You are on page 1of 17

MAKALAH

PERUNDANG-UNDANGAN

“KRIMINALITAS DI KALANGAN REMAJA”

Disusun Oleh

Aldi Gymnastiyar NIM 21020100066

Muhamad Rifai Ratoko NIM 21020100070

Raden Yusuf Jiddan Mudzakir NIM 2102010086

Muhammad Daffa Aulia NIM 2102010115

Dosen Pembimbimbing : Mochamad Moro Asih, SH., MH

UNIVERSITAS ISLAM SYEKH-YUSUF

TAHUN : 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah,
kepada kita semua. Sholawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
atas segala rahmat-Nya sehingga mampu menyelesaikan tugas makalah ini.

Dalam makalah ini kami akan membahas tentang kriminalitas pelajar yang
didalamnya akan membahas tentang pengertian kriminalitas, pembagian kejahatan
menurut jenis penjahat (orang melakukan perbuatan kriminal), faktor pendorong
perbuatan kriminal, bahaya dari perbuatan kriminal, serta cara agar tidak terjerumus
dan melakukan perbuatan kriminal.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
bermanfaat kepada pembaca, khususnya bagi para remaja. Penyusun sadar bahwa
dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna dan mempunyai banyak
kekurangan. Oleh karena itu, Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima
kasih.

Tangerang, 24 Maret 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu problem pokok yang dihadapi oleh kota besar, dan kota-kota lainnya
tanpa menutup kemungkinan terjadi di pedesaan, adalah kriminalitas di kalangan
remaja. Dalam berbagai acara liputan kriminal di televisi misalnya, hampir setiap hari
selalu ada berita mengenai tindak kriminalitas di kalangan remaja. Hal ini cukup
meresahkan, dan fenomena ini terus berkembang di masyarakat.

Tentu saja tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat bervariasi,
mulai dari tawuran antarsekolah, perkelahian dalam sekolah, pencurian, hingga
pemerkosaan. Tindak kriminalitas yang terjadi di kalangan remaja dianggap kian
meresahkan publik. Tindak kriminalitas di kalangan remaja sudah tidak lagi
terkendali, dan dalam beberapa aspek sudah terorganisir. Hal ini bahkan diperparah
dengan tidak mampunya institusi sekolah dan kepolisian untuk mengurangi angka
kriminalitas di kalangan remaja tersebut.

Sebelumnya akan saya paparkan contoh beberapa tindak kriminal yang


dilakukan oleh pelajar yang di muat di harian Kompas (2009-2011):

1. Pencabulan yang dilakukan oleh seorang yang masih berusia 18 tahun


terhadap korbannya yang masih berusia dibawah umur di Probolinngo Jawa Timur.

2. Tawuran antarpelajar Sekolah Menengah Pertama yang terjadi di Jakarta


menelan korban jiwa karen para pelaar membawa senjata tajam.
3. Tiga pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kediri membobol gedung
sekolah, saat di tangkap oleh polisi, ketiga pelajar tersebut kedapatan telah
mengambil beberapa handphone yang berada di gedung sekolah tersebut.

4. Di Serang, seorang pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) mendalangi


perampasan motor serta pencurian di tempat parkir. Setelah diintrogasi oleh polisi,
ternyata aksi tersebut sudah dilakukan sebanyak sembilan kali.

Beberapa contoh diatas telah sedikit memberikan gambaran kepada kita tentang
fenomena yang terjadi di sekitar kita. Kita sendiri mungkin masih menyangsikan
bahwa perbuatan kriminalitas tersebut di lakukan oleh kalangan pelajar. Karena
sejatinya pelajar tugasnya hanyalah belajar dan tetap berapa di lingkungan yang
kondusif dan sehat, bukan lingkungan yang buruk penuh dengan hal-hal yang
mengarah kepada tindakan kriminalitas.

B . Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Memberikan informasi kepada mahasiswa khususnya dan masyarakat luas


umumnya tentang fenomena yang baru-baru ini terjadi di sekitar kita.

2. Memberikan gambaran kepada para generasi muda (pelajar) tentang


kriminalitas itu sendiri serta tentang akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut.

C. Ruang Lingkup

Adapun penulisan makalah ini mencakup pengertian tindakan kriminal dan


perbuatan yang termasuk didalamnya, jenis-jenis penjahat (orang melakukan
perbuatan kriminal), faktor pendorong perbuatan kriminal, bahaya dari perbuatan
kriminal, serta cara agar tidak terjerumus dan melakukan perbuatan kriminal.

