You are on page 1of 30

Prolog

Cerita berawal dari sebuah tongkrongan empat orang yang mengaku “pintar, agak
sengklek, dan sedikit receh” yang sudah kehabisan pokok pembicaraan di saat mereka
nongkrong, pada akhirnya mereka nongkrong hanya ketawa-ketiwi, minum kopi bareng dan
setelah itupun mereka pulang. Dari kegabutan yang mereka alami salah satu dari mereka
nyeletuk membuat bisnis kopi yang sedang hype abis.

Berawal dari pertemanan semasa SMA di sekolahnya, takdir telah terbuat dengan
mengumpulkan mereka ber-empat. Mereka sangat membenci orang-orang yang mengaggap
pertemanan mereka itu menakutkan, karena pertemanan mereka terdiri dari 1 orang cewek
dan 3 orang cowok. Pada dasarnya mereka adalah anak-anak yang baik, yang suka nonton
film, suka nongkrong, suka mengerjakan tugas bersama, dan yang mereka senangi adalah
mereka satu hobi yaitu PECINTA KOPI. Mereka meyakini bahwa meminum kopi dapat
membuat tubuh mereka ideal alias langsing. Padahal ideal tidaknya tubuh ditentukan dari
pola makan dan protein. Meminum kopi itu membuat badan ideal tidak ada hubungannya
dan mitos, tetapi mereka tetap pada keyakinan mereka yang terdengar konyol itu.

Keempatnya sering berantem hanya karena masalah sepele, masalah enak kopi pahit
atau kopi manis atau masalah cangkir yang kegedean. Yang menurut kita masalah cangkir
gede itu bukan masalah yang harus dipermasalahkan, tapi mereka sering
mempermasalahkan itu. Selepas mereka SMA mereka kuliah, mereka tetap melakukan ritual
saat mereka nongkrong. Bedanya mereka sekarang lebih mengeksplor kopi-kopi yang ada di
daerahnya untuk dicicipi, bahkan mereka sangat cocok dijuluki COFFEE TRAVELER karena
sangking seringnya mereka mencicipi kopi sana sini. Dan sampai sekarang mereka tetap
yakin bahwa kopi membuat tubuh mereka ideal, tetapi tubuh mereka tetap kerempeng-
kerempeng aja, bahkan ada yang gemuk.

Pertemanan mereka berlanjut hingga mereka satu persatu nikah, impian mereka
satu-satu terwujud. Mereka tetap sama-sama suka nongkrong, bedanya anggotanya bukan
berempat lagi, udah tambah sama pasangan masing-masing.

FAHRI

Fahri adalah sosok yang paling ganteng diantara mereka berempat. Dengan pembawaan
yang kalem tapi tegas, dan murah senyum. Senyumannya itu loh, buat cewek-cewek pada
naksir. Dari cewek yang cantik sampai cewek yang gigi ompong pun naksir ke Fahri.
Herannya kenapa juga Fahri sampai sekarang Fahri masih jomblo. Lebih heranya lagi, kalau
ditanya kenapa sampai sekarang masih jomblo? Jawabannya takut bosen. Gila tuh cowok!

Dia suka basket, di rumahnya, di kamarnya semua tempat yang menyangkut Fahri berbau
basket, bahkan kemanapun dia pergi bawa tas ransel dan isinya bola basket. Tubuh tinggi
yang diatas rata-rata, pokoknya kayak jerapah udah kurus tinggi lagi. Fahri yang selalu rapi
kemanapun dan kapanpun. Baju kebanggaannya adalah sweater rajut dan celana
kebangaanya adalah celana kain warna cream. Gak kebayang berapa banyak tuh celananya.

Fahri kuliah jurusan kedokteran gigi. Gak nyambung sama hobi dan segala pernak pernik
yang melekat pada dirinya yang suka dengan basket. Tapi dia masih bertahan kuliah di
jurusan kedokteran, karena bisa dikatakan Fahri adalah anak yang cerdas. Walaupun jadwal
perkuliahan dia yang sangat sibuk, tapi Fahri selalu bisa ikut nongkrong sama teman-
temannya.

Fahri adalah orang yang paling normal diantara mereka berempat. Karena cuma dia yang
bisa tenang dan jarang khilaf, suka kasih masukan, kasih pencerahan. Anehnya, teman
nongkrongnya selalu urut sama Fahri. Tapi senormal-normalnya Fahri, ada juga yang gak
nomal dari dia. Dia gak bisa naik motor. Makanya itu kemana-mana dia naiknya mobil. Dia
sering jadi bahan ejekan temen tongkrongannya. Bahkah gilanya, dia pernah dibonceng
sama teman togkrongan ceweknya waktu mau nongkrong karena mobilnya macet. Kalau
ditanya kenapa gak bisa naik motor? Jawaban dia, takut kalau bensinnya habis. Gak normal
juga jadinya. Padahal ada tanda juga kalau bensinnya mau habis. Kenapa gak sekalian naik
mobil karena takut bensinnya habis juga sih?! Cowok dengan nyali ciut Cuma Fahri deh
kayanya.

Fahri itu pokoknya orang yang paling normal diantara mereka, orang yang serius,
jarang bercanda. Tapi kalau gak ada Fahri ongkrong mereka bakal gak asik. Kalo nongkrong,
Fahri itu suka pesen moccacino take away, padahal dia gak pergi, dia bakal minum ditempat
itu juga. Katanya, kalo minum kopi di cangkir gampang dingin.

Shalsa

Shalsa adalah satu-satunya cewek digengnya. Dia cewek cantik, humoris dan gampang
akrab. Dengan pembaaan yang kalem, berhijab bertolak belakang dengan sifat aslinya yang
suka nyablak, ngomongin sana sini. Dia suka bercanda. Bercandanya suka melebihi batas.
Dan ketika dia ketawa, ketawanya melebihi suara mak lampir. Dia itu spesialis membuat
orang ketawa sampai lupa diri, yang membuat suasana nongkrong menjadi asik, hangat.
Keahlian dia menghibur hati teman gengnya yang kurang enak karena ada masalah dan
membuat lupa sebentar akan masalah itu dengan sifat yang dia punya. Sebenarnya Shalsa
adalah anak yang baik, sopan, pintar, dan ringan tangan. Apaun yang bisa dikerjakan pasti
dia akan kerjakan. Sekalipun itu pekerjaan berat.

Shalsa punya ciri khas pada dirinya, dia selalu memakai kaca mata hitam, sekalipun itu
malam hari. Pernah dikira dia buta tuh sama orang yang gak dikenal. Untungnya dia gak
marah, haha. Shalsa orangnya suka yang simpel-simpel. Kemana-mana Shalsa selalu pakai
jeans, ham lengan panjang dan sneakers putih kinclong. Dia kemana-mana suka bawa motor
sendiri, dan motornya motor trail. Cocoklah sama dia yang sukanya simpel, karena naik
motor menghemat waktu katanya.
Shalsa punya cita-cita bekerja di TV. Itu sebabnya dia kuliah di broadcasting. Dia termasuk
seorang aktivis kampus. Dia punya pacar, pacarnya adalah teman seangkatannya, teman
sekampusnya. Shalsa adalah tipe yang setia, dia tetap setia sama pacarnya yang menurut
teman-temannya gak banget. Sering banget Shalsa atau teman nongkrongnyan liat pacarnya
selingkuh, tapi si pacarnya gak mau ngaku, katanya cuma teman. Dengan rayuan maut si
pacarnya, Shalsa percaya gitu aja dong sama dia? Bucin dah si Salsha, kalau ada level tingkat
kebucinan, level Shalsa udah di level tingkat dewa.

Shalsa yang suka bercanda dan humoris membuat teman nongkrongnya sangat
menyukainya (sebagai teman), yang membuat suasana lebih hangat. Shalsa paling suka
Affogato. Sederhanyanya, Affogato adalah es krim vanilla yang dituang espresso hot. Kalo
orang-orang yang makan, espresso hot akan dituang di Affogato. Tapi beda sama Shalsa,
espresso akan diminum sendiri, Affogato akan dimakan setelah minum espresso. Katanya,
habis pahit ada manis, kayak kehidupan. Aneh emang!

Arsy

Arsy adalah orang yang humoris, suka ngomong, ngomongnya gak ada yang faedah, temen
nongkrongnya aja kadang suka males ngedengerin dia ngomong, suka bercanda gak ada
serius-seriusnya dia itu. Dia itu kaya cacing kepanasan, gak bisa diem, ada aja yang dilakukan
dia dan itu lucu. Pernah sekali teman nogkrongnya marah sama Arsy, karena waktu itu lagi
ngomong serius, eh dia bercanda. Habis kejadian itu Arsy gak berani deh bercanda kala lagi
serius.

Dia sehati sama Shalsa, suka bercanda. Dua orang itu kalau disatuin, udah jadi tontonan
komedi. Karena kelakukan mereka yang lucu. Yang disukai Arsy adalah kopi, bubur ayam dan
Pevita Pearce. Kalo ditanya kenapa, jawabannya sorot matanya beda. Dia pengen kalo dia
nikah, bisa ngundang Pevita Peare. Aneh emang ni anak!

