You are on page 1of 41

LAPORAN AKHIR STASE

ASUHAN KEBIDANAN

G2P1A0 USIA KEHAMILAN 40 DENGAN KPD

DI RUANG POLI KANDUNGAN

RSUD PANGERAN JAYA SUMITRA KOTABARU

DISUSUN OLEH :

REZKI EMELLIA (1119110065)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI PROFESI BIDAN


FAKULTAS KESEHATAN, UNIVERSITAS SARI MULIA
TAHUN 2021

i
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS : G2P1A0 Usia Kehamilan 40 Minggu dengan


Ketuban Pecah Dini

NAMA MAHASISWA :REZKI EMELLIA


NIM : 1119110065

Banjarmasin, November 2021

Menyetujui,

RSUD PJS Kotabaru Program Studi Pendidikan Profesi Bidan


Preseptor Klinik (PK) Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia
Preseptor Pendidikan (PP)

Nurhayati,AM.Keb Meldawati, M.Keb


NIP. 19671112 199001 2 004 NIK. 1166092019161

ii
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : G2P1A0 Usia Kehamilan 40 Minggu dengan


Ketuban Pecah Dini
NAMA MAHASISWA :REZKI EMELLIA
NIM : 1119110065

Banjarmasin, November 2021

Menyetujui,

RSUD PJS Kotabaru Program Studi Pendidikan Profesi Bidan


Preseptor Klinik (PK) Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia
Preseptor Pendidikan (PP)

Nurhayati,AM.Keb Meldawati, M.Keb


NIP. 19671112 199001 2 004 NIK. 1166092019161
Penguji

Filistea W.E.,S.Keb.,Bd
NIP. 1166122015088

Mengetahui,
Ketua Jurusan Kebidanan
Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia

Ika Mardiatul Ulfa, SST.,M. Kes


NIK. 1166122009027

iii
KATA PENGANTAR

Dengan kebesaran Allah SWT. yang maha pengasih lagi maha penyayang, penulis
panjatkan rasa puji syukur atas hidayah-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, nikmat,
dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Asuhan
kebidanan Ny. S hamil 40 minggu Janin Tunggal Hidup Intra Uterin dengan Ketuban
Pecah Dini.
Adapun Asuhan kebidanan ini telah penulis usahakan dapat disusun sebaik
mungkin dengan mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga penyusunan Asuhan
kebidanan ini dapat diselesaikan secara tepat waktu.
Untuk itu penulis tidak lupa untuk menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Hj. RR. Dwi Sogi Sri Redjeki, SKG.,M.Pd selaku Rektor UNISM.
2. Ibu Anggrita Sari, S.SiT., M.Pd., M.Kes, selaku Wakil Rektor I Bidang Akademik

dan Kemahasiswaan Universitas Sari Mulia Banjarmasin

3. Hariadi Widodo, S.Ked., M.PH selaku Wakil Rektor II Bidang Keuangan dan Sistem

Informasi Universitas Sari Mulia Banjarmasin.

4. H. Ali Rakhman Hakim, M.Farm., Apt selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas

Sari Mulia Banjarmasin.

5. Ika Mardiatul Ulfa, SST., M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Universitas Sari

Mulia Banjarmasin.

6. Zulliati, M.Keb selaku Ketua Jurusan Kebidanan Universitas Sari Mulia

Banjarmasin.

7. Ibu Meldawati, M.Keb sebagai Preseptor Pendidikan yang telah memberikan


bimbingan
8. Ibu Nurhayati, AM.Keb sebagai Preseptor Klinik yang telah memberikan bimbingan
diwahana praktek
9. Ibu Filistea Winda E.,S.Keb.,Bd selaku Penguji Jurusan Kebidanan Universitas Sari
Mulia Banjarmasun
Penulis tetap menyadari bahwa tentunya selalu ada kekurangan, baik dari segi
penggunaan kosa-kata, tata bahasa maupun kekurangan-kekurangan lainnya. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun kepada penulis agar penulis dapat memperbaiki
iv
kualitas Asuhan kebidanan ini tetap diharapkan.
Penulis berharap semoga Asuhan kebidanan Ny. S Usia kehamilan 40 minggu
dengan Ketuban Pecah Dini ini bermanfaat, dan pelajaran-pelajaran yang tertuang dalam
Asuhan kebidanan ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya oleh para pembaca.

Kotabaru, Nopember 2021

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN......................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................iii
KATA PENGANTAR..............................................................................................iv
DAFTAR ISI............................................................................................................vi

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 4
C. Tujuan......................................................................................... 4
1) Umum................................................................................. 4
2) Khusus................................................................................. 4
D. Manfaat....................................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian....................................................................................6
B. Etiologi/ Penyebab......................................................................6
C. Patofisiologi/Mekanisme.............................................................8
D. Clinical Pathway.........................................................................9
E. Manifestasi Klinik/ Tanda dan Gejala.......................................10
F. Komplikasi................................................................................10
G. Penatalaksanaan Medis..............................................................13
H. Penatalaksanaan Kebidanan......................................................13

BAB 3 TINJAUAN KASUS


A. Subjektif Data.............................................................................17
B. Objektif Data...............................................................................17
C. Analisa Data................................................................................21
D. Penatalaksanaan.........................................................................23

BAB 4 PEMBAHASAN...............................................................................27

BAB 5 PENUTUP.........................................................................................32
A. Kesimpulan.................................................................................32
B. Saran...........................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................34

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Salah satu indikator untuk mengukur derajat kesehatan adalah kematian

ibu dan angka kematian perinatal. Menurut World Health Organisation (WHO)

angka kematian dan kesakitan ibu hamil, melahirkan dan nifas masih

merupakan masalah besar yang terjadi di Negara berkembang (Manuaba,

2010).

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih menjadi salah satu

penyebab kematian yang tertinggi di Asia. Untuk itu pemerintah Indonesia

bekerja sama dengan negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB) untuk mengatasi peningkatan angka kematian ibu yaitu dengan

membentuk Sustainahle Goals (SDGs). Pada dasarnya tujuan pembangunan

SDGs adalah meniadakan angka kematian ibu. Berdasarkan keputusan SDGs

tersebut, Indonesia merupakan negara yang diberikan beban berat untuk

menurunkan AKI, karena di Indonesia AKI masih tinggi jika dibandingkan

dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Filipina. AKI merupakan

indikator penting yang harus dipertimbangkan, karena setiap individu berhak

mendapatkan perlakuan dan penghargaan yang sama (Depkes RI, 2015).

Tahun 2015 — 2030 SDGs berkomitmen untuk menurunkan AKI dan

AKB serta mempunyai 17 tujuan dan 169 target yang ingin dicapai, tujuan

pertama, kedua dan ketiga berhubungan dengan kesehatan.

1
2

Sedangkan tujuan yang ketiga yaitu dengan target penurunan AKI

sebesar 70 per 100.000 kelahiran hidup (KH), AKB 12 per 100.000 KH.

Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007,

menunjukkan AKI masih 228 per 100.000 KH, AKB 34 per 100.000 KH,

Sedangkan menurut SDKI, 2012 menunjukkan AKI sebesar 359 per 100.000

KH. Data dari SDKI tahun 2012 menunjukkan AKI sebesar 359 per 100.000

KH lebih tinggi dengan tahun 2007 dengan AKI sebesar 228 per 100.000 KH

SDKI, 2007. Sedangkan menurut SDKI, 2017 menunjukkan AKI sebesar 126

per 100.000 KH.

Berdasarkan data yang di peroleh dari dinas kesehatan Provinsi Kalimantan


Selatan, AKI mengalami penurunan yaitu AKI pada tahun 2019 sebanyak 105,00
per 100.000 kelahiran hidup, pada tahun 2020 mengalami penurunan menjadi
104,00 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes, Provinsi Kalimantan Selatan).
Infeksi merupakan penyebab ketiga tingginya AKI. Penyebab terjadinya

infeksi karena proses yang dilalui selama kehamilan maupun dalam persalinan

seperti KPD 65%, febris 17%, amnionitis 0,5 1,5%, infeksi saluran kemih 15%.

KPD merupakan urutan pertama penyebab infeksi yang dapat menyebabkan

AKI (Supartini 2011).

Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya


melahirkan/ sebelum inpartu , pada pembukaan <3 cm pada primipara dan <5cm
pada multipara. Hal ini terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan (Nugroho, 2013: 113).
Komplikasi yang bisa di sebabkan KPD pada ibu yaitu infeksi masa nifas,
meningkatkan operatf obstetric (khususnya SC), morbiditas, mortalitas maternal.
Sedangkan pada janin KPD dapat menyebabkan prematuritas (sindrom distress
pernafasan, hipotermia, masalah pemberian makan pada neonatal, perdarahan
intraventikuler, gangguan otak, dan resiko cerebral palsy, anemia, skor APGAR
3

rendah, ensefelopati,cerebral palsy, perdarahan intracranial,gagal ginjal, distress


pernafasan). Dan oligohidromnion (sindrom defornits janin, hipolapsia paru,
deformitas ekstrimitas dan pertumbuhan janin terhembat), morbiditas dan
mortalitas perinatal(Marni dkk,2016:105-106).
KPD disebabkan karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina
dan serviks. KPD merupakan suatu kejadian obstetrik yang banyak ditemukan,
dengan insiden sekitar 10,7% dari seluruh persalinan, dimana 94% diantaranya
terjadi pada kehamilan cukup bulan. Ini terjadi pada sekitar 6-20% kehamilan
Angka insidensi ketuban pecah dini pada tahun 2010 berkisar antara 6-10 %
dari semua kelahiran. Angka kejadian KPD yang paling banyak terjadi ada
kehamilan cukup bulan yaitu 95 %, sedangkan pada kehamilan prematur terjadi
sedikit 34 %. (Depkes, 2010). Sedangkan AKI akibat infeksi terjadi sebanyak 7,3%
selama tahun 2013.
Presentase komplikasi pada persalinan dengan KPD yaitu infeksi sebanyak
28,3%, premature 19,1%, partus lama sebanyak 13,4%, perdarahan 7,3%, sindrom
gawat napas 33%, dan kompresi tali pusat yaitu 32% (Prediatri, 2013:318).
Berdasarkan data Rekam medik RSUD Pangeran Jaya Sumitra Kotabaru,
pada tahun 2021 angka kejadian KPD di Ruang Poli Kandungan sebanyak 15 kasus
dari 219 ibu hamil yang berkunjung di poli kandungan RSUD Pangeran Jaya
Sumitra Kotabaru.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk
menulis Asuhan kebidanan yang berjudul “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil
Ny. S G2P1A0 Hamil 40 Minggu Janin Tunggal Hidup Intra Uterin Dengan
Ketuban Pecah Dini di Ruang Poli Kandungan RSUD PJS Kotabaru.
4

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka
rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah Bagaimana Asuhan Kebidanan
Ny.S G2P1A0 Hamil 40 Minggu Janin Tunggal Hidup Intra Uterin Dengan
Ketuban Pecah Dini?
C. TUJUAN
1. Umum
Mampu melakukan asuhan kebidanan pada ibu hamil Ny. S hamil 40
minggu Janin Tunggal Hidup Intra Uterin dengan Ketuban Pecah Dini.
2. Khusus
a.    Mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh pada ibu hamil Ny. S
hamil 40 minggu Janin Tunggal Hidup Intra Uterin dengan Ketuban
Pecah Dini.
b.    Menginterpretasikan data dengan merumuskan diagnose kebidanan,
masalah, dan kebutuhan pada ibu hamil Ny. S hamil 40 minggu Janin
Tunggal Hidup Intra Uterin dengan Ketuban Pecah Dini.
c.    Melakukan perencanaan asuhan menyeluruh dengan tepat dan rasional
berdasarkan keputusan yang dibuat pada ibu hamil Ny. S hamil 40
minggu Janin Tunggal Hidup Intra Uterin dengan Ketuban Pecah Dini.
d.     Melakukan pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu hamil Ny. S hamil 40
minggu Janin Tunggal Hidup Intra Uterin dengan Ketuban Pecah Dini
sesuai perencanaan secara efektif dan aman
e. Melakukan pendokumentasian pada ibu hamil Ny. S hamil 40 minggu
Janin Tunggal Hidup Intra Uterin dengan Ketuban Pecah Dini.

D. MANFAAT
1. Teoritis
Dapat menerapkan teori yang didapat di bangku kuliah dalam
praktek di lahan serta memperoleh pengalaman secara langsung dalam
masalah memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan Ketuban
Pecah Dini

2. Bagi Instituti Pendidikan


Menambah pustaka bagi kampus asuhan kebidanan pada ibu hamil
5

dengan Ketuban Pecah Dini.

3. Bagi Peserta Praktik


Menambah wawasan dan menambah ketrampilan dalam memberikan
asuhan kebidanan komprehensif
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian

KPD adalah bocornya selaput air ketuban (likuor amnii) secara spontan
dari rongga amnion di mana janin di tampung. Cairan keluar dari selaput ketuban
yang mengalami kerobekan, muncul setelah usia kehamilan 28 minggu dan
setidaknya sebelum 1 jam sebelum waktu kehamilan yang sebenarnya(Gehwagi
et al, 2015).
Dalam keadaan normal ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban
pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban
pecah dini terjadi pada kehamilan di bawah 37 minggu disebut ketuban pecah
dini premature. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm
mengalami ketuban pecah dini. (Prawirahardjo, 2014: 677).
Ada macam-macam batasan tentang KPD atau premature rupture of
membrane (PROM) yakni:

a. Ada teori yang menghitung berapa jam sebelum inpartu, misalnya 2


atau 4 atau 6 jam sebelum inpartu.

b. Ada juga yang mengatakan dalam ukuran pembukaan serviks atau


leher Rahim pada kala I, misalnya ketuban pecah sebelum pembukaan serviks 3
cm Pada primipara atau 5 cm pada multipara.
c. Prinsipnya adalah ketuban pecah sebelum waktunya(Norma Dan
Dwi, 2013: 247).
B. Etiologi/ Penyebab

Belum pasti penyebab terjadinya ketuban pecah dini, namun faktor-faktor


yang lebih sulit di ketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi
adalah:

1. Infeksi

Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban yang


berasal dari vagina atau infeksi cairan ketuban yang menyebabkan

6
7

terjadinya ketuban pecah dini.