D . Perumusan Masalah

1. Apa pengertian tindakan kriminal?


2. Apa saja perbuatan yang termasuk tindakan kriminal?

3. Bagaimana pembagian kejahatan menurut jenis penjahat (orang melakukan


tindakan kriminal)?

4. Apa faktor pendorong tindakan kriminal?

5. Apa akibat yang ditimbukan dari tindakan kriminal?

6. Bagaimana agar tidak terjerumus dalam tindakan kriminal (tindakan


previntif)?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kriminalitas

Kriminalitas atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau
sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Biasanya yang
dianggap kriminal adalah seorang maling atau pencuri, pembunuh, perampok dan
juga teroris. Meskipun kategori terakhir ini agak berbeda karena seorang teroris
berbeda dengan seorang kriminal, melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif
politik atau paham.

Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka
orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar sebuah negara
hukum: seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti.

Kriminalitas atau kejahatan itu bukan merupakan peristiwa herediter (bawaan


sejak lahir, warisan) juga bukan merupakan warisan biologis. Tingkah laku
kriminalitas itu bisa dilakukan oleh siapapun juga, baik wanita maupun pria; dapat
berlangsung pada usia anak, dewasa ataupun lanjut umur. Tindak kejahatan bisa
dilakukan secara sadar misalnya, didorong oleh impuls-impuls yang hebat, didera
oleh dorongan-dorongan paksaan yang sangat kuat (kompulsi-kompulsi), dan oleh
obsesi-obsesi. Kejahatan bisa juga dilakukan secara tidak sadar sama sekali.
Misalnya, karena terppaksa untuk mempertahankan hidupnya, seseorang harus
melawan dan terpaksa membalas menyerang, sehingga terjadi peristiwa pembunuhan.
(Kartini Kartono, 2005:139)

B. Perbuatan Yang Termasuk Tindakan Kriminal

Beberapa perbuatan yang tergolong dalam perbuatan kriminal antara lain:


1. Pembunuhan, penyembelihan, pencekikan sampai mati, pengracunan sampai
mati.

2. Perampasan, perampokan, penyerangan, penggarongan,

3. Pelanggaran seks dan pemerkosaan.

4. Maling, mencuri.

5. Pengancaman, intimidasi, pemerasan.

6. Pemalsuan, penggelapan, fraude.

7. Korupsi, penyogokan, penyuapan.

8. Pelanggaran ekonomi.

9. Penggunaan senjata api dan perdagangan gelap senjata-senjata api.

10. Pelanggaran sumpah.

11. Bigami yaitu kawin rangkap satu saat.

12. Kejahatan-kejahatan politik.

13. Penculikan.

14. Perdagangan dan penyalahgunaan narkotika.

C. Pembagian Kejahatan Menurut Tipe Penjahat

Pembagian kejahatan menurut tipe penjahat, yang dilakukan oleh Cecaro


Lambroso, ialah sebagai berikut :

1. Penjahat sejak lahir dengan sifat-sifat herediter (born criminals) dengan


kelainan-kelainan bentuk jasmani, bagian-bagian badan yang abnormal, stigmata atau
noda fisik, anomali cacat dan kekuangan jasmaniah. Misalnya bentuk tengkorak yang
luar biasa, dengan keanehan-keanehan susunan otak mirip binatang. Wajah yang
sangat buruk, rahang melebar, hidung yang miring, tulang dahi yang masuk
melengkung ke belakang, dan lain-lain.

2. Penjahat dengan kelainan jiwa, misalnya:gila, setengah gila, idiot, debil,


imbesil, dihinggapi histeria, melankoli, epilepsi atau ayan, dementia yaitu lemah
pikiran, dementia praecox atau lemah pikiran yang sangat dini, dan lainlain.

3. Penjahat dirangsang oleh dorongan libido seksualis atau nafsu-nafsu seks.

4. Penjahat karena kesempatan. Misalnya terpaksa melakukan kejahatan karena


keadaan yang luar biasa, dalam bentuk pelanggaran-pelanggaran kecil. Fia
membaginya dalam pseudo-criminals (pura-pura) dan criminaloids.

5. Penjahat dengan organ-organ jasmani yang normal, namun mempunyai


kebiasaan yang buruk, asosiasi sosial yang abnormal atau menyimpang dari pola
kelakuan umum, sehingga sering melanggar undang-undang dan norma sosial, lalu
banyak melakukan kejahatan.