Arsy itu orangnya item, pendek, kurus kayak triplek, gudul plontos, punya tai lalat deket
bibir. Itu kali ya yang buat dia suka ngomong, suka bercanda. Dan ciri khasnya dia, suka
pakai baju yang kontras sama warna kulitnya. Sengklek emang. Kalo mau cari dia di
kerumunan orang, pasti dah ceet ketemu. Arsy paling suka kopi warkop pahit dan pekat,
katanya gak laki kalo gak minum kopi pahit. Apaan sih, gak jelas!

Arsy kuliah di Fakultas Hukum, tapi dia sama sekali nggak ngerti hukum. Satu hal yang dia
betah kuliah di hukum adalah debatnya. Karena dia suka ngomong, jadi dia suka-suka aja
kuliah di jurusan itu.

Dion

Yang ini badannya gemuk.

Dion penyuka bola dan yang berhubungan dengan bola . Apapun yang berhubungan dengan
bola dia pasti tahu dan waktunya habis buat bolanya itu. Tapi anehnya, Dion gak pernah
main futsal ataupun sepak bola. Karena dia gak bisa, dan juga karena badannya yang gemuk
itu.

Dion bertekad untuk menjadi kurus, makanya dia suka minum kopi yang mereka anut bisa
bin tubuh ideal. Padahal juga enggak! Dia suka kopi warkop pahit dan pekat kaya Arsy. Dia
mau kurus tapi dia gak mau olah raga. Dia juga suka makan mie instan. Bisa dibilang fanatik
mie setelah kopi. Bahkan di tasnya ada mie instan. Kalau lagi nongkrong, dia suka makan
mie instan mentah. Dan itu selalu ditentang sama Fahri, tapi Dion selalu punya alasan yang
buat Fahr nyerah.

Dion punya kebiasaan aneh, dia suka tidur dimana-mana dan kapanpun. Pernah dia
berangkat ke kampus naik motor, dia ketiduran tuh di motor nungguin lampu merah.
Untung gak jatoh! Kebiasaannya lainnya, suka gak tugas kampus dan jadi bahan cari-carian
para dosen karena gak ngumpulin tugas. Dia suka lupa tugas kampusnya karena bolanya itu
ataupun karena kemampuan otaknya yang sedang-sedang aja. Dion kurang tidur juga
karena bola.

Dion penampilannya yang paling acak-acakan. Suka pake kaos oblong kebesaran dan celana
jeans yang kebesaran, jadi tambah keliatan gemuk dia. Dia gak mementingkan penampilan,
katanya cewek kalau mau naksir ke aku, liatnya hati gak pempilan. Dih apaan!

...

SATU
Suara radio tape yang terdengar lembut ditelinga. Ditambah jalanan basah yang
memantulkan cahaya kuning dari lampu jalanan. Mereka berempat berada di dalam mobil
Fahri. Mereka sehabis pulang ngampus, dalam perjalanan menuju rumah Arsy yang sudah
menjadi kebiasaan mereka untuk ngumpul, karena selain rumahnya yang besar juga karena
cemilan yang didapat di rumah Arsy enak-enak, gak kayak jajan di kantin kampus yang cuma
gorengan. Dan mereka akan mikir dua kali untuk beli makanan mahal, kecuali mereka mau
mengeluarkan uang untuk meminum kopi.

Seperti biasa dalam mobil tersebut, yang selalu jadi sopir adalah Fahri. Dan juga
sudah jadi kebiasaan mereka kalo nongkrong bakal dijemput sama Fahri, katanya gak enak
kalo berangkat sendiri. Fahri dengan senang hati menjemput dan mengantar mereka pulang
ke rumah masing-masing.Karena Fahri orangnya kalem gak aneh-aneh. Shalsa duduk depan
karena cewek sndiri, dan sisanya duduk dibelakang.

Dalam perjalanan, seperti biasa Arsy membuat pertanyaan receh yang membuat
teman lainnya bingung, kecuali Shalsa. Karena Shalsa dan Arsy sama-sama orang yang receh.
Mereka kalau sudah bersatu, seperti biasa temannya akan terhibur udah kayak tontonan
komedi.

“Kecil, ijo, kalau disentuh meledak? Apa itu coba?”

Dion mikir keras, Fahri Cuma pasang wajah datar yang jadi andalannya, dan Shalsa
gak perlu mikir lagi yang sudah langsung connect.

“Mulai deh...,” kata Dion yang tetap mikir karena keterbatasan otaknya itu.

“Gitu aja gak bisa Di, pertanyaannya gampang banget kali.” Ujar Shalsa

“Ehmm. Apaan ya? Kecil, ijo, meledak lagi? Apaan sih, gak bisa mikir nih otak gue!”

“Lo gak mau nyoba nebak gitu Ri? Biar asikan gitu, jangan serius mulu kali.”

“.......” Fahri cuma diam dan pasang wajah datarnya.

“Ah tau lah, nyerah. Dah apan tuh jawabannya,” ucap Dion

“jawabannya ulet bulu bawa bom” ujar Arsy sambil ketawa, Shalsa cuma ikut
ketawa.

“hahahaha, lucu banget lelucon kalian. Udah mikir susah, eh jawabannya gak jelas
banget!”..marah Dion

Shalsa tambah ketawa setelah mendengar ucapan Dion. Sampai suaranya melebihi mak
lampir kalo ketawa.

“hust... kalo ketawa dijaga kali Shal, kamu tuh cewek.” Ucap Fahri mulai bersua.
“Tuh sal dengerin!” ucap Arsy

“Lah, lo kok jadi ikut-ikutan” ucap Shalsa sambil memanyunkan bibirnya 5cm.

Mereka yang di dalam mobil cuma ketawa, Fahri pun Cuma ikut tersenyum.

Setelah berkendara kurang lebih satu jam, akhirnya mereka sampai juga di rumah
Arsy. Jarak tempuh yang memang lumayan jauh, dan banyak kemacetan sana-sini membuat
perjalanan mereka semakin lama. Memang hari ini sabtu malam minggu, menambah
kemacetan yang luar biasa.

Halaman rumah Arsy yang asri dan sejuk, banyak tanaman hijau yang tertata rapi
yang membuat halaman rumah terlihat hijau dan hidup. Ritual Fahri kalau sudah sampai
tujuan, suka nge-remnya gak main-main, asal injek rem aja. Sampai Dion yang gak siap akan
ritual Fahri pun terjatuh dari bangku. Penumpangpun pada ngedumel, protes, komat-kamit
gara-gara ritual Fahri itu.

“Apaan sih lo Ri! Suka ngawur gitu! Bahaya tauk!”.. dumel Shalsa

“Tauk dah si Fahri! Gue selalu aja jatoh waktu lo nge-rem kayak gitu, capek, sakit! Sakit tauk,
sakit bang! Sakit!” oceh Dion sambil keluar dari mobil.

Fahri Cuma diem aja, gak ngedengerin ocehan Shalsa dan Dion. Fahri ngikutin Arsy
masuk rumahnya dari tadi.

“Assalamu’alaikum.. miii... piii...” salam Arsy

Arsy tahu, Mami Papinya gak pernah ada di rumah, tapi dia kalau sampai rumah pasti
salamnya kayak gitu. Mami Papi Arsy ada di Australia karena bisnisnya, dan akan pulang 1
bulan sekali, pada akhir bulan.

Mereka berempat langsung masuk ke belakang rumah Arsy yang bisa dibilang luas.
Ada taman, ada lapangan basket, ada kolam renang. Seperti biasa, Fahri masuk lapangan
basket dan mengeluarkan bola basket dari dalam tasnya. Fahri langsung memainkan bola
basket dengan indah. Yang lain tanpa bersuara, duduk di pinggiran lapangan nonton Fahri
main basket. Bola pertama masuk ring, dan! Three Point! Semua bersorak, membuat Fahri
kaget. Suara cempreng Shalsa khas mak lampir keluar, membuat suasana tambah ramai.
Melihat teman-temannya sudah duduk seperti supporter basket, Fahri ikut duduk dengan
mereka. Mereka berempat rindu akan hal ini, karena terakhir kali mereka nonton Fahri
tanding basket adalah waktu SMA.

Semua teringat, 3 tahun yang lalu, waktu mereka kelas 2 SMA. Di sekolah mereka
ada pertandingan basket antar sekolah, dan Fahri ikut pertandingan, ya karena Fahri aktif
dalam eksul basket. Fahri minta tolong ke teman nongkrongnya buat nonton jadi supperter
Fahri. Dan yang paling semangat adalah si Dion, karena Dion bisa melihat anak-anak
cheerleader yang super cantik, dan seksi.
Waktu itu, jam setengah 4 sore. Pulang sekolah, mereka kumpul di kantin sebelum pulang.
Karena Dion minta diajarin matematika sama Shalsa. Alasannya, karena Shalsa paling rajin,
sabar dan pintar juga. Arsy sama Fahri juga pintar, tapi Dion takut diajarin sama mereka dan
juga mereka berdua gak mau ngajarin Dion. Karena mereka berdua gak mau marah-marah,
takut hipertensi. Kenapa marah-marah? Karena Dion kalo diajarin suka lemot, alhasil
mereka marah-marah dan Dion takut. Kasian si Dion!

