You are on page 1of 35

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam adalah kejang yang disertai demam (suhu 100,4°F atau 38°C 2

dengan cara apa pun), tanpa infeksi sistem saraf pusat, yang terjadi pada bayi dan

anak usia 6 sampai 60 bulan. Kejang demam terjadi pada 2% sampai 5% dari semua

anak dan, dengan demikian, merupakan kejadian kejang yang paling umum pada anak

di bawah 60 bulan.1

Pada tahun 1976, Nelson dan Ellenberg menggunakan data dari National

Collaborative Perinatal Project, lebih lanjut mendefinisikan kejang demam sebagai

sederhana atau kompleks.1 Informasi mengenai gejala infeksi sistem saraf pusat

(SSP), kelainan struktural yang mendasari, riwayat pribadi masalah neurologis,

riwayat imunisasi pribadi, dan riwayat pribadi atau keluarga dari kejang sebelumnya

sangat penting dalam memutuskan apakah suatu peristiwa yang menjadi perhatian

merupakan kejang demam atau kejang demam. melainkan merupakan penyakit yang

lebih parah yang disertai dengan kejang.2

Kejang demam sederhana didefinisikan sebagai kejang umum primer yang

berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam

kompleks didefinisikan sebagai fokal, berkepanjangan (≥15 menit), dan/atau berulang

dalam 24 jam. Anak-anak yang mengalami kejang demam sederhana tidak memiliki

1
bukti peningkatan mortalitas, hemiplegia, atau keterbelakangan mental. Selama

evaluasi tindak lanjut, risiko epilepsi setelah kejang demam sederhana terbukti hanya

sedikit lebih tinggi daripada populasi umum, sedangkan risiko utama yang terkait

dengan kejang demam sederhana adalah kekambuhan pada sepertiga anak-anak.1

Patofisiologi yang tepat dari kejang demam tidak dipahami. Ada predisposisi genetik

yang diakui dengan 10% sampai 20% dari kerabat tingkat pertama pasien dengan

kejang demam juga mengalami kejang demam. Tidak ada cara khusus pewarisan

yang diketahui.2

Secara umum, semakin tinggi suhu, semakin besar kemungkinan kejang demam. 

Anak dengan kejang demam memiliki ambang kejang yang lebih rendah. Infeksi

virus merupakan penyebab demam pada sekitar 80% kasus kejang demam. Roseola

infantum (exanthem subitum), influenza A, dan human coronavirus HKU1

menimbulkan risiko tertinggi untuk kejang demam.  Infeksi virus saluran pernapasan

atas, faringitis, otitis media, dan gastroenteritis Shigella adalah penyebab penting lain

dari kejang demam.3

Besi sangat penting untuk fungsi neurotransmiter tertentu, seperti monoamine

oksidase dan aldehida oksidase. Anemia defisiensi besi dapat menjadi predisposisi

kejang demam. Defisiensi zinc berimplikasi sebagai faktor risiko kejang

demam. Beberapa studi pendahuluan menunjukkan bahwa kekurangan vitamin B12,

asam folat, selenium, kalsium, dan magnesium meningkatkan risiko kejang demam..3

2
BAB II

REFLEKSI KASUS

A. Identitas Pasien

1. Nama Pasien: An. S. A

2. Jenis Kelamin: Perempuan

3. Lahir pada tanggal/umur: 12-01-2020/2 tahun

4. Kebangsaan: Indonesia

5. Agama: Islam

6. Suku Bangsa: Kaili

7. Nama Ibu: Ny. Iriani

8. Usia Ibu: 38 tahun

9. Pekerjaan Ibu: IRT

10. Pendidikan terakhir ibu: SMP

11. Nama Ayah: Tn. Irwan

12. Usia Ayah: 45 tahun

13. Pekerjaan Ayah: Wiraswasta

14. Pendidikan terakhir ayah: SMP

15. Tanggal masuk ruangan/jam: 06 Februari 2022

16. Tanggal keluar ruangan/jam: 10 Februari 2022

17. Jumlah hari perawatan: hari

18. Diagnosis : Kejang Demam Sederhana

3
19. Anamnesis diberikan oleh: Orang Tua Pasien (ayah dan ibu)

