Professional Documents
Culture Documents
Hadist Isiiii
Hadist Isiiii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadist adalah segala apa yang berasal dari Nabi Muammad SAW
baik itu berupa perbuatan, perkataan, maupun ketetapan. Dengan
pengertian hadist tersebut, maka dapat dikatakan jika hadist termasuk
salah satu sumber hukum dalam ajaran agama islam.
1
Dari beberapa jenis hadist, salah satunya ada yang hadist gharib.
Hadits gharib secara kebahasaan bermakna menyendiri, atau jauh dari
kerabat-kerabatnya. Secara istilah Ibnu Shalah mendefinisikan hadis
gharib sebagai hadis yang menyendiri sebagian rawinya, disifati dengan
asing, begitupun dengan hadits yang menyendiri di dalamnya sesuatu yang
tidak di sebutkan di selainnya. Entah itu pada matan atau sanad.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat ditarik beberapa rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan hadist?
2. Apa yang dimaksud dengan hadist gharib?
3. Apa saja contoh dari hadist gharib?
4. Apa saja pembagian dari hadist gharib?
5. Bagaimana hukum hadist gharib itu sendiri?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui dan memahami pengertian dari hadist dan hadist gharib.
2. Mengetahui contoh dan pembagian hadist gharib.
3. Mengetahui hukum hadist gharib.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengetian Hadist
Hadits merupakan salah satu panduan yang digunakan oleh umat Islam
dalam melaksanakan berbagai macam aktivitas baik yang berkaitan dengan
urusan dunia maupun aktivitas yang berkaitan dengan urusan akhirat. Hadits
merupakan sumber hukum agama Islam yang kedua setelah kitab suci Al –
Qur’an. Jika suatu perkara tidak dijelaskan di dalam Al – Qur’an, maka umat
Islam akan menggunakan sumber yang kedua yaitu Hadits.
Istilah hadits pada dasarnya berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata
“Al-hadits” yang artinya adalah perkataan, percakapan atau pun berbicara. Jika
diartikan dari kata dasarnya, maka pengertian hadits adalah setiap tulisan yang
berasal dari perkataan atau pun percakapan Rasulullah Muhammad SAW.
Dalam terminologi agama Islam sendiri, dijelaskan bahwa hadits merupakan
setiap tulisan yang melaporkan atau pun mencatat seluruh perkataan, perbuatan
dan tingkah laku Nabi Muhammad SAW.
3
Ahli Warits yang berhak menerima warits. Hal ini sebagaimana disebutkan
dalam al Qur’an:
ََّاس َم ا نُ ِّز َل ِإلَي ِْه ْم وَ لَ َعلَّ ُه ْم يَتَ َف َّكرُ ون َأ
ِ ات وَ الزُّ بُ ِر ۗ وَ ْنزَ ْلنَ ا ِإلَ ْي كَ ال ِ ّذ ْكرَ ِلتُبَ ِيّنَ ِللن
ِ َِبا ْلبَ ِيّن
Artinya: Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab, agar kamu menerangkan
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan.
4
kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.
(QSalHasyr:7)
2. Al Hadits
Sebagaiman sabda Rasulullah SAW:
Ingatlah sesungguhnya aku diberi al Kitab dan (wahyu)
sebangsanya bersamanya. Akan datang (suatu masa) ada seorang laki-
laki yang kekenyangan diatas sofanya memberi fatwa kepada kalian
dengan al Qur’an ini (semata). Maka apa saja yang kalian dapatkan
dalam al Qur’an dari yang halal maka halakanlah, dan apa yang
kalian temukan di dalamnya dari yang haram maka haramkanlah.
Ingatlah tidak halal buat kalian keledai piaraan dan setiap yang
bertaring dari binatang buas dan barang yang tercecer milik seorang
kafir mu’ahad kecuali jika dia merelakannya..HR Abu Daud dari
Abdurrahman bin Auf.
5
Dalam bait manzhumah-nya, al-Baiquny menjelaskan makna hadis gharib
dengan ungkapan :
Hadis gharib adalah bagian dari hadis ahad, yakni hadis yang
diriwayatkan oleh segelintir perawi saja pada setiap tingkatannya. Kebalikan
dari ahad adalah hadis mutawatir, yakni hadis yang diriwayatkan oleh banyak
perawi pada setiap tingkatannya melebihi 10 perawi.
6
riwayat Hafs mulai berkembang dan menyebar luas pada masa pemerintahan
Turki Utsmani yang didukung oleh banyaknya cetakan Al-Qur’an dari Arab
Saudi sampai menyebar ke seluruh dunia, waktu penyebarannya terutama
pada musim-musim haji.
