Professional Documents
Culture Documents
Script
Script
berjalan, setelah lebih dari 5 tahun. KPK baru saja menangkap tersangka baru dalam kasus
korupsi yang melibatkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto itu. Kasus ini berawal saat
Informasi Administrasi Kependudukan (SIAP), salah satu komponennya adalah Nomor Induk
Kependudukan (NIK). Pemerintah pun menargetkan pembuatan e-KTP bisa selesai di tahun
2013. Proyek e-KTP sendiri merupakan program nasional dalam rangka memperbaiki sistem
data kependudukan di Indonesia. Lelang e-KTP dimulai sejak tahun 2011, dan banyak
catatan Kompas.com, kasus korupsi proyek e-KTP terendus akibat kicauan mantan
Bendahara Umum Partai Demokrat (PD), Muhammad Narzaruddin. Kasus E-KTP Diminta Tak
sistemik yang dilakukan oleh birokrat, wakil rakyat, pejabat BUMN, hingga pengusaha dalam
proyek pengadaan e-KTP pada 2011-2012. Akibat korupsi berjamaah ini, negara mengalami
kerugian mencapai Rp 2,3 triliun. DPR pun sempat dibuat heboh karena KPK selama
menangani kasus ini, melakukan pemanggilan kepada puluhan anggota dewan maupun
mantan anggota DPR RI. Nama-nama tokoh besar bahkan ikut dikaitkan. Dalam perkara
pokok kasus korupsi e-KTP, ada 8 orang yang sudah diproses dan divonis bersalah. Mereka
adalah Setya Novanto, dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan
Sugiharto, pengusaha Made Oka Masagung dan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera
Irvanto Hendra Pambudi Cahyo (keponakan Novanto). Kemudian pengusaha Andi Naragong,
Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo, dan mantan anggota DPR
Markus Nari. Menurut Hakim, Novanto Setengah Hati Ungkap Kasus E-KTP Korupsi dimulai
setelah rapat pembahasan anggaran pada Februari 2010. Saat itu, Irman yang masih
menjabat sebagai Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri dimintai
sejumlah uang oleh Ketua Komisi II DPR Burhanudin Napitupulu. Permintaan uang itu
bertujuan agar usulan anggaran proyek e-KTP yang diajukan Kemendagri disetujui Komisi II
DPR. Proyek e-KTP ini memang dibahas di Komisi II DPR, sebagai mitra dari Kemendagri.
Irman kemudian menyetujui permintaan tersebut, dan menyatakan pemberian fee kepada
anggota DPR akan diselesaikan oleh Andi Agustinus alias Andi Narogong. Irman sendiri
bekerja sama dengan Andi Narogong agar perusahaan Andi dimenangkan dalam tender
proyek e-KTP. Andi dan Irman kemudian meminta bantuan kepada Setya Novanto yang saat
itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar. Mereka berharap agar Novanto dapat mendukung
dalam penentuan anggaran proyek ini. Novanto pun menyatakan akan mengoordinasikan
dengan pimpinan fraksi yang lain agar memuluskan pembahasan anggaran proyek e-KTP di
Komisi II DPR. Beberapa nama disebut-sebut ikut dalam sejumlah pertemuan untuk
membahas anggaran proyek e-KTP, termasuk Nazaruddin dan Ketua Fraksi Partai Demokrat
di DPR kala itu, Anas Urbaningrum. Dari beberapa kali pertemuan, disepakati anggaran
proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun. Sebanyak 51 persen dari total anggaran yaitu Rp 2,662
triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belanja rill proyek, dan sisanya 49 persen
yakni Rp 2,5 triliun akan menjadi bancakan. Rincian uang korupsi tersebut dibagi kepada
