You are on page 1of 17

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK I

“PERAWAKAN PENDEK”

DOSEN PENGAMPUH :
Cindy Puspita Sari H. Jafar., S.kep.,Ns., M.Kep

OLEH :

NAMA : LADY DERIVAH TALIBO


NIM : 841420093
KELAS :B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah. Penulisan karya tulis ilmiah ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas yang diberikan pada mata kuliah
Keperawatan Anak II. Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini belum sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari berbagai
pihak demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari bimbingan berbagai pihak sangat sulit bagi
penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada Ns. Cindy Puspita Sari H. Jafar., S.kep.,Ns., M.Kep selaku dosen
pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis
dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
Akhir kata penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan pihak yang telah membantu.

Maret, 18 Februari 2022

Lady Derivah Talibo

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii

BAB I Pendahuluan ................................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................................ 3

BAB II Telaah Pustaka........................................................................................................... 4

A. Telaah Pustaka Gangguan Tumbuh Kembang Pada Anak dengan Perawakan Pendek 4

BAB III Permasalahan Di Indonesia ..................................................................................... 7

A. Permasalahan Perawakan Pendek Di Indonesia ............................................................ 7

BAB IV Pembahasan ............................................................................................................... 9

A. Definisi ........................................................................................................................... 9
B. Penyebab ........................................................................................................................ 9
C. Klasifikasi .................................................................................................................... 10
D. Faktor Resiko ............................................................................................................... 11
E. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................... 11

BAB V Penutup ................................................................................................................................ 12

A. Kesimpulan ........................................................................................................................... 12
B. Saran ....................................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawakan pendek adalah gangguan pertumbuhan yang dialami oleh anak-anak
akibat dari gizi buruk dan kondisi psikososial yang tidak memadai. Seseorang
dikatakan berperawakan pendek apabila PB/U anak tersebut memiliki z score di
bawah -2 SD. 2 tahun pertama kehidupan anak merupakan suatu jendela kritis
karena akan sangat sulit mengembalikan kondisi perawakan pendek anak agar
kembali normal. Dengan mengidentifikasi faktor risiko yang berpengaruh terhadap
perawakan pendek, upaya pencegahan dan penanganan dapat dilakukan dengan
tepat sesuai dengan umur anak yang berperawakan pendek.. (De Onis dan Branca,
2016) Perawakan pendek merupakan kondisi kronis yang menggambarkan
gangguan pertumbuhan linear karena malnutrisi dalam jangka waktu yang lama.
(Satriani, 2018) Kondisi anak dengan stunting merupakan bagian dari gangguan
pertumbuhan linear, di mana kondisi ini tetap menjadi tantangan di bidang
kesehatan dalam kehidupan masyarakat global. (Leroy & Frongillo, 2019)
Perawakan pendek dapat disebabkan oleh kondisi patologis atau non patologis.
Perawakan pendek terbanyak adalah stunting. Stunting dihubungkan dengan
malnutrisi dan infeksi kronis (non endokrin). Oleh karena itu, perlu ditekankan
bahwa stunting merupakan bagian dari perawakan pendek namun tidak semua
perawakan pendek adalah stunting. (IDAI, 2017) (Pusat Data dan Informasi,
Kementerian Kesehatan RI, 2018) Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
menyajikan data proporsi balita perawakan pendek di Indonesia tahun 2018 adalah
30,8%. Sementara untuk masalah gizi yang lain, proporsi balita yang mengalami
status gizi kurang sebanyak 17,7%%, sedangkan status gizi kurus 10,2%. Untuk
propinsi Sulawesi Selatan menduduki urutan ke-30 dari 34 propinsi yang didata
yaitu tahun 2013 sebanyak 37% dan tahun 2018 sebanyak 36% balita yang
mengalami perawakan pendek. (Riskesdas, 2018) Menurut WHO, prevalensi balita
perawakan pendek menjadi masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya 20%
atau lebih. Karenanya, berdasarkan data diatas, persentase balita perawakan pendek