2. Jumlah paritas

Wanita yang telah melahirkan beberapa kali maka akan lebih


beresiko tinggi mengalami KPD pada kehamilan berikutnya. Kehamilan
yang terlalu sering dapat mempengaruhi embryogenesis, selaput ketuban
lebih tipis sehingga mudah pecah sebelum waktunya dan semakin banyak
paritas semakin mudah terjadi infeksi amnion karena rusaknya struktur
serviks pada persalinan sebelumnya.
Wanita dengan paritas kedua dan ketiga pada usia reproduktif
biasanya relatif memiliki keadaan yang lebih aman untuk hamil dan
melahirkan karena pada keadaan tersebut dinding uterus lebih kuat karena
belum banyak mengalami perubahan, dan serviks belum terlalu sering
mengalami pembukaan sehingga dapat menyanggah selaput ketuban dengan
baik. Wanita yang telah melahirkan beberapa kali akan lebih beresiko pada
mengalami KPD, karena jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh yang
diakibatkan oleh vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang
mengakibatkan akhirnya selaput ketuban mengalami pecah spontan.
3. Serviks yang inkompeten, kanalis servikalis yang selalu terbuka yang di
sebabkan karna kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, curatage).
4. Tekanan pada intera uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus), misalnya trauma, hidramnion, gemelli.

5. Trauma yang di dapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam,


maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya di
sertai infeksi.
6. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah
yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan
terhadap membran bagian bawah. Kelainan letak pada janin dapat
meningkatkan kejadian KPD karena kelainan letak dapat memungkinkan
ketegangan otot rahim meningkat sehingga dapat menyebabkan KPD. Besar
8

kecinya janin dan posisi janin yang dikandung tidak menyebabkan


peregangan pada selaput ketuban seperti pada keadaan normal, sungsang
ataupun melintang, karena sebenarnya yang dapat mempengaruhi KPD
adalah kuat lemahnya selaput ketuban menahan janin (Budi, Ayu Novita,
2017).
C. Patofisiologi/Mekanisme

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan kontraksi


uterus dan peregangan berulang. Pada kondisi yang normal kolagen terdapat
pada lapisan kompakta amnion, fibrolast, jaringan retikuler korion dan
trofoblas, sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem
aktifitas dan inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin, prostaglandin
berfungsi untuk membantu oksitosin dan estrogen dalam merangsang
aktivitas otot polos, hormon ini dihasilkan oleh uterus dan produksi hormon
ini meningkat pada akhir kehamilan saja, akan tetapi karena ada infeksi dan
inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan
kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput
korion/amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan
sehingga terjadi ketuban pecah dini.

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester


ketiga selaput ketuban akan muda pecah. Melemahnya kekuatan selaput
ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi Rahim, dan
gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput
ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal yang
fisiologis. KPD pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-
faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban Pecah
Dini prematur sering terjadi pada polihidromnion, inkompeten serviks,
solusio plasenta (Prawirohardjo,2014:678).
9

D. Clinical Pathway

Pathway ketuban pecah dini:


Kala 1 Persalinan

His yang berulang Gangguan pada kala 1


persalinan

Kontraksi &
pembukaan serviks

Kanalis Kelainan letak janin Infeksi genitalia Serviks Gameli


Mengiritasi nervus servikalis selalu (sungsang) inkompeten Hidramnion
pundendalis terbuka akibat
kelainan serviks
Tidak ada bag. Proses Dilatasi Ketegangan
Stimulus nyeri berlebih serviks uterus berlebih
Terendah yang biomekanik
menutupi PAP yang bakteri
menghalangi tekanan mengeluark an
Nyeri Akut
terhadap membrane enzim
Mudahnya bag. bawah proteolitik Selapu ketuban Serviks tidak
pengeluaran air menonjol dan bisa menahan
Rasa mules & ingin ketuban mudah pecah tekanan
mengejan intrauterus
Selaput
ketuban mudah
Pasien melaporkan pecah
tidak nyaman

Ketuban Pecah Dini (KPD)

Air ketuban terlalu banyak Pasien tidak Tidak adanya


keluar mengetahui pelindung dunia luar
penyebab dan akibat dengan daerah rahim
KPD
Distoksia (Partus kering)

Laserasi pada jalan lahir Defisiensi Risiko


Pengetahuan Infeksi

Kecemasan ibu terhadap janin


Ansietas dan dirinya Demam

Sumber: Prawirohardjo (2010).


10

E. Manifestasi Klinik/ Tanda dan Gejala


Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes

melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau

amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri

pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering

karena terus di produksi sampai kelahiran(Norma dan Dwi, 2013:248-249).

Adapun tanda dan gejala:

1. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.


2. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembes atau menetes dengan ciri pucat dan
bergaris warna darah.
3. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran.
4. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut,denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.
F. Komplikasi
1. Pada Ibu

Komplikasi yang bisa disebabkan KPD pada ibu yaitu intrapartal dalam
persalinan, infeksi puerparalis/masa nifas, partus lama, pendarahan post
partum, meningkatkan tindakan operatif obstetric (khususnya SC),
morbiditas dan mortalitas maternal.
2. Pada Janin

a) Prematuritas

Kemungkinan masalah yang dapat terjadi pada bayi dengan lahir

prematur yakni sebagai berikut :

b) Respiratory Distress Syndrome (RDS)

Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga dengan sindrom

gangguan pernapasan. Hal ini terjadi karena paru-paru bayi belum

matang sehingga tidak bisa menghasilkan zat surfaktan dalam jumlah


11

memadai. Surfaktan memungkinkan permukaan paru- paru

mengembang dengan baik ketika bayi keluar dari dalam rahim untuk

menghirup udara sesuai kebutuhan bayi. Akan tetapi, jika bayi lahir

sebelum paru-parunya berfungsi dengan sepenuhnya, kemungkinan

akan mengalami masalah pernapasan. Tanpa adanya asupan oksigen

yang memadai, organ-organ yang lain juga bisa terpengaruh.

c) Hipotermia

Kondisi bayi yang prematur biasanya akan menurunkan suhu dengan

sangat cepat. Hal ini disebabkan karena bayi prematur biasanya tidak

memiliki cadangan lemak yang cukup untuk melindungi proses

penurunan suhu. Hipotermia pada bayi yang lahir prematur juga bisa

menyebabkan kondisi lain seperti gangguan pernapasan dan kadar gula

yang sangat rendah.

d) Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia terjadi karena bilirubin terlalu tinggi, ditandai oleh

perubahan warna kulit dan sklera mata menjadi kuning (bayi kuning).