20. Family Tree:

Keterangan :

Ayah

Ibu

Pasien

4
B. Anamnesis

1. Keluhan Utama

Demam (+) Kejang (+)

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang anak perempuan usia 2 tahun masuk rumah sakit Sis Aljufire datang

dengan keluhan demam yang dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Demam yang dirasakan naik turun diwaktu yang tidak menentu. Beberapa menit

sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami kejang 1x di rumah dengan durasi

<10menit. Kedua tangan dan kaki kaku, bola mata menatap ke atas, dan bibir

tampak biru. Keluhan disertai batuk sejak 2 hari lalu dan flu kurang lebih 2 bulan

yang hilang timbul. Mual/muntah (-), diare (-). BAB&BAK dalam batas normal

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami kejang demam 1x pada 5 bulan yang lalu

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Kakak pasien pernah mengalami kejang demam beberapa kali saat masih bayi

5. Anamnesis Antenatal dan Riwayat Persalinan

Riwayat kehamilan ibu G3P3A0, tidak ada kendala selama kehamilan ataupun

menderita pernyakit begitupula setelah lahir. Pasien lahir melalui persalinan normal

dengan BBL 3800 gram. Pasien lahir langsung menangis dan tidak ada tanda-tanda

kelainan bawaan.

6. Penyakit yang sudah pernah dialami

5
 Morbili : Belum Pernah

 Varicella : Belum Pernah

 Pertussis : Belum Pernah

 Diare : Belum Pernah

 Cacingan : Belum Pernah

 Batuk/Pilek : Pernah

 Lain-lain : Tidak Ada

7. Riwayat Kepandaiaan/Kemajuan Bayi

 Membalik : Pada usia 4 bulan

 Tengkurap : Pada usia 4 bulan

 Duduk : Pada usia 8 bulan

 Merangkak : Pada usia 9 bulan

 Berdiri berpegangan : Pada usia 10 bulan

 Berjalan : Pada usia 10 bulan

 Tertawa : Pada usia 8 bulan

 Berceloteh : Pada usia 9 bulan

 Memanggil papa mamah : Pada usia 12 bulan

8. Anamnesis Makanan Terperinci

Usia 0-6 bulan : ASI

Usia 6-12 bulan : ASI + MPASI

Usia >12 bulan – Sekarang: ASI + Makanan Keluarga

6
9. Riwayat Imunisasi

Riwayat imunisasi dasar lengkap

Dasar Ulang
Imunisasi
I II III I II III

BCG +

Polio + + +

DPT + + +

Campak +

Hepatitis + + +

Jadwal Imunisasi Anak Usia 0-18 tahun Rekomendasi IDAI Tahun 2020

7
Kesan : Anak mendapatkan imunisasi lengkap sesuai dengan jadwal pemberian

imunisasi oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2020.

10. Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan

 Keadaan sosial : Pasien saat ini tinggal bersama kedua orang

tua dan kedua saudaranya, pasien merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara.

 Keadaan Ekonomi : Pasien berasal dari keluarga dengan status ekonomi

yang tergolong menengah kebawah dan berasal dari keluarga yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

 Kebiasaan dan Lingkungan : Pasien tinggal di lingkungan rumah yang

bersih dan sehat serta pemenuhan air bersih yang memadai.