1
4 di Indonesia (khususnya di Sulawesi Selatan) masih tinggi dan merupakan
masalah kesehatan yang harus ditanggulangi. (Direktorat Gizi Masyarakat,
KEMENKES RI, 2017) Pertumbuhan linear dipengaruhi oleh berbagai faktor,
antara lain faktor genetik, lingkungan sejak masa prenatal, natal, postnatal, nutrisi
yang mencakup makronutrien dan mikronutrien, stimulasi dan hormonal.
(Tanuwidjaya S, 2005; Wei & Gregory, 2009) Hormon yang mempengaruhi antara
lain hormon pertumbuhan, termasuk Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1).
(Batubara J, 2010) IGF-1 (Insulin-like Growth Factor-1) memiliki peranan penting
pada pertumbuhan dan perkembangan dengan mengatur dan mengontrol mitosis
dan anabolisme sel. Hormon IGF-1 mendukung pertumbuhan tulang panjang
dengan menstimulasi profilerasi dan maturasi kondrosit. Hormon ini pun
memainkan peran kunci pada pertumbuhan dan perkembangan otot skelet. (Xinli,
et. al, 2013) Konsentrasi IGF-1 sangat sensitif terhadap perubahan status gizi, baik
jangka pendek maupun kronis. (Hawkes & Grimberg, 2015) Pada anak dengan gizi
buruk, serum IGF-1 berkorelasi kuat terhadap tinggi badan (berdasarkan standar
WHO), yang membuktikan parameter ini berguna sebagai indikator pertumbuhan
dan status nutrisi. (Livingstone, 2012) Anak dengan gizi buruk mengalami
gangguan pertumbuhan dan perkembangan dengan mekanisme yang masih belum
jelas, terdapat 5 banyak penelitian yang menunjukkan bahwa berkurangnya
konsentrasi IGF-1 berperan penting pada restriksi pertumbuhan yang dimediasi
oleh gizi buruk. Status gizi merupakan salah satu indikator kesehatan. Saat ini setiap
negara memiliki masalah malnutrisi, baik single burden, double burden, atau triple
burden. Beban malnutrisi yang saat ini dihadapi dunia adalah, wasted children, dan
overweight children. Dimana didapati 22.2% stunted children 5.6% overweight
children, dan 7.5% wasted children.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Perawakan Pendek ?
2. Apa yang menjadi penyebab dari Perawakan Pendek ?
3. Apa saja klasifikasi dari Perawakan Pendek ?
4. Apa saja faktor resiko dari Perawakan pendek
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Perawakan Pendek ?

2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari perawakan pendek
2. Untuk mengetahui penyebab dari perawakan pendek
3. Untuk mengetauhi klasifikasi dari perawakan pendek
4. Untuk mengetahui faktor resiko dari perawakan pendek
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari perawakan pendek

3
BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Telaah Pustaka Gangguan Tumbuh Kembang Pada Anak dengan Perawakan


