You are on page 1of 9

Bab 5

B. Ketentuan Hak dan Tanah

1. Hak Bangsa Indonesia

Hak Bangsa adalah istilah untuk lembaga hokum dan hubungan hokum yang konkret
dengan bumi, air, dan ruang angkasa Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di
atasnya. Istilah ini bukanlah istilah resmi yang terdapat dalam undang-undang pokok Agraria.
Hak ini merupakan hak penugasan tanah yang tertinggi di dalam hukum tanah nasional. Pemilik
hak istanah ini ialah seluruh rakyat Indonesia yang sepanjang bersatu sebagai bangsa Indonesia
pada generasi-generasi terdahulu dan generasi yang akan dating. Hak ini meliputi semua tanah
yang ada di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

Hak ini tercipta sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa kepada rakyat Indonesi yang telah
bersatu sebagai bangsa Indonesia. Hak ini berfungsi sebagai lembaga hukum dan sebagai hukum
konkret kerena terciptanya pada saat diciptakannya hubungan konkret dengan tanah sebagai
karunia Tuhan yang Maha Esa kepada rakyat Indonesia.

Hubungan hak bangsa Indonesia ini bersifat abadi, seperti yang termaksud dalam
penjelasan umum, selama rakyat Indonesia yang masih bersatu sebagai bangsa Indonesia masih
ada dan selama bumi, air, dan ruang angkasa Indonesia masih ada pula, dalam keadaan yang
bagaimanapun, tidak ada sesuatu kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau mentiadakan
hubungan tersebut.

2. Landasan Hukum

Hak bangsa Indonesia secara tegas di atur dalam uraian nomor 111, diatur dalam pasal 2
yang selengkapnya berbunyi :

Pasal 2

(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal
sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh
Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang
untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan, dan
pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut;
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan
bumi, air, dan ruang angkasa;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.
(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2)
pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti
kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum
Indonesia yang merdeka berdaulat, adil, dan makmur.
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada
daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan
dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan
peraturan pemerintah.
3. Hak Menguasai Negara
Hak menguasai Negara merupakan hak kedua setelah hak bangsa Indonesia.
Sebagaimana dikemukakan dalam pasal 2 ayat 2 dan 3 di atas. Kewenangan Negara
dalam bidang pertanahan tersebut merupakan pelimpahan tugas bangsa sebagaimana
yang diatur dalam uraian 111 B dan Undang-Undang Pokok Agraria berpangkal pada
pendirian, bahwa untuk mencapai apa yang ditentukan dalam pasal 33 ayat 3 UUD tidak
perlu dan tidak pada tempatnya, bahwa adalah lebih tepat jika Negara, sebagai organisasi
kekuasaan dari seluruh rakyat (bangsa) bertindak selaku badan penguasa. Konsep
penguasaan ini berasal dari hukum tata Negara feodal.
Kekuasaan di bidang legislative yang ada di dalam pasal 2 mencakup ke dalam
pengertian mengatur dan menentukan yang dilaksanakan oleh badan-badan legislative
pusat yakni DPR, MPR, dan DPD serta presiden dalam bentuk Undang-Undang, TAP
MPR, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perpu), Keputusan Presiden dan
Keputusan Menteri.
Kekuasaan eksekutif yang dicakup dalam pengertian menyelenggarakan dan
menentukan dilakukan oleh presiden dan dibantu oleh menteri atau pejabat tinggi lain
yang bertugas di bidang pertanahan. Kewenangan ini sebagaian dapat ditugaskan
pelaksanaannya kepada pejabat daerah dari pemerintah pusat.
Hak menguasai dari Negara dari Negara meliputi semua tanah dalam wilayah
republic Indonesia baik tanah-tanah yang tidak atau belum dihaki dengan hak-hak
perorangan oleh Undang-Undang Pokok Agraria. Pengertian tanah-tanah yang dihaki
oleh hak ini secara administrasi disebut juga dengan tanah Negara. Pengertian tersebut
berbeda dengan sebutan “tanah Negara” dalam arti landreform atau “milik Negara”
dalam pembahasan mengenai domeinverklaring.
Dengan berkembangnya hukum tanag nasional, lingkup pengertian tanah-tanah
yang di dalam Undang-Undang pokok Agraria disebut dengan tanah-tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara dari pengertian awal semua tanah yang dikuasi oleh Negara di luar
apa yang disebut tanah-tanah hal.
4. Hak Ulayat
Hak ulayat ialah seperangkat wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum
adat yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. Hak
Ulayat memiliki dua unsur, yakni unsur kepunyaan yang termasuk kewajiban-kewajiban
hukum perdata di dalamnya dan unsur-unsur kewenangan untuk mengatur penguasaan
dan memimpin penggunaan tanah bersama yang termasuk di bidang hukum.
Unsur tugas kewenangan yang termasuk bidang hukum public tersebut
pelaksanannya dilimpahkan kepada kepala adat sendiri atau bersama-sama dengan ketua
adat masyarakat hukum yang bersangkutan. Hak Ulayat dalam lingkungan masyarakat
hukum adat yang bersangkutan merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi.
Hak-hak perorangan atas sebagian tanag-tanah tersebut secara langsung atau tidak
langsung bersumber padanya.
a. Terciptanya Hak Ulayat
Hak Ulayat sebagai hubungan hukum konkret pada asal mulanya diciptakan oleh nenek
moyang atau sesuatu kekuatan gaib. Hak Ulayat sebagai lembaga hukum sudah ada
sebelumnya karena masyarakat hukum adat yang bersangkutan bukan satu-satunya yang
mempunyai Hak Ulayat. Bagi masyarakat hukum adat, Hak Ulayat dapat tercipta karena
pemisahan dari masyarakat hukum adat, Hak Ulayat dapat tercipta karena pemisahan dari
masyarakat hukum adat induknya dan menjadi masyarakat hukum adat baru yang mandiri
dengan sebagian wilayah induknya sebagai tanah ulayatnya.
b. Pemegang Hak Ulayat.
Pemegang Hak Ulayat adalah masyarakat hukum adat. Masyarakat hukum adat ada
yang terjadi karena territorial dalam artian para warganya bertempat tinggal di wilayah yang
sama, namun ada pula yang karena genealogi yang di mana warga terikat karena pertanian
darah.
c. Tanah Yang Menjadi Objek
Tanah yang menjadi objek adalah semua tanah dalam wilayah masyarakat hukum adat
territorial. Berbeda dengan masyarakay hukum adat yang bersifat geneologi, dapat diketahui
secara mudah batas-batas wilayah tanag ulayatnya.
5. Hak Milik
Aturan mengenai jenis-jenis Hak Atas Tanah dapat diketahui dari ketentuan dari Pasal
16 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria ;
Pasal 16
(1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah :
a. Hak milik;
b. Hak Guna-Usaha;
c. Hak Guna Bangunan;
d. Hak Pakai;
e. Hak Sewa;
f. Hak Membuka Tanah;
g. Hak memungut-Hasil Hutan;
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan
ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara
sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.