C. Pemeriksaan Fisik

Umur : 2 Tahun

Berat Badan : 12 kg

Tinggi Badan : 87 cm

Status Gizi :

BB/TB = > + 2SD : BB Cukup

TB/U = -2SD – (+3SD) : TB Normal

BB/U = -2SD – (+2SD) : Gizi Baik

1. Keadaan umum : Sakit Sedang

 Kesadaran : Compous Mentins GCS (E4M6V5)

8
 Ikterus : (-)

2. Tanda vital

Denyut nadi : 128 x/menit

Respirasi : 26 x/menit

Suhu Axilla : 39,6 oC

SpO2 : 98%

3. Kejang : (+)

Tipe : Tonik Klonik

Lamanya : < 10 menit

4. Kulit

Warna : Sawo Matang

Efloresensi : (-)

Pigmentasi : (-)

Jaringan Parut : Tidak ditemukan

Lapisan Lemak : Kurang/tipis

Turgor : < 2 detik

Tonus : DBN

Edema : Tidak ditemukan

Lain-lain : (-)

5. Kepala

 Bentuk : Normocephal

9
 Rambut : Warna hitam, sukar dicabut

 Ubun-ubun besar : Tertutup

 Wajah : Sesuai Usia

6. Mata

 Mata cekung : (-/-)

 Exopthalmus/Enopthalmus : (-/-) / (-/-)

 Lid retraction : (-)

 Konjungtiva : Anemis (+/+), Pterigium (-/-), injectio (-/-)

 Sklera : Ikterus (-/-)

 Corneal Reflex : Tidak dilakukan pemeriksaan

 Pupil : Bulat, isokor OD 2,5 cm/ OS 2,5 cm

 Lensa : Tidak dilakukan pemeriksaan

 Fundus : Tidak dilakukan pemeriksaan

 Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan

 Gerakan : Diplopia (-), Nistagmus (-)

7. Telinga

Bentuk : Normal

Otorrhea : (-/-)

Sekret : (-/-)

8. Hidung

Bentuk : Normal

10
Rinorrhea : (-/-)

Epistaksis : (-/-)

9. Mulut

Bibir : Sianosis (+), Keilitis (-)

Lidah : Hiperemis (-), Berselaput (-)

Gigi : Lengkap (-), Cerries (-)

Mucosa/selaput mulut : Stomatitis (-), Vesikel (-), Eritema (-), Ulkus (-)

Gusi : Perdarahan (-)

Bau napas : Tidak dilakukan pemeriksaan

10. Tenggorokan

Tonsil : Hiperemis (-), ulkus (-), vegetasi (-)

Pharynx : Hiperemis (-), Selaput (-)

11. Leher

Trachea : Letak Centromedial

Kelenjar : Pembesaran kel. Limfe (-), Struma (-)

Jejas : hipopigmentasi (-), erosi (-)

Rangsang Menings : Tidak dilakukan pemeriksaan

12. Thorax

Bentuk : Normothorax,

Ruang Intercostal : Melebar Napas Paradoxal : (-)

Pericordial Bulging : (-) Retraksi : (-)

Sela Iga : Tampak

11
13. Paru

Inspeksi : Simetris Bilateral

Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri, massa (-/-), crepitasi (-/-)

Deformitas (-/-),

Perkusi : Sonor kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Ronki (-/-)

14. Jantung

Inspeksi : Tampak ictus cordis pada ICS V linea midclavicularis sinistra

Palpasi : Teraba ictus cordis pada ics V linea midclavicularis sinistra

Perkusi : Pekak

Auskultasi : BJ I & II murni reguler, Gallop (-), Bising (-)

15. Abdomen

Inspeksi : Tampak datar, Massa (-), Jejas (-)

Auskultasi : Normoperistaltik 4 kuadran

Palpasi : Nyeri Tekan (-), Massa (-), Distensi (-), Hepatoslenomegali

(-)

Perkusi : Timpani 9 kuadran, Tanda Ascites (-)

16. Genitalia : TDP

17. Kelenjar : Pembesarab (-)

18. Anggota gerak: Akral hangat 4 extremitas, Sianosis (-), Pucat (-), Tremor (-)

K: 5555 5555 T: N N P B B

12
5555 5555 N N B B

Hiperhidrosis : (-/-) palmar, eritema palmaris (-/-)

Achropati : (-/-)

Mixedema : (-) 4 extremitas

19. Tulang : Fraktur (TDP), Dislokasi (TDP)

20. Otot : atrofi, Myopati proximal (-)

21. Refleks : TDP

D. Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap
Tanggal : 06/02/2022 (17:03 WITA)