Pendek

Pada penulisan makalah ini, penulis akan mengaitkan beberapa jurnal, sehingga
didapatkan keterkaitan antara jurnal dengan materi yang sebelumnya telah dibahas.
Adapun pencarian dari beberapa jurnal diantaranya adalah :
Pada penelitian pertama oleh (Elfira et al., 2019) dengan judul : Perbedaan
Status Gizi dan Perawakan Pendek pada Anak Sakit Perut Berulang dengan
Helicobacter Pylori Positif dan Negatif yakni membahas tentang Hubungan
karakteristik dengan status gizi anak dan perawakan pendek. Penelitian ini untuk
mengetahu apakah infeksi H. pylori benar memengaruhi status gizi dan perawakan
pendek.
Penelitian kedua oleh (Khalisa, 2019) dengan judul : Hubungan Perawakan
Pendek dengan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar yakni membahas tentang adanya
perbedaan perkembangan pada anak perawakan pendek dan normal, meliputi
perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, dan personal sosial dimana nilai
p = 0,033 (p <0,05). Hal ini menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara perawaakan
pendek dengan prestasi belajar.
Penelitian ketiga oleh (Agustian et al., 2018) dengan judul : Hubungan Faktor
Sosioekonomi dengan Perawakan Pendek Anak Usia 24-60 Bulan yakni membahas
mengenai Prevalensi perawakan pendek lebih besar pada anak dari keluarga
sosioekonomi menengah kebawah. Pendidikan ayah dan ibu, berat badan menurut usia,
pekerjaan ayah dan pendapatan keluarga memiliki hubungan yang bermakna terhadap
perawakan pendek.
Penelitian keempat oleh (Adriyanto et al., 2018) dengan judul : Prevalensi
obesitas dengan perawakan pendek pada anak SD Negeri 2 Dangin Puri Kota Denpasar
tahun 2017 mengenai manifestasi klinis jangka panjang berupa peningkatan resiko
obesitas, penurunan kapasitas belajar dan penurunan produktivitas dan kemampuan
kerja.

4
Pada penelitian kelima oleh (Rahayuh et al., 2016) dengan judul : Faktor Risiko
yang berhubungan dengan Kejadian Pendek pada Anak Usia 6-24 Bulan mengenai
faktor risiko kejadian pendek pada anak usia 0-2 tahun antara lain pendidikan ibu,
pengetahuan ibu, status pemberian ASI eksklusif, status BBLR dan kejadian pendek
serta budaya konsumsi ikan pada masyarakat.
Pada penelitian keenam oleh (Rahmadi et al., 2016) dengan judul : Prevalensi
dan jenis masalah emosional dan perilaku pada anak usia 9-11 tahun dengan perawakan
pendek di Kabupaten Brebes mengenai prevalensi dan jenis masalah emosional dan
perilaku yang terjadi pada anak dengan perawakan pendek.
Pada penelitian ketujuh oleh (A Buchari ·2018, 2018) dengan judul : Pengaruh
Perawakan Pendek Terhadap Kemampuan Kognitif Dan Kondisi Psikososial Anak Di
Sekolah Dasar tentang pegaruh yang bermakna secara statistik antara perawakan
pendek terhadap kemampuan kognitif dan kondisi psikososial anak di sekolah dasar.
Faktor jenis kelamin, usia, dan sosial ekonomi tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap kemampuan kognitif dan kondisi psikososial anak.
Pada penelitian kedelapan oleh (Sciences, 2016) dengan judul : Hubungan
Asupan Makronutrien Dengan Kejadian Perawakan Pendek Pada Anak Baru Masuk
Sekolah Dasar Di Kecamatan Nanggalo Kota Padang. Disini membahas mengenai
hubungan antara faktor asupan makronutrian dengan kejadian perawakan pendek pada
anak baru masuk sekolah dasar.
Pada penelitian kesembilan oleh (Hafsah et al., 2020) dengan judul : Perbedaan
antara Pemberian MPASI Komersil dan Buatan Rumah Tangga dengan Kejadian
Perawakan Pendek pada Anak Usia 11-23 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Jatinangor tentang perbedaan antara pemberian makanan pendamping ASI komersil
dan buatan rumah tangga terhadap kejadian perawakan pendek pada anak usia 11-23
bulan.
Pada penelitian kesepuluh oleh (Nopa, 2019) dengan judul : Status Gizi Dan
Karakteristik Orang Tua Pada Siswa Dengan Perawakan Pendek di SD Negri 065853
Medan tentang karakteristik status gizi dimana distribusi status gizi pada anak
perawakan pendek didapati yang terbanyak adalah kategori status gizi underweight.
Pada karakteristik keluarga didapati jumlah terbanyak pada pendidikan ibu menengah,
pengetahuan ibu cukup, dan pendapatan keluarga rendah. Dari telaah pustaka dapat
ditemukan titik persamaan dan perbedaan dari penelitian beberapa jurnal.

