You are on page 1of 21

ASUHAN KEPERAWATAN KERACUNAN

(ALKOHOL, NARKOTIKA, ORGANOFOSFAT)


Dosen pengampu : Romadhoni Tri Purnomo

Disusun Oleh Kelompok 2 :

1. Alfandi Tri Pamungkas (1901008)


2. Ervina Kurniawati (1901022)
3. Farid Kurniawan M (1901023)
4. Lintang Setianingrum (1901030)
5. Mukhlis Nur Hudaf (1901033)
6. Qori Jabal Rahmah (1901039)
7. Ria Febiyanti (1901041)
8. Risa Nur Hidayati (1901042)
9. Satria Yoga Pamungkas (1901045)
10. Veranda Prasasti (1901051)
11. Yanuwar Romadhan (1901052)

S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KLATEN
2021/2022KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas Rahmat dan Karunia-Nya
lah, kami selaku penulis makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Keracunan (Alkohol,
Narkotika, Organofosfat) yang mana makalah ini sebagai salah satu tugas mata
kuliah Kegawat Daruratan. Alhamdulillah dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun sehingga
dapat digunakan untuk membantu perbaikan di waktu  mendatang dan atas perhatian dan
kerjasamanya kami  ucapkan terimakasih.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Klaten, 4 April 2022

i
PenulisDAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................1

C. Tujuan........................................................................................................................................2

D. Manfaat.....................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................3

A. Definisi.......................................................................................................................................3

B. Klasifikasi...................................................................................................................................3

C. Etiologi.......................................................................................................................................5

D. Manifestasi Klinis.......................................................................................................................5

E. Patofisiologi...............................................................................................................................6

F. Komplikasi..................................................................................................................................6

G. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................................6

H. Penatalaksanaan........................................................................................................................7

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN.............................................................................................12

A. Pengkajian Primer Dan Sekunder.............................................................................................12

B. Diagnosa Keperawatan............................................................................................................15

C. Intervensi Keperawatan...............................................................................................................15

BAB III PENUTUP..................................................................................................................................18

A. Kesimpulan..............................................................................................................................18

B. Saran........................................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................19

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertolongan terhadap keracunan yang ditimbulkan oleh zat apapun haruslah
dipersiapkan dengan sebaik-baikanya. Pertolongan yang keliru atau secara berlebihan
justru mendatangkan bahaya baru. Identifikasi racun  merupakan usaha untuk
mengetahui bahan, zat, atau obat yang diduga sebagai penyebab terjadi keracunan,
sehingga tindakan penganggulangannya dapat dilakukan dengan tepat, cepat dan
akurat. Dalam menghadapi peristiwa keracunan, kita berhadapan dengan keadaan
darurat yang dapat terjadi dimana dan kapan saja serta memerlukan kecepatan untuk
bertindak dengan segera dan juga mengamati efek dan gejala keracunan yang timbul.
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai
cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan
gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan
dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan
kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan.
Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan
hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis
dan subtropis. Bisa gigitan ular adalah kedaruratan medis, 95% gigitan ular terjadi
pada anggota badan sehingga tindakan pertolongan pertama dapat mudah dilakukan.
Pada dasarnya keracunan pada anak tidaklah berbeda akibat dari tingkat
perkembangan fisik yang masih sedang tumbuh, kepribadian dan emosi yang sedang
berkembang, sehingga terdapat beberapa perbedaan dalam kejadian, jenis, motif dari
keracunan. Mengingat resiko keracunan yang sangat berbahaya dan bahkan dapat
menyebabkan kematian dan mengingat bahwa keracunan pada anak sebagian besar
adalah karena kecelakaan dan dapat dicegah, maka usaha-usaha pencegahan
hendaknya mendapat perhatian dan prioritas utama dalam penanggulangan keracunan
pada anak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan keracunan?
2. Apa saja klsifikasi dari keracunan?
3. Apa saja etiologi dari keracunan?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari keracunan?
5. Bagaimana pathways keracunan?
6. Bagaimana patofisiologi keracunan?
7. Apa saja komplikasi dari keracunan?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang pada keracuanan?
9. Bagaimana penatalaksanaan pada keracunan?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada keracunan?