Hasil Nilai Rujukan


WBC 14,36 x 103/uL 4,8 – 10,8 x 103
RBC 4,85 x 106/uL 4,7 – 6,1 x 106
HGB 12,5 g/dL 12,0 – 18,0 g/dl
HCT 37,4 % 36,0 – 56,0 %
MCV 77,1 fL 80,0 – 100,0 Fl
MCH 25,8 pg 27,0 – 32,0 pg
MCHC 33,4 g/dL 32,0 – 36,0 g/Dl
PLT 378 x 103/uL 150 – 450 x 103/Ul

13
Gulah Darah Sewaktu
Tanggal : 06/02/2022 (17:03 WITA)

Hasil Nilai Rujukan


GDS 136 70-200 mg/dL

E. Resume

Seorang anak perempuan usia 2 tahun masuk rumah sakit Sis Aljufire dengan keluhan
Febris interminten yang dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Beberapa
menit sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami seizure 1x di rumah dengan
durasi <10menit. Kedua tangan dan kaki kaku, bola mata menatap ke atas, dan bibir
tampak sianosis. Keluhan disertai batuk sejak 2 hari lalu dan flu kurang lebih 2 bulan
yang hilang timbul. Nausea/vomit (-), diare (-). BAB&BAK dalam batas normal.
Riwayat keluhan yang sama (+) 5 bulan yang lalu. Riwayat keluarga (+) kaka pasien
mengalami kejang demam beberapa kali saat bayi. Riwayat antenatal tidak ada
kelainan, pasien lahir melalui persalinan normal dengan BBL 3.800 gram serta
riwayat imunisasi lengkap.

Pemeriksaan fisik ditemukan KU sakit sedang, kesadaran compos mentis. TTV: N.


128 x/mnt, RR. 26 x/menit, SB. 39,6oC, SpO2. 98%. Pemeriksaan penunjang
ditemukan, pada pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC 14.360’uL , MCV 77,1
fL dan MCH 25,8 pg.

14
F. Diagnosis

- Kejang Demam Sederhana

G. Diagnosis Banding :

- Status Epileptikus
- ISPA
- Hipoglikemia
- Hipokalemia

H. Terapi

 IVFD RL 12 tpm

 O2 1,5 lpm

 Inj. Paracetamol 120 mg/ 8 jam

 Stesoloid Supp 5 mg

 Caviplex 1x3/4 cth

 Inj. Dexamethasone 1,5mg

 Diazepam 1,2 mg/8 jam (bila demam)

 Diazepam 3,5mg/IV (Bila Kejang)

 Amoxicillin syr. 3x5ml

15
FOLLOW UP

Hari/Tanggal : Senin, 07 Februari 2022


Perawatan Hari (PH) :2
S Demam (+), Kejang (-), Batuk(+), Flu (+), sesak (-), mual/muntah(-), nafsu
makan baik
O TANDA TANDA VITAL

Nadi : 112x/menit Suhu : 38,5ºC


Pernasapasan : 22x/menit SpO2 : 98%
SISTEM PERNAPASAN
Apneu (-), retraksi (-), pergerakan dinding dada (-) simetris, pernapasan
cuping hidung (-), Bv+/+, Wh-/-, Rh-/-,

SISTEM KARDIOVASKULER
Bunyi jantung (+) murni reguler, murmur (-)
SISTEM HEMATOLOGI
Anemis (-), ikterus (-)
SISTEM GASTROINTESTINAL

16
Nyeri tekan (-), kelainan dinding abdomen (-), muntah (-) organomegali (-)
SISTEM SARAF
Aktifitas gerak aktif, kesadaran compos mentis, fontanela datar, kejang (-)
A • Kejang Demam Sederhana

P - IVFD RL 12 tpm

- Inj. Paracetamol 120 mg/ 8 jam (KP)

- Amoxicillin syr. 3x5ml

- Diazepam 1,2 mg 3x1 (Bila Suhu > 38,5ºC)

- Diazepam 3,5mg/IV (Bila Kejang)