5
Adapun dapat ditemukan titik persamaannya adalah dari 10 penelitian yang
diperoleh dari beberapa jurnal dapat ditemukan 4 penelitian dari beberapa jurnal dengan
persamaannya, yakni secara sama membahas tentang status gizi pada anak perawakan
pendek. Sedangkan untuk perbedaannya yakni pada penelitian yang kedua sampai
dengan penelitian ketujuh dengan hasil penelitian tantang psikososial, faktor resiko,
prevalesi,prestasi belajar, manifestasi klinis, dan perilaku pada anak perawakan pendek.

6
BAB III

PERMASALAHAN DI INDONESIA

A. Permasalahan Perawakan Pendek Di Indonesia

Perawakan pendek masih menjadi masalah yang cukup serius di Indonesia, terutama di
Jawa Barat. Berdasarkan data RISKESDAS 2013, jumlah proporsi balita pendek seIndonesia
usia 12-23 bulan sebesar 36,1%. Data hasil pemantauan status gizi oleh Kemenkes RI tahun
2015 menunjukkan, rata-rata prevalensi balita pendek seIndonesia adalah 29% dengan
prevalensi Jawa Barat sebesar 25,6%.1 Menurut badan kesehatan dunia WHO, prevalensi balita
pendek menjadi masalah kesehatan masyarakat apabila prevalensinya 20% atau lebih. Dapat
disimpulkan bahwa perawakan pendek masih menjadi salah satu masalah kesehatan Indonesia
yang perlu ditindaklanjuti. Pemberian nutrisi tepat dan optimal merupakan hal penting dan
menjadi hak setiap anak. Pemberian nutrisi yang cukup, dimulai sejak lahirnya anak hingga
usia dua tahun, akan menjadi dasar penentu tercapainya potensi maksimal pertumbuhan dan
perkembangan anak di kemudian hari. Memasuki usia 6 sampai dengan 24 bulan, kebutuhan
anak terhadap zat gizi semakin meningkat dan tidak lagi dapat dipenuhi hanya dari ASI saja.
Oleh karena itu makanan pendamping selain ASI (MPASI) perlu diberikan pada saat-saat
tersebut. Di dalam masyarakat, terdapat 2 jenis MPASI, yaitu MPASI komersil dan buatan
rumah tangga. Kualitas MPASI buatan rumah tangga bergantung pada seberapa baik sang ibu
dapat mengolah MPASI tersebut. Tidak seperti halnya MPASI komersil, yang kualitasnya
sudah disesuaikan dalam standar yang disebut sebagai The Codex Alimentarius. Dua tahun
pertama kehidupan merupakan periode kritis/critical window dalam memastikan bahwa anak
tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya melalui pemberian makan yang optimal.
Apabila MPASI tidak diberikan secara optimal maka anak akan cenderung memiliki risiko
lebih tinggi untuk mengalami malnutrisi di awal kehidupannya. Dampak jangka panjang
apabila hal tersebut terjadi adalah terhambatnya pertumbuhan linear yang lama kelamaan
menjadi gagal tumbuh (growth faltering) sehingga anak berpotensi untuk mengalami
perawakan pendek. Strategi pencegahan perawakan pendek difokuskan pada 1000 hari pertama
kehidupan (HPK) karena periode ini merupakan waktu paling responsif bagi anak dalam
menerima segala intervensi terkait penanggulangan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan. Mengacu kepada hal-hal di atas, peneliti ingin mengetahui perbedaan antara

7
praktik pemberian makanan pendamping ASI komersil dan buatan rumah tangga dengan
kejadian perawakan pendek pada anak usia 11-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Jatinangor.

