Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
dr. Suci Ananda Alfarasi
Dokter Pembimbing:
dr. Poppy Indriasari , M.Ked (Ped), Sp.A
Dokter Pendamping:
dr. Zulkarnaini ZA
PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA
KEMENTERIA KESEHATANREPUBLIK INDONESIA
RSUD TEUKU UMAR KABUPATEN ACEH JAYA
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Bronkopneumonia dan Gagal Tumbuh” Laporan ini disusun sebagai salah satu
tugas menjalani Program Dokter Internship Indonesia di RSUD Teuku Umar Aceh Jaya.
Selama penyelesaian laporan kasus ini, penulis mendapatkan bantuan, bimbingan,
dan arahan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
terimakasih kepada dokter pembimbing dr. Poppy Indriasari, M.Ked(Ped), Sp.A
yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan
laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dokter pendamping
RSUD Teuku Umar dr. Zulkarnaini ZA yang telah memberikan masukan dan arahan
dalam penyelesaian laporan kasus ini
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini.
Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca
sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini. Harapan penulis semoga laporan kasus
ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan umumnya dan profesi
kedokteran khususnya. Semoga Allah SWT selalu memberikan Rahmat dan Hidayah-
Nya bagi kita semua.
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................3
2.1 Bronkopneumonia.......................................................................................3
A. Definisi...............................................................................................3
B. Etiologi dan Klasifikasi......................................................................3
C. Epidemiologi.......................................................................................4
D. Patofisiologi........................................................................................6
E. Diagnosis............................................................................................7
F. Tatalaksana.........................................................................................9
G. Prognosis dan Komplikasi................................................................10
2.2 Gagal Tumbuh.........................................................................................14
A..........................................................Definisi
..........................................................................................................14
B..........................................................Etiologi
..........................................................................................................15
C.....................................................Epidemiologi
..........................................................................................................16
D........................................................Diagnosis
..........................................................................................................18
E.Tatalaksana.......................................................................................19
BAB III LAPORAN KASUS......................................................................................20
3.1 IDENTITAS PASIEN.............................................................................20
3.2.............................................PENGKAJIAN MEDIS
.................................................................................................................20
Prevalensi status gizi pada balita di Indonesia tahun 2013 adalah 19,6 % dimana
terdiri dari 5,7 % gizi buruk dan 13,9 % gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka
prevalensi nasional tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9 %) terjadi peningkatan.
Prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9% dimana pada tahun 2007 dan 2010
prevalensi gizi kurang pada balita yaitu berkisar 13,0%. sedangkan pada tahun 2013
prevalensi gizi kurang pada balita meningkat menjadi 13,9%
Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada balita berdasarkan Riskesdas tahun
2013 menunjukkan bahwa diantara 33 provinsi, terdapat 19 provinsi memiliki
prevalensi gizi buruk dan gizi kurang diatas angka prevalensi nasional. Urutan ke 19
provinsi tersebut dari yang tertinggi sampai terendah yaitu (1) Nusa Tenggara Timur
(33,0%); (2) Papua Barat (30,9%); (3) Sulawesi Barat (29,1%); (4) Maluku (28,3%);
(5) Kalimantan Selatan (27,4%); (6) Kalimantan Barat (26,5%); (7) Aceh (26,3%);
(8) Gorontalo (26,1%); (9) Nusa Tenggara Barat (25,7%); (10) Sulawesi Selatan
(25,6%); (11) Maluku Utara (24,9%); (12) Sulawesi Tengah (24,1%); (13) Sulawesi
Tenggara (23,9%); (14) Kalimantan Tengah (23,3%); (15) Riau (22,5%); (16)
Sumatera Utara (22,4%); dimana dari 285.142 balita yang ditimbang terdapat 68.149
balita yang mengalami gizi buruk dan gizi kuran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bronkopneumonia
A. Definisi
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non
infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi
sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa
juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang
dewasa.3
B. Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah 7
1) Faktor Infeksi :
Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
C. Klasifikasi
D. Epidemiologi
Pada tahun 2019 angka kematian akibat pneumonia pada balita sebesar 0,12%.
Angka kematian akibat Pneumonia pada kelompok bayi lebih tinggi hampir dua kali
lipat dibandingkan pada kelompok anak umur 1 – 4 tahun. Pada tahun 2019,
prevalensi terjadinya pneumonia pada balita mencapai 4,46% dengan jumlah
mortalitas mencapai 10 pada anak di bawah usia 1 tahun. 4
E. Patofisiologi
Saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-
paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan
mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal
berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme
pertahanan lanjut berupa sekresi IgA lokal dan respon inflamasi yang diperantarai
leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang
diperantarai sel.3
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian
bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian
atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan
terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme
pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan
pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus. Secara patologis, terdapat 4
stadium pneumonia, yaitu3:
a. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Yaitu hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
F. Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan pneumonia, pada inspeksi dapat
ditemukan adanya peningkatan frekuensi nafas, nafas cuping hidung, retraksi otot
(epigastrik, interkostal, suprasternal), pada auskultasi paru ditemukan adanya
crackles. Sedangkan pada kasus, pada pemeriksaan fisik juga ditemukan adanya
frekuensi napas yang meningkat dan terlihat retraksi pada daerah intercostalis
pada kedua regio thorax pasien, pada auskultasi ditemukan suara ronkhi dan
wheezing pada seluruh lapang paru pasien. Hasil pemeriksaan rontgen thorax
pada kasus pneumonia pada umumnya ditemukan adanya gambaran infiltrate pada
lapang paru, dan pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan peningkatan sel
darah putih (leukositosis).
G. Tatalaksana
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri
dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus3
1) Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang
atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2) Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi
antibiotik awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Anak-anak dengan pneumonia pernapasan cepat tanpa
penarikan dada atau tanda bahaya umum harus diobati dengan amoksisilin
oral: setidaknya 40mg/kg/dosis dua kali sehari (80mg/kg/hari) selama lima
hari. Di daerah dengan prevalensi HIV rendah, berikan amoksisilin selama
tiga hari. Anak-anak dengan pneumonia pernapasan cepat yang gagal pada
pengobatan lini pertama dengan amoksisilin harus memiliki pilihan
rujukan ke fasilitas di mana terdapat pengobatan lini kedua yang sesuai.
Anak-anak usia 2-59 bulan dengan pneumonia tarikan dada harus diobati
dengan amoksisilin oral: setidaknya 40mg/kg/dosis dua kali sehari selama
lima hari.
Anak-anak berusia 2-59 bulan dengan pneumonia berat harus
diobati dengan ampisilin parenteral (atau penisilin) dan gentamisin sebagai
pengobatan lini pertama.5
• Ampisilin
Ampisilin 50 mg/kg, atau penisilin benzil: 50.000 unit per
kg IM/IV setiap 6 jam selama setidaknya lima hari
• Gentamisin
Gentamisin 7,5 mg/kg IM/IV sekali sehari selama
setidaknya lima hari Ceftriaxone harus digunakan sebagai
pengobatan lini kedua pada anak-anak dengan pneumonia berat
yang gagal pada pengobatan lini pertama.
Growth faltering disebabkan oleh asupan nutrisi yang tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan bayi untuk pertumbuhan. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor
yang sangat penting untuk diketahui sebagai risiko dan penyebab growth faltering
untuk ditatalaksana dengan baik. Faktor mayor yang mempengaruhi kejadian growth
faltering adalah nutrisi, psikososial dan penyakit.
a. Nutrisi
Growth faltering sering terjadi pada usia 6 bulan yaitu masa transisi ke
makanan padat yang tidak adekuat kuantitas dan kualitasnya. Oleh karena itu, bayi
dapat mengalami malnutrisi yang berhubungan erat menyebabkan growth faltering
karena kurangnya asupan nutrisi untuk pertumbuhan, khususnya energi, protein dan
mikronutrien.
1) Ketidakmampuan menerima nutrisi secara adekuat
Keterbatasan fisik dalam makan, minum, menghisap, menyusu, dan
menelan dapat menyebabkan kesulitan makan dan minum sehingga penerimaan
asupan nutrisi pada anak terganggu. Hal ini sering terjadi pada bayi dibawah 8
minggu. Pada bayi usia di atas 8 minggu, kesulitan transisi ke makanan padat,
ASI yang tidak adekuat, MP-ASI yang tidak tepat dan pola makan rendah kalori
termasuk dalam faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dimana kebutuhan
nutrisi bayi meningkat sesuai usianya. Nafsu makan yang rendah, penolakan
terhadap makanan, dan gangguan perilaku sulit makan dapat mengurangi jumlah
asupan nutrisi yang diterima. 8
2) Pemberian asupan nutrisi tidak adekuat
Pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI yang baik dan benar sangat
diperlukan untuk mencukup kebutuhan nutrisi bayi yang semakin meningkat
seiring bertambahnya usia.9 Cara pemberian makanan, pengetahuan ibu dan
persepsi mengenai pola makan dan adat istiadat yang salah pada juga
berpengaruh terhadap asupan nutrisi bayi.9
C. Pemantauan Pertumbuhan
Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan standar baku
Tabel 2.2. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak berdasarkan Indeks
Kategori
Indeks Status Ambang Batas (Z-Score)
Gizi
Berat Badan menurut Gizi Buruk < - 3 SD
Umur (BB/U) Gizi Kurang -3 SD sampai dengan < -2 SD
Anak umur 0-60 bulan Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih > 2 SD
Panjang badan Sangat Pendek < - 3 SD
menurut Umur (PB/U) Pendek - 3 SD sampai dengan < -2 SD
Normal - 2 SD sampai dengan 2 SD
atau Tinggi badan
menurut Umur (TB/U) Tinggi > 2 SD
Anak umur 0-60 bulan
Berat Badan menurut Sangat Kurus < -3 SD
Panjang Badan atau Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
Normal - 2 SD sampai dengan 2 SD
Berat Badan menurut
Tinggi Badan (BB/TB) Gemuk > 2 SD
Anak umur 0-60 bulan
Sumber: Kemenkes RI, 2011
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS
- Keluhan Utama
Demam
- Keluhan Tambahan
Batuk berdahak, Pilek, Sesak nafas
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa kedua orang tuanya ke IGD RSUD Teuku Umar
dengan keluhan demam 3 hari SMRS. Demam semakin meninggi setiap
harinya dan mencapai suhu 38˚C. Demam turun saat minum obat tetapi naik
lagi setelah beberapa saat. Demam disertai dengan batuk dan pilek. Batuk
berdahak, tetapi pasien tidak bisa mengeluarkan sputum dengan baik
sehingga orang tua pasien tidak tahu karakteristik sputum. Pasien
mengalami sesak napas sebelum dibawa ke rumah sakit. Napas pasien
cepat dan terdapat gerakan dinding dada yang dalam karena sesak. Mual
tidak ada. Muntah tidak ada. BAB dan BAK kesan normal.
Tidak ada
- Riwayat Pengobatan
Pasien memiliki riwayat penggunaan parasetamol syrup sebelum
memasuki rumah sakit yang dibeli oleh orang tuanya dari apotek.
- Riwayat Alergi
Pasien tidak pernah memiliki riwayat alergi sebelumnya.
- Riwayat Imunisasi
Imunisasi tidak lengkap
- Riwayat Nutrisi
Usia 0 – 6 bulan : Susu Formula ( SGM )
Usia 6 bulan – 12 bulan : Susu Formula + MPASI
VITAL SIGN
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (GCS: E4M6V5)
HR : 120 kali/menit
RR : 45 kali/menit
T : 38,2 derajat Celcius
DATA ANTROPOMETRI
Berat Badan (BB) : 5 Kg
Kesan
BBI : 5 Kg
PEMERIKSAAN FISIK
- Kepala :
Mata : Tidak cekung, pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya
langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+, konjungtiva
Telinga : Normotia
- Thorax :
- Refleks :
Refleks Fisiologis Refleks
biseps : +/+ Refleks triseps :
+/+ Refleks patella : +/+
Refleks Achilles : +/+
Refleks Patologis Refleks
Babinski : -/- Refleks
Chaddock : -/- Refleks
Oppenheim : -/- Refleks
Gordon : -/-
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : -
Brudzinsky I : -
Brudzinsky II : -
Kernig : -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan 08 Desember 2021 Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,4 12,0 – 14,5 g/dL
Hematokrit 34 37 – 47 %
Eritrosit 5,4 4,2 – 5,4 106/mm3
Trombosit 272 150 – 450 103/mm3
Leukosit 14,2 4,5 – 10,5 103/mm3
MCV 85 80 – 100 fL
MCH 29 27 – 31 pg
MCHC 34 32 – 36 %
RDW 13,5 11,5 – 14,5 %
Eosinofil 0 0–6 %
Basofil 0 0–2 %
Neutrofil Batang 2 2–6 %
Neutrofil Segmen 55 50 – 70 %
Limfosit 30 20 – 40 %
Monosit 2 2–8 %
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Foto Thoraks
DIAGNOSIS KERJA
1. Bronkopneumonia + Growth Faltering
TERAPI
1. IVFD Nacl 15 gtt/i
2. Nebul ventolin ½ respul + 3 cc Nacl 0.9% / 8 jam
3. Gentamicin 25 mg / 12 jam IV
4. Cefotaxime 250 mg/12 jam IV
5. Paracetamol drop 3 x 0,5 cc
6. Cetirizin syr 1 cc/24 jam/PO
PLANNING
Rontgen Thoraks AP
Anamnesis
Pasien rawatan hari pertama divisi respirologi dengan keluhan sesak
nafas sejak kemarin. Pasien mengalami demam, batuk, dan pilek sejak 4 hari
yang lalu.
Vital Sign
HR : 126 kali/menit
RR : 40 kali/menit
T : 37,5
SPO2 : 96% nasal kanul 2 lpm
Pemeriksaan Fisik
Kepala/Leher :
Konjungtiva palpebra inferior tidak pucat. Sklera tidak ikterik. Faring sulit
dinilai. Terdapat napas cuping hidung.
Thorax :
Simetris
Vesikuler (+/+), Rhonki basah halus (+/+),
Wheezing (-/-) Terdapat retraksi intercostal dan
epigastrial
Abdomen :
Soepel. Tidak terdapat distensi. Peristaltik kesan
normal
Ekstremitas :
Akral hangat, CRT < 2 detik
Diagnosis Kerja
1. Bronkopneumonia + Growth Faltering
Planning
- Diagnostik
Rontgen Thorax Ap
- Terapeutik
1. IVFD Nacl 15 gtt/i
2. Nebul ventolin ½ respul + 3 cc Nacl 0.9% / 8 jam
3. Gentamicin 25 mg / 12 jam IV
4. Cefotaxime 250 mg/12 jam IV
5. Paracetamol drop 3 x 0,5 cc
6. Cetirizin syr 1 cc/24 jam/PO
- Monitoring
Pantau balance cairan
Monitoring suhu
Anamnesis
Pasien hari rawatan ke-2 divisi respirologi. Saat ini pasien menyatakan
sesak napas sudah berkurang, demam tidak ada, dan batuk pilek sudah tampak
berkurang.
Vital Sign
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum : Sakit sedang
HR : 108 kali/menit
RR : 24 kali/menit T
: 37,0
Pemeriksaan Fisik
Kepala/Leher :
Konjungtiva palpebra inferior tidak pucat. Sklera tidak ikterik. Tidak
ada sianosis. Terdapat pernapasan cuping hidung.
Thorax :
Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen :
Soepel, Peristaltik kesan normal
Ekstremitas :
Akral hangat, CRT < 2 detik
Diagnosis Kerja
Bronkopneumonia + Growth Faltering
Planning
- Terapeutik
1. IVFD Nacl 15 gtt/i
2. Nebul ventolin ½ respul + 3 cc Nacl 0.9% / 8 jam
3. Gentamicin 25 mg / 12 jam IV
4. Cefotaxime 250 mg/12 jam IV
5. Paracetamol drop 3 x 0,5 cc
6. Cetirizin syr 1 cc/24 jam/PO
7. Lacto B 2x1
8. Salbutamol 0,5 + Trilac 0,5 pulvis 3x1
- Monitoring
- Pantau balance cairan
- Monitoring suhu
- Pantau Work of Breathing (WoB) dan SpO2
Anamnesis
Pasien hari rawatan ke-3 divisi respirologi. Saat ini pasien menyatakan
sesak nafas sudah berkurang dan batuk berdahak sudah berkurang.
Vital Sign
Kesadaran : Compos mentis
Abdomen :
Soepel, Peristaltik kesan normal
Ekstremitas :
Akral hangat, CRT < 2 detik
Diagnosis Kerja
1. Bronkopneumonia + Growth Faltering
Planning
- Diagnostik
Tidak ada
- Terapeutik
1. IVFD Nacl 15 gtt/i
2. Azitromisin 1x 1,25 ml / PO
3. Paracetamol drop 3 x 0,5 cc / PO
4. Cetirizin syr 1 cc/24 jam/PO
5. L-Bio 2x1
6. Salbutamol 0,5 mg + Trilac 0,5 mg pulvis 3x1
- Monitoring
- Pantau balance cairan
- Monitoring suhu
- Pantau Work of Breathing (WoB) dan SpO2)
Follow up tanggal 12 Desmeber 2021
Anamnesis
Pasien hari rawatan ke-4 divisi respirologi. Saat ini menurut ibu, batuk
masih ada, sesak napas sudah berkurang, BAB dan BAK tidak ada keluhan
Vital Sign
Kesadaran : Compos mentis Keadaan Umum : Sakit sedang HR : 102
kali/menit
RR : 26 kali/menit T : 36,7
SpO2 : 99%, room air
Pemeriksaan Fisik
Kepala/Leher :
Konjungtiva palpebra inferior tidak pucat. Sklera tidak ikterik. Tidak
ada sianosis. Tidak ada pernapasan cuping hidung.
Thorax :
Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen :
Soepel, Peristaltik kesan normal
Ekstremitas :
Akral hangat, CRT < 2 detik
Diagnosis Kerja
1. Bronkopneumonia + growth faltering
- Terapeutik
1. IVFD 4:1 33cc/jam
2. Azitromisin 1x 1,25 ml / PO
3. Paracetamol drop 3 x 0,5 cc / PO
4. Cetirizin syr 1 cc/24 jam/PO
5. L-Bio 2x1
6. Salbutamol 0,5 mg + Trilac 0,5 mg pulvis 3x1
- Monitoring
- Pantau balance cairan
- Monitoring suhu
- Pantau Work of Breathing (WoB) dan SpO2
Anamnesis
Pasien hari rawatan ke-5 divisi respirologi. Saat ini menurut ibu, batuk
sesekali, sesak napas sudah berkurang, BAB dan BAK tidak ada keluhan
Vital Sign
Kesadaran : Compos mentis Keadaan Umum : Sakit sedang HR : 102
kali/menit
RR : 26 kali/menit
T : 36,7
SpO2 : 99%, room air
Pemeriksaan Fisik
Kepala/Leher :
Konjungtiva palpebra inferior tidak pucat. Sklera tidak ikterik. Tidak
ada sianosis. Tidak ada pernapasan cuping hidung.
Thorax :
Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-) Abdomen :
Soepel, Peristaltik kesan normal Ekstremitas :
Akral hangat, CRT < 2 detik
Diagnosis Kerja
1. Bronkopneumonia + growth faltering
Planning
PBJ
- Terapeutik
• IVFD 4:1 33cc/jam
• Azitromisin 1x 1,25 ml / PO
• Paracetamol drop 3 x 0,5 cc / PO
• Cetirizin syr 1 cc/24 jam/PO
• L-Bio 2x1
• Salbutamol 0,5 mg + Trilac 0,5 mg pulvis 3x1
Pasien dibawa kedua orang tuanya ke IGD RSUD Teuku Umar dengan keluhan
demam 3 hari SMRS. Demam semakin meninggi setiap harinya dan mencapai suhu
38˚C. Demam turun saat minum obat tetapi naik lagi setelah beberapa saat. Demam
disertai dengan batuk dan pilek. Batuk berdahak, tetapi pasien tidak bisa mengeluarkan
sputum dengan baik sehingga orang tua pasien tidak tahu karakteristik sputum. Pasien
mengalami sesak napas sebelum dibawa ke rumah sakit. Napas pasien cepat dan
terdapat gerakan dinding dada yang dalam karena sesak. Mual tidak ada. Muntah tidak
ada. BAB dan BAK kesan normal.
Dari anamnesis dapat digaris bawahi beberapa hal yaitu (1) Terjadinya demam
yang tinggi pada pasien, (2) Batuk berdahak, (3) Pilek, (4) Sesak napas dan takipnea,
(5) kulit pasien membiru. Beberapa gejala dan keluhan yang dialami oleh pasien
mengarahkan kepada diagnosis bronkopneumonia. Kemudian, setelah dilakukan
anamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan
adanya Napas cuping hidung, Chest Indrawing, Sianosis, dan Ronki, hal ini menaikkan
kecurigaan bahwa terjadi masalah pada sistem pernapasan pasien yang menyebabkan
terjadinya ketidakoptimalan perfusi oksigen pada tubuh karena adanya cairan pada paru.
Untuk mengetahui keadaan pasien lebih lanjut, dilakukan pemeriksaan darah pada
hari pertama pasien dirawat tepatnya pada tanggal 8 Desember 2021, di mana hasilnya
didapatkan terdapat peningkatan kadar leukosit yaitu sebesar 10.700/mm3. Selain itu,
terdapat peningkatan angka netrofil batang (0%), netrofil segmen (91%), dan penurunan
angka limfosit (7%) pada pasien. Hal ini juga mengarahkan terdapat adanya tanda
infeksi pada pasien. Namun hasil tersebut belum dapat menentukan patogen penyebab
infeksi yang menyerang pasien. Untuk mengetahui hal tersebut,
idealnya dilakukan identifikasi pada sputum pasien dengan kultur. Namun, pemeriksaan
ini memakan waktu dan pasien membutuhkan penanganan yang segera.
Terapi yang diberikan pada bronkopneumonia dapat berupa pemberian antibiotic.
Antibiotik yang diberikan pada pasien adalah Gentamicin25 mg / 12 jam IV dan
Cefotaxime 250 mg/ 12 jam/IV. Hal ini sesuai dengan panduan WHO di mana anak-
anak berusia 2-59 bulan dengan pneumonia berat harus diobati dengan ampisilin
parenteral (atau penisilin) dan gentamisin sebagai pengobatan lini pertama. Selain itu,
terapi suportif juga diberikan pada pasien, di mana IVFD Nacl 0,9% 15 gtt/ menit
diberikan untuk memastikan cukupnya pasokan cairan dalam tubuh pasien. Paracetamol
drop 3 x 0,5 cc diberikan untuk meredakan gejala demam pada pasien. Cetirizin Syr 1
cc/ 24 jam/PO diberikan untuk mengatasi kongesti pada pasien. Serta Nebul Ventolin ½
respul / 8 jam untuk meredakan sesak nafas psien ,
Pada tanggal 9 Desember 2021, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
terdapat adanya penurunan nilai Hb pada pasien yaitu sebesar 11,4. Hal ini
mengindikasikan terjadinya anemia pada pasien. Pada anemia sendiri, selain Hb juga
perlu diperhatikan kadar mean corpuscular volume (MCV) maupun mean corpuscular
hemoglobin (MCH) untuk mengerucutkan diagnosis pada anemia, mengingat penyebab
maupun klasifikasi anemia yang bervariasi. Pada pasien didapatkan kadar MCV dan
MCH mengalami penurunan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
anemia hipokrom mikrositer. Penyebab anemia hipokrom mikrositer dapat terjadi
karena berbagai macam hal, yaitu karena anemia defisiensi zat besi, anemia karena
penyakit kronik, serta thalassemia. Pada pasien yang mengalami infeksi seperti
pneumonia, hal ini dapat terjadi karena terjadi aktivasi sistem imun seperti IL-6 dan
TRL-4 yang dapat menstimulasi produksi hepsidin.
BAB V
KESIMPULAN
dengan kebutuhan biologis untuk pertumbuhan.7 Hal ini sering terjadi pada usia 15 bulan
Dampak jangka pendek dari growth faltering adalah terganggunya respon imun,
meningkatkan risiko infeksi dan kematian bayi. Growth faltering yang kontinu dapat
psikomotor, aktivitas fisik, perilaku, dan kemampuan belajar.6-8 Nutrisi yang adekuat
sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi terutama dalam dua tahun
pertama kehidupannya (periode emas). Oleh karena itu, terjadinya growth faltering
memiliki efek jangka panjang yaitu gangguan emosional dan intelektual, risiko penyakit
kronis, sindroma metabolik, dan penyakit makrovaskular pada usia paruh baya.7
DAFTAR PUSTAKA