Bilirubin adalah pigmen kuning yang memang ada pada sel darah.

Hiperbilirubinemia lebih umum terjadi pada bayi premature

dibandingkan pada bayi lahir cukup bulan.

e) Anemia

Kondisi ini disebabkan oleh rendahnya konsentrasi sel darah merah. Sel

darah merah sangat penting karena mengandung hemoglobin, zat yang

membawa oksigen ke seluruh tubuh. Sebagian besar bayi baru lahir

memiliki level sel darah merah lebih dari 15gram. Namun bayi

premature beresiko tinggi memiliki level rendah sel darah merah.


12

f) Sepsis

Sepsis adalah kondisi dimana bakteri masuk ke dalam aliran darah.

Sepsis sering menyebabkan infeksi terbawa ke paru-paru dan bisa

mengakibatkan pneumonia.

g) Retinopathy Of Prematurity (ROP)

Retinopathy Of Prematurity (ROP) adalah pertumbuhan abnormal

pembuluh darah di mata yang dapat menyebabkan kehilangan

penglihatan. Hal ini terjadi terutama pada bayi yang lahir sebelum 32

minggu kehamilan.

h) Intraventricular Hemorrhage (IVH)

Intraventricular Hemorrhage (IVH) disebut juga Perdarahan

Intraventrikular. Pendarahan di otak terjadi pada beberapa bayi

premature, terutama yang lahir sebelum usia kehamilan 32 minggu.

Pendarahan yang lebih parah dapat menyebabkan struktur ventrikel otak

berkembang pesat terisi cairan, menyebabkan otak tertekan dan dapat

menyebabkan kerusakan otak seperti cerebral palsy, gangguan belajar

dan masalah perilaku.

i) Necrotizing Enterocolitis (NEC)

Necrotizing Enterocolitis (NEC) terjadi ketika sebagian usus bayi

memiliki aliran darah yang buruk, yang dapat menyebabkan infeksi di

dinding usus.

j) Prolaps funiculli (penurunan tali pusat).

k) Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi).

l) Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, partus lama, skor

apgar rendah, ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intraknial, gagal

ginjal, distress pernapasan.


13

m) Sindrom deformitas janin

n) Morbiditas dan mortalitas perinatal (Budi Rahayu, 2017).

G. Penatalaksanaan Medis

Menurut Manuaba (2013) dalam buku ajar patologi obstetrik, kasus KPD
yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi
bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi
chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara
aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara
konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa
memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan
tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG)
untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering
pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis.
Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk
menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34
minggu atau lebih biasanya paru- paru sudah matang, chorioamnionitis yang
diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas
dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung
berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten
(Manuaba, 2013).

1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu).


Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan
kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya
ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent = L, P = “lag”
period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya. Pada
hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan
sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam
waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah.bila dalam 24 jam setelah kulit
ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi
persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar (Manuaba, 2013).
14

Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada


ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus
namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada
pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan.
Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis
KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam
kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung
lebih dari 6 jam. Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif (induksi
persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan
penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat
periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan
trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi (Manuaba, 2013).
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat
ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan
berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat
menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat)
atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat).
Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi
dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak
berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria (Manuaba, 2013).
2. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu).
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan
tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai
pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi Penderita perlu
dirawat di rumah sakit,ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan
kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen
atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan
(Manuaba, 2013).
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid
pada penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya
pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan
konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan
induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan (Manuaba, 2013).
15

Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung


dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan
komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-
komplikasi yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura
uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan
dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar.
Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah
sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin
tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak,
gawat janin, partus tak maju, dll (Manuaba, 2013).
Selain komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan
aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan
komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat.
Sehingga dikatakan pengolahan konservatif adalah menunggu dengan
penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin (Manuaba,
2013).
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap
hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam,
pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat
diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid
antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat
menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health telah
merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada
kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri
atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau
dexametason 4 dosis masing- masing 6 mg tiap 12 jam (Manuaba, 2013).
H. Penatalaksanaan Kebidanan

Manajemen terapi pada ketuban pecah dini menurut Manuaba (2013):


1. Konservatif
a) Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
b) Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
c) Umur kehamilan kurang 37 minggu.
d) Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.
e) Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan
16

kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru janin.


f) Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda
persalinan.
g) Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat
janin.
h) Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi
uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air
berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.

2. Aktif
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi.
Bila ditemukan tanda tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan
terminasi kehamilan.
a) Induksi atau akselerasi persalinan.
b) Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan
mengalami kegagalan.
c) Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat
itemukan. Hal-hal yang harus diperhatikan saat terjadi pecah ketuban
Yang harus segera dilakukan:
a) Pakai pembalut tipe keluar banyak atau handuk yang bersih.
b) Tenangkan diri Jangan bergerak terlalu banyak
pada saat ini. Ambil nafas dan tenangkan diri.
Yang tidak boleh dilakukan:
a) Tidak boleh berendam dalam bath tub, karena bayi ada resiko
terinfeksi kuman.
b) Jangan bergerak mondar-mandir atau berlari ke sana kemari, karena
air ketuban akan terus keluar. Berbaringlah dengan pinggang diganjal
supaya lebih tinggi.
ASUHAN KEBIDANAN
PADA Ny.S G2P1A0 HAMIL 40 MINGGU JANIN TUNGGAL HIDUP DENGAN KPD
(TRIMESTER III)
DI POLI KANDUNGAN RSUD PJS KOTABARU
Hari/tgl pengkajian : Jumat, 12 November 2021 Nama :Rezki Emellia
Nim : 11194992110065 Pukul :10.30 WITA
RMK : 11.21.92

A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
Istri Suami
Nama Ny. S Tn.M
Umur 32 tahun 39 tahun
Agama Islam Islam
Suku/Bangsa Bugis/Indonesia Bugis/Indonesia
Pendidikan SD SMP
Pekerjaan IRT Swasta
Alamat Labuan Mas Labuan Mas
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan hamil 9 bulan mengeluh ada keluar air sedikit-sedikit dari jalan lahir,
berbau amis, keluar sejak 3 hari yang lalu, belum ada rasa nyeri perut dan tidak
pengeluaran lendir darah.
3. Riwayat=Perkawinan
Kawin 1 kali, kawin pertama kali umur 22 tahun, dengan suami sekarang sudah 10
tahun.
4. Riwayat Haid
a. Menarche umur : 13 tahun
b. Siklus : 28 hari
c. Teratur / tidak : teratur
d. Lamanya : 5-7 hari
e. Banyaknya : 2 kali ganti pembalut / hari
f. Dismenorhoe : tidak ada