“Nonton basket yuk nanti. Nonton gue aja. Dengan kibasan poni basah kena keringat,
menambah kharismatik gue. Ya gak? Seksi kan gue waktu gitu?.. ujar Fahri dengan tingkat
kepedean yang laur biasa

“Oke siap! Kapan nih Ri? Sekarang?”.. ujar Dion paling semangat jawabnya sambil masukin
bukunya ke dalam tas.

“Lo mulai deh Di. Giliran liat cewek cantik aja lo demen. Tuh, tugas dari Bu Indri kerjain dulu
napa?!.. ujar Arsy

“Apaan sih, syirik aja lo” balas Dion

“Apaan sih! Gitu aja sewot, PMS lo? Eh iya kan lo cowok, napa juga bisa PMS?!.. ujar Arsy
gak mau kalah

Fahri yang geram liat kelakuan mereka berdua pun langsung melerai mereka.

“Dion kerjain dulu tugasnya. Lo gak boleh nonton basket sebelum tugas lo selesai!.. pinta
Fahri

“Shalsa, tolong ajarin Dion ya?”.. lanjut Fahri

“Oke! Nanti kalo udah selesai ngajarin Dion, kita kesana bareng kok Ri. Semangat ya Ri! 😊”
ucap Shalsa sambil tersenyum manis

“Semangat Fahri! Semoga menang ya, biar gue bisa liat cheerleader cantik!” ujar Dion

“Fahri, love u! Love U! Love U! Semangat ya!” ujar Arsy, sambil membentuk jarinya seperti
tanda love.

Fahri menanggapinya hanya dengan senyum dan lambaian tangan. Akhirnya Fahri
pergi ke lapangan basket.

Setelah kepergian Fahri, selang 30 menit. Mereka berempat jalan ke belakang


sekolah menuju ke lapangan basket.

Mereka berempat masuk dengan susah payah. Karena yang nonton basket banyak. Akhirnya
setelah berdesak-desakkan mereka dapet tempat duduk, dan ternyata itu telah disedidiakan
oleh Fahri untuk teman nongkrongnya itu. Ih sosweet deh Fahri! Eak!
“Akhirnya bisa duduk juga. Capek juga desak-desakan kayak tadi!” ujar Shalsa sambil ngelap
keringatnya.

“Iya. Kalo gak karena Fahri gue gak sudi desak-desakan kayak gini. Juga nurutin kemauan
Dion buat liat anak cheerleader itu.” Balas Arsy

Dion sudah tidak memperdulikan dua temannya ngoceh, dia sudah fokus liat anak
cheerleader yang bergaya andalan mereka.

Akhirnya basket dimulai. Fahri ikut pertandingan babak pertama. Fahri terlihat lincah
memainkan bola basket yang ada di tangannya itu. Dan bola pertama masuk ke ring lawan
karena Fahri. Semua bersorak gembira termasuk kedua temannya.

“Woahhh! Go Fahri! GO Fahri! GO Fahri!” ucap Shalsa dan Arsy menyemangati Fahri

Suara sorak riuh karena bola Fahri masuk ke dalam ring lawan Dion tidak bergeming. Ia
terlalu fokus, fokus melihat anak-anak cheerleader.

“Woy biasa aja kali liatya! Mata lo tuh mau copot!” ucap Arsy ngagetin Dion

“Ah lo berisik amat!” balas Dion nyengit

Pertandingan basket berjalan dengan lancar. Pertandingan dimenangkan oleh tim


Fahri, tim sekolah mereka. Suara sorak riuh terdengar di segala penjuru sekolah,
kemenangan yang sangat dinantikan oleh Fahri. Rasa senang terpancar pada wajah semua
orang yang menyaksikan pertandingan basket, teruatama Fahri. Karena Fahri tahu bahwa ini
adalah pertandingan terakhir Fahri sebelum dia menginjak kelas 3, dan dia bisa
memenangkan pertandingan ini. Rasa senang juga dirasakan teman nongkorng, mereka
turut bangga terhadap Fahri yang sudah bermain dengan baik.

DUA

Malam jum’at. Mereka bertiga, Dion, Fahri, Shalsa nonton. Arsy gak ikut, karena tiba-
tiba hari ini dia tidak ada kabar. Sehabis nonton mereka naik mobil Fahri, pergi ke
tongkrongan mereka seperti biasa.
“Mana nih Arsy, tadi gue whatsapp ajakin dia nonton gak dibales sama dia. Kangen nih!”
ucap Shalsa

“Iya nih bosen. Gak ada yang buat leluconan.” Ucap Fahri, tetap melihat jalanan

“Ke rumahnya yuk! Kalik aja dia sakit atau apalah! Sambung Dion yang tak kalah bosen

“Yuk Ri. Puter balik, puter balik, puter balik!” ucap Shalsa semangat, persis orang perjualan

“Bawel!” ucap Fahri datar

“Buruan Ri. Ngbeut gitu dong Ri. Lo taukan peraturan rumah Arsy kalo sudah kelewat jam 9
malem gerbangnya bakal ditutup karena satpamnya sudah ditutup.” Ucap Shalsa ngomong
tanpa jeda

“Iya tau, ngebut bahaya Shal” ucap Fahri

Mobil Fahripun memutar arah karena memang perumahan yang menjadi tempat
tinggal Arsy sudah kelewat jauh. Tapi mereka tetap mau puter balik karena sudah pada
puncak kebosanan.

Jalanan hari ini begitu lenggang, mobil Fahri meluncur menuju ke rumah Arsy tanpa
ada halangan dan cepat sampai

Mobil Fahri terparkir rapi di depan rumah Arsy. Rumah Arsy terlihat berpenghuni. Ini
pun jarang terjadi, rumahnya setiap jam, setiap menit, setiap detik akan terlihat tak
berpenghuni. Pasalnya, Arsy hanya tinggal dengan asisten rumah tangganya saja. Dan itupun
asisten rumah tangganya laki-laki semua. Mereka langsung masuk ke dalam taman yang
berada di samping rumah Arsy, yang menjadi tempat nongkrong favorite kedua di rumah
Arsy setelah lapangan basket. Arsy akan tahu kalau temannya datang, karena suara mereka
yang berisik.

“Eh, kalian! Kirain Tante maling. Gak masuk rumah sih!” ucap Arini, Mami Arsy

Mereka bertiga terkejut bukan main. Pasalnya di rumah Arsy, tidak ada perempuan selain
Maminya. Itupun tidak mungkin karena Maminya pasti di Australia, dan kalaupun pulang
pasti akhir bulan. Pikiran negatif pun menyerang pikiran mereka bertiga. Fahri
memberanikan diri menoleh.

“Eh ya Allah tante ngagetin aja!” ucap Fahri sambil menghela nafas

“Iya Tante nih, kirain siapa. Malem-malem suara perempuan, rambut keurai, padahal di
rumah ini kan gak ada perempuannya kecuali tante. T’rus tante kan kebanyakan tinggal di
Australia, dan biasanya tante pulangnya akhir bulan, kan sekarang masih tanggal 12, belum
akhir bulan. Kan jadinya Shalsa mikirnya yang aneh-aneh tan” cerocos Shalsa tanpa jeda
sedikitpun
“Kamu kira tante kuntilanak apa!” ucap Mami Arsy sambil ketawa

“Maafin tante ya sudah ngagetin kalian”

“Bawa oleh-oleh apa te? Biasanya kan setiap pulang bawa oleh-oleh buat kita” ucap Dion
nyambung

“Ih gak sopan Di! Kesian uangnya kalo beli oleh-oleh buat lo Di” ucap Shalsa

“Arsy nya ada tan?” ucap Fahri mengalihkan topik

“Ada di dalem. Yuk masuk, Arsy lagi kangen-kangenan sama Papinya” ucap Mami Arsy

“Idih si Arsy, kayak anak kecil aja. Masih manja-manjaan gitu sama si Papinya” dumel Shalsa
sendiri

Setelah berbasa-basi, mereka ngekor Mami Arsy dan masuk rumah.

Dari kejauhan sudah terlihat Arsy sedang duduk bersebelahan Papinya, ia dan Papinya
terlihat bercanda gurai melepas rindu dengan anak satu-satunya itu. Arsy sangat bahagia,
terlihat dari wajahnya. Ya, Arsy anak tunggal, maka dari itu dia sangat senang kalau teman
nongkrongnya main ke rumahnya, dia gak merasa kesepian lagi. Ditambah kedua orang tua
Arsy yang sangat friendly ke teman nongkrongnya, menjadikan suasana menjadi hangat
kalau berkumpul bersama seperti sekarang.