Hari/Tanggal : Selasa, 08 Februari 2022

Perawatan Hari (PH) :3


S Demam (+), Kejang (-), Batuk(+), Flu (+), sesak (-), mual/muntah(-), nafsu
makan baik
O TANDA TANDA VITAL

Nadi : 118x/menit Suhu : 38,5ºC(06.00) 36,3ºC(09.30)


Pernasapasan : 24x/menit SpO2 : 99%
SISTEM PERNAPASAN
Apneu (-), retraksi (-), pergerakan dinding dada (-) simetris, pernapasan
cuping hidung (-), Bv+/+, Wh-/-, Rh-/-,

17
SISTEM KARDIOVASKULER

Bunyi jantung (+) murni reguler, murmur (-)

SISTEM HEMATOLOGI

Pucat (-), ikterus (-)

SISTEM GASTROINTESTINAL

Soepel (+), kelainan dinding abdomen (-), muntah (-) organomegali (-)

SISTEM SARAF

Aktifitas gerak aktif, kesadaran compos mentis, fontanela datar, kejang (-)
A • Kejang Demam Sederhana

P - Inj. Paracetamol 120 mg/ 8 jam (KP)

- Amoxicillin syr. 3x5ml

- Diazepam 1,2 mg 3x1 (Bila Suhu > 38,5ºC)

- Cetirizine 3mg/24jam oral

Hari/Tanggal : Rabu, 09 Februari 2022

Perawatan Hari (PH) :4


S Demam (-), Kejang (-), Batuk(+), Flu (+), sesak (-), mual/muntah(-), nafsu

18
makan baik
O TANDA TANDA VITAL

Nadi : 102x/menit Suhu : 37ºC


Pernasapasan : 24x/menit SpO2 : 99%
SISTEM PERNAPASAN
Apneu (-), retraksi (-), pergerakan dinding dada (-) simetris, pernapasan
cuping hidung (-), Bv+/+, Wh-/-, Rh-/-,

SISTEM KARDIOVASKULER

Bunyi jantung (+) murni reguler, murmur (-)

SISTEM HEMATOLOGI

Pucat (-), ikterus (-)

SISTEM GASTROINTESTINAL

Soepel (+), kelainan dinding abdomen (-), muntah (-) organomegali (-)

SISTEM SARAF

Aktifitas gerak aktif, kesadaran compos mentis, fontanela datar, kejang (-)
A • Kejang Demam Sederhana

P - Paracetamol syr. 4x1 cth (KP)

- Amoxicillin syr. 3x5ml

- Diazepam 1,2 mg 3x1 (Bila Suhu > 38,5ºC)

19
- Cetirizine 3mg/24jam oral

I. Prognosis

1. Qua Ad Vitam : Dubia ad bonam

2. Qua Ad Functionam : Dubia ad bonam

3. Qua ad Sanactionam : Dubia ad bonam

20
DISKUSI KASUS

Kejang demam adalah kejang yang disertai demam (suhu 100,4°F atau 38°C dengan

cara apa pun), tanpa infeksi sistem saraf pusat, yang terjadi pada bayi dan anak usia 6

sampai 60 bulan.1

Pada kasus ini diketahui bahwa pasien adalah anak perempuan usia 2 tahun

yang mengalami kejang yang di dahului demam pada suhu 39,6°C

Penyebab kejang demam adalah multifaktorial. Secara umum diyakini bahwa kejang

demam diakibatkan oleh kerentanan sistem saraf pusat (SSP) yang sedang

berkembang terhadap efek demam, dalam kombinasi dengan predisposisi genetik

yang mendasari dan faktor lingkungan.  Kejang demam adalah respons yang

bergantung pada usia dari otak yang belum matang terhadap demam.  Selama proses

maturasi, terdapat peningkatan eksitabilitas neuron yang menjadi predisposisi anak

untuk kejang demam.3

Setelah kejang dikualifikasikan sebagai kejang demam, pemeriksa harus mencari

informasi tambahan untuk membedakan apakah kejang itu sederhana atau kompleks.