Secara global, pada tahun 2016, terdapat sekitar 22,9% balita yang berperawakan
pendek. Di Indonesia, berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi balita dan anak usia 5-12 tahun
yang berperawakan pendek secara berurutan mencapai 30,8% dan 23,6%.1-5 Etiologi
perawakan pendek dapat berupa kondisi non patologis dan kondisi patologis. Kondisi non
patologis (variasi normal) yang dapat menyebabkan perawakan pendek adalah constitutional
delay of growth and puberty (CDGP) dan familial short stature (FSSKurangnya data penelitian
mengenai masalah psikososial pada anak, serta tingginya prevalensi anak berperawakan
pendek, terutama di Indonesia, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara perawakan pendek dengan masalah psikososial pada anak
usia sekolah dasar. Indonesia saat ini menghadapi dua permasalahan gizi pada anak. Di satu
sisi, prevalens obesitas semakin meningkat di kota-kota besar, di sisi yang lain masalah gizi
kurang pada anak belum terselesaikan.

8
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Definisi
Perawakan pendek adalah terhambatnya pertumbuhan karena konsumsi
makanan dengan kualitas dan jumlah rendah dalam jangka panjang. Perawakan
pendek adalah tinggi badan kurang dari persentil -3 pada kurva yang sesuai untuk
jenis kelamin, usia dan ras. Perawakan pendek dapat disebabkan oleh kondisi
patologis atau non patologis sehingga penting sekali seorang klinisi mengetahui
bagaimana melakukan pendekatan klinis pada kasuskasus perawakan pendek
(Nelson, 2018).
Perawakan pendek dapat menyebabkan gangguan perkembangan, penurunan
intelektual dan peningkatan penyakit degeneratif. Salah satu faktor yang
mempengaruhi perawakan pendek adalah asupan makronutrien. Perawakan pendek
merupakan keadaan kronis kurang gizi dimana terjadi gangguan pertumbuhan
linear pada anak-anak. Keadaan tersebut bisa diukur berdasarkan panjang badan
menurut umur (PB/U) untuk anak yang berumur kurang dari dua tahun, atau tinggi
badan menurut umur (TB/U) untuk anak yang berumur lebih dari tiga tahun.
Dikatakan perawakan pendek apabila tinggi badan berada di bawah persentil ke 3
atau –2 SD pada kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi tersebut.

B. Penyebab
Penyebab perawakan pendek multifaktor di antaranya status sosioekonomi
keluraga. Pendapatan, pekerjaan, dan pendidikan orang tua serta pemberian ASI
eksklusif berpengaruh terhadap prevalensi perawakan pendek. Masalah gizi kronis
utama pada perawakan pendek disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam
waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
gizi. Perawakan pendek pada usia muda juga dapat memberikan manifestasi klinis
jangka pendek dalam hal kesehatan berupa meningkatnya morbiditas dan
mortalitas, menurunnya perkembangan kognitif, motorik, dan berbahasa. Adapun
manifestasi klinis jangka panjang berupa peningkatan resiko obesitas, penurunan
kapasitas belajar dan penurunan produktivitas dan kemampuan kerja.

9
Perawakan pendek dapat disebabkan oleh berbagai macam, namun
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu variasi normal dan patologis. Pada variasi normal,
perawakan pendek dikategorikan menjadi:
- Familial short stature (perawakan pendek familial) Adalah variasi normal
dari perawakan pendek yang ditandai dengan kecepatan tumbuh normal,
usia tulang normal, tinggi badan kedua orangtua pendek, dan tinggi akhir
anak dibawah persentil 3 atau z score dibawah -2 SD.
- Constitutional delay of growth and puberty (CDGP) Merupakan salah satu
kategori dari pubertas terlambat yang paling sering ditemui dalam praktek
sehari-hari, didefinisikan sebagai tidak timbulnya tanda-tanda seks
sekunder pada usia 12 tahun untuk anak perempuan dan pada usia 14 tahun
untuk anak laki-laki. Anak dengan CDGP memiliki perawakan pendek,
pubertas terlambat, usia tulang terlambat, namun tidak terdapat kelainan
organik yang mendasarinya. Pada pasien CDGP ditemukan riwayat
keluarga dengan pubertas terlambat dan hal ini 28 menunjukkan bahwa
faktor genetik berperan dalam awitan pubertas.