“ehm” deheman Mami Arsy

“Tuh ada temen Sy, udah ah manja-manjaannya nanti lagi. Malu!”

“Ah kalian mengganggu quality time aja” gerutu Arsy

“Hehehe maaf. Maaf ya Om kita gangguin Quality time kalian.” ucap Shalsa sambil
mengangkat tangan membentuk huruf V

“Iya gapapa, woles aja. Kan kita udah kayak keluarga. Ya kan?” ucap Adipati, Papi Arsy

“Iya!” ucap mereka kompak

“Yaudah kalian terusin aja, Om ke kamar duluan ya. Have fun!” ucap Papi Arsy

“Lo sih, gak ada kabar. Kan jadinya kangen!” ucap Shalsa

“Duh gini amat punya temen ya Allah, sengkleknya minta ampun. Baru ata setengah hari gak
ada kabar udah kangen aja” ucap Arsy

“Sengklek-sengklek gini kan temen lo jua Ar” ambek Shalsa

“Utututu nagmbek nih! Uhh cini-cini peyuk!” ucap Arsy menirukan suara anak-anak, sambil
membentangkan tangannya siap memeluk tubuh Shalsa
“Uhhhh, cayang deh! Tapi gamau peluk! Badan kurus ketemu kurus kan gak enak! Sakit!
Hehehe” ucapnya sambil cengengesan

“Sini neng, abang peluk. Dijamin empuk atuh neng” ucap Dion tak mau kalah

“Gamau juga, bisa-bisa gue kebisan napas karena lo dekep kuat-kuat! Ucap Shalsa geli

Fahri yang cuma bisa diem melihat tingkah laku mereka, langsung pergi gitu aja ke
belakang rumah Arsy. Fahri tahu, kalau mereka bertiga sudah halu akan lama sadarnya.

Fahri memilih duduk di bangku taman belakang. Ia membuka hpnya setelah


mendapat notif dari whatsapp. Ternyata dari Nadira. Adik tingkat Fahri di fakultasnya.

Pasar Loak

Nadira ini adalah cewek yang ditolong Fahri waktu di pasar loak. Waktu itu Nadi
(pangilan dari cewek itu) mencari buku kedokteran yang lebih murah, dan ternyata uang
Nadi kurang, kebetulan Fahri juga mencari buku kedokteran yang tidak ada di perpustakaan
kampusnya, ditemani dengan Dion. Kenapa Dion bisa ikut? Dia ngotot ikut karena Dion mau
bolos ngampus. Dengan segala jurus rayuan maut yang dikeluarkan Dion, alhasil Dion
berhasil ngerayu Fahri dan bisa ikut. Karena lama, Fahri pun membayar kurang dari buku
Nadi tersebut. Awalnya Nadi merasa berhutang buda ke Fahri. Tapi lama kelamaan chat dari
Nadi isinya cuma modusin Fahri. Bahkan pertanyaan yang gak pentingnya minta ampun pun
ditanyain ke Fahri, cuma biar dia bisa modus ke Fahri. Kayak sekarang.

“Fahri! Lagi apa?” tulis Nadi

“Duduk.” Jawab fahri

Ya itulah Fahri, cuek dan dingin ke cewek yang gak dikenalnya. Sebutan dia adalah
“Mas Izz” (Mas Es), sangking dinginnya ke cewek.

Nadi mikir dua kali dalam otaknya. Ia berfikir gimana caranya biar Fahri mau jawab panjang,
apa dia harus memberikan pertanyaan panjang juga.

“Fahri! Sudah makan? Makan pakek apa? Pakek nasi gak? Pakek sendok atau pake apa?
Udah cuci tangan sebelum makan? Udah sendawa habis makan?” cerosos Nadi

“sudah.sayur asem.pakek.sendok.sudah.sudah” balas Fahri

Nadi suka tanya yang gak jelas, bahkan sendawa pun ditanyakan. Tapi untunglah
Fahri mau menjawab pertanyaan Nadi. Begitulah fahri, dia gak ambil pusing sama
pertanyaan Nadi. Prinsipnya ia akan jawab pertanyaan itu, selama pertanyaannya gak
merugikan dia, dia akan senang hati menjawabnya tanpa beban. Walaupun Fahri sudah
dipancing dengan pertanyaan panjang pun jawabannya tetap sama cueknya. Itupun
membuat Nadi berpikir dua kali untuk PDKT kepada Fahri.
Cukup lama Fahri diam memanadangi hpnya. Ketiga teman sengkleknya pun datang
mengagetkan Fahri.

“Hayo lo! Lagi ngapain kok senyum-senyum sendiri lo Ri” ucap Shalsa iseng

“Kebiasaan deh! Ngagetin aja sukanya!”

Shalsa cuma cengengesan

“Kenapa Ri? Dapet wa dari Nadi lagi?” sambung Dion, karena Dion tahu permasalahan Fahri

“Hm” jawab Fahri malas

“Kenapa lagi tuh si Nadi?” balas Dion

“Hah? Siapa tuh Nadi? Kenapa Dion kok tau juga?” tanya Shalsa

Akhirnya Dion menceritakan semuanya ke teman nongrokongnya. Semua menyimak


dengan baik. Bahkan Arsy ketawa kencang sama perlakuan Fahri kepada Nadi. Arsy tau
bahwa Fahri tidak pernah sekalipun pacaran, temanan sama perempuan aja gak mau apalagi
pacaran. Entah kenapa si Fahri bisa juga berteman sama si Shalsa sampai sekarang.

TIGA

Lampu kuning kerlap-kerlip menghiasi cafe Mahameru. Daun-daun hijau yang basah
karena embun sehabis hujan sore tadi. Ditambah hawa dingin dan suara lagu yang sayup-
sayup terdengar yang menambah kehangatan mereka berempat nongkrong di Cafe
tersebut.
Shalsa memesankan untuk gengnya, sosok Shalsa sebagai cewek yang perhatian
sangat di butuhkan di gengnya. Seperti biasa mereka nongkrong ditemani kopi andalan
mereka dan ditambah jokes-jokes dari Arsy.

“Kenapa zombie nyerangnya barengan?” ucap Arsy kepada temannya

“Pada tau gak? Tau gak?”

Semua diam, dan cuma dijawab dengan gelengan kepala

“Karena kalo nyerangnya sendiri namanya zomblo. Hahahaha” ucap Arsy sambil ketawa

Semua ketawa karena jokes receh Arsy

“Anjay! Jawaban apaan tuh!” ucap Dion sambil cengengesan

Setelah setengah jam, Shalsa datang dengan mambawa nampang berisi kopi yang
dipesan oleh gengnya. Perhatian yang diberikan Shalsa sangat disukai oleh gengnya,
makanya kalau gak ada Shalsa gak lengkap.

“Nih moccacino take away Fahri”

“Thankyou”

“Ini kopi hitam pekat pahit Dion sama Arsy”

“Uhh enaknya. Thank’s Shal”

“thank’s juga Shal”

“Yoi, santai”

“Nah ini buat gue sendiri, affogato”

Semua melihat Shalsa dengan aneh

“Lo sama Arsy sama-sama anehnya, yang satu sukanya moccacino take away,
padahal minumnya aja di sini. Yang satu lagi affogatto, sukanya disendirikan. Aneh, benr-
bener aneh!” Arsy bingung

“Eh eh! Jangan-jangan mereka jodoh!” ucap Dio nyambung

“Ya gak lah!” elak Fahri cepat.

“Hei, minum affogato sendiri-sendiri gak aneh loh. Setiap orang kan punya cara
sendiri dalam meminumnya. Nah kalau gue, sukanya minum espresso hotnya dulu baru es
krimnya. Habis minum pahit dapet manis kayak hidup gue!” jelas Shalsa selow

Semua tertawa.
“Kalau gue alesannya simple, kalau di cangkir gampang dingin dan kalau gak habis
bisa dibawa pulang.” Ucap Fahri

Aneh! Satu kata cocok yang mewakili mereka.

“Eh, kalian tadi ngomongin apa ya? Kok kayaknya seru” tanya Shalsa penasaran

“Arsy ngomongin jomnlo, kan kampret banget!” ucap Dion nyambar

“Fakta dong guys, kalian kan jomblo. Eh gak, lebih tepatnya jones. JOMBLO NGENES!” ucap
Shalsa dengan penekanan jomblo ngenes

“Wadoo! Kok lo tau aja kalo kita jomblo. Ngenes lagi. Kesian amat hidup gue, jomblo, sepi
lagi, cewek pada gak mau ama gue!” ucap Dion meratapi nasib

“Eh sama dong Di! Gue juga jomblo. Cuman bedanya, gue jomblonya terhormat. Gue nolak
banyak cewek karena gue gak mau pacaran, yang pada naksir mah ceweknya bukan gue!”
ucap Arsy dengan bangganya

“Alhamdulillah juga gue jomblo. Gak usah pacaran aja ribetnya minta ampun sam tugas-
tugas kuliah gue. Apalagi ditambah ama pacaran, makin ribet dah hidup gue!” ucap Fahri
yang teringat tugas-tugas kuliahnya yang ribet, sulitnya minta ampun

“Uh kecian teman gue yang satu ini! Jangan dipikir berat dong say, nanti tambah kurus aja
badan lo say!” ucap Shalsa dengan gaya seperti pacar

“Ih apaan Shal. Jijik gue! Hahaha” ucap Fahri

“So badasss!” ucap Shalsa sambil akting ngelap air mata yang gak keluar itu

Mereka serempak tertawa karena kelakuan Fahri dan Shalsa. Terkadang Fahri bisa
bercanda, tetapi sedetik setelah bercanda Fahri akan kembali dingin. Fahri bisa bercanda
merupakan momen berharga, momen yang ditunggu oleh teman nongkrongnya. Walaupun
mereka sering nongkrong bareng, sering bersama, tapi Fahri jarang menampilkan sisi
lainnya ini.