17
18

g. HPHT : 02 Pebruari 2021


h. Tafsiran Partus : 09 Nopember 2021
i. Usia Kehamilan : 40 minggu
5. Riwayat Obstetri
G2P1 A0
Kehamilan Persalinan Bayi Penyu
No Thn Penyu Cara Tempat/ Penyul Keadaa lit Ket
UK UK BB PB Seks
lit Penolong it n lahir Nifas
Tid Spo
Cuk
ak Tidak ntan Pere
up Rumah/ Tidak 3.400 50 Tidak
1. 2013 dik diketa Perv mpua Sehat
bula Bidan ada gr cm ada
eta hui agin n
n
hui am
Tid
Tidak
2. 2021 ak
ada
ada

6. Riwayat Keluarga Berencana


No. Jenis Lama Masalah Ket.
KB
1. Suntik Kurang lebih Berat badan bertambah
3 bulan 2 tahun

2. Pil Kurang lebih Tidak ada


kombin 6 tahun
asi

7. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan ibu  
Ibu mengatakan bahwa tidak pernah menderita penyakit menular seperti Hepatitis,
TBC, dan tidak pernah menderita penyakit menurun seperti Asma, Jantung dan
DM, tidak ada riwayat terpapar Covid 19
b. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu mengatakan keluarganya tidak pernah menderita penyakit menular seperti
19

Hepatitis, TBC, dan tidak pernah menderita penyakit menurun seperti Asma,
Jantung dan DM, tidak ada riwayat terpapar Covid 19.
8. Riwayat Kehamilan Sekarang
a. Selama hamil ibu diperiksa : Puskesmas
b. Mulai periksa sejak usia kehamilan : 7 minggu
c. Frekuensi periksa kehamilan
Trimester I : 2x
Trimester II : 2x
Trimester III : 6x
d. TT I: 30/08/2021 TT II: 20/09/2021
e. Keluhan/ masalah yang di rasakan ibu :

Usia
No Keluhan/Masalah Kehamilan Tindakan Oleh Ket

7 minggu
Pusing, Mual KIE, tambah
1. Bidan
darah

2. 37 minggu Bidan
Nyeri Pinggang KIE

9. Pola Kebutuhan Sehari-hari


a. Nutrisi
 Jenis yg dikonsumsi : Nasi, Sayur, Buah, Ikan
 Frekuensi : 3 - 4 kali / hari
 Porsi makan : 1 piring
 Pantangan : tidak ada
b. Eliminasi
BAB
 Frekuensi : 1 kali / hari
 Konsistensi : lembek
 Warna : kecoklatan
BAK
 Frekuensi        : 4 - 5 kali / hari
20

 Warna  : kuning jernih


 Bau : khas urine
c. Personal Hygiene
 Frekuensi mandi : 2 kali/hari
 Frekuensi gosok gigi : 2 kali/hari
 Frekuensi ganti pakaian : sesuai kebutuhan
d. Aktifitas
Ibu mengatakan masih biasa melakukan pekerjaan rumah tangga seperti biasanya.
e. Tidur dan Istirahat
 Siang hari : 1 - 2 jam
 Malam hari : 7 - 8 jam
 Masalah : tidak ada
f. Pola Seksual
 Masalah : Tidak ditanyakan
10. Data Psikososial dan Spiritual
 Tanggapan ibu terhadap keadaan dirinya : Baik
 Tanggapan ibu terhadap kehamilannya : Cemas
 Ketaatan ibu beribadah : Sholat 5 waktu
 Pemecahan masalah dari ibu : Bersama suami
 Pengetahuan ibu terhadap kehamilannya :Dari keluarga dan
pengalaman
 Budaya yang dipercayai selama kehamilan : Tidak ada
 Lingkungan yang berpengaruh Ibu tinggal bersama : Suami
 Hewan peliharaan : Tidak ada
 Hubungan sosial ibu dengan orang tua / keluarga : Baik
 Penentu pengambil keputusan dalam keluarga : Suami
 Jumlah penghasilan keluarga : cukup
 Yang menanggung biaya ANC dan persalinan : BPJS
21

B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : baik   
b. Kesadaran : compos mentis
c. Berat badan   
Sebelum hamil : 55 kg
Sekarang : 65 kg
IMT :
Diperoleh dengan perhitungan rumus
Berat Badan (kg) = 65 = 28,89
Tinggi Badan2 (m) 1,50 x 1,50
Kategori : Overweight

d. Tinggi badan : 150 cm


e. LILA : 32 cm
f. Tanda Vital : TD : 110/80 mmHg Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,7°C, Respirasi : 16 x/menit
2. Pemeriksaan khusus
a. Inpeksi
Kepala : Bentuk kepala tampak simetris, rambut tampak
berwarna hitam, tidak tampak ketombe, dan tampak
bersih.
Muka : Terlihat tidak tampak pucat, tidak tampak adanya
odema, tampak adanya closma gravidarum.
Mata : Konjungtiva tidak tampak pucat dan sclera tidak kuning.
Hidung : Tidak ada polip, tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak
ada pernafasan cuping hidung dan tidak ada pengeluran
sekret.
Telinga : Bentuk tampak simetris kiri dan kanan, tidak ada
pengeluaran serumen.
Mulut : Bibir tidak tampak pucat, tidak ada sariawan, lidah
22

tampak bersih, gigi berlubang.


Dada : Tampak simetris saat inspirasi dan ekspirasi, tidak ada
retraksi dada.
Mamae : Bentuk tampak simetris, puting susu menonjol
Abdomen : Terlihat striae gravidarum
Tungkai : Tidak tampak odem dan varises
Genetalia : Tampak sedikit pengeluaran cairan berwarna putih dan
berbau
b. Palpasi

Leher : Tidak teraba adanya pelebaran vena jugularis dan


kelenjar tyroid
Mamae : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba adanya massa pada
kedua belah payudara dan terdapat pengeluaran
kolostrum
Abdomen
Leopold I : TFU teraba 3 jari dibawah prx, pada bagian fundus
teraba bulat, lunak dan tidak melenting (bokong)
Leopold II Bagian kanan ibu teraba keras memanjang seperti
papan (pu-ka) dan bagian kiri ibu teraba bagian kecil
janin (ekstremitas)
Leopold III : Bagian terbawah janin teraba bulat, keras dan
melenting (kepala)
Leopold IV Bagian terbawah janin sudah masuk PAP (divergent
atau 4/5)
TFU : 32 cm
TBJ : (32 – 11) x 155 = 3.255 gram
Tungkai : Tidak terdapat adanya oedama dan varises
c. Auskultasi
DJJ : (+) terdengar teratur, frekuensi 146x/menit.
d. Perkusi
 Cek ginjal : Kiri / Kanan, (-) / (-)
23