1
11. Tujuan
1. Agar mahasiswa mampu mengetahui defenisi keracunan
2. Agar mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi keracunan
3. Agar mahasiswa mampu mengetahui etiologi keracunan
4. Agar mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis keracunan
5. Agar mahasiwa mampu mengetahui pathways keracunan
6. Agar mahasiwa mampu mengetahui patofisiologi keracunan
7. Agar mahasiswa mampu mengetahui komplikasi keracunan
8. Agar mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang keracunan
9. Agar mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan pada keracunan
10. Agar mahasiwa dapat mengetahui asuhan keperawatan keracunan

11. Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat menambah informasi mengenai, Asuhan Keperawatan
kegawat daruratan keracunan, sehingga dapat dijadikan sebagai penambah wawasan
bagi mahasiswa.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Racun adalah zat yang ketika ditelan, terhisap diabsorpsi, menempel pada
kulit, atau dihasilkan didalam tubuh dalam jumlah relaktif kecil menyebabkan cedera
tubuh dengan adanyareaksi kimia (Smeltzer suzana dalam nurarif kusuma, 2015).
Keracuanan adalah penyakit yang tiba-tiba dan mengejutkan yang dapat
terjadi setelah menelan makanan/minuman yang terkontaminasi. (Brunner &
Suddarth, 2015).

B. Klasifikasi
Mencerna (menelan) racun
Tindakan yang dilakukan adalah menghilangkan atau menginaktifkan racun sebelum
diabsorbsi, untuk memberikan perawatan pendukung, untuk memelihara system organ
vital, menggunakan antidote spesifik untuk menetralkan racun, dan memberikan
tindakan untuk mempercepat eliminasi racun terabsorbsi.
Penatalaksanaan umum :
 Dapatkan control jalan panas, ventilasi, dan oksigensi. Pada keadaan tidak ada
kerusakan serebral atau ginjal, prognosis pasien bergantung pada keberhasilan
penatalaksanaan pernapasan dan sisitem sirkulasi.
 Coba untuk menentukan zat yang merupakan racun, jumlah, kapan waktu tertelan,
gejala, usia, berat pasien dan riwayat kesehatan yang tepat.
 Tangani syok yang tepat.
 Hilangkan atau kurangi absorbsi racun.
 Berikan terapi spesifik atau antagonis fisiologik secepat mungkin untuk
menurunkan efek toksin.
 Dukung pasien yang mengalami kejang. Racun mungkin memicu system saraf
pusat atau pasien mungkin mengalami kejang karena oksigen tidak adekuat.
 Bantu dalam menjalankan prosedur untuk mendukung penghilangan zat yang
ditela, yaitu:
a. Diuresis untuk agens yang dikeluarkan lewat jalur ginjal.
b. Dialisis
c. Hemoperfusi (proses melewatkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal dan
cartridge containing an adsorbent [karbon atau resin], dimana setelah
detoksifikasi darah dikembalikan ke pasien.
 Pantau tekanan vena sentral sesuai indikasi.
 Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit.
 Menurunkan peningkatan suhu.
 Berikan analgesic yang sesuai untuk nyeri.
 Bantu mendapatkan specimen darah, urine, isi lambung dan muntah.

1
 Berikan perawatan yang konstan dan perhatian pada pasien koma.
 Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensi, disritmia jantung dan kejang.
 Jika pasien dipulangkan, berikan bahan tertulis yang menunjukan tanda dan gejala
masalah potensial dan prosedur untuk bantuan ulang.
Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang mengandung
bahan berbahaya dan potensial dapat menjadi racun. Penyebab-penyebab tersebut
antara lain:
1. Keracunan Alkohol
a. Gejala: emosi labil, kulit memerah, muntah, depresi pernafasan, stupor sampai
koma.
b. Tindakan:
1) Bilas lambung dengan air
2) Beri kopi pahit
3) Infus glukosa: mencegah hipoglikemia
2. Keracunan Narkotika
a. Gejala: mual, muntah, pusing, klulit dingin, pupil miosis, pernafasan dangkal
sampai koma.
b. Tindakan:
1) Jangan lakukan emesis
2) Beri Nalokson 0,4 mg iv tiap 5 menit (atau Nalorpin 0,1 mg/Kg BB. Obat
terpilih Nalokson (dosis maximal 10 mg), karena tidak mendepresi
pernafasan, memperbaiki kesadaran, hanya punya efek samping emetik.
Karenanya pada penderita koma tindakan preventif untuk aspirasi harus
disiapkan.
3. Keracunan Organofosfat
Keracunan organofosfat, salah satu unsur insektisida (racun serangga), lebih
sering dijumpai karena memang banyak dipakai. Organofosfat sering dicampur
dengan bahan pelarut minyak tanah. Dengan demikian, pada keracunan ini harus
diperhatikan tanda-tanda dan penatalaksanaan keracunan minyak tanah selain
akibat organofosfat itu sendiri.
a. Gejala klinis
Terjadi proses sekresi atau keluarnya air mata secara berlebih, urinasi,
diare, gejala kerusakan lambung, miosis (pengecilan ukuran manik mata),
dan bronkokonstriksi (penyempitan bronkus) dengan sekresi berlebihan.
Disamping itu, anak tampak sesak dan banyak mengeluarkan lendir serta
mulutnya berbusa. Bisa juga terjadi bradikardia atau perlambatan denyut
jantung, hingga kurang dari 60 kali per menit. Gejala lainnya adalah
hiperglikemia (konsentrasi gula darah yang tinggi), kejang, penurunan
kesadaran sampai koma.
b. Pertolongan pertama