Jam menunjukkan pukul 8.30 malam. Sudah dua jam mereka nongkrong di cafe
Mahameru. Hujan sudah mulai mereda, mereka tidak bergeming, tidak membuat mengusik
ketenangan nongkrong mereka. Ditambah hawa dingin dan bau tanah khas setelah hujan.
Justru menambah kesemangatan untuk nongkrong.

Mereka sibuk dengan ponsel pintar yang berada di genggaman tangan mereka
masing-masing. Cukup lama mereka bergelut dengan pikiran masing-masing. Jam sudah
menunjukkan pukul 9 malam.
“Pulang yuk! Udah malem, takut rumah gue udah dikunci dan satpamnya udah pulang.”
Ucap Arsy

Akhirnya mereka berempat setuju untuk pulang, mereka sudah capek karena sehabis
ngampus langsung nongkrong. Tujuan pertama adalah rumah Shalsa, karena rumah Shalsa
memang paling dekat dengan cafe Mahameru. Dan Shalsa juga paling terakhir dijemput kalo
mereka nongkrong di cafe Mahameru.

Sampai di rumah Shalsa. Mobil Fahri sudah terparkir di depan pagar rumah Shalsa.

“Thank’s ya Ri. Bye semua!” ucap Shalsa

Mobil Fahri melaju meninggalkan rumah Shalsa setelah mengetahui Shalsa sudah
masuk rumah. Tujuan kedua adalah rumah Dion. Ketiga rumah Arsy.

“Lo beneran mau nganterin ke rumah gue Ri? Rumah lo kan nglewatin rumah gue” ucap
Arsy

“Kan udah biasa juga gue nganterin lo Ar, b aja kali.” Ucap Fahri enteng

Mobil Fahri sampai di pekarangan rumah Arsy. Mobil Fahri mengerem mendadak
seperti biasa.

“Mulai!” malas Arsy

“Thank’s ya bang Fahri!”

“Oke! Kok gak biasanya jam segini rumah lo belum ditutup. Mami Papi lo belum balik ke
Australia ya?” tanya Fahri

“Iya nih belum balik. Mau mampir dulu gitu gak?”

“Gak aja deh. Salam aja buat Mami Papi lo. Cabut dulu! Bye!” ucap Fahri

Mobil Fahri meninggalkan halaman rumah Arsy, komplek elit yang menjadi tempat
tinggal Arsy. Pukul 22.03, dia baru saja masuk ke kamarnya dan bisa merebahkan ke
kasurnya, sehabis mengantar semua teman nongkrongnya pulang ke rumah.

Kampus

Tiga mahasiswa sedang menikmati makanan di kantin. Siapa lagi kalo bukan Fahri,
Shalsa dan Arsy. Ya, Dion gak sekampus dengan mereka. Kata Dion, gak kuat buat masuk
situ, kesian otaknya.

Mereka gak dikampus gak diluar kampus barengan, gak tau kenapa. Gak bisa hidup
tanpa mereka, eak! Mereka menikmati makanan sambil sesekali bercanda, cuman Fahri
doang yang mukanya serius. Ditambah dia akan menjalani banyak sekali tugas sebelum
dinyatakan sebagai dokter. Shalsa dan Arsy seakan tau apa yang dirasakan sahabatnya yang
satu ini, cuma bisa menghibur.

“Yakin Ri! Bisa kok lo, gue yakin 100%” ujar Arsy menyemangati Fahri

“Ah masak seorang master Fahri gak bisa nyelesein tugasnya. Ya gak Ar?” Shalsa ikut
nimbrung

Arsy menjawab dengan anggukan meyakinkan. Fahri akhirnya tersenyum

“Thank’s!” jawabnya sambil senyum

Mereka pergi dari kantin karen makanan mereka sudah habis. Shalsa dan Arsy jalan ke
parkiran. Fahri sudah gak keliahatan bareng, karena Fahri ada kelas. Tiba-tiba Arsy dapet
notif dari Dion, katanya suruh ke kampus Dion minta dijemput sekarang. Dion gak jadi
pulang sore karena dosennya pergi keluar negeri.

Mereka masuk ke mobil Arsy

“Ke kampus Dion dulu Sha.”

“Lhah ngapain tuh anak? Bolos lagi? Gak ngerjain tugas lagi?”

“Gak lah. Dosennya lagi gak ada.”

“Oh, okay!”

Mobil Arsy melaju kencang menuju kampus Arsy. Lima belas menit sudah mereka berada di
dalam mobil. Suara dari tape lagu-lagu yang mereka sukai terdengar. Mereka berdua sudah
kayak orang gila, mereka ber-Carpool karaoke-ria di dalam mobil. Kegiatan yang biasa
mereka lakukan kalo mereka sama-sama sudah bosan di dalam mobil. Lagu yang sangat
mereka sukai adalah Jealous-Jodie. Mereka nyanyi ala-ala meniru gaya Jodie saat nyanyi.
Mereka hafal betul gaya gayanya, sampai bisa menirukan. Parahnya persis lagi!

Kampus Dion

Mobil Arsy sudah memasuki kawasan kawasan kampus Dion, mencari tempat parkir untuk
mobilnya. Tempat parkir yang terdekat dengan kampus Dion sudah penuh, mau tidak mau
mereka mencari tempat parkir yang agak jauh.

Mereka berjalan menuju kampus Dion, mereka jalan kaki. Capek dan haus itulah yang
dirasakan, ditambah siang hari ini keadaannya sangat panas.

“Minum yang seger-seger enak nih.” Ucap Shalsa mengkode Arsy

“Yuk beli cendol di depan kampus. Gerah banget, sekalian neduh”


Terlihat dari kejauhan penjual cendol sangat ramai pembeli. Gak heran, siang ini sangat
panas. Cocok minumnya yang seger-seger. Es cendol manis pesanan mereka sudah beralih
dari penjual ke tangan mereka, Mereka minum sampai habis tanpa sisa. Arsy membayar dan
menyudahi numpang neduhnya.

Mereka kembali berjalan menuju tempat Dion nunggu. Sudah sepuluh menit mereka
mencari keberadaan Dion, tetapi gak ketemu juga.

“Dionnya di mana Ar?” tanya Shalsa mulai capek

“Katanya sih di taman kampus di bawah pohon gitu. Orang segede gajah kok gak keliatan
ya”

“Mana ya, gajah di bawah pohon” ucap Shalsa sambil celingak celinguk mencari keberadaan
Dion

“Nah itu dia gajahnya” tunjuk Shalsa pada orang gemuk yang duduk dibawah pohon

Dion yang sudah hampir satu setengah jam nunggu mereka datang mulai bosan, Dion pun
beranjak pergi. Tetapi langkahnya terhenti, ketika mata Dion menangkap dua orang yang
sangat dia kenal berjalan menuju ke arahnya sambil bercanda. Dion yang melihat mereka
mulai emosi, karena Dion sudah dibuat menunggu mereka.

“Lama amat sih! Gue udah keburu jadi jamur cuma nungguin kalian berdua dateng. Jangan-
jangan kalian udah gak peduli lagi ya sama gue” emosi Dion meledak-ledak

“Wah! Lo kira jarak kampus lo sama kampus gue deket gitu. Gue bela-belain kesini,
nyempet-nyempetin buat lo, apa balesannya? Lo marah-marah gak jelas!” bentak Arsy gak
mau kalah

“Oh jadi lo gak ikhlas kesini! Yaudah gue gak akan pernah minta tolong lo lagi!” balas Dion
gak kalah nyengit

“Ok! Gue pergi dulu!”

Shalsa berusaha melerai mereka berdua. Tapi apalah daya, itu sudah terlanjur pertengkaran
ini membuat Arsy pergi meninggalkan mereka. Shalsa menghela nafas, mencoba sabar.