D. Faktor Pendorong Tindakan Kriminalitas

Menurut Kartini Kartono (2005) ada tiga faktor penting yang memainkan
peranan besar dalam membentuk pola kriminal, yaitu sebagai berikut :

1. Jenis makanan memberikan efek dietetis, yang memberikan pengaruh


terhadap agresivitas terhadap manusia. Individu-individu dan kelompok suku bangsa
pemakan daging yang intensif, pada umumnya lebih agresif dan lebih ganas daripada
mereka pemakan bahan tumbuh-tumbuhan. Maka, kecenderungan berbuat kriminal
itu lebih banyak terdapat pada kelompok-kelompok pemakan daging.

2. Lingkungan alam yang teduh dan damai di daerah-daerah pedesaan dan


pegunungan yang subur memberikan pengaruh yang menenangkan. Sedang daerah-
daerah kota dan industri yang penuh padat dan bising penuh hiruk-pikuk yang
memekakkan, memberikan pengaruh membingungkan, mengacau
menekan/mencekam dan menstimulasi penduduknya menjadi kanibal-kanibal (kejam,
bengis, mendekati kebiadaban), dan jahat.

3. Masyaraka primitif dan masyarakat desa dengan kelompok-kelompok “face


to face” yang masih intim memberikan kontrol sosial dan sanksi-sanksi sosial lebih
ketat kepada segenap warga masyarakatnya. Sedang masyarakat urban yang
kompleks, sangat heterogin dan atomistik itu membuat norma-norma soaial dan
sanksi-sanksi sosial menjadi sangat longgar, sehingga orang cenderung bertingkah
laku semau sendiri yang menjurus kepada pola-pola yang kriminal.

Sementara menurut Rauf (2002) perilaku yang menyimpang (tindakan


kriminalitas) dapat dipengaruhi oleh tiga kutub, yaitu:

1. Kutub keluarga (rumah tangga), dalam berbagai penelitian yang telah


dilakukan dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial
keluarga yang kurang sehat/disharmonis keluarga, maka resiko anak untuk
mengalami gangguan kepribadian menjadi kepribadian antisoasial dan berperilaku
menyimpang, lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam
keluarga yang sehat/harmonis (sakinah). Kriteria kondisi keluarga kurang sehat
tersebut menurut para ahli adalah, antara lain :

• Keluarga tidaak utuh (broken home by death, separation, divorce)

• Kesibukan orang tua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan


anak di rumah.

• Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak


baik (buruk).

• Substitusi ungkapan kasih sayang orang tua kepada anak, dalam bentuk materi
daripada kejiwaan (psikologis).
Selain daripada kondisi keluarga tersebut diatas, berikut adalah rincian kondisi
keluarga yang merupakan sumber stres pada anak dan remaja :

• Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu

• Terdapat gangguan fisik atau mental dalam keluarga

• Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orang tua atau oleh
kakek/nenek

• Campur tangan tau perhatian yang berlebihan dari orang rua kepada anak

• Sikap orang tua yang dingin dan tak acuh terhadap anak

• Orang tua yang jarang di rumah atau terdapatnya isteri lain

• Kurang stimuli kognitif atau sosial

• Lain-lain misalnya menjadi anak angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan


orang tua, dan sebagainya.

2. Kutub sekolah, kondisi sekolah yang tidak baik dapat mengganggu belajar-
mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan peluang pada anak
didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut,
antara lain:

• Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai

• Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai

• Kuantitas dan kualitas noonguru yang tidak memadai

• Kesejahteraan guru yang tidak memadai

• Kurikulum sekolah yang perlu ditinjau kembali

• Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya


3. Kutub masyarakat (kondisi lingkungan sosial), faktor kondisi lingkungan
sosial yang tidak sehat atau rawan dapat menjadi faktor yang kondusif bagi
anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat
dibagi dalam dua bagian, yaitu faktor kerawanan msyarakat dan faktor daerah rawan
(gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut antara lain :

• Faktor kerawanan masyarakat (lingkungan)

 Tempat-tempat hiburan yang dibuka hingga larut malam bahkan sampai dini
hari

 Peredaran alkohol, narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya

 Pengangguran

 Anak-anak putus sekolah/anak jalanan

 Wanita tuna susila (Wts)

 Beredarnya bacaan, tontonan dan lain-lain yang sifatnya pornografis

 Perumahan kumuh dan padat

 Pencemaran lingkungan

 Kesenjangan sosial

 Tindak kekerasan dan kriminalitas

• Daerah rawan (rawan kamtibmas)