7
bacaan imalah, yaitu bacaan taqlil yang termasuk dalam qira’ah imam
Warsy. Khususnya pada lafadz yang berwazan فُعلى، فِعلى،فَعلى, namun
bacaan taqlil lebih mendekati fathah seperti halnya bunyi suara “re” pada kata
“mereka”.
2.) Isymam
Isymam artinya mencampurkan dammah pada sukun dengan
memoncongkan bibir atau mengangkat dua bibir. Dalam qira’ah riwayat
Hafs, Isymam terdapat pada lafadz “ ”اَل تَْأ َمنَّاyaitu pada waktu membaca lafadz
tersebut, gerakan lidah seperti halnya mengucapkan lafadz “ ”اَل تَْأ َمنُنَاsehingga
hampir tidak ada perubahan bunyi antara mengucapkan lafadz “ ”اَل تَْأ َمنَّاdengan
mengucapkan “”اَل تَْأ َمنُنَا. Dengan kata lain, asal dari lafadz “ ”اَل تَْأ َمنَّاadalah
lafadz “”اَل تَْأ َمنُنَا. Kalau diteliti lebih dalam, ternyata rasm utsmani hanya
menulis satu nun yang bertasydid. Ada pertanyaan muncul, dimana letak
dammahnya?sehingga untuk mempertemukan kedua lafadz tersebut dipilihlah
jalan tengah yaitu bunyi bacaan mengikuti rasm, sedangkan gerakan bibir
mengikuti lafadz asal.
8
bertasydid. Dalam qira’ahImam Ashim riwayat Hafs, hanya dikenal satu
idgham saja, yaitu idgham shaghiryakni mengidghamkan dua huruf yang
sama yang salah satunya mati. Menurut bahasa, bahwa lafadz “ ”اَل تَْأ َمنَّاdapat
difahami berasal dari lafadz “ ”اَل تَْأ َمنُنَاyang terdapat dua nun yang
diidharkan, nun yang pertama di rafa’kan dan yang kedua
dinashabkan. Nun yang pertama dirafa’kan karena termasuk fi’il
mudlari yang tidak kemasukan “amil nawashib” maupun jawazhim.
3.) Saktah
ُ ُكKيَ ْس ُكوْ تًاKُس
Saktah menurut bahasa berasal dari wazan lafadz َكَتK َس - ت
– yang artinya diam, tidak bergerak. Sedangkan menurut istilah
ilmu qira’ah, saktahialah berhenti sejenak sekedar satu alif tanpa bernafas.
Dalam qira’ah Imam Ashim riwayat Hafs bacaan saktah terdapat di empat
tempat yaitu : QS. Al-Kahfi: 1, QS. Yaasiin: 52, QS. Al-Qiyamah: 27 dan
QS. Al-Muthafifin: 14.
9
menyimpan fi’il berupa ” ُج َعلَه “.
َ Berbeda juga dengan pendapat Abu Hayyan,
menurutnya kata قَيِّ ًما itu badal mufrad dari badal jumlah “ َولَ ْم يَجْ َعلْ لَهُ ِع َوجًا “.
10
Di samping itu, Imam Ashim juga menganjurkan membaca saktah,
pertama, pada akhir QS. Al-Anfaal:75 dan permulaan QS. At-Taubah.
Alasannya secara bahasa dipakai untuk memilah dua surat yang berbeda yang
mana permulaan surat At-Taubah tidak terdapat atau diawali dengan
basmalah. Kedua, pada QS. Al-Haqqah: 28-29 dimaksudkan untuk
َ َهَّل.
membedakan dua ha’ yakni ha’ saktah ْ َمالِيَهdan ha’ fi’il ك
4.) Tashil
Tashil menurut bahasa artinya memberi kemudahan, keringanan atau
menyederhanakan hamzah qatha’ yang kedua, adapun menurut
istilah qira’ahartinya membaca antara hamzah dan alif . Dalam qira’ah Imam
Ashim riwayat Hafs hanya ada satu bacaan tashil yaitu pada QS. Fusshilat: 44
... َو َع َربِ ٌّى َءاَع َْج ِم ٌّى ۖ ُت ٰا ٰيتُ ٓۥه ۟ َُولَوْ َج َع ْل ٰنهُ قُرْ َءانًا َأ ْع َج ِميًّا لَّقَال
ْ َوا لَوْ اَل فُصِّ ل
5.) Naql
Naql menurut bahasa berasal dari lafadz ُل – نَ ْقاًلK ِل – يَ ْنقK
َ Kَنَق yang artinya
memindah, sedangkan menurut istilah ilmu qira’ah artinya memindahkan
harakat ke huruf sebelumnya. Dalam qira’ah Imam Ashim riwayat Hafs ada
satu bacaannaql yaitu lafadz ُمKKKس ااْل ِ ْس
َ بِْئ pada QS. Al-Hujurat: 11. Alasan
dibaca naql pada lafadz ااْل ِ ْس ُم adalah karena adanya dua hamzah washal, yakni
hamzah al ta’rif dan hamzah ismu yang mengapit lam, sehingga kedua
hamzah tersebut tidak terbaca apabila disambung dengan kata sebelumnya.
Faidahnya bacaan naqlialah untuk memudahkan dalam mengucapkannya atau
membacanya.
6.) Badal (Mengganti)
Badal menurut bahasa artinya mengganti, mengubah, sedangkan
maksudbadal disini adalah mengganti huruf hijaiyah satu dengan
11
huruf hijaiyah lainnya. Diantara lafadz-lafadz yang di badal dalam Al-Qur’an
menurut Imam Ashim riwayat Hafs yaitu :
ُۜ ويَب dan
b. Badal ص dengan س (ُْصط َ ْۜ َب )
ًصطَة
Yaitu mengganti shad dengan siin, sebagian imam qira’ah termasuk
ُۜ َويَب dalam QS. Al-
Imam Ashim mengganti ص dengan س pada lafadz ُطKKKْص
ْۜ َب dalam QS. Al-A’raf : 69. Sebab-sebab
Baqarah : 245 dan lafadz ًطَةKKص
digantinya hurufshad dengan siin pada kedua lafadz tersebut karena
mengembalikan pada asal lafadznya, yaitu ُبَ َسطَ – يَ ْب ُسط.
7.) Shilah
12
Menurut ijma’ para ulama qurra’, bahwa apabila ada ha’ dlamir yang
tidak diawali dengan huruf mati, maka ha’ dlamir tersebut harus dibaca
panjang dan perlu ditambahkan huruf mad setelahnya, alasannya untuk
menguatkan huruf ha’ dlamir tersebut karena tidak alasan yang
mengharuskan membuang huruf setelah ha’ dlamir ketika huruf sebelumnya
hidup (berharakat). Namun para ulama qurra’ kecuali Ibnu Katsir kurang
senang menggabungkan dua huruf mati yang dipisah oleh huruf lemah (ha’),
sehingga mereka membuang huruf mad dan memanjangkan ha’ dlamirnya,
contoh ِهK ِ ب،ُهK َل, ini adalah madzhab imam Sibawaih. Sedangkan apabila ha’
dlamir tersebut diawali dengan huruf yang mati (sukun) maka harus dibaca
pendek, contoh ِإلَ ْي ِه،ُ ِم ْنه.
13
Ada juga yang menyebutkan bahwa ha’ yang terdapat pada
lafadz هKٖ Kفِ ْي dalam QS. Al-Furqan : 69 adalah ha’ khafdli artinya ha’ panjang
yang berfungsi merendahkan, hal ini sesuai dengan konteks ayat yang
menghendaki dipanjangkannya huruf ha’ dlamir tersebut.
14
tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya
karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang
ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan”
حا بِي
َ ص ِ ه َوطَ َر َف ُه الَّ ِذي فِ ْي
َّ ه ال ُ الس َن ِد
َّ ل ْ س َن ِد ِه َوَأ
ِ ص َ ل ْ ت ا ْل َغ َربَ ُة فِي َأ
ِ ص ِ َه َو َما َكان
ُ
Hadits diatas diriwayatkan oleh sahabat Umar bin Khattab langsung dari
Nabi saw., dan dari Umar diriwayatkan oleh Alqamah bin Waqqash Al-
15
Laitsi, kemudian Muhammad bin Ibrahim, kemudian Yahya bin Sa’id Al-
Khudri. Dengan demikian hadits ini dikatakan Hadits Gharib Mutlak,
karena hanya sahabat Umar bin Khattab yang meriwayatkannya, tidak ada
sumber lain kecuali dari beliau.