Kejang demam sederhana terjadi lebih sering daripada kejang demam kompleks

dan ditandai dengan kejang yang bersifat umum, berlangsung kurang dari 15 menit,

21
dan tidak berulang dalam 24 jam. Sedangkan Kejang demam kompleks ditandai

dengan adanya setidaknya satu dari fitur berikut: fokal, durasi lebih dari 15 menit,

dan kekambuhan dalam periode 24 jam.3

Pada kasus ini pasien mengalami demam disertai kejang yang bersifat umum,

berlangsung <10 menit, dengan frekuensi 1x (tidak terjadi berulang dalam

24jam).

Studi keluarga dan kembar menunjukkan bahwa faktor genetik memainkan peran

penting. Sekitar sepertiga anak dengan kejang demam memiliki riwayat keluarga

yang positif. Risiko kejang demam pada anak adalah sekitar 20% dengan saudara

kandung yang terkena dan sekitar 33% dengan orang tua yang terkena.3

Seperti pada kasus, berdasarkan anamnesis pada orang tua bahwa kakak laki-

laki dari pasien juga pernah mengalami kejang demam beberapa kali saat

masih bayi. Hal ini dapat menjadi salah satu faktor resiko kejang demam pada

pasien .

Penyebab pasti kejang demam masih belum diketahui, meskipun beberapa penelitian

menunjukkan kemungkinan hubungan dengan faktor lingkungan dan genetic. Demam

adalah respons normal terhadap infeksi, dan pelepasan sitokin tingkat tinggi selama

demam dapat mengubah aktivitas otak normal, memicu kejang .4

Secara umum, semakin tinggi suhu, semakin besar kemungkinan kejang demam.

kejang demam memiliki ambang kejang yang lebih rendah. Infeksi virus merupakan

22
penyebab demam pada sekitar 80% kasus kejang demam. Roseola infantum

(exanthem subitum), influenza A, dan human coronavirus HKU1 menimbulkan risiko

tertinggi untuk kejang demam. Infeksi virus saluran pernapasan atas, faringitis, otitis

media, dan gastroenteritis Shigella adalah penyebab penting lain dari kejang demam.

Adanya tanda-tanda infeksi saluran pernafasan pada pasien dapat di lihat dari

keluhan batuk yang dialami 2 hari yang lalu dan flu +/- 2 bulan. Juga dari hasil

pemeriksaan laboratorium Darah Lengkap pasien didapati WBC : 14.360/uL

(Leukositosis).

Leukosit berperan melindungi diri dari infeksi dan penyakit. Saat tubuh terserang

penyakit, leukosit akan mengalami peningkatan sebagai respons terhadap penyakit

tersebut. Leukosit tinggi dapat menjadi tanda bahwa ada sesuatu yang tidak normal

dalam tubuh seseorang.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi yang menyerang

salah satu bagian atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas)

hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan andeksanya, seperti sinus, rongga

telinga tengah, dan pleura. Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan pada anak di

bawah lima tahun karena pada kelompok usia ini adalah kelompok yang memiliki

sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit.6

Gejala dari ISPA ringan Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika

ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:6

23
1) Batuk.

2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (pada waktu

berbicara atau menangis).

3) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.

4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C

Pengobatan yang dapat di berikan pada anak yang masih kejang saat di rumah sakit

yaitu, anak memerlukan stabilisasi darurat dengan pendekatan ABCDE (jalan napas,

pernapasan, sirkulasi, kecacatan, dan paparan/pemeriksaan, ditambah pemeriksaan

glukosa darah) dan kejang harus dihentikan dengan obat antiepilepsi sesegera

mungkin (lihat manajemen). Setelah stabilisasi, tanda-tanda vital harus dicatat: suhu,

detak jantung dan pernapasan, waktu pengisian kapiler, dan glukosa darah.7

24
Berdasarkan kasus, saat pasien sampai di IGD dan masih mengalami kejang

maka dokter memberikan

 IVFD RL 12 tpm

 O2 1,5 lpm

 Inj. Paracetamol 120 mg/ 8 jam

 Stesoloid Supp 5 mg

Hal di atas sesuai dengan algoritme tatalaksana saat kejang :8

Pre Hospital Kejang


Pre Hospital
Diazepam Rektal 0,5-0,75 mg/kgBB atau
<12 kg : 5 mg/kgBB
>12 kg : 10 mg/kgBB