pejabat Kemendagri sebesar 7 persen (Rp 365,4 miliar), anggota Komisi II DPR 5 persen (Rp
261 miliar), Setya Novanto dan Andi Narogong 11 persen (574,2 miliar), Anas dan
Nazaruddin 11 persen (Rp 574,2 miliar), serta sisa 15 persen (783 miliar( akan diberikan
sebagai keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan. Pengacara: Setya Novanto Stres
Berat, Pandangan Matanya Kosong Dalam proses pengadaan barang, Sugiharto diangkat
oleh Irman sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Pada pelaksanaan pengadaan,
Sugiharto menetapkan dan menyetujui harga perkiraan sendiri (HPS) yang telah
Isinya mulai dari pejabat Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), dan
Arthaputra). PNRI disepakati menjadi pemimpin konsorsium. Hal itu agar mudah diatur
karena konsorsium ini dipersiapkan sebagai pemenang lelang pekerjaan e-KTP. Drama
keterlibatan Setya Novanto Nama Setya Novanto sejak awal memang sudah disebut-sebut
terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Namun keterlibatan mantan Ketua Umum Golkar itu
semakin kuat setelah namanya disebut dalam sidang perdana kasus tersebut dengan
Sugiharto dan Irman yang duduk sebagai terdakwa. Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa
KPK di Pengadilan Tipikor, Kamis (9/3/2017), Novanto disebut memiliki peran dalam
mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun itu. Novanto sempat
ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan terus berproses hingga divonis bersalah. Pada
September 2017, KPK memanggil Novanto untuk diperiksa sebagai tersangka. Saat itu,
Novanto sudah menjadi Ketua DPR RI. Baca juga: Setya Novanto Akui Terima Jam Richard
Mille dari Andi Narogong Setya Novanto berkali-kali tak hadir, dengan berbagai alasan. Mulai
dari sakit hingga meminta KPK menunggu proses praperadilan selesai. Bahkan Novanto
sempat mengirimkan surat ke KPK melalui Fadli Zon yang pada tahun 2017 menjabat sebagai
Wakil Ketua DPR, agar menunda proses penyidikan terhadap dirinya sampai putusan
praperadilan keluar. Surat yang dikirimkan Setya Novanto menuai protes karena dikirim
menggunakan kop DPR. Permintaan Novanto juga ditolak KPK. Tanggal 15 November 2017,
KPK melakukan penjemputan paksa ke rumah Setya Novanto di Jalan Wijaya, Kebayoran
Baru, Jakarta Selatan. KPK sempat dihalang-halangi untuk masuk ke dalam. Keberadaan
Novanto juga tidak diketahui. Sehari setelahnya, Setya Novanto dikabarkan mengalami
kecelakaan dan dilarikan ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau. Pengacara Novanto,
Fredrich Yunadi mengatakan, Novanto terburu-buru menuju ke studio salah satu stasiun
televisi swasta untuk melangsungkan siaran langsung. Mobil yang ia tumpangi menabrak
mengalami luka-luka saat kecelakaan. Setya Novanto menjalani sidang perdana pada 13
Desember 2017. Di awal persidangan, Novanto sempat tidak mau berbicara sama sekali dan
memperlihatkan selayaknya orang yang sedang dalam kondisi tidak sehat. Namun dokter
menyatakan, Novanto sehat dan bisa menjalani persidangan. Dokter Bimanesh Sebut
Kecelakaan Setya Novanto Skenario Amatiran Hukuman pelaku Pengadilan sudah memvonis
bersalah kepada 8 orang yang terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Berikut rinciannya: 1.