Menurut padal 20 Undang-Undang Pokok Agraria, Hal milik didefenisikan sebagai:

Pasal 20

(1) Hak milik merupakan hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 16.
(2) Hak milik dapat beralih dan diahlikan kepada pihak lain.

Dari pasal 20 Undang-Undang Pokok Agraria tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa Hak
milik ialah hak yang paling kuat atas tanah hak milik yang dimilikinya tersebut, yang memberikan ha
katas tanah kepada warganya.

6. Subjek Hak Milik Atas Tanah


Dari ketentuan lebih lanjut, pihak-pihak yang dapat mempunyai Hak Milik Atas Tanah adalah
pihak-pihak yang diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Pokok Agraria yang menyatakan:
Pasal 21
(1) Hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai Hak Milik.
(2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan
syarat-syaratnya.
(3) Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh Hak Milik karena
pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga
Negara Indonesia yang mempunyai Hak Milik dan setelah berlakunya undang-undang ini
kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu
tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah
jangka waktu tersebut lampau, Hak Milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena
hukumdan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang
membebaninya tetap berlangsung.
(4) Selama seseorang di samping kewarganegaraan indonesianya mempunyai kewarga-
negaraan asing, maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya
berlaku ketentuan da;am ayat (3) pasal ini

Dapat diketahui bahwa pada dasarnya Hak Milik atas tanah hanya dapat dimiliki oleh warga
Negara Indonesia tunggal saja dan tidak dapat dimiliki oleh warga Negara asing dan badan
hukum baik yang didirikan di Indonesia maupun yang didirikan di luar negeri dengan
pengecualian badan-badan hukum tertentu yang diatur dalam peraturan pemerintah nomor
38 tahun 1963. Hal ini berarti selain warga Negara Indonesia dan badan-badan yang ditunjuk
dalam peraturan pemerintah nomor 38 tahun 1963 yang terdiri dari

a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara;


b. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian yang didirikan berdasar atas
Undang-Undang No, 79 Tahun 1958 No.139);
c. Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri pertanian/Agraria, setelah
mendengar Menteri Agama.
d. Badan-badan social, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah
mendengar Menteri Kesejahteraan social.
7. Cara perolehan Hak Milik Atas Tanah.
Ketentuan mengenai cara Hak Milik Atas Tanah dapat ditemukan dalam beberapa rumusan
pasal berikut dalam Undang-undang Pokok Agraria dalam pasal di bawah ini:
Pasal 21
(1) Hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai Hak Milik.
(2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik dan
syarat-syaratnya.
(3) Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh Hak Milik karena
pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta karena perkawinan, demikian pula
warga-warga Negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-
undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka
waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu.
(4) Selama seseorang disamping kewarga-negaraan Indonesianya mempunyai tanah dengan
hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) pasal ini.
Pasal 22
(1) Terjadinya Hak Milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, Hak Milik terjadi
karena:
a. Penetapan pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan
peraturan pemerintah;
b. Ketentuan undang-undang.
Pasal 26
(1) Jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian
menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk
memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan peraturan
pemerintah.
(2) Setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, dan
perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak
langsung memindahkan Hak Milik kepada orang asing kepada seorang warga
Negara yang di samping kewarganegaraan indonesianya mempunyai kewarga-
negaraan asing atau kepada suatu badan hukum kecuali yang ditetapkan oleh
pemerintah termasud dalam pasal 21 ayat (2), ialah batal karena hukum dan
tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain
yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah
diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.

Dari ketentuan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dasar atas lahirnya Hak
Milik adalah:

a. Menurut Hukum Adat


b. Ketentuan Undang-Undang
c. Rechtsverwerking
Rechtsverwerking menunjuk pada istilah daluwarsa dalam hukum tanah
menurut konsepsi hukum tanah.
8. Hapusnya Hak Milik

Ketentuan yang mengatur mengenai hapusnya Hak Milik ini dapat ditemukan dalam rumusan
Pasal 27 Undang-Undang Pokok Agraria yang berhubungan sebagai berikut:

Pasal 27

Hak Milik hapus bila:

a. Tanahnya jatuh kepada Negara,


1) Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18;
2) Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;
3) Karena ditelantarkan;
4) Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2).
b. Tanahnya Musnah.
Sesuai dengan ketentuan pasal tersebut, mari kita mencoba mengerti lebih lanjut
mengenal:
1) Hapus karena pencabutan Hak.
Alasan pertama hapusnya hak milik adalah karena adanya pencabutan hak, menurut
ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria, yang menyatakan:

Pasal 18

Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan
bersama dari rakyat hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian
yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.

Ketentuan dalam pasal 18 Undang-undang pokok Agraria tersebut dilaksanakan


oleh Undang-Undang nomor 20 Tahun 1961 mengenai pencabutan hak-hak atas tanah
dan benda-benda yang ada di atasnya.

2) Hapusnya Hak milik karena penyerahan sukarela


Penyerahan sukarela ini menurut keputusan presiden nomor 55 tahun 1993 sengaja
dibuat untuk kepentingan Negara, yang dalam hal ini dilaksanakan oleh pemerintah.
Dalam ketentuan pasal 2 hingga pasal 5 dari keputusan presiden nomor 55 tahun 1993
tentang pengadaan Tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
dinyatakan bahwa
Pasal 2
1. Ketentuan tentang pengadaan tanah dalam keputusan presiden ini semata-
mata hanya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.
2. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah.
3. Pengadaan tanah selain untuk pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara jual beli,
tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara suka rela oleh pihak-
pihak yang bersangkutan.
3) Hapusnya Hak Milik Karena Ditelantarkan

Pengaturan mengenai ketentuan tanah yang telantar dapat ditemukan dalam peraturan
pemerintah nomor 36 tahun 1998 tentang penerbitan dan pendayagunaan Tanah Telantar.
Pasal 3

Tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak guna Usaha, atau Hak Pakai dapat dinyatakan sebagai
tanah terlantar apabila tanah tersebut dengan sengaja tidak dipergunakan oleh pemegang haknya
seusi dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya atau tida di[elihara dengan baik.

You might also like