 Refleks Patella: Kiri / Kanan, (+) / (+)


e. Pemeriksaan Panggul Luar :
 Distansia Spinarum : tidak dilakukan
 Distansia Cristarum : tidak dilakukan
 Conjugata Eksterna : tidak dilakukan
 Lingkar Panggul : tidak dilakukan
f. Pemeriksan dalam
- Periksa Spekulum :Tes lakmus pink berubah warna biru
g. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
a. HB : 13,8 gr%
b. Albumin : Tidak dilakukan
c. Reduksi : Tidak dilakukan
d. HIV : Non Reaktif
e. HbSAG : Non Reaktif

C. Analisa Data
1. Diagnosa Kebidanan : G2P1A0 usia kehamilan 40 minggu dengan KPD
2. Masalah : Tidak ada
3. Kebutuhan : - Support emosi
- Penanganan KPD
- KIE trimester III

D. Penatalaksanaan
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan TD: 110/80 mmHg Nadi :80x/menit suhu:
36,7°C, Respirasi : 16 x/menit, palpasi pada perut sudah 3 jari dibawah proxesus
xipoideus sesuai dengan perkembangan janin, presentasi kepala sudah masuk
panggul dan bagian punggung janin terletak pada kanan ibu, dengan usia kehamilan
40 minggu, DJJ(+) frekuensi 146x/menit, dan tafsiran partus tanggal 9 nopember
2021 yang sudah lewat 3 hari.
“Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan”
24

Rasional tindakan: Pasien berhak mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan
keadaan penyakit yaitu tentang diagnosis, tindakkan medik yang akan dilakukan,
segala resiko dari tindakkan medik tersebut (Valery M.P. Siringoringo et al, 2017)
2. Menjelaskan kepada pengeluaran air-air dari jalan lahir merupakan salah satu tanda
bahaya ibu hamil karena ibu belum masuk masa bersalin dan bisa mengakibatkan
infeksi jika dibiarkan dalam waktu yang lama.
”Ibu mengetahui penyebab keluhan pengeluaran air itu merupakan tanda bahaya
untuk ibu hamil”
Rasional Tindakan: Pasien berhak mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan
keadaan penyakit yaitu tentang diagnosis, tindakkan medik yang akan dilakukan,
segala resiko dari tindakkan medik tersebut (Valery M.P. Siringoringo et al, 2017)
3. Menjelaskan kepada ibu bahwa ibu perlu rawat inap di RSUD Kotabaru
“Ibu memahami penjelasan petugas dan akan mematuhi saran yang diberikan bidan”
Rasional tindakan: Dengan rawat inap di RSUD kotabaru maka ibu dan janin akan
terpantau dengan baik oleh dokter spesialis kandungan dan dapat mencegah
komplikasi yang nanti akan terjadi.

4. Menjelaskan kepada ibu pentingnya bedrest total atau tirah baring di tempat tidur seta
mengurangi aktivitas baik itu duduk , pergi kekamar mandi maupun aktifitas lainnya
dan jangan bergerak terlalu banyak pada saat ini dan meneenangkan diri ibu
“ Ibu memahami dan bersedia melakukan anjuran dan kecemasan ibu mulai
berkurang”
Rasional tindakan: Dengan bedrest total dan tidak bergerak terlalu banyak selama
keluar air-air dapat mengurangi pengeluaran air nya.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk mendapat terapi yang sesuai.
Saran dokter : Rawat Inap di RSUD Kotabaru
Terapi dari dokter : -Induksi Persalinan
-Injeksi Antibiotik (Cefobactam / 8 jam)
“ Kolaborasi dilakukan, ibu menerima saran dokter dan bersedia untuk rawat inap”
Rasional tindakan: Dengan berkolaborasi dengan dokter ibu mendapatkan terapi
sesuai kebutuhan dan masalah ibu.
25

6. Kolaborasi dengan dokter untuk melakukan pemeriksaan USG untuk memastikan


keadaan janin dalam kandungan dan jumlah air ketuban.
“USG dilakukan oleh dokter dan janin sehat dengan tidak ada kelainan dan jumlah
air ketuban masih cukup”
Rasional tindakan: Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk melihat jumlah cairan
dalam kavum uteri.
7. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga kebutuhan nutrisi dengan menu gizi seimbang
seperti daging sapi, hati, kacang-kacangan, buah pisang, alpukat, semangka, sayur
bayam, kentang, sawi dan menganjurkan ibu untuk meminum air putih 8 – 10 gelas /
hari, menjaga berat badan ibu karena ibu sudah termasuk overwight atau berat badan
berlebih.
“Ibu mengerti dan berjanji akan melakukan sesuai anjuran bidan”
Rasional tindakan: Ibu hamil hendaknya memperhatikan benar asupan gizi bagi
tubuhnya yang sangat dibutuhkan bagi janin yang sedang dikandung, seperti
kebutuhan akan karbohidrat, protein, ion, asam folat, kalsium, dan sederetan vitamin
yang penting bagi kebutuhan nutrisi pada trimester III, (Pratiwi and Fatimah, 2018)
7. Memberikan informasi kepada ibu tentang tanda bahaya kehamilan yang lainnya,
yaitu :
a. Perdarahan pervaginam
b. Gerakan janin yang berkurang
c. Sakit kepala yang hebat atau berlebihan
d. Pandangan kabur
e. Bengkak pada wajah, tangan dan kaki
f. Nyeri abdomen / perut yang kuat dan berlebihan
“ Mengetahui secara dini tanda-tanda bahaya pada kehamilan pada ibu hamil selain
pengeluaran air-air”
Rasional : Hal yang harus diperhatikan untuk kesehatan kandungan ibu dan janinnya
adalah tanda bahaya pada ibu hamil. Tanda bahaya kehamilan adalah tanda yang
mengindikasikan adanya bahaya yang dapat terjadi selama kehamilan atau periode
antenatal, yang apabila tidak dilaporkan atau tidak terdeteksi bisa menyebabkan
kematian ibu (Pratiwi and Fatimah, 2018)
8. Memberitahukan ibu untuk tetap melakukan protokol kesehatan dengan menggunakan
26

masker, cuci tangan dan menjaga jarak dalam keseharian ibu.