Secara garis besar sama saja dengan pertolongan pertama pada keracunan
hidrokarbon. Namun setelah melepas baju dan apa saja yang dikenakan
anak, cucilah tubuhnya dengan sabun dan siram dengan air mengalir.

2
C. Etiologi
Penyebab keracunan menurut Nurarif dan Kusuma (2015) ada beberapa macam dan
akibatnya bisa mulai yang ringan sampai yang berat. Secara umum yang banyak
terjadi di sebabkan oleh:
1. Mikroba
Mikroba yang menyebabkan keracunan di antaranya :
a. Escherichia coli patogen
b. Staphilococus aureus
c. Salmonella
d. Bacillus Parahemolyticus
e. Clostridium Botulisme
f. Streptokkkus
2. Bahan Kimia
a. Peptisida golongan organofosfat
b. Organo Sulfat dan karbonat
3. Toksin
a. Jamur
b. Keracunan Singkong
c. Tempe Bongkrek
d. Bayam beracun
e. Kerang

D. Manifestasi Klinis
Beberapa tanda dan gejala menurut Nurarif dan Kusuma (2015) diantaranya:
1. Gejala yang paling menonjol meliputi
a. Kelainan visus
b. Hiperaktivitas kelenjar ludah dan keringat
c. Gangguan saluran pencernaan
d. Kesukaran bernafas
2. Keracunan ringan
a. Anoreksia
b. Nyeri kepala
c. Rasa lemah
d. Rasa takut
e. Pupil miosis
f. Tremor pada lidah dan kelopak mata
3. Keracunan sedang
a. Nausea, muntah-muntah
b. Kejang, dan kram perut
c. Hipersalifa
d. Fasikulasi otot
e. Bradikardi
4. Keracunan berat
a. Diare

3
b. Reaksi cahaya negative
c. Sesak napas, sianosis, edema paru
d. Inkontinensia urin
e. Kovulasi
f. Koma, blockade jantung dan akhirnya meninggal

E. Patofisiologi
Keracunan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu faktor
bahan kimia, mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi
vaskuler sistemik shingga terjadi penurunan fungsi organ-organ dalam tubuh.
Biasanya akibat dari keracunan menimbulkan mual, muntah, diare, perut
kembung,gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi darah dan kerusakan hati (sebagai
akibat keracunan obat da bahan kimia). Terjadi mual, muntah di karenakan iritasi pada
lambung sehingga HCL dalam lambung meningkat. Makanan yang mengandung
bahan kimia beracun (IFO) dapat menghambat (inktivasi) enzim asrtikolinesterase
tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis
arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat Akh-KhE yang bersifat inakttif. Bila
konsentrasi racun lebih tingggi dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi.
Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh di tempat-tempat tertentu, sehingga timbul
gejala-gejala rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek
muscarinik, nikotinik, dan ssp (menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP).

F. Komplikasi
a. Kejang
b. Koma
c. Henti jantung
d. Henti napas (Apneu)
e. Syok

a. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium rutin (darah, urin, feses, lengkap)tidak banyak membantu.
2) Pemeriksaan khusus seperti : kadar kholinesterase plasma sangat membantu
diagnosis keracunan IFO (kadarnya menurun sampai di bawah 50 %. Kadar meth-
Hb darah : keracunan nitrit. Kadar barbiturat plasma : penting untuk penentuan
derajat keracunan barbiturate.
3) Pemeriksaan toksikologi :
- Penting untuk kepastian diagnosis, terutama untuk “visum et repertum”
- Bahan diambil dari :
a. Muntuhan penderita / bahan kumbah lambung yang pertama (100 ml)
b. Urine sebanyak 100 ml
c. darah tanpa antikoagulan sebanyak 10 ml.