Kejang

Diazepam reketal dapat diberikan kembali dengan cara dan dosis yang sama
dengan interval 5 menit. Bila 2x pemberian masih kejang, anjurkan ke RS

Hospital
Pre Hospital

Diazepam Intravena 0,2-0,5 mg/kg perlahan dengan


kecepatan 2mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan maksimal dosis 10 mg
25
Kejang

Lihat Algoritme tatalaksana status epileptikus

Saat di ruang perawatan pengobatan pasien pun tetap di lanjutkan

- Inj. Paracetamol 120 mg/ 8 jam (KP)

- Amoxicillin syr. 3x5ml

- Diazepam 1,2 mg 3x1 (Bila Suhu > 38,5ºC)

- Cetirizine 3mg/24jam oral

Pemberian obat saat demam:8

26
a. Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya


kejang demam. Namun, Para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat
diberikan Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4
kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4
kali sehari

b. Antikonvulsan
1. Antikonvulsan Intermiten

Adalah obat antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Diberikan

pada kejang demam dengan salah satu faktor resiko :

- Kelainan neurologis yang berat, misalnya cerebral palsy

- Berulang 4x atau lebih dalam setahun

- Usia > 6 bulan

- Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 ºC

- Apabila episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan

cepat

Diazepam oral 0,3mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5 mg/kg/kali


(<12kg: 5mg dan >12kg: 10mg), sebanyak 3x sehari, dengan dosis
maksimal 7,5mg/kali. Diberikan selama 48jam pertama demam

2. Antikonvulsan Rumatan

Indikasi pemberian obat rumat:

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menun-jukkan ciri

sebagai berikut (salah satu):

27
- Kejang lama > 15 menit

- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,

hidrosefalus.

- Kejang fokal

- Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:

~Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24jam.

~Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

Pilihan obat Rumatan:


- Asam Valproat 15-40mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis
- Fenobarbital 3-4mg/kg/hari dalam 1-2 dosis

Lama pengobatan rumatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, penghentian

pengobatan rumatan untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun

dilakukan pada saat anak tidak sedang kejang.8

Pemberian amoxicillin dan cetirizine di indikasikan untuk infeksi saluran

pernafasan yang dialami pasien.

Pasien anak dengan gangguan ISPA penggunaan antibiotik yang sering digunakan

adalah Amoxicilin dengan golongan beta-laktam, yaitu golongan penisilin dengan

mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau

lebih pada ikatan penisilin-protein sehingga menyebabkan penghambatan pada tahap

akhir dalam dinding sel bakteri, akibatnya sel terhambat, dan sel bakteri menjadi

28
pecah/lisis. Dengan dosis : anak-anak (Berat badan >20 kg): 250-500 mg tiga kali

sehari atau setiap 8 jam dan anak-anak (Berat badan <20 kg): 20-40 mg/kg BB sehari

dalam dosis terbagi tiga kali sehari atau setiap 8 jam

Studi meta analisis menunjukkan bahwa pemberian monoterapi antihistamin untuk

ISPA pada anak tidak bermakna klinis. Data yang terbatas menunjukkan bahwa

kombinasi antihistamin-analgesik dapat meringankan gejala ISPA pada kelompok

anak yang lebih besar. Antihistamin sistemik yang dapat diberikan adalah

antihistamin generasi pertama yaitu chlorpheniramine maleate (CTM), atau generasi

kedua seperti cetirizine. Antihistamin generasi pertama memberikan efek samping

sedatif yang lebih kuat. Dosis cetirizine yang diberikan dapat dihitung berdasarkan

berat badan yakni 0,25 mg/kg berat badan/ hari.