Kelainan patologis pada perawakan pendek dapat dibedakan menjadi


proporsional dan tidak proporsional. Perawakan pendek dengan tubuh
proporsional meliputi malnutrisi, intrauterine growth retardation (IUGR),
psychosocial dwarfism, penyakit kronik, dan kelainan endokrin, seperti
defisiensi hormon pertumbuhan, hipotiroid, sindrom Cushing, resistensi
hormon pertumbuhan/ growth hormone (GH), dan defisiensi insulin-like
growth factor 1 (IGF-1). Sedangkan perawakan pendek dengan badan tidak
proporsional disebabkan oleh kelainan tulang, seperti kondrodistrofi,
displasia tulang, sindrom Kallman, sindrom Marfan, dan sindrom Klinifelter

C. Klasifikasi
Klasifikasi perawakan pendek dibagi menjadi: (1) Variasi normal (normal
variant), (2) Patologi (proportionate and disproporsionate). Untuk variasi normal,
jumlah terbesar anak dengan perawakan pendek adalah perawakan pendek
keturunan (familial short stature) serta pertumbuhan dan pubertas lambat
(constitutional delay in growth and puberty). Perawakan pendek keturunan
didefinisikan dengan tinggi pertumbuhan selalu dibawah persentil 3 yang dibawah

10
ketinggian rata-rata yang sesuai dari umur tertentu, jenis kelamin, dan populasi
tanpa kelainan sistemik, endokrin, gizi, atau kromosom, dan stimulasi growth
hormone (GH) dalam batas normal. Untuk pertumbuhan dan pubertas lambat
didefinisikan dengan perlambatan pertumbuhan liner pada 3 tahun pertama
kehidupan, pertumbuhan linear selalu dibawah persentil 3, usia tulang yang
terlambat, maturasi seksual terlambah dan pada tinggi akhir biasanya akan berakhir
normal. Anak dengan perawakan pendek patologis dapat dibedakan menjadi
proporsional dan tidak proporsional. Perawakan pendek proporsional meliputi
malnutrisi, intrauterine growth restriction (IUGR), psychososial dwarfism, penyakit
kronik dan kelainan endokrin. Sedangkan perawakan pendek tidak proporsional
disebabkan oleh kelainan tulang seperti kondrodistrofi, dysplasia tulang, sindrom
Kallman, sindrom Marfan, serta sindrom Klinefelter (IDAI, 2017).

D. Faktor Risiko
Diketahui bahwa faktor-faktor penyebab perawakan pendek adalah (Ariati, 2019):
a. Usia ibu saat hamil Pada usia 35 tahun terjadi penurunan reproduktif.
b. Status gizi ibu saat hamil
c. Riwayat ASI eksklusif
d. Asupan protein
e. Status penyakit infeksi
f. Status imunisasi
g. Pekerjaan ibu dan ayah

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang sederhana dan menentukan adalah
menginterpretasikan data-data tinggi badan dengan menggunakan kurva
pertumbuhan yang sesuai. Oleh karena malnutrisi dan penyakit kronik masih
merupakan penyebab utama perawakan pendek di Indonesia, maka pemeriksaan
darah tepi lengkap, urin dan feses rutin, laku endap darah, elektrolit serum, dan
pemeriksaan usia tulang, merupakan langkah pertama dan strategis untuk mencari
etiologi perawakan pendek. (IDAI, 2017) Bila tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan skrining tersebut, maka dilakukan pemeriksaan khusus yaitu kadar
hormon pertumbuhan, IGF-1, analisis kromosom, analisis DNA, dan lain-lain
sesuai indikasi. (IDAI, 2017)
11
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perawakan pendek adalah terhambatnya pertumbuhan karena konsumsi
makanan dengan kualitas dan jumlah rendah dalam jangka panjang. Perawakan
pendek adalah tinggi badan kurang dari persentil -3 pada kurva yang sesuai untuk
jenis kelamin, usia dan ras. Perawakan pendek dapat disebabkan oleh kondisi
patologis atau non patologis sehingga penting sekali seorang klinisi mengetahui
bagaimana melakukan pendekatan klinis pada kasus kasus perawakan pendek.