4
b. Penatalaksanaan
1) Penanganan pertama pada keracunan makanan
a) Kurangi kadar racun yang masih ada didalam lambung dengan memberi
korban minum air putih atau susu sesegera mungkin.
b) Usahakan untuk mengeluarkan racun dengan merangsang korban untuk
muntah.
c) Usahakan korban untuk muntah dengan wajah menghadap ke bawah dengan
kepala menunduk lebih rendah dari badannya agar tidak tersedak.
d) Bawa segera ke ruang gawat darurat rumah sakit terdekat.
e) Jangan memberi minuman atau berusaha memuntahkan isi perut korban bila ia
dalam keadaan pingsan. Jangan berusaha memuntahkannya jika tidak tahu
racun yang di telan.
f) Jangan berusaha memuntahkan korban bila menelan bahan-bahan seperti anti
karat, cairan pemutih, sabun cuci, bensin, minyak tanah, tiner, serta pembersih
toilet.
2) Penanganan di rumah sakit
a) Tindakan emergency
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu di lakukan inkubasi
Breathing : Berikan nafas buatan, bila penderita tidak bernafas
spontan atau pernafasan tidak adekuat
Circulasi : Pasang infus bila keaadaan penderita gawat darurat dan
perbaiki perfusi jaringan.
b) Resusitasi.
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan
nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit,nafas buatan,oksigen,hisap
lendir dalam saluran pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran
nafas, Jikaperlurespirator pada kegagalan nafas berat.Hindari pernafasan
buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni
lewat mulut penolong.Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup
face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask.
3) Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau
dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit
bilatidak berhasil.Katarsis( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila
diduga racun telah sampai diusus halus dan besar.Kumbah lambung atau gastric
lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang
tidak kooperatif.
Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah
keracunan. Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan
terjadi kurang dari 4 – 6 jam pada koma derajat sedang hingga berat tindakan
kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa
endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.
4) Bilas lambung (Gastric Lavarge)

5
Bilas lambung adalah tindakan medis yang dilakukan untuk membersihkan
dan mengosongkan isi lambung. Prosedur ini umumnya dilaksanakan sebagai
penanganan kasus keracunan, seperti keracunan obat.
Prosedur yang juga disebut gastric lavage atau stomach pumping ini termasuk
tindakan kegawatdaruratan medis yang harus dilaksanakan secepatnya guna
mengosongkan lambung orang dari zat-zat berbahaya. Angka keberhasilannya
paling tinggi bila dilakukan dalam empat jam setelah seseorang menelan zat
beracun.
Prinsip penatalaksanaan terhadap racun yang tertelan, dekontaminasi lambung
(menghilangkan racun dari lambung) efektif bila dilakukan sebelum masa
pengosongan lambung terlewati (1-2 jam, termasuk penuh atau tidaknya
lambung).
Keputusan untuk melakukan tindakan ini harus mempertimbangkan
keuntungan dan kerugian (risiko) yang mungkin terjadi akibat tindakan
dekontaminasi dan jenis racun. Dekontaminasi lambung tidak menjamin semua
bahan racun yang masuk bisa dikeluarkan, oleh karena itu tindakan
dekontaminasi lambung tidak rutin dilakukan pada kasus keracunan.
a. Indikasi bilas lambung
- Pasien yang keracunan makanan/ obat tertentu.
- Pasien yang akan di lakukan operasi.
- Persiapan tindakan pemeriksaan lambung
- Tidak ada refleks muntah
- Gagal dengan terapi medis
- Pasien dalam keadaan sadar
- Perdarahan gastrointestinal
- Pasien dengan kelebihan dosis obat-obatan.
b. Konta indikasi bilas lambung
- Kumbah lambuh/ bilas lambung di kontraindikasikan untuk pasien
yang keracunan bahan-bahan toksik yang tajam, dan terasa membakar
(resiko perforasi esophagel).
- Bilas lambung tidak di lakukan untuk bahan toksik hidrokarbon (resiko
respirasi), misalnya : camphor, hidrokarbon, halogen, hidrokarbon
aromatik, dan pestisida.
- Keracunan bahan korosif atau senyawa hidrokarbon (minyak tanah, dll)
karena mempunyai risiko terjadi gejala keracunan yang lebih serius
- Penurunan kesadaran (bila jalan napas tidak terlindungi).
- Abnormalitas kraniofasial.
- Pasien cidera paru-paru.
- Cedera kepala.
- Airway tidak baik atau pasien berisiko aspirasi, seperti pada kasus
penurunan kesadaran dan tidak menggunakan endotracheal tube (ETT).
- Pasien berisiko perdarahan atau perforasi gaster, seperti pada pasien
yang baru melakukan operasi.
- Keracunan oleh suatu benda korosif asam atau basa.