Komplikasi

Ini adalah jenis kejang yang mendefinisikan risiko epilepsi di masa depan. Anak-anak

dengan kejang demam sederhana memiliki risiko epilepsi berikutnya yang sedikit

lebih tinggi sekitar 1% dibandingkan dengan kejadian pada populasi umum sekitar

0,5%. Risiko epilepsi masa depan pada anak-anak dengan kejang demam kompleks

adalah sekitar 4-6%, tergantung pada jumlah fitur kompleks. Faktor risiko lain untuk

perkembangan epilepsi termasuk durasi demam yang lebih pendek (<1 jam) sebelum

kejang, timbulnya kejang demam sebelum usia 1 tahun atau setelah usia 3 tahun,

beberapa episode kejang demam, perkembangan saraf yang mendasarinya. kelainan,

29
riwayat epilepsi keluarga yang positif, dan pelepasan epileptiform pada EEG.

Umumnya, jumlah kejang demam tidak mengubah risiko epilepsi berikutnya.3

Ensefalopati jarang merupakan komplikasi dengan kejang demam. Bukti terbaru

menunjukkan bahwa mutasi missense pada gen saluran natrium SCN1A dan SCN2A

dapat mempengaruhi anak-anak untuk kejang demam yang parah. Kejang demam,

terutama jika berulang, parah, dan berkepanjangan, dapat menyebabkan pergantian

persisten sirkuit saraf hipokampus dalam keseimbangan antara respons rangsang dan

penghambatan serta sklerosis temporal mesial, yang mengarah ke epileptogenesis

setelah kejang demam. 3

Secara umum diyakini bahwa anak-anak dengan kejang demam sederhana tidak

meningkatkan risiko untuk perkembangan selanjutnya dari defisit neurologis, dan

kecerdasan dan fungsi kognitif mereka tidak terpengaruh. Sebuah studi kohort

berbasis populasi di Rotterdam menunjukkan bahwa tidak ada hubungan kejang

demam dengan risiko masalah perilaku atau fungsi eksekutif. Berbeda dengan kejang

demam tunggal, kejang demam berulang secara signifikan terkait dengan peningkatan

risiko keterlambatan perkembangan kosakata (rasio odds: 3,22; 95% CI: 1,3-7,94).

Anak-anak dengan kejang demam memiliki risiko lebih tinggi untuk penyakit atopik

seperti rinitis alergi dan asma. Prevalensi tinggi dari stres hiperglikemia telah

dilaporkan pada anak-anak dengan kejang demam. 3

30
Berbeda dengan kepercayaan sebelumnya bahwa tidak ada hubungan antara kejang

demam dan kematian mendadak yang tidak dapat dijelaskan pada masa kanak-kanak,

penelitian terbaru menunjukkan sebaliknya. Anak-anak dengan kejang demam,

terutama mereka dengan kejang demam kompleks dan status epileptikus demam,

dapat meninggal secara tiba-tiba dan tidak terduga dengan cara yang mengingatkan

pada kematian mendadak orang dewasa yang tidak terduga pada epilepsi.3

Edukasi Orang Tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat

kejang sebagian besar orang tua berang-gapan bahwa anaknya telah meninggal.

Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:8

1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mem-punyai prognosis baik.

2. Memberitahukan cara penanganan kejang

3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus

diingat adanya efek samping

- Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko

berulangnya kejang demam adalah :8

- Riwayat kejang demam dalam keluarga

31
- Usia kurang dari 12 bulan

- Temperatur yang rendah saat kejang

- Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah

80%, sedangkan bila tidak terdapat fak-tor tersebut kemungkinan berulangnya kejang

demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar

pada tahun pertama

Prognosis

Sekitar 30% dari anak-anak dengan kejang demam sebelumnya tetap pada
peningkatan risiko kejang demam berulang.Anak-anak kurang dari 12 bulan pada saat
kejang demam pertama memiliki peluang 50% untuk mengalami kejang kedua dalam
tahun pertama. Risiko ini turun menjadi 30% pada tahