penelitian menunjukkan sebaliknya (APE laki- laki
23,590 dan 24,705, perempuan 29,100 dan 31,367 pada posisi high fowler dan
orthopneic). Hal ini disebabkan karena klien PPOK lebih banyak pada klien laki-
laki (58,3%) dan memiliki derajat PPOK yang lebih berat dibandingkan dengan
klien perempuan.
Tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dan fungsi ventilasi paru juga
disebabkan oleh nilai fungsi ventilasi paru disini terutama nilai APE merupakan
prosentasi nilai fungsi ventilasi paru yang didapt dari hasil pengukuran dibagi
dengan normal yang telah disesuaikan dengan usia, tinggi badan, dan jenis
kelamin masing-masing klien.
Pengaruh posisi condong kedepan dan terapi pursed lips breathing terhadap
derajat sesak napas penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
42
Rata-Rata Kondisi Pernafasan Pasien PPOK
Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Penelitian ini sejalan dengan teori
yang dikemukakan bahwa sesak nafas mengalami kesulitan untuk bernafas
sehingga menimbulkan sensasi yang tidak nyaman dan tidak menyenangkan
karena membutuhkan usaha bernafas berlebihan (Kurniawati, 2012). Penyakit
Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dapat dicegah dan dapat diobati. Dengan
karakteristik hambatan aliran udara menetap dan progresif yang disertai dengan
peningkatan-peningkatan respon inflamasi kronis pada saluran napas dan paru
terhadap partikel berbahaya (Tanto, Liwang, Hanifati, & Pradipta, 2014).
Penelitian ini sejalan dengan teori bahwa PLB sebagai latihan pernapasan
yang menekankan pada proses ekspirasi yang dilakukan secara tenang dan rileks
dengan tujuan untuk mempermudah proses pengeluaran udara yang terjebak oleh
saluran napas. Melalui teknik ini, maka udara yang ke luar akan dihambat oleh
kedua bibir, yang menyebabkan tekanan dalam rongga mulut lebih positif.
Tekanan positif ini akan menjalar ke dalam saluran napas yang menyempit dan
bermanfaat untuk mempertahankan saluran napas untuk tetap terbuka. Dengan
terbukanya saluran napas, maka udara dapat ke luar dengan mudah melalui
43
saluran napas yang menyempit serta dengan mudah berpengaruh pada kekuatan
otot pernapasan untuk mengurangi sesak napas(Permadi, & Wahyudi, 2017).
Pada penelitian ini, setelah diberikan posisi PLB dan CKD nilai rata-rata
sesak nafas berada pada skor 92,82 nilai min 88 max 97 yang artinya responden
berada pada hipoksia ringan. Pendapat peneliti Pursed Lip Breathing (PLB) juga
dapat meningkatkan volume tidal dan mengurangi gejala Air Trapping atau udara
yang terjebak pada alveoli, mengurangi hiperinflasi, sehingga meningkatkan
ventilasi dan perfusi, serta menurunkan tingkat kandungan PaCO2 dalam darah.
Ukuran rongga torak yang semakin kecil membuat tekanan intraalveolus semakin
meningkat. Peningkatan tekanan intra alveolus yang melebihi tekanan atmosfir
menyebabkan udara mengalir keluar dari paru. Proses ventilasi yang meningkat
pada pasien PPOK yang diposisikan CKD akan meningkatkan pengeluaran CO2
dan meningkatkan asupan oksigen ke dalam intra alveolus.
Penelitian ini sejalan dengan teori bahwa Pursed lips breathing (PLB) dengan
penekanan pada saat ekspirasi bertujuan dalam memudahkan pengeluaran udara
air trapping atau udara yang terjebak oleh saluran nafas. PLB dapat menghambat
udara keluar dengan menggunakan kedua bibir sehingga menyebabkan tekanan
dalam rongga mulut menjadi lebih positif. Keberhasilan PLB yaitu melakukan
latihan dengan keadaan santai (Bakti, & Dwi, 2015).
44
dihirup. Sedangkan 7 responden mengalami peningkatan SpO2 namun berada
pada rentang hipoksia ringan, dan 4 responden mengalami peningkatan namun
tidak signifikan, dan masih berada pada hipoksia sedang, hal ini disebabkan
karena faktor penyakit yang diderita oleh responden, dan lama waktu menderita
sakit.
Perbedaan hasil penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: pada posisi
CKD inspirasi dan ekspirasi memang lebih adekuat, namun posisi ini pada kondisi
pasien yang lemah akan meningkatkan kelelahan pada pasien tersebut. Kelelahan
yang dapat terjadi pada pasien tersebut didukung oleh hasil informasi secara
verbal pada saat penelitian dari beberapa responden yang menyampaikan merasa
lelah punggungnya pada posisi CKD walaupun pada posisi ini pernafasan
dirasakan lebih baik. Namun lebih baik yang dirasakan pun menjadi tidaklah
bermakna perbedaannya.