“Ibu bersedia melakukan protocol kesehatan”
Rasional tindakan: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/Menkes/382/2020 tentang protokol kesehatan bagi masyarakat di tempat dan
fasilitas umum dalam rangka pencegahan dan pengendalian corona virus disease 2019
(covid-19). Dengan mematuhi protocol Kesehatan diharapkan ibu dapat terhindar dari
penyakit covid-19”.
9. Mendokumentasikan tindakan.
“Semua pemeriksaan dan tindakan terdokumentasi dan tercatat deregister pasien”
Rasional Tindakan: Untuk mempertanggung jawabkan tindakan yang telah dilakukan
dan sebagai bukti dari setiap tindakan. (Handayani dkk: 2017)
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab pembahasan ini, penulis akan membahas beberapa hal yang berkaitan
dengan pelaksanaan “Asuhan Kebidanan pada Ny. S usia 32 tahun G2P1A0 hamil 40 minggu
Janin Tunggal Hidup Intra Uterin dengan Ketuban Pecah Dini” yang berkunjung pada tanggal
12 Nopember 2021 di Poli Kandungan RSUD PJS Kotabaru. Dalam penatalaksanaan asuhan
kebidanan menggunakan manajemen kebidanan dengan pendokumentasian SOAP.

A. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan


1. Data Subjektif
Dalam pengkajian yang dimulai dari pengumpulan data berupa anamnesa
serta data-data yang dapat ditemukan saat melakukan anamnesa yang dapat
mendukung terjadinya kasus tersebut . Dalam tahapan pengkajian, penulis tidak
mendapat hambatan. Hal ini karena respon kooperatif ibu yang dapat menerima
kehadiran penulis saat pengumpulan data. Ibu menunjukkan sikap terbuka dan
menerima anjuran serta saran yang diberikan oleh penulis maupun tenaga medis
lainnya dalam memberikan asuhan kebidanan.

Berdasarkan anamnesa ibu melakukan pemeriksaan kehamilan pada tanggal


8 November 2021. Hamil kedua,dengan jarak anak sebelumnya kurang lebih 8,5
tahun. HPHT tanggal 02 februari 2021 dan menurut ibu sekarang hamil 9 bulan. Ibu
memeriksakan kehamilannya sebanyak10 kali dengan trimester I 2 x, Trimester II 2
x, dan trimester III 6 kali, dan ibu sudah mendapatkan suntik TT 2 x, ibu tidak
mempunyai riwayat penyakit dan keluarga juga tidak mempuyai riwayat penyakit.
Didapat data subjektif bahwa ibu mengeluh ada keluar air sedikit-sedikit dari

jalan lahir, berbau amis, keluar sejak 3 hari yang lalu, belum ada rasa nyeri perut dan

tidak pengeluaran lendir darah.. Tanda dan gejala KPD berdasarkan teori, yaitu.

Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina dan tercium aroma air ketuban

berbau amis. Dalam keadaan normal ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban

pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan (Sepduwiana, 2011 :

144). Pada paritas, resiko KPD banyak terjadi pada multipara dan grandemultipara

27
disebabkan motilitas uterus berlebih, kelenturan leher Rahim yang berkurang

sehingga dapat terjadi pembukaan dini pada serviks. Sedangkan pada usia,

bertambahnya usia wanita berhubungan dengan menurunnya fungsi dan kemampuan

organ tubuh sehingga meningkatkan resiko timbulnya kelainan-kelainan (Maharani

Dkk, 2017:103). Pada langkah pertama, penulis tidak mendapatkan kesenjangan

antara teori dan kasus yang terjadi dilapangan.

2. Data Objektif
Dari hasil pemeriksaan didapat bahwa keadaan umum ibu tampak baik,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 100/80 mmHg, nadi 80 kali/menit, suhu
360C, dan pernapasan 18 kali/menit.
Pada pemeriksaan abdomen, palpasi pada perut sudah 3 jari dibawah
proxesus xipoideus sesuai dengan perkembangan janin dan sesuai umur kehamilan
40 minggu presentasi kepala sudah masuk panggul dan bagian punggung janin
terletak pada kanan ibu. Pada pemeriksaan genitalia tampak sedikit pengeluaran
cairan berwarna putih dan berbau.
Pada kasus ini pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah periksa
inspekulo, yang didapat hasil tes lakmus berubah warna yang berarti air ketuban
yang keluar.
Pemeriksaan USG dilakukan oleh dokter dengan hasil USG janin tunggal
hidup intra uterin, keadaan janin baik, terlihat dan terdengar denyut jantung janin
(DJJ) serta jumlah air ketuban yang normal. Pemeriksaan penunjang untuk
menentukan diagnosis KPD adalah pemeriksaan tes lakmus yang ditandai adanya
perubahan warna kertas lakmus menjadi biru, dan menandakan bahwa air ketuban
yang keluar dari jalan lahir ibu.

3. Assasement

Dalam menegakkan suatu diagnosa kebidanan, didukung dan ditunjang oleh


beberapa data, dan dilakukan identifikasi yang benar tehadap diagnosis atau masalah
dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan, diinterpretasikan sehingga dapat

32
merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Masalah dan diagnosis keduanya
digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan, seperti diagnosis,
tetapi sungguh membutuhkan penanganan yang dituangkan dalam sebuah rencana
asuhan terhadap klien. Masalah sering berkaitan dengan pengalaman wanita yang
diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan pengarahan

Pada kasus Ny. S, dilakukan pengumpulan data subjektif didapatkan bahwa


hasil anamnesa ibu, hamil anak ketiga, belum pernah keguguran sebelumnya. HPHT
tanggal 02 pebruari 2021, mengeluh ada keluar air sedikit-sedikit 3 hari yang lalu
berbau amis. Dari data Objektif pemeriksaan fisik abdomen teraba TFU 3 jari di
bawah prx, Punggung kanan, TBJ 3.255 gr, kepala sudah masuk panggul, DJJ 146
x/m.Pemeriksaan penunjang pada inspekulo untuk tes lakmus didapat ada perubahan
warna menjadi warna biru, serta hasil USG oleh dokter Janin tunggal hidup intra
uterin sehingga dapat ditegakkan analisa yaitu G2P1A0 hamil 40 minggu Janin
Tunggal Hidup Intra Uterin dengan Ketuban Pecah Dini”.
Pada trimester ketiga selaput ketuban akan muda pecah. Melemahnya
kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi
Rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia
pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal
yang fisiologis. KPD pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-
faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban Pecah Dini
prematur sering terjadi pada polihidromnion, inkompeten serviks, solusio
plasenta (Prawirohardjo,2014:678).
4. Penatalaksanaan
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosis kebidanan dan
masalah potensial yang akan terjadi. Setiap rencana asuhan harus disetujui oleh
kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan pasien agar dapat dilaksanakan dengan
efektif karena klien merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut.
Pada studi kasus Ny. “S” penulis merencanakan tindakan asuhan kebidanan
berdasarkan diagnose dan sesuai dengan kebutuhan pasien, yatu: memberitahu
kepada ibu bahwa pengeluaran air-air dari jalan lahir merupakan salah satu tanda
bahaya ibu hamil karena ibu belum masuk masa bersalin dan bisa mengakibatkan

33
infeksi jika dibiarkan dalam waktu yang lama.