Sugiharto: 5 tahun penjara (vonis 22 Juni 2017) 2. Irman: 7 tahun penjara (vonis 20 Juli 2017)
3. Andi Naragong: 8 tahun penjara (21 Desember 2017) 4. Setya Novanto: 15 tahun penjara
(divonis 24 April 2018, kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) setahun setelahnya)
5. Anang Sugiana Sudiharjo: 6 tahun penjara (divonis 30 Juli 2018, inkrah setelah banding
dan PK) 6. Made Oka Masagung: 10 tahun penjara (divonis 5 Desember 2018, mengajukan
PK dan ditolak pada 2020) 7. Irvanto Hendra Pambudi Cahyo: 10 tahun penjara (divonis 5
Perkara tambahan
Dalam pengusutan kasus korupsi e-KTP, muncul beberapa perkara baru. Pertama
pemberian keterangan palsu oleh mantan anggota DPR Miryam S Haryani dalam
November 2017. Pada perkara ini, Markus Nari juga ditetapkan sebagai tersangka karena
untuk memberikan keterangan palsu. Baca juga: 8 Fakta Setya Novanto Lolos dari
Pengawalan, Kepergok Pelesir Bersama Istri hingga Diingatkan Tidak Aneh-Aneh Perkara
kedua adalah saat KPK menganggap ada pihak-pihak yang menghalang-halangi penyidikan
perkara korupsi e-KTP untuk Setya Novanto. Dua orang ditetapkan sebagai tersangka yaitu
pengacara Novanto, Fredrich Yunadi dan dokter di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, dr.
Bimanesh Sutarjo. Fredrich Yunadi awalnya dihukum 7 tahun penjara namun diperberat
menjadi 7,5 tahun di tingkat kasasi pada 2021. Sementara itu Bimanesh harus menjalani
hukuman 4 tahun penjara setelah mengajukan banding atas putusan vonis 3 tahun penjara.
Tersangka baru Pada tahun 2019, KPK mengumumkan 4 tersangka baru dalam kasus korupsi
e-KTP. Keempatnya adalah Miryam S Hariyani, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI
periode 2010-2013, Isnu Edhi Wijaya, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu
Tanda Penduduk Elektronik Husni Fahmi, dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra,
Paulus Thanos. Terbaru, KPK melakukan penahanan kepada Isnu Edhi Wijaya dan Husni
Fahmi pada 3 Februari 2022. Keduanya ditahan di Rutan Cabang KPK pada Pomdam Jaya
Guntur, Jakarta. "Untuk kepentingan penyidikan, tersangka ISE (Isnu Edhy Wijaya) dilakukan
penahanan untuk 20 hari pertama," ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, dalam
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Awal Mula Kasus Korupsi E-KTP yang
Sempat Hebohkan DPR hingga Seret Setya Novanto", Klik untuk baca:
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/04/12351421/awal-mula-kasus-korupsi-e-ktp-
yang-sempat-hebohkan-dpr-hingga-seret-setya?page=all.
Saya Fikri Julian CPNS Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Tahun 2022 Angkatan
13 Kelompok 1, disini saya akan menceritakan pengalaman pembelajaran saya pada hari
Kamis 7 April 2022. Pembelajaran kami dimulai pada pukul 7.45 Waktu Indonesia Barat
secara sinkronus, seperti biasa pembelajaran kami dimulai dengan laporan dari ketua
kelompok serta doa sesuai dengan agama kepercayaan masing-masing. Pada pagi ini bu eli
selaku widyaiswara agenda pertama membahas mengenai tugas yang telah diberikan pada
hari sebelumnya, tugas pertama yang dibahas adalah rangkuman untuk modul 1 oleh kak
Nadya Astari, modul 2 oleh Ariq Naufal Kamil, dan modul 3 oleh Ubudia Hiliaily Chairunnisa.
Selanjutnya juga dibahas tugas kelompok mengenai hubungan pemeriksa bpk dengan kinerja
PNS dan kekayaan bangsa indonesia, pemaparan dilakukan oleh kelompok 1,2, dan 3, dan
setiap kelompok memberi tanggapan terhadap tugas kelompok lainnya. Setelahnya barulah
pembelajaran dilakukan dengan baik dengan beberapa tanya jawab yang diberikan oleh bu
eli. Setelah melakukan pembelajaran secara sinkronus, saya melakukan diskusi mengenai
tugas kelompok yang diberikan pada hari ini, dan selanjutnya saya mengerjakan tugas
individu yang diberikan untuk hari ini. Sekian pengalaman pembelajaran saya pada hari ini.