 Penyalahgunaan alkohol, narkotika, dan zat adiktif lainnya

 Perkelahian perorangan atau kelompok/masal

 Kebut-kebutan

 Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan


 Perkosaan

 Pembunuhan

 Tindak kekerasan lain

 Pengrusakan

 Corat-coret

Menurut Hirschi (dalam Mussen dkk, 1994) orangtua dari remaja nakal
cenderung memiliki aspirasi yang minim mengenai anak-anaknya, menghindari
keterlibatan keluarga dan kurangnya bimbingan orangtua terhadap remaja.
Sebaliknya, suasana keluarga yang menimbulkan rasa aman dan menyenangkan akan
menumbuhkan kepribadian yang wajar dan begitu pula sebaliknya. Banyak penelitian
yang dilakukan para ahli menemukan bahwa remaja yang berasal dari keluarga yang
penuh perhatian, hangat, dan harmonis mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan
diri dan sosialisasi yang baik dengan lingkungan disekitarnya (Hurlock, 1973).

Selanjutnya Tallent (1978) menambahkan anak yang mempunyai penyesuaian


diri yang baik di sekolah, biasanya memiliki latar belakang keluarga yang harmonis,
menghargai pendapat anak dan hangat. Hal ini disebabkan karena anak yang berasal
dari keluarga yang harmonis akan mempersepsi rumah mereka sebagai suatu tempat
yang membahagiakan karena semakin sedikit masalah antara orangtua, maka semakin
sedikit masalah yang dihadapi anak, dan begitu juga sebaliknya jika anak
mempersepsi keluarganya berantakan atau kurang harmonis maka ia akan terbebani
dengan masalah yang sedang dihadapi oleh orangtuanya tersebut.

Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi perilaku kenakalan pada remaja
adalah konsep diri yang merupakan pandangan atau keyakinan diri terhadap
keseluruhan diri, baik yang menyangkut kelebihan maupun kekurangan diri, sehingga
mempunyai pengaruh yang besar terhadap keseluruhan perilaku yang ditampilkan.
Shavelson & Roger (1982) menyatakan bahwa konsep diri terbentuk dan berkembang
berdasarkan pengalaman dan inteprestasi dari lingkungan, penilaian orang lain,
atribut, dan tingkah laku dirinya. Bagimana orang lain memperlakukan individu dan
apa yang dikatakan orang lain tentang individu akan dijadikan acuan untuk menilai
dirinya sendiri ( Mussen dkk, 1979).

Masa remaja merupakan saat individu mengalami kesadaran akan dirinya


tentang bagaiman pendapat orang lain tentang dirinya (Rosenberg dalam Demo &
Seven-Williams, 1984). Pada masa tersebut kemampuan kognitif remaja sudah mulai
berkembang, sehingga remaja tidak hanya mampu membentuk pengertian mengenai
apa yang ada dalam pikirannya, namun remaja akan berusaha pula untuk mengetahui
pikiran orang lain tentang tentang dirinya ( Conger, 1977).

Oleh karena itu tanggapan dan penilaian orang lain tentang diri individu akan
dapat berpengaruh pada bagaimana individu menilai dirinya sendiri. Conger ( dalam
Mönks dkk, 1982) menyatakan bahwa remaja nakal biasanya mempunyai sifat
memberontak, ambivalen terhadap otoritas, mendendam, curiga, implusif dan
menunjukan kontrol batin yang kurang. Sifat–sifat tersebut mendukung
perkembangan konsep diri yang negatif. Rais (dalam Gunarsa, 1983) mengatakan
bahwa remaja yang didefinisikan sebagai anak nakal biasanya mempunyai konsep
diri lebih negatif dibandingkan dengan anak yang tidak bermasalah.

Dengan demikian remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang


harmonis dan memiliki konsep diri negatif kemungkinan memiliki kecenderungan
yang lebih besar menjadi remaja nakal dibandingkan remaja yang dibesarkan dalam
keluarga harmonis dan memiliki konsep diri positif.

E. Akibat Dari Melakukan Tindakan Kriminal

Sebenarnya ada banyak akibat yang ditimbukan dari hal tersebut, diantaranya:

1. Berurusan dengan hukum, dihukum sesuai dengan perbuatannya.


2. Terkena sanksi sosial dari masyarakat mulai dari dikucilkan sampai
diasingkan.

3. Terancam dikeluarkan dari bangku sekolah, dan sebagainya

F. Upaya Mencegah Tindakan Kriminalitas

Upaya preventif (pencegahan) hendaknya dilakukan di tiga kutub (kutub


keluarga, kutub sekolah dan kutub masyarakat/sosial).