“Kenapa lo marah-marah sih Di? Kita ikhlas kok ke sini mau bantuin lo. Emang tadi udah
nyampek sini, gak langsung nyari lo. Kita haus beli cendol bentar.” Ucap Shalsa lembut

“Kok lo belain si Arsy sih Shal. Lo emang udah gak peduli ya” ucap Dion sewot

Shalsa menghela nafas, mencoba tidak ikut emosi

“Gak gitu Dion, gue coba ngelurusin masalah ini. Gak ada yang gue bela Di. Dan yang jelas,
gue peduli sama lo! Lo temen gue!”
“Gue minta maaf deh, kalo gue sama Arsy salah. Maaf udah buat lo lama nunggu, maaf juga
kalo lo kira gue sama Arsy udah gak peduli sama lo Di” tutur Shalsa

Dion diam tak menjawab pertanyaan Shalsa. Dia mencoba untuk berdamai dengan hatinya
walaupun masih emosi. Dia takut kehilangan Arsy dan yang lainnya.

“Iya, maafin gue juga ya Shal. Tapi kalo Arsy gak mau maafin gue gimana Shal? Arsy udah
terlanjur pergi dari sini” takut Dion

“Gak mungkin lah. Arsy gak mungkin kayak gitu. Santai aja lah, nanti gue coba ngomong
sama dia”

“Thank’s Shal. yuk pulang Shal. Naik apa ya kita Shal?”

“Angkot aja lah yang murah meriah. Eh nanti lo malah gak bisa masuk angkot, badan gedhe
gitu”

“Kok lo jahat banget sih! Bisa lah gue masuk”

“Hahaha, bercanda. Yuk lah keburu sore!”

Akhirnya mereka pulang naik angkot. Yah salah Dion sendiri, udah dijemput malah bikin ulah
sama Arsy. Alhasil mereka sempit-sempitan dengan penumpang lain dalam angkot.

Empat

Selama satu minggu geng nongkrongnya berusaha menghubungi Arsy, satu minggu
pula Arsy menghilang dari geng nongkrongnya. Semua bingung, Fahri yang awalnya tidak
tahu pun menjadi bingung ada apa dari semua ini. Fahri berusaha mencari Arsy di
rumahnya. Tapi satpam bilang, Arsy tidak ada di rumah. Entah itu benar atau tidak. Shalsa
berusaha mencari tau lewat teman kampusnya Arsy, ternyata temannya bilang Arsy sudah
seminggu gak masuk dan dicari banyak dosen. Semua mulai menyerah mencari keberadaan
si Arsy.

Dion yang belum bisa menghubungi Arsy untuk meminta maaf mulai frustasi. Dion
setiap malam datang ke rumah Arsy untuk mencari Arsy. Dion nunggu di depan pagar
rumahnya Arsy sampai pagi, berharap kalo pagi pagarnya kebuka dan Arsy akan keluar. Dion
ketiduran di sana, dia kalah cepat dengan Arsy. Pagar rumah Arsy sudah ditutup lagi, dan
mobil Arsy sudah gak ada di rumah, tandanya Arsy sudah gak ada dirumahnya. Setelah itu
Dion akan pulang ke rumahnya, dan akan kembali ke rumah Arsy amelm hari. Itu yang
dilakukan Dion setiap hari selama seminggu, dia juga gak ngampus. Fahri dan Shalsa yang
melihat keadaan Dion sangat memprihatinkan. Akhirnya Fahri membujuk Dion untuk tidak
ke rumah Arsy lagi. Gantinya Fahri yang akan mencarinya.

Fahri melihat mobil Arsy masuk ke dalam rumahnya, Arsy terlihat langsung masuk ke
rumahnya. Fahri yang melihat itupun buru-buru turun dari mobilnya ngejar Arsy. Fahri yang
tak kalah cepat akhirnya bisa menahan Arsy untuk tidak masuk ke dalam rumahnya. Fahri
langsung memeluk Arsy lama. Arsy yang cuma bisa diam tanpa membalas pelukan Fahri.
Rindu, itu yang diarasakan Arsy saat ini. Rindu dengan semua teman nongkrongnya. Rindu
yang ia tahan selama seminggu yang membuat dia sangat tersiksa.

“Ar, kemana aja lo seminggu? Gue udah cari lo sana sini, akhirnya ketemu juga. Gue kangen
banget sama lo. Tahu gak, semua panik cari lo, apalagi si Dion. Dia tiap hari kesini, dia tidur
di depan pager rumah lo, nungguin lo keluar. Lo gak mau nemuin Dion Ar, gak kasian Dion
yang tiap hari nanyain lo, cari lo, nungguin lo Ar?”

Arsy diam mendengarkan penjelasan Fahri. Sejujurnya Arsy sangat kasian dengan
Dion, apalagi dia tau Dion sangat begitu mencarinya ketika dia menghilang. Dia menghilang
karena dia merasa tidak pantas bersama gengnya, dia yang selalu sesuka hati tanpa
memperdulikan temannya, suka marah gak jelas. Tapi dia sekarang sadar, dia gak bisa tanpa
geng nongkrongnya. Dia merasa kesepian, dan sangat rindu.

Tiba-tiba geng nongkrongnya keluar dari dalem mobil Fahri. Lalu mereka semua
kompak memeluk Arsy. Mereka berpelukan lama. Arsy melepaskan diri dan dia mulai
ngomong ke geng nongkrongnya

“Maaf gue ngilang seminggu. Gue merasa gak pantes sama kalian. Gue udah seenaknya
sendiri, gampang ngilang, suka marah-marah. Tapi gue gak bisa gak sama kalian. Dan Dion,
gue minta sama lo udah bentak, udak marah sama lo. Tapi sejujurnya gue gak mau
kehilangan lo juga. Maafin gue gak bisa kontrol emosi.” Ucapnya menyesal

Shalsa dan Fahri diam, mencoba memberikan ruang untuk Dion dan Arsy agar masalah
mereka selesai. Dion sangat rindu dengan Arsy, Dion memeluk Arsy.
“Ar, jangan ngilang lagi. Gue gak bisa kalo gak ada lo. Gue rindu banget ama lo. Maafin gue
juga ya” Ucap Dion sambil memeluk Arsy

“Makasih Di lo udah mau maafin gue. Makasih juga buat kalian udah mau maafin gue”

Shalsa yang dari tadi diam menahan tangis karena persahabatannya mulai membaik seperti
semula. Dia mencoba mencairkan suasana dengan bercanda agar tidak ada kecanggungan
lahi.

“Woy! Siapa naro cabe di mata gue! Pedes tau, pen nangis!” ucapnya sambil mengusap air
matanya

Semua yang mendengar ucapan Shalsa tertawa.

“Yuk beli buryam di dekat kampusnya Dion. Kesukaannya si Arsy” tawar Fahri

“Yuk!” ucapnya serempak

Mereka menuju ke arah kampus Dion. Mencari bubur ayam kesukaan Arsy. Mereka sudah
berkumpul lagi, canda tawa mulai menghiasi kebersamaan mereka. Mereka sudah menjadi
sengklek seperti biasa. Inilah moment yang sangat dirindukan mereka selama seminggu.

Bubur Ayam

Mobil Fahri terparkir rapi diantara mobil-mobil di tepi jalan raya.

Kios bubur ayam dipenuhi dengan pembeli. Diantara banyaknya pembeli, salah
empatnya ada geng nongkrong. Mereka memesan bubur ayam empat untuk dimanakan di
situ. Riuhnya jalanan ditambah ramainya pembeli di kios tersebut menjadi keasyikan
tersendiri bagi keempat orang itu. Mereka saling melepas rindu. Tawa mereka lepas, seakan
tidak ada beban. Tugas Shalsa sebagai cewek sendiri di gengnya adalah memesankan
makanan gengnya.

Makanan mereka datang, mereka menyantap bubur itu dalam diam. Belum 15 menit
mangkok mereka sudah kosong. Memang mereka belum makan dari siang, jadi mereka
tanpa berfikir langsung saja memakannya. Dion dan Arsy juga dipesankan kopi hitam pahit
oleh Shalsa.

“Enaknya apaan sih kopi item kek gitu?” ucap Fahri bergidik

“Enak kali Ri. Cowok tuh minumnya ginian. Minum kopi yang pahit itu seni tau” jawab Arsy

“Beda juga ya kopi pahit yang di sini sama di warkop, enakan di warkop tapi, minum kopi
hitam tetap noumero one. Ya gak Di?”

“Yoi Ar. Berasa laki banget dah gue kalo minum kopi pahit. Dan satu hal yang terpenting,
kopi bikin bakan gue kurus.” Jawab Dion enteng
Semua ketawa lepas.

Fahri diam, bergelut dengan pikirannya. Dia perfikir : Dari mana seninya?. Dia
menjawab pertanyaannya sendiri dalam hati : Gak waras tuh! Minum kopi pahit katanya
seni. Iya lah gak waras, yang gue tanya aja orangnya sengklek!. Lama Fahri bergelut dengan
pikirannya sendiri.

Semua diam. Tak ada lagi pembicaraan.

“Kita kalo nongkrong cuma gini-gini aja ya, gak berubah. Kita ngapain gitu kek, biar
nongkrongnya lebih bermanfaat. Ngomongin bisnis kayak orang kaya gitu.”

“Kita bikin bisnis aja yuk. Biar keren gitu” ucap Dion gak meyakinkan

Semua tertawa terbahak-bahak. Seorang Dion yang notabenenya otaknya terbatas tiba-tiba
ngomongin bisnis. Melihat temannya tertawa, Dion cemberut. Dion ngomong serius, tapi
gengnya hanya nganggep itu hanyalah lelucon.

Melihat Dion cemberut Fahri langsung diam tidak tertawa lagi. Fahri mengkode gengnya
untuk diam juga.

“Cari tempat yang enak dan sepi. Gue mau ngomong penting sama lo semua.” Dion mulai
serius

“Oke! Gue juga mau ngomong ke kalian” sambung Fahri

Dion kaget sendiri.

“Kita ke sekolah aja, masih ada kok penjaganya” usul Shalsa

Mereka pun ke sekolah tanpa ada yang bisa ngomong lagi.

Sekolah

Mobil Fahri menuju mantan SMA mereka yang terletak di ujung kota ini.

Mereka sebenarnya sudah alumni lama, tapi saking cintanya jaman SMA, kadang
mereka suka nyelenong masuk SMA kalau sudah kehabisan tempat nongkrong. Sudah biasa
buat mereka, malam-malam masuk SMA, minta izin sama penjaga sekolah. Yang anehnya,
Pak Agra selalu kasih izin ke Arsy kapan aja gerombolan sengklek ini mau masuk ke SMA.

Tempat favorit mereka adalah gazebo belakang lab Kimia, sebagai tempat pelarian
kalau mereka sudah bosen dengan mata pelajaran. Selain itu, karena di situ dekat dengan
kantin. Semua lampu di sekolah dimatikan, anehnya gazebo ini sama sekali gak pernah
dimatikan. Jadi kalau pun malam mereka masih bisa nongkrong.
Setelah sekedar basa-basi dengan Pak Agra. Pak Arga hafal banget sama mereka,
yang paling inget katanya mereka selalu telat, selalu dorong motor karena gerbang sudah
ditutup. Setelah itu mereka diperbolehkan masuk

Mereka berjalan memasuki lorong gerbang utama, melihat bekas kelas-kelas mereka
masing-masing. Merasakan kembali betapa capek lari-lari dorong motor karena telat,
merasakan dingin dan sejuknya jam 6.00 pagi buta datang buat nyontek PR atau LKS.

Gazebo

Cahaya kuning seadanya menerangi mereka berempat, membuat suasana menjadi


lain di hati mereka masing-masing.

“Tas lo bisa diminggirin dikit Ri”

Fahri secepat kilat memindahkan tas ransel yang isinya Cuma bola basket. Ya itulah
kebiasaan Fahri, dimana pun kapanpun dia pergi selalu bawa tas ransel isi bola basket.

Semua mengambil tempat duduk melingkar. Arsy duduk sekenanya dengan kedua
kaki selonjoran.

Semuanya diam.

Untuk sementara mereka melihat bintang-bintang malam yang terlihat


memancarkan cahaya indah di malam ini.

“Gue serius, lo semua apa gak bosen cuma nongkrong gini-gini aja gak berubah. Ayo
berubah, buat apa gitu kek yang lebih bermanfaat” ucap Dion lirih

Semuanya diam. Mencoba memahami kembali kata-kata Dion barusan.

Belum ada jawaban dari mereka, Fahri angkat bicara

“Iya gue sepemikiran sama Dion. Kita udah gede, kita buat bisnis kecil-kecilan”

“Bisnis apaan Ri?” tanya Arsy mulai bicara

“Bisnis bikin kedai kopi atau semacamnya gitu. Kita semua kan sama-sama pecinta
kopi. Bisalah kita buat bisnis begituan”

“Iya boleh. Tapi gue gak tau bisa gak, gue gak paham sama begituan. Gue gak kuliah
di perbisnisan Ri”

“Sama kali Ar. Kalau kita sumgguh-sunnguh pasti ada jalannya lah” Dion nyaut

“Kalo itu mah gampang. Kita bisa konsultasi ke bokap gue”


Shalsa hanya diam menyimak berbincangan mereka. Shalsa setuju apa yang
dipikirkan mereka. Shalsa juga ingin hidupnya berubah jadi lebih bermanfaat.

“Gimana Shalsa? Setuju gak?” ucap Fahri

“Setuju kok. Gue nyimak aja, gue pasti setuju”

Malam itu di sekolah, untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka nongkrong
adalah nongkrong yang bermanfaat. Mereka ngobrol panjang lebar tentang rencana bisnis
barunya. Dibawah kuningnya cahaya seadanya, obrolan berarti mereka yang akan merubah
hidup mereka akan dimulai.

Lima

“Jadi kamu mau ganti semuanya Dion?”


“Enggak juga Pak. Cuma mau ganti judulnya doang dikit” Dion menjawab pertanyaan
dosen pembimbingnya. Sambil membatin, kapan kelarnya skripsi ini. Udah bolak balik gue
revisi tetep aja salah.

“Kamu ini kemana aja Dion, udah berapa kali kamu revisi. Kapan kamu mau lulus
kalau bikin judul aja salah. Kamu benahi ini sekali lagi, udah bapak lulusin aja. Bapak udah
capek liat muka kamu Dion”

“Sekarang kamu keluar Dion”

Dion keluar dari ruangan dosen pembimbingnya. Dia senang gak karuan, sampai
loncat-loncat kayak anak kecil. Dion gak malu kalu pun dilihatin sama satu kampus, yang
penting dia bentar lagi lulus nyusul geng nongkrongnya.

Persahabatan mereka berlanjut sampai sekarang, sampai mereka lulus. Kecuali si


Fahri. Fahri masih menyelesaikan masa coas nya. Biasalah kalau ambil jurusan dokter,
kuliahnya lama. Akhirnya Dion nyusul Shalsa dan Arsy yang sudah lulus dan diwisuda duluan.

Dion lulus molor setaun, bolak-balik ke ruangan dosen pembimbingnya. Gara-gara


dia gak serius ngerjainnya. Baru ngerjain judul skripsi udah ditinggal nonton bola sampai
ketiduran di meja komputer. Bangun-bangun udah siang.

Kali ini Dion sudah bertekad untuk menyelesaikan skripsinya. Ia membuat kata-kata
penyemangat yang ditulis di notes, dia juga pakai pengikat kepala bertuliskan kata
penyemangat.

“Hari ini harus tuntas! Lo bisa Dion” Dion menyemangati dirinya sendiri

Syetan menghasut pikiran Dion untuk negame yang ada dikomputer. Dion yang mau-
mau aja dihasut, akhirnya ngegame. Skripsinya ditinggal lagi.

Sedang asik-asiknya ngegame, hp Dion ada telepon.

“Siapa sih? Gangguin orang ngegame”

Dilihatnya layar hpnya, ada panggilan masuk dari Shalsa.

“Ada apa Shal?” Dion memulai pembicaraan

“Kita udah di depan rumah lo Di. Buruan keluar, katanya lo mau ikut finishing kedai”

Dion secepat kilat mandi, lalu keluar rumah. Di depan rumahnya sudah ada mobil
Fahri yang di dalamnya ada gengnya.

Kedai

Sampailah mereka di kontrakan yang sudah disulap menjadi kedai yang akan mereka
gunakan untuk memulai bisnis. Mereka semua turut andil dalam bisnis ini. Hari ini mereka
gunakan untuk finishing kedai, mulai dari menata meja kursi untuk pembeli, memasang
banner, dan mencoba membuat kopi sendiri. Mereka ingin cepat-cepat membuka kedai ini.
Mereka akan menamakan kedai kopi nya dengan “COFFEE TRAVELER” sesuai dengan kopi
yang sering mencicipi kopi.

Setelah satu jam mereka gotong royong finishing kedai, akhirnya pekerjaan mereka
selesai. Mereka duduk-duduk santai sambil menikmati cemilan.

Shalsa mulai membuka pembicaraan.

“Gimana Di skripsi lo?”

“Oh iya gue lupa! Tinggal ganti judul udah lulus kok.” Jawab Dion bangga

Gengnya merasa aneh. Gengnya tau kalau dosen pembimbing Dion gak semudah itu
meluluskan Dion. Kenapa mereka berfikir begitu? Dion jarang masuk kelas, suka kabur dari
tugas, suka tidur dikelas. Pasti udah diguna-guna sama Dion, fikir mereka.

“Beneran kan lo lulus? Gak lo guna-guna?” tanya Arsy hati-hati

“Gak lah” jawabnya santai

Gengnya tambah merasa aneh. Ada yang gak beres dari dosen pembimbing Dion.

“Kok bisa lulus gimana Di?” tanya Shalsa

“Adalah..” ucapnya sambil membayangkan dia diwisuda

Semua yang ada disitu bingung, kenapa Dion jawabnya meyakinkan, padahal
tampang-tampang Dion gak ada serius-seriusnya.