6
- Keracunan sudah terjadi terlalu lama (lebih dari 1 jam).
- Keracunan yang dialami tidak mengancam nyawa.
- Kercacunan disebabkan oleh bahan korosif atau hidrokarbon.
c. Racun khusus
- Senyawa Korosif
Contoh: sodium hydroxide (NaOH), potassium hydroxide (KOH),
larutan asam (misalnya: pemutih, desinfektan)
- Senyawa Hidrokarbon
Contoh: minyak tanah, terpentin, premium
- Senyawa Organofosfat dan Karbamat
Contoh: Organofosfat: malathion, parathion, TEPP, mevinphos
(Phosdrin); Karbamat: metiokarbamat, karbaril.
Bahan tersebut diserap melalui kulit, tertelan atau terhirup.
Anak mungkin akan mengalami muntah, diare, penglihatan kabur, atau
lemah. Gejala yang timbul akibat dari aktivasi parasimpatik:
hipersalivasi, berkeringat, lakrimasi, bradikardi, miosis, kejang, lemah
otot, twitching, hingga paralisis dan inkontinensia urin, edema paru,
depresi napas.

- Aspirin dan Salisilat lainnya


Keracunan aspirin dan salisilat sangat berat bila terjadi pada
anak kecil, karena akan mengalami asidosis dengan cepat dan
mengakibatkan gejala toksisitas berat pada SSP, sehingga tatalaksana
menjadi lebih rumit.
5) Antidotum (penawar racun)
Antidotum adalah obat penawar racun, sedangkan antitoksik adalah obat
penawar terhadap zat yang beracun (toksik) terhadap tubuh. Antidotum lebih
difokuskan terhadap over dosis atau dosis toksik dari suatu obat. Kondisi suatu
obat dapat menimbulkan keracunan bila digunakan melebihi dosis amannya.
Selain itu, perbedaan metabolisme tubuh setiap orang terhadap dosis obat juga
mempengaruhi. Obat dapat menjadi racun bila dikonsumsi dalam dosis
berlebihan. Dalam hal ini, obat tidak akan menyembuhkan melainkan berbahaya.
Umumnya akan timbul efek sampingnya.
1. Mekanisme antidotum :
- Membentuk senyawa kompleks dengan racun : dimerkaprol, EDTA,
penisilamin, dikobal edetat, pralidoksin.
- Mempercepat detoksifikasi racun : natrium tiosulfat,dll.
- Berkompetisi dengan racun dalam interaksi dengan reseptor : oksigen,
nalokson.
- Memblokade reseptor esensial : atropine.
- Efek antidot melampaui efek racun : oksigen, glukagon.
- Mempercepat pengeliaran racun : NaCl untuk meningkatkan pengeluaran
urin pada keracunan bromide

7
- Mengabsorpsi racun : karbon.
- Menghambat absorpsi racun : MgSO4.
- Perangsang muntah : sir. Ipeca.
- Menginaktifkan racun : natrium tiosulfat, antibisa, antitoksin botulinus.
- Pengendap racun : natrium sulfat, kalsium laktat.
- Antidot universal (campuran karbon, asam tanat, MgO (1:1:2):
asam ,alkali, logam berat, glikosida.
- Antidot multiple (campuran besi sulfat, Mg S04, air, karbon) : As, opium,
Zn, digitalis, Hg, strihnin.
- Serum anti bisa ular : neurotoksis, hemotoksis.
- Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akhir
pada tempat penumpukan.
2. Pemberian antidotum
- Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
- Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsampai
timbulgejala-gejala atropinisasi ( muka merah, mulutkering, takikardi,
midriasis, febris dan psikosis).
- Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya
setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
- Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang
mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan
kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

8
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Primer Dan Sekunder


1. Pengkajian Primer
Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan keadaan
mental lainnya harus mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa memandang
jenis racun penyebab. Usaha untuk membuat diagnosis toksikologi khusus hanya
memperlambat penggunaan tindakan suportif yang merupakan bentuk dasar
“ABCD” pada pengobatan keracunan.
1) Saluran napas/airways (A) harus dibersihkan dan muntah atau beberapa
gangguan lain dan, bila diperlukan, suatu alat yang mengalirkan napas
melalui oral atau dengan memasukkan pipa endotrakea. Pada kebanyakan
pasien, penempatan pada posisi sederhana dalam posisi dekubitus lateral
cukup untuk menggerakkan lidah yang kaku (flaccid) keluar dan saluran
napas.
2) Pernapasan/breathing (B) yang adekuat harus diuji dengan mengobservasi
dan mengukur gas darah arteri. Pada pasien dengan insufisiensi pernapasan
harus dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik.
3) Sirkulasi/circulation (C) yang cukup harus diuji dengan mengukur denyut
nadi, tekanan darah, urin yang keluar, dan evaluasi perfusi perifer. Alat
untuk intravena harus dipasang dan darah diambil untuk penentuan serum
glukosa dan untuk pemeriksaan rutin lainnya.
4) Setiap pasien dengan keadaan mental yang berubah harus diberi larut
dekstrosa pekat (D)/disability. Orang dewasa diberikan larutan dekstrosa
sebanyak 25 g (50 mL larutan dekstrosa 50% secara intravena). Dekstrosa
ini harus diberikan secara rutin, karena pasien koma akibat hipoglikemia
yang dengan cepat dan ireversibel akan kehilangan sel-sel otak. Pasien
hipoglikemia mungkin tampak sebagai pasien keracunan, dan tidak ada
metode yang cepat dan dapat dipercaya untuk membedakannya dan pasien
keracunan. Pada umumnya pemberian glukosa tidak berbahaya sementara
menunggu hasil pemeriksaan gula darah. Pada waktu ini, pasien alkoholik
atau malnutrisi juga harus diberi 100 mg tiamin intramuskular untuk
mencegah timbulnya sindrom Wernicke.

Antagonis narkotik nalokson (Narcan) dapat diberikan dengan dosis


0,4-2 mg intravena. Nalokson akan memulihkan pernapasan dan depresi
sistem saraf pusat akibat semua jenis obat narkotika. Ada manfaatnya
untuk mengingat bahwa obat-obat ini menimbulkan kematian terutama
akibat depresi pernapasan; karena itu, bila bantuan pernapasan dan
pembebasan saluran pernapasan telah diberikan, nalokson mungkin tidak
diperlukan lagi. Antagonis benzodiazepin flumazenil bermanfaat pada
pasien dengan kecurigaan takar lajak benzodiazepin, tetapi tidak boleh

1
digunakan bila terdapat riwayat kejang atau takar lajak antidepresan
trisiklik, dan obat ini tidak boleh digunakan sebagai pengganti
penatalaksanaan saluran napas secara hati-hati.
Penatalaksanaan keracunan memerlukan suatu pengetahuan tentang
bagaimana mengobati hipoventilasi, koma, syok, kejang, dan psikosis.
Pertimbangan toksikokinetik yang mendetil titik banyak artinya bila
fungsi-fungsi vital tidak dipertahankan. Hipoventilasi dan koma
memerlukan perhatian khusus pada penatalaksanaan saluran napas. Gas
darah arteri harus sering diperiksa, dan aspirasi isi lambung harus dicegah.
Penatalaksanaan cairan dan elektrolit mungkin kompleks. Monitoring berat
badan, tekanan vena sentral, tekanan yang mendesak kapiler paru, dan gas
darah arteri diperlukan untuk memastikan pemberian cairan mencukupi
tetapi tidak berlebihan. Dengan tindakan suportif yang tepat untuk koma,
syok, kejang, dan agitasi, umumnya memberikan harapan hidup bagi
pasien keracunan.
2) Pengkajian Sekunder
Setelah dilakukan intervensi awal yang esensial, dapat dimulai evaluasi
yang terinci untuk membuat diagnosis spesifik. Hal ini meliputi pengumpulan
riwayat yang ada dan melakukan pemeriksaan fisik singkat yang berorientasi pada
toksikologi. Penyebab koma lainnya atau kejang seperti trauma pada kepala,
meningitis, atau kelainan metabolisme harus dicari dan diobati.
 Riwayat : Pernyataan dengan mulut tentang jumlah dan jenis obat yang ditelan
dalam kedaruratan toksik mungkin tidak dapat dipercayai. Bahkan anggota
keluarga, polisi, dan pemadam kebakaran atau personil paramedis harus
ditanyai untuk menggambarkan lingkungan di mana kedaruratan toksik
ditemukan dan semua alat suntik, botol-botol kosong, produk rumah tangga,
atau obat-obat bebas di sekitar pasien yang kemungkinan dapat meracuni
pasien harus dibawa ke ruang gawat darurat.
 Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan
penekanan pada daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk ke arah
diagnosis toksikologi. Hal ini termasuk tanda-tanda vital, mata dan mulut,
kulit, abdomen, dan sistem saraf.
 Tanda-tanda vital.
Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi,
pernapasan, dan suhu tubuh) merupakan hal yang esensial dalam
kedaruratan toksikologi. Hipertensi dan takikardia adalah khas pada obat-
obat amfetamin, kokain, fensiklidin, nikotin, dan antimuskarinik.
Hipotensi dan bradikardia, merupakan gambaran karakteristik dan takar
lajak narkotika, kionidin, sedatif-hipnotik dan beta bloker. Takikardia dan
hipotensi sering terjadi dengan antidepresan trisiklik, fenotiazin, dan
teofihin. Pernapasan yang cepat adalah khas pada amfetamin dan
simpatomimetik lainnya, salisilat, karbon monoksida dan toksin lain yang
menghasilkan asidosis metabolik. Hipertermia dapat disebabkan karena