45
menyebabkan nilai SaO2 akan menurun. Kelelahanpun dapat meningkatkan
penggunaan oksigen dan peningkatan CO2lebih banyak sehingga respon ini akan
dapat dipersepsikan sebagai suatu sensasi bernafas yang tidak nyaman sehingga
keluhan sesak nafas tetap dirasakan, sebagaimana hasil deskriptif pada penelitian
ini namun tidak menunjukan perbedaan yang signifikan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Bianchi et al. (2004) dan Ramos
et al (2009). Hasil penelitian Bianchi, et al. (2004) PLB menurunkan volume akhir
ekspirasi dan meningkatkan volume akhir inspirasi serta meningkatkan kondisi
pernafasan (menurunkan skala Brogs Scale).
Bernafas PLB sebagai tindakan yang diberikan pada penelitian ini sebenarnya
tidaklah berdiri sendiri tetapi tindakan ini digabung sekaligus dengan pasien
diposisikan CKD. Berdasarkan pengetahuan peneliti pengaruh tindakan gabungan
antara posisi CKD dengan bernafas PLB baru dilakukan oleh peneliti pada
penelitian sebelumnya. Hanya saja pada penelitian sebelumnya tindakan ini hanya
dilakukan sekali dan hasilnya tindakan ini efektif untuk menurunkan keluhan
sesak nafas. Bila dikaji hasil penelitian ini pada hari pertama sejalan dengan
penelitian sebelumnya, dan setelah dilakukan tindakan tersebut berturut-turut
sampai hari ketiga ternyata menunjukan bahwa posisi CKD dan PLB efektif untuk
membantu menurunkan keluhan sesak nafas.
46
merasa lebih nyaman dalam bernafas setelah diposisikan CKD dan PLB. Sensasi
rasa nyaman dalam bernafas dipersepsikan sebagai keluhan sesak nafas yang
menurun. Penjelasan mekanisme hasil penelitian ini didasarkan pada teori yang
disampaikan oleh Sherwood (2001) tentang bulkflowaliaran uadara dari dan ke
paru dan pusat pengaturan pernafasan. Penjelasan ini juga didasarkan pada teori
yang dikemukakan oleh American Thorasic Society (1999, dalam Chung Ong,
2012) bahwa dypsneadiidentifikasi sebagai persepsi atau pengamatan sensasi
abnormal dan mengganggu pernapasan.
Pursed lips berating (PLB) dan posisi Orthopnea, kedua intervensi ini
mempengaruhi otot-otot pernapasan, selama inspirasi dan ekspirasi, terutama
untuk posisi orthopnea fokus pada gravitasi untuk meningkatkan tekanan di
alveolus sehingga meningkatkan ekspansi dada dan membantu otot-otot
pernapasan. otot, sehingga memudahkan untuk bernafas dan memperbaiki status
pernafasan seperti frekuensi pernafasan, saturasi oksigen dan retraksi dinding
dada, Posisi ortopnea yang diasumsikan pada pasien PPOK dapat membuat
pernafasan. Dalam hal ini posisi orthopnea dapat memaksimalkan pengembangan
dada pasien, sehingga status pernapasan pasien meningkat[6]. Hal ini sesuai
dengan hasil Agussalim, bahwa frekuensi pernapasan dapat menurun dan
meningkatkan nilai puncak aliran ekspirasi pada posisi ortopneik dibandingkan
dengan Fowler tinggi dengan p-value 0,001. Posisi orthopnea akan memberikan
inspirasi dan ekspirasi menjadi klien yang teratur karena komposisi oksigen yang
masuk ke paru akan optimal dan menurunkan tekanan di paru-paru, membuat
frekuensi pernapasan menurun dan meningkatkan saturasi oksigen
dikombinasikan dengan pernapasan pursed lips.
47
yang dapat dilakukan adalah pernapasan diafragma, pernapasan perut, atau PLB.
Sedangkan posisi yang dimaksud adalah posisi yang dapat meningkatkan
pengembangan dada dan menjaga diafragma, posisi ini untuk menopang lengan
dan tubuh bagian atas, yang dapat dilakukan dengan duduk di kursi atau di tempat
tidur 1-3 kali per hari. Maka intervensi berikut dalam penelitian ini berupa teknik
pernapasan dan posisi, teknik pernapasan yang digunakan PBL dipadukan dengan
posisi yaitu posisi ortopneik.
Kombinasi kedua intervensi tersebut pada pasien PPOK agar inspirasi dan
ekspirasi akan lebih optimal, beban otot inspirasi menurun, sehingga udara yang
terperangkap/hiperinflasi menurun, kapasitas residual juga menurun dan
pertukaran gas juga meningkat. Peningkatan pertukaran gas akan meningkatkan
transfer oksigen ke kapiler paru, akan meningkatkan jumlah oksigen yang terikat
pada hemoglobin. Dengan demikian intervensi akan memperbaiki saturasi
oksigen, menurunkan frekuensi pernapasan, dan retraksi dinding dada.
48
duduk terbukti sebagai intervensi pada pasien PPOK yang terbukti dapat
mengurangi sesak napas dan meningkatkan ventilasi dengan p-value < 0,005.
Pada penelitian Kim, postur duduk dilakukan dalam 3 bentuk, sedangkan pada
penelitian hanya berupa posisi ortopneik.
3.5 Step 4
Pernafasan termasuk ventilasi (pergerakan udara masuk dan keluar dari paru),
difusi (pergerakan oksigen dan karbon diogsida antara alveoli dan sel darah
merah), dan perfusi (distribusi sel darah merah ke dan dari kapiler paru). Semua
dapat dikaji secara tunggal (Potter & Perry, 2005).
49
Orthopneicya adalah posisi klien duduk di atas tempat tidur dengan badan
sedikit menelungkup diatas meja disertai bantuan dua buah bantal (Nieniek, Dewi
& Hanny, 2011).
Berikut hasil dari telaah yang dilakukan oleh kami , dari kelimajurnal di bawah di
dapatkan hasil :
1. Hasil peneltian menurut Roby Rahmadi Akbar, Muh Thohar Arifin, Nana
Rochana dengan meneliti 8 artikel didapatkan hasil Hasil analisis 8 artikel
didapatkan bahwa posisi orthopnneic efektif dalam meringankan atau
menurunkan sensasi dispnea pada pasien PPOK dengan rata-rata penurunan
(mean pre= 21,87 dan mean post= 20,80), memaksimalkan fungsi otot
aksesoris pernafasan (Sternocleidomastoideus dan Scalenus) (SCM: USit=
4.80 dan SitAs= 7,92) dan (sc : USit= 9.44 dan SitAs= 15,29), meningkatkan
volume tidal (NP = 0,7+0,2) dan (WAHS =0,8+0,3)(Kim et al., 2012) dan
meningkatkan nilai APE 27,48% + 14,04%(Ritianingsih et al., 2011).
meningatkan nilai maksimal inspirasi (64 ± 22 cmH2O with arm bracing
versus 54 ± 24 cmH2O without arm bracing; P= 0.0001). dan maksimal
ekspirasi (104 ± 37 cmH2O with arm bracing versus 92 ± 37 cmH2O without
arm bracing; p = 0.0001).
50
3. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian diatas , penelitian menurut
Usastiawaty Cik Ayu Saadiah Isnainy , Sekardhyta Ayuning Tias
mendapatkan hasil Rata-rata posisi kondisi pernafasan pasien PPOK sebelum
diberikan terapi CKD Dan PLB dengan mean 86,71 standar deviasi 1,649
standar eror 00,400 dan nilai min-max 85-90, dan setelah diberi intervensi
mean 92,82 standar deviasi 2,856 standar eror 0,693 dan nilai min-max 88-97.
Hasil uji statistik menggunakan t-dependen didapat nilai pvalue 0.000
(α<0.05).
Terdapat pengaruh posisi orthopneic terhadap sesak nafas pada pasein PPOK
sehingga manfaat dari penelitian ini didapatkan bahwa pemberian posisis
orthopneic memiliki pengaruh terhadap sesah nafas padapasien PPOK. Jurnal
menurut Isnainy, merupakan penelitian yang memiliki hasil yang signifikan
dengan menunjukan perbandingan 2 intervensi yang berbeda , hasil penelitian
menurut Isnainy(2019) mendapatkan hasil bahwa Rata-rata posisi kondisi
pernafasan pasien PPOK sebelum diberikan terapi CKD Dan PLB dengan mean
86,71 standar deviasi 1,649 standar eror 00,400 dan nilai min-max 85-90, dan
setelah diberi intervensi mean 92,82 standar deviasi 2,856 standar eror 0,693 dan
51
nilai min-max 88-97. Hasil uji statistik menggunakan t-dependen didapat nilai
pvalue 0.000 (α<0.05).
1. Podcast
2. Panel presentasi
5. Community Meeting
2. Poster
52
BAB IV
4.1Kesimpulan
Hasil dari pemberian posisi orthopneic ini menunjukan hail nya sesuai
dengan kasusu yang dilakukan dalam evidence based practice yang dilakukan
penelaah , hal ini sejalan dengan kelima jurnal pendukung yang menunjukan
bahwa memiliki pengaruh mengenai pemberian terapi orthopneic.
4.2 Saran
53
DAFTAR PUSTAKA
Black, J.M & Hawks, J.H. (2005). Medical-surgical nursing. Clinical management
for positive outcomes. 7th Edition. St. Louis. Missouri. Elsevier
Saunders
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jilid I.
Jakarta: EGC
Guyton, A.C and Hall, J.E, 2005. Textbook of Medical Physiology. 11th ed.
Philadelphia, PA, USA : Elsevier Saunders.
Landers, M.R., McWhoeter, J.W., Fillibeck, D., & Robinson, C. (2006). Does
sitting posture in Crhronic Obstrucyive Pulmonary Disase Really
Matter? An analysis of 2 sitting postures and their effect on
54
pulmonary function journal of cardiopulmonary rehabilitation &
prevention,26 (6), 405-409.
Mubarak, Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan
Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: EGC
Potter, A.P, & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.
55