Ada beberapa komplikasi yang bisa terjadi pada ibu dan janin, salah satunya adalah
infeksi pada ibu dan sepsis pada bayi. Komplikasi yang bisa disebabkan KPD pada
ibu yaitu intrapartal dalam persalinan, infeksi puerparalis/masa nifas, partus lama,
pendarahan post partum, meningkatkan tindakan operatif obstetric (khususnya SC),
morbiditas dan mortalitas maternal.
Bagi pasien yang mengalami ketuban pecah dini dengan hamil aterm
ditatalaksanai dengan kolaborasi dokter dengan induksi persalinan, yang dalam
pengawasan dokter kandungan, sehingga diharuskan ibu rawat inap di RSUD
Kotabaru, karena ibu periksa di poli kandungan RSUD PJS Kotabaru, , sehingga
tidak membutuhkan waktu yang lama dan kondisi kehamilan ibu dapat tertangani
dengan cepat agar tidak menimbulkan masalah atau komplikasi yang lainnya.
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung
dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-
komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi- komplikasi yang dapat
terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan
juga mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari induksi persalinan biasanya
diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD
yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata
karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain,
misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll (Manuaba, 2013).
Selain induksi , terapi yang diberikan oleh dokter kandungan adalah
injeksi antibiotik (cefobactam / 8 jam), pemberian antibiotik profilaksis dapat
menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin
dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada
pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu
pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan
dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi
telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa
penulis menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau
ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan

34
sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek
sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat
dikurangi (Manuaba, 2013).
Selain komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif.
Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang
berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatakan
pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap
kemungkinan infeksi intrauterin (Manuaba, 2013).
Dalam masa konservatif karena ibu belum memasuki persalinan, maka
dianjurkan untuk bedrest total atau tirah baring di tempat tidur seta mengurangi
aktivitas baik itu duduk , pergi kekamar mandi maupun aktifitas lainnya dan
jangan bergerak terlalu banyak pada saat ini dan menenangkan diri untuk
mengurangi kecemasan ibu.
Keberhasilan penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini pada kehamilan ini
dipengaruhi oleh nasehat yang diberikan petugas kesehatan mengenai
penatalaksanaan yang harus dilakukan dan menjelaskan menegenai tanda bahaya
yang mungkin terjadi pada kehamilan muda.
Mendokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan dan mencatat di
register pasien sebagai bentuk pertanggung jawaban tindakan yang telah dilakukan
dan sebagai bukti dari setiap tindakan.
Berdasarkan hasil pengkajian melalui anamnesa, pemeriksaan fisik,
diagnosa yang ditegakkan dan dilakukan rencana sesuai kebutuhan, serta
pembahasan terdapat kesesuaian antara teori dan kenyataan, dilihat dari tanda
gejala,hasil pemeriksaan fisik dan penunjang dan penatalaksanaannya.

35
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengkajian melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnosa


yang ditegakkan dan dilakukan rencana yang telah di uraikan maka penulis dapat
mengambil kesimpulan bahwa:
1. Data subjektif
Berdasarkan hasil anamnesa didapatkan data subjektif dari pasien yaitu ibu
hamil kedua, HPHT tanggal 02 februari 2021.
Ada keluar air sedikit-sedikit dari jalan lahir, berbau amis, keluar sejak 3
hari yang lalu, belum ada rasa nyeri perut dan tidak pengeluaran lendir darah
2. Data objektif
Dari data objektif berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
didapatkan bahwa pada pemeriksaan fisik pada palpasi pada perut sudah 3 jari
dibawah proxesus xipoideus sesuai dengan perkembangan janin dan sesuai umur
kehamilan 40 minggu presentasi kepala sudah masuk panggul dan bagian
punggung janin terletak pada kanan ibu. Pada pemeriksaan genitalia tampak
sedikit pengeluaran cairan berwarna putih dan berbau.
Pada kasus ini pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah periksa
inspekulo, yang didapat hasil tes lakmus berubah warna yang berarti air ketuban
yang keluar.
Pemeriksaan USG dilakukan oleh dokter dengan hasil USG janin tunggal
hidup intra uterin, keadaan janin baik, terlihat dan terdengar denyut jantung janin
(DJJ) serta jumlah air ketuban yang normal.
3. Analisa
Berdasarkan data subjektif dan objektif yang telah didapatkan maka
ditegakkan analisa Ny. S, G2P1A0 hamil 40 minggu Janin Tunggal Hidup Intra
Uterin dengan Ketuban Pecah Dini.

36
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang telah dilakukan sesuai dengan kebutuhan ibu.

37
33

B. Saran

1. Pusat Pelayanan Kesehatan


Diharapkan tetap mempertahankan pelayanan kesehatan yang sudah sesuai
dengan SOP serta teori sehingga dapat meningkatkan kualitas dan
kepercayaan dari para pengguna jasa pelayanan kesehatan, khususnya
pelayanan kebidanan dengan Ketuban Pecah Dini pada ibu hamil.
2. Untuk klien dan keluarga
Dengan diberikannya asuhan ini diharapkan ibu mendapatkan asuhan yang
lebih terarah dan berkelanjutan sehingga mencegah komplikasi.
3. Untuk profesi Bidan
Diharapkan dapat lebih meningkatkan kualitas asuhan sesuai dengan teori
yang terus berkembang namun tetap berdasarkan wewenangnya sebagai bidan
yang telah ditetapkan sehingga asuhan yang diberikan sesuai dengan standar
pelayanan kebidanan dan bemanfaat bagi klien.
155

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Risa (2020) Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Dengan Ketuban Pecah Dini
(KPD) di RSIA Husada Bunda Salo Tahun 2019. Diploma thesis, Universitas Pahlawan
Tuanku Tambusai.

Ani, Yohana. 2019. “Asuhan Keperawatan Pada Ny. DB Dengan Ketuban Pecah Dini (KPD)
Di ruang Flamboyan RSUD Prof Dr. . WZ Yohannes Kupang”.Poltekkes Kemenkes
Kupang: Repository Poltekkes Kupang.

Norma, Nita Dan Mustika Dwi.2013.C Asuhan Kebidanan Patologi Teori Dan Tijauan Kasus.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Saifuddin, Abdul Bari. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T Bina Pustaka.

Saminem. 2010. Dokumentasi Asuhan Kebidanan Konsep dan Praktik. EGC. Jakarta

Sari, Eka Puspita Dan Kurnia Dwi Rimandini. 2014. Asuhan Kebidanan Persalinan. Jakarta:
Trans Info Media.

Sarwono,Prawirohardjo. 2014.Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.

Sukarni, Icesmi Dan Margareth. Kehamilan, Persalinan Dam Nifas. Yogyakarta: Nuha Media,
2013.

Varney, Helen dkk,buku saku bidan, 2001. Varney‟s pocket midwife, ed. AlfrinaHany.
Jakarta: EGC.
Yulifah, Rita Dan Surachmindari.2014. Konsep Kebidanan.Jakarta Selatan: Salemba Medika.

34

You might also like