2
obat-obat simpatomimetik, antimuskarinik. salisilat dan obat-obat yang
menimbulkan kejang atau kekakuan otot. Hipotermia dapat disebabkan
oleh takar lajak yang berat dengan obat narkotik, fenotiazin, dan obat
sedatif, terutama jika disertai dengan pemaparan pada lingkungan yang
dingin atau infus intravena pada suhu kamar.
 Mata.
Mata merupakan sumber informasi toksikologi yang berharga. Konstriksi
pupil (miosis) adalah khas utituk keracunan narkotika, klonidin, fenotiazin,
insektisida organofosfat dan penghambat kolinesterase lainnya, serta koma
yang dalam akibat obat sedatif. Dilatasi pupil (midriasis) umumnya
terdapat pada amfetamin, kokain, LSD, atropin, dan obat antirnuskarinik
lain. Nistagmus riorizontal dicirikan pada keracunan dengan fenitoin,
alkohol, barbiturat, dan obat seclatit lain. Adanya nistagmus horizontal dan
vertikal memberi kesan yang kuat keracunan fensiklidin. Ptosis dan
oftalmoplegia merupakan gambaran karakteristik dari botulinum.
 Mulut.
Mulut dapat memperlihatkan tanda-tanda luka bakar akibat zat-zat korosif.
atau jelaga dan inhalasi asap. Bau yang khas dan alkohol, pelarut
hidrokarbon. Paraldehid atau amonia mungkin perlu dicatat. Keracunan
dengan sianida dapat dikenali oleh beberapa pemeiriksa sebagai bau
seperti bitter almonds. Arsen dan organofosfat telah dilaporkan
menghasilkan bau seperti bau bawang putih.
 Kulit.
Kulit sering tampak merah, panas, dan kering pada keracunan dengan
atropin dan antimuskarinik lain. Keringat yang berlebihan ditemukan pada
keracunan dengan organofosfat, nikotin, dan obat-obat simpatomimetik.
Sianosis dapat disebabkan oleh hipoksemia atau methemoglohinemia.
Ikterus dapat memberi kesan adanya nekrosis hati akibat keracunan
asetaminofen atau jamur A manila phailoides.
 Abdomen.
Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus, yang khas pada
keracunan dengan antimuskarinik, narkotik, dan obat sedatif. Bunyi usus
yang hiperaktif, kram perut, dan diare adalah urnum terjadi pada
keracunan dengan organofosfat, besi, arsen, teofihin, dan A.phalloides.
 Sistem saraf.
Pemeriksaan neurologik yang teliti adalah esensial. Kejang fokal atau
defisit motorik lebih menggambarkan lesi struktural (seperti perdarahan
intrakranial akibat trauma) daripada ensefalopati toksik atau metabolik.
Nistagmus, disartria, dan ataksia adalah khas pada keracunan fenitoin,
alkohol, barbiturat, dan keracunan sedatif lainnya. Kekakuan dan
hiperaktivitas otot umum ditemukan pada metakualon, haloperidol,
fensiklidin (PCP), dan obat-obat simpatomimetik. Kejang sering
disehabkan oleh takar lajak antidepresan trisiktik, teotilin, isoniazid, dan

3
fenotiazin. Koma ringan tanpa refleks dan bahkan EEG isoelektrik
mungkin terlihat pada koma yang dalam karena obat narkotika dan sedatif-
hipnotik, dan mungkin menyerupai kematian otak.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan hipersaliva
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan distress pernafasan
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah
4. Nyeri akut b/d agen cedera biologis.
5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.