1. Di rumah/keluarga

Hendaknya semua orang tua mampu menciptakan kondisi keluarga/rumah


tangga yang kondusif bagi perkembangan sehat anak/remaja, dan kriteria keluarga
sehat adalah:

• Kehidupan beragama dalam keluarga

• Mempunyai waktu bersama dalam keluarga

• Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga

• Saling menghargai antar anggota keluarga

• Mampu menjaga kesatuan dan keutuhan keluarga

• Mempnyai kemampuan untuk menyelesaikan krisis keluarga secara positif


dan konstruktif

2. Di sekolah

Hendaknya pengelola sekolah mampu menciptakan kondisi sekolah yang


kondusif bagi proses belajar mengajar anak didik. Kondisi sekolah yang kondusif
bagi proses belajar mengajar diantaranya:

• Sarana dan prasarana sekolah yang memadai


• Kuantitas dan kualitas guru yang memadai, mengembalikan wibawa guru

• Kuantitas dan kualitas tenaga non guru yang memadai

• Kesejahteraan guru (kondisi sosial-ekonomi guru) perlu diperbaiki, tugas


rangkap guru antar sekolah sebaiknya dihindarkan

• Kurikulum sekolah yang terlalu padat/banyak dan kurang relevan hendaknya


ditinjau kembali. Di sekolah bukan semata-mata perkembangan mental-intelektual
(kognitif) anak didik yang diutamakan, melainkan juga perkembangan mental-
emosional dan mental-sosial jangan sampai tidak diperhatikan.

• Lokasi sekolah hendaknya tidak berada di daerah rawan, jauh dari daerah
perbelanjaan, pusat-pusat hiburan/keramaian.

3. Di masyarakat/lingkungan sosial

Hendaknya para pamong, aparat kamtibmas, tokoh/pemuka masyarakat mampu


menciptakan kondisi lingkungan hidup yang bebas dari rasa takut, aman dan tentram,
bebas dari segala bentuk kerawanan, misalnya:

• Tempat pemukiman tidak bercampur dengan pusat-pusat perbelanjaan,


hiburan dan sebangsanya.

• Tempat pemukiman bebas wts

• Tempat pemukiman bebas dari tempat-tempat penjualan/peredaran alkohol,


narkotika, dan obat-obat terlarang lainnya (drug fre environment)

• Tempat pemukiman hendaknya bebas polusi, tidak kumuh dan tidak padat

• Tempat pemukiman bebas dari anak-anak jalanan, pengangguran dan


bergadang hingga larut malam, mabuk-mabukan dan tindak menyimpang lainnya
yang dapat mengganggu lingkungan.
• Tempat pemkiman tidak terlalu mencolok satu dengan yang lain agar
kesenjangan sosial dihindari.

BAB III

KESIMPULAN

Kriminalitas atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau
sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Sementara itu,
kriminalitas yang akhir-akhir ini marak dilakukan oleh pelajar merupakan suatu
fenomena yang membuat hati kita miris.

Para pelajar yang masih tergolong anak dibawah umur tersebut telah berani
melakukan tindakan yang sangat tidak terpuji. Mereka mencuri, merusak,
memperkosa bahkan membunuh. Tindakan mereka ini sudah merupakan hal yang
melanggar hukum.

Segala penyimpangan yang terjadi ini sebenarnya diakibatkan oleh beberapa


faktor, diantaranya adalah faktor internal dalam keluarga, selanjutnya yaitu faktor
dari sekolahnya sendiri yang kurang kondusif, serta yang terakhir adalah faktor dari
masyarakat/lingkungan sosialnya.

Untuk itu peranan orang tua dan lingkungan sekitar harus memberikan contoh-
contoh yang baik sebagai kepribadian yang terbentuk akan baik pula.
DAFTAR PUSTAKA

Kartini, Kartono. Patologo Sosial. Jakarta: Pt RajaGrafindo.2005

Rauf, dkk. Dampak Penyalahgunaan Narkoba Terhadap Remaja Dan


Kamtibmas. Jakarta: Bp. Dharma Bhakti. 2002

http://www.kompas.com

http://www.scribd.com/doc/6241288/KRIMINALITAS-REMAJA

You might also like