B. Saran
Apa yang kami berikan melalui makalah ini adalah hanya sebatas seberapa jauh
kami mencari materi yang ada, kami menemukan ada banyak pembahasan tentang
materi ini, maka mohon masukan dari pembaca agar kiranya kami dapat memberikan
yang terbaik. Demikian yang dapat kami susun, semoga bermanfaat. kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca untuk
perbaikan makalah ini. Atas kritik dan saran pembaca kami mengucapkan terima
kasih.

12
DAFTAR PUSTAKA

Adriyanto, A. P., Widianti, I. G. A., & Wardana, I. N. G. (2018). Prevalensi obesitas dengan
perawakan pendek pada anak SD Negeri 2 Dangin Puri Kota Denpasar tahun 2017. Bali
Anatomy Journal, 1(1), 5–8. https://doi.org/10.36675/baj.v1i1.4

Agustian, Y., Rusmil, K., & Solek, P. (2018). Hubungan Faktor Sosioekonomi dengan
Perawakan Pendek Anak Usia 24-60 Bulan. Sari Pediatri, 20(2), 106.
https://doi.org/10.14238/sp20.2.2018.106-14

Dyahputri, S. Y., & Sekartini, R. (2020). Hubungan antara Perawakan Pendek dengan Masalah
Psikososial pada Anak Usia Sekolah Dasar. Sari Pediatri, 22(3), 146.
https://doi.org/10.14238/sp22.3.2020.146-52

Elfira, V., Prasetyo, D., & Dzulfikar DLh, K. R. (2019). Perbedaan Status Gizi dan Perawakan
Pendek pada Anak Sakit Perut Berulang dengan Helicobacter Pylori Positif dan Negatif.
Sari Pediatri, 20(5), 303. https://doi.org/10.14238/sp20.5.2019.303-8

Hafsah, T., Widyastari, N., Tarigan, R., & Rusmil, V. K. (2020). Perbedaan antara Pemberian
MPASI Komersil dan Buatan Rumah Tangga dengan Kejadian Perawakan Pendek pada
Anak Usia 11-23 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Jatinangor. Sari Pediatri, 21(5), 295.
https://doi.org/10.14238/sp21.5.2020.295-301

Khalisa, T. S. N. (2019). Hubungan Perawakan Pendek dengan Prestasi Belajar Anak Sekolah
Dasar. 56.

Nopa, I. (2019). Status Gizi Dan Karakteristik Orang Tua Pada Siswa Dengan Perawakan
Pendek di SD Negri 065853 Medan. Jurnal Profesi Medika : Jurnal Kedokteran Dan
Kesehatan, 13(1), 22–25. https://doi.org/10.33533/jpm.v13i1.757

Rahayuh, A., Yulidasari, F., Putri, A. O., Rahman, F., & Rosadi, D. (2016). Faktor Risiko yang
berhubungan dengan Kejadian Pendek pada Anak Usia 6-24 Bulan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 11(2), 97–103.

Rahmadi, F. A., Hardaningsih, G., & Pratiwi, R. (2016). Prevalensi dan jenis masalah
emosional dan perilaku pada anak usia 9-11 tahun dengan perawakan pendek di Kabupaten
Brebes. Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 3(2), 116–119.
https://doi.org/10.14710/jgi.3.2.116-119

13
Sciences, H. (2016). Hubungan Asupan Makronutrien Dengan Kejadian Perawakan Pendek
Pada Anak Baru Masuk Sekolah Dasar Di Kecamatan Nanggalo Kota Padang. 4(1), 1–
23.

14

You might also like