C. C. Intervensi Keperawatan
NO TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
Dx
1. Setelah dilakukan asuhan keperawatan
diharapkan ketidakefektifan bersihan jalan 1. Monitor vital sign
napas berhubungan dengan hipersaliva 2. Pelihara kepatenan jalan
kembali efektif dengan kriteria hasil : nafas
D. Pasien mampu mempertahankan 3. Lakukan suction untuk
pola nafas yang efektif menghilangkan hipersaliva
E. Bebas dari ketidakefektifan 4. Berikan bronkodilator bila
bersihan jalan nafas perlu
5. Lakukan fisioterapi dada
bila perlu
6. Monitor respirasi dan status
O2
7. Berikan infus dextrose 5 %

2. Setelah dilakukan asuhan keperawatan


diharapkan pola nafas klien kembali efektif 1. Buka jalan napas
dengan kriteria hasil: menggunakan tekhnik jaw
- Pasien mampu mempertahankan pola thrust
nafas yang efektif dengan tongkat 2. Berikan oksigen therapy 4-6
pernafasan yang normal. liter menggunakan nasal
- Paru-paru pasien bersih, bebas dari kanul atau sesuai instruksi
sianosis, dan tanda-tanda hipoksia yang 3. Monitor aliran oksigen
lain. 4. Monitor vital sign
5. Auskultasi suara napas

4
3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x24 jam diharapkan kebutuhan 1. Monitor TTV
cairan terpenuhi dengan kriteria hasil: 2. Lakukan kumbah lambung
- Tidak adanya tanda-tanda dehidrasi apabila keracunan bukan
- Tanda-tanda vital dalam batas normal. disebabkan zat korosif
3. Berikan antidot untuk
menghilangkan efek racun
4. Berikan penggantian
nasogastrik sesuai output
5. Kolaborasikan pemberian
cairan IV

4. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1) Lakukan pengkajian nyeri


diharapkan nyeri berkurang, menghilang secara komprehensif
dengan kriteria hasil: termasuk lokasi, durasi
- Pain level, dibuktikan dengan respon frekuensi, karakteristik,
nonverbal pasien menunjukkan tidak kualitasdan faktor
ada nyeri, tanda vital dalam batas presipitasi
normal, tidak ada masalah pola tidur, 2) Observasi reaksi non
pasien melaporkan nyeri berkurang. verbal dari
- Pain control, dibuktikan dengan pasien ketidaknyamanan
dapat melakukan teknik 3) Bantu pasien dan keluarga
nonfarmakologis untuk mengurangi untuk mencari dan
nyeri. menemukan dukungan
4) Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
5) Kurangi faktor presipitasi
nyeri
6) Kaji tipe da nsumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
7) Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dalam,
relaksasi,
distraksi,kompres
hangat/ dingin
8) Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9) Tingkatkan istirahat
10) Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab

5
nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
11) Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
6. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1) Observasi adanya
diharapkan klien dapat memenuhi pembatasan klien dalam
kebutuhan dirinya dengan kriteria hasil: melakukan aktivitas
- Ketidaknyamanan setelah beraktivitas 2) Kaji adanya fakor yang
berkurang menyebabkan kelelahan
- Dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari 3) Monitor nutrisi dan sumber
energi yang adekuat
4) Bantu klien dalam
memenuhi kebutuhannya
Bantu klien dalam
melakukan aktivitas sehari-
hari

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Racun adalah zat yang ketika ditelan, terhisap diabsorpsi, menempel pada kulit,
atau dihasilkan didalam tubuh dalam jumlah relaktif kecil menyebabkan cedera tubuh
dengan adanyareaksi kimia (Smeltzer suzana dalam nurarif kusuma, 2015).
Keracuanan adalah penyakit yang tiba-tiba dan mengejutkan yang dapat terjadi
setelah menelan makanan / minuman yang terkontaminasi. (Brunner & Suddarth,
2015).

B. Saran
Diharapkan mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien
yang mengalami keracunan sehingga mampu memberikan pelayanan yang optimal
dan sesuai prosedur.

1
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. (2015). Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta : EGC.

https://www.ichrc.org/154-racun-khusus

You might also like