“Habis ini kita kemana?” tanya Fahri tiba-tiba

“Ke Roof Top yang baru buka yuk. Ngincip kopi” ucap Shalsa antusias

“Yuk, sekalian gue benerin skripsi gue” ucap Dion tak kalah antusias

“Widihh..” ujar mereka kompak, ikut senang Dion mau serius ngerjain skripsi

“Yang mau lulus emang beda ya auranya, kalik aja kita mau ditraktir Dion” canda
Fahri

“Setuju. Sering-sering ya Di traktir kita. Hahaha...” goda Arsy

“Gila! Uang aja pas-pasan suruh traktir!” cemberut Dion

“Itung-itung ngopi sebelum kita buka kedai kopi sendiri, nanti gue bakalan kangen”
Ucap Shalsa lirih
“Ih Shalsa kok gitu, gak lo doang yang kangen Shal. Kita semua..” ucap Arsy
menenangkan

“Gak mau sedih-sedihan ah! Sekarang kita seneng-seneng lah.. Yuk berangkat, Dion
traktir!” seru Fahri

“Yuk! Cus berangkat!” jawab mereka kompak sambil berlari ninggalin kedai

Dion diam tidak bisa membantah.

Setelah kedai dikunci kembali, dan semua dipastikan masuk ke mobil. Gerombolan
geng ini meluncur ke Roof Top.

“Ri, lo kebiasaan deh. Kenapa lo bawa bola basket sih? Kan lo gak bakal main basket
juga di sana. Tempat gue sempit nih” gerutu Dion

“Ke belakangin aja bolanya Di. Gue bawa karena gue takut gabut aja”

Dion langsung melempar bola basket itu ke belakang.

Roof Top

Penataan yang sedemikian rupa menjadi keindahan sendiri di Roof Top ini. Mereka
memilih duduk di pinggiran, karena pemandangannya bagus.

Shalsa langsung memesan seperti biasa. Kemudian ikut duduk.

“Eh Di, gue masih kepo. Kenapa lo bisa lulus mudah gitu?”

“Kalian gak percayaan banget sih sama gue”

“Gimana gak, lo aja suka tidur, jadi bulan-bulan para dosen.” Ucap fahri sambil
ketawa

“Loh beneran gue dilulusin, kalau gue udah benerin judulnya” bela Dion

“Katanya udah capek liat muka gue dospemnya. Jadinya gue dilulusin gitu aja”

“Hah!”

Semua kaget. Arsy melongo.

“Jadikan traktiran ini” sambung Arsy

“Yaudah deh. Sekali-sekali, itung-itung syukuran. Hehehe..” ucap Dion berat

“Woah! Si gendut akhirnya lulus juga. Seneng deh” ucap Shalsa ikut senang

“Wah, wah! Tapi selamat ya Di.” Ucap Fahri memberi selamat


“Tinggal gue doang dong yang belum lulus. Masih jauh perjalanan gue”

“Gak apa-apa lah Ri. Masak lo mau nyerah gitu aja” ucap Shalsa menyemangati

“Sesudah kesulitan pasti ada kemudahan kok, kayak gue yang bisa tiba-tiba lulus”
banggaDion

“Thanks guys”

Pesanan mereka datang. Mereka menikmati kopi dalam diam, menikmati


pemandangan malam yang begitu indah. Ditemani semilir angin malam yang dingin, suara
riuh kendaraan yang lalu lalang di jalan raya.

Enam
Sabtu sore.

Mereka berkumpul di kedai kopi mereka untuk meresmikan dengan memotong pita
ala-ala. Peresmian mereka dihadiri keluarga dan teman masing-masing. Mami Papi Arsy rela
pulang ke Indonesia. Keluarga mereka bangga, akhirnya gengnya punya manfaat, bukan
sekedar nongkrong-nongkrong gabut.

Setelah peresmian mereka membuat acara tasyakuran dengan mengundang


tetangga-tetangga sebelah kedai.

Malamnya, sabtu malam adalah hari bersejaran. Malam ini kedai yang mereka
bangun dengan susah payah akhirnya perdana dibuka. Terlihat geng itu sibuk melayani
pembeli yang antusias. Terlihat riwa riwi sana sini karena memang mereka belu memiliki
karyawan, belum punya duit buat gaji katanya.

Pukul 23.00, terlihat kedai sudah sepi dari pembeli. Geng itu terlihat istirahat setelah
menutup kedainya. Semua terlihat capek. Walaupun capek mereka senang, karena mereka
pertama kali menjadi penjual dan melayani pembeli. Dan mereka bekerja di kedai sendiri,
jadi bahagianya tambah-tambah.

“Gak nyangka gue, kita yang nongkrongnya gitu-gitu aja bisa buka kedai” ucap Shalsa
haru

“Gue bangga punya temen kaya kalian, ya walaupun kalian itu sengklek, geblek tapi
tetep gue tetep sayang. Akhirnya kita bisa dapet penghasilan sendiri ya, itung-itung modal
nikah” ucap Arsy

“Eh kok udah ngomongin nikah, emang lo udah punya calon?” tanya Shalsa

“Boro-boro punya calon, pacar aja kagak punya”

“Hahahaha..”

Fahri dan Dion cuma ikut ketawa.

Capek mereka terbayarkan selama ini, melihat antusias pembeli yang begitu banyak
di hari pertama mereka buka.

“Semoga kedai kita tetep rame dan sukses ya” doa Fahri

“Aamiin..” jawab serempak

Semua beban, capek selama ini yang tidak terkatakan terbayar lunas. Bisa membuat
bisnis kecil-kecilan dengan modal mereka sendiri. Bangga dengan dirinya sendiri.

Mereka tau membangun bisnis bukanlah hal yang mudah, pasti ada masa dimana
mereka akan mengalami kerugian dan untung sekaligus, mengalami perbedaan pendapat.
Tapi mereka yakin mereka dapat melewati semuanya karena mereka menjalani baregan
bukan seorang diri. Mereka bisa menguatkan satu sam lain.

Sepuluh Tahun Kemudian

Minggu pagi di Cofee Travelar, kedai mereka.

“Arian!! Jangan lari-lari... Papa gak suka..”

Fahri lalu menggendong buah hatinya yang masih berumur lima tahun. Arian
nendang-nendang kakinya ke perut papanya gak mau digendong.

Mama Arian menandatangi mereka, “Tuh Mama ngomel”, ujar Fahri

“Alian!” teriak Arsha

“Alsaa..” Arian berterian senang

“Halo Arian, kok udah gede aja kamu. Mama Papa kamu mana?” tanya Arsy kepada
bocah kecil itu, dengan menggandeng istrinya, Shalsa.

Banyak yang gak tau Arsy adalah penggemar berat Shalsa, Arsy nganggep itu semua
enteng. Bahkan sangkin mikir entengnya, dia kadang lupa kalau punya perasaan ke Shalsa.
Arsy melamar Shalsa di dapur kedai mereka, sungguh tidak romantis! Walaupun Shalsa
nerima lamaran Arsy dan nikah.

“Halo Nadi!” sapa Shalsa kepada istri sahabatnya itu, Fahri

“Halo juga Shalsa. Kok udah kurusan aja”

Entah kenapa Fahri bisa jadi suami Nadi. Yang jelas, keduanya mencintai satu sama
lain. Kalau gak mencintai gak mungkin sampai nikah kan ya?

“Dion mana, Ar? tanya Fahri

“Tadi kayaknya udah dateng. Di depan kali, lagi ngobrol sama temennya”

“Alsa! Alian!”

“Nah itu jagoan Dion!”

Sesosok anak kecil berambut tipis berlari kencang mendekati Arsha dan Arian.

“Main bola yuk! Tadi aku dibelikan bola balu sama Papi”

“Iya.. ayuk!” seru mereka

“Hahahaha.. sumpah Dion banget. Bola mulu” Arsy tertawa lepas

“Halo semua..” sapa Dion sambil merangkul istrinya manis, Sekar.


“Tambah kurus aja Di.. Sukses ya dietnya. Hahaha..” celetuk Fahri

“Sekar apa kabar..”

“Baik, baik..”

Persahabatan mereka tetap terjalin sampai sekarang. Tidak ada yang beda dengan
nongkrongnya. Orang-orangnya tetep aja sengkelek, gak berubah. Yang berubah cuma
tambah anggota baru dan dapet tempat nongkrong gratis di kedai mereka sendiri.

Kedai yang mereka buka semakin sukses, dan sudah memiliki karyawan ratusan,
membuka cabang di banyak tempat. Semakin hari semakin banyak pembeli yang antusian
mencicipi kopi mereka. Mereka berempat memiliki ide ide cemerlang, menarik perhatian
pembeli dengan menggunakan nama-nama yang unik, membuat promo, mendekor ruangan
mereka semenarik mungkin. Kalau ada yang komplain, mereka mendiskusikan dengan baik .
Bahkan setiap masing-masing geng memegang dua cabang sekaigus, karena mereka tidak
mau ada campur tangan dari luar selain keluarga mereka.

Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, kita mampu dan kita bisa. Pasti ada jalan
jika kalian mau berusaha dengan sungguh-sungguh.

Terima Kasih.

You might also like