ك َة َو َعلَى َّ ل َم
َ خ َ َّس ل
َ م َد ِ هللا َعلَ ْي
َ ه َو ُ ص لَّى َ ِّهللا َع ْن ُه َأنَّ ال َّنب
َ ي ُ ي ِ ن َأنَسٍ َر
َ ض ْ َع
ِ ه ا ْل
م ْغ َف ِر ِ س ِ َرْأ
“Dari Anas r.a bahwa Nabi Saw masuk ke kota Makkah diatas kepalanya
mengenakan igal.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits tersebut dikalangan tabi’in hanya Malik yang meriwayatkannya
dari Az-Zuhri. Boleh jadi pada awal sanad dan akhir sanad lebih dari satu
orang, namun ditengah-tengahnya terjadi kesendirian, artinya hanya
seorang saja yang meriwayatkannya. Gharabah Nisbi ini terbagi menjadi 3
macam, yakni sebagai berikut :
a)Muqayyad bi ats-tsiqah
Ke-gharib-an perawi hadits dibatasi pada sifat ke-tsiqah-an (kepercayaan)
seorang atau beberapa orang perawi saja, misalnya:
16
حى ْ م َك انَ َي ْق َرُأ ق فِي اَأْل
َ ض َ َّس ل ِ هللا َعلَ ْي
َ ه َو ُ ص لَّى َّ ِن اَبِي َواقِ ٍد اَنَّ ال َّنب
َ ي ْ َع
ْ َوا ْل ِف
طرى
“Dari Abu Waqid bahwa Nabi Saw membaca surah Qaf dan Iqtarabat As-
Sa’ah pada shalat Idul adha dan Idul Fitri.”
Hadits diatas hanya diriwayatkan oleh Dhamrah bin Sa’id secara gharabah
(sendirian) dari Ubaidillah bin Abdullah dari Abu Waqid. Dikalangan para
perawi yang tsiqah tidak ada yang meriwayatkannya selain dia.
c)Muqayyad al-rawi
م ٍر
ْ َق َوت
ٍ س ِو ْي
َ ِص ِفيَّ َة ب ْ َم َأ ْو ل
َ م َعلَى َ َّسل ِ هللا َعلَ ْي
َ ه َو ُ صلَّى َّ اَنَّ ال َّن ِب
َ ي
17
Hadits diatas diriwayatkan oleh Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa’i dan
Ibnu Majah. Tidak ada yang meriwayatkannya dari Bakar selain Wa’il dan
tidak ada yang meriwayatkannya dari Wa’il kecuali Ibnu Uyaynah.
Pembagian Lain
Para ulama juga membagi hadits gharib dilihat dari sisi gharibnya sanad dan
matan, yaitu:
18
Kitab-Kitab yang Memuat banyak Hadits Gharib
Yaitu kitab-kitab yang di dalamnya terdapat banyak hadits gharib
1. Musnad Al-Bazzar
2. Mu’jam Al-Ausath At-Thabrani
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah hadits pada dasarnya berasal dari bahasa Arab yaitu dari
kata “Al-hadits” yang artinya adalah perkataan, percakapan atau pun
berbicara. Jika diartikan dari kata dasarnya, maka pengertian hadits adalah
setiap tulisan yang berasal dari perkataan atau pun percakapan Rasulullah
Muhammad SAW. Dalam terminologi agama Islam sendiri, dijelaskan
bahwa hadits merupakan setiap tulisan yang melaporkan atau pun
mencatat seluruh perkataan, perbuatan dan tingkah laku Nabi Muhammad
SAW.
Hadits gharib secara kebahasaan bermakna menyendiri, atau jauh
dari kerabat-kerabatnya. Secara istilah Ibnu Shalah mendefinisikan hadis
gharib sebagai hadis yang menyendiri sebagian rawinya, disifati dengan
asing, begitupun dengan hadits yang menyendiri di dalamnya sesuatu yang
tidak di sebutkan di selainnya. Entah itu pada matan atau sanad.
Pembagian hadist gharib, Pertama, Gharib Mutlaq : yaitu hadits
yang ke-gharib-an sanadnya terdapat pada pangkal sanad (yakni sahabat),
atau hadits yang menyendiri dengan periwayatan satu orang perawi saja di
ujung sanad. Kedua, Gharib Nisbi : yaitu hadits yang letak ke-gharib-an
sanadnya ada di tengah-tengah sanad, atau perawinya lebih banyak dari
pada yang meriwayatkan pada ujung sanad.
B. Saran
1. Dalam shahih bukhari dan muslim sekalipun terdapat beberapa hadis
gharib, namun hal tersebut tak mengusik kesahihan hadis-hadis yang
ada dalam kitan tersebut. Kendati demikian, beberapa ulama mewanti-
wanti agat kita tak mengambil hadis-hadis yang gharib tersebut.
20
DAFTAR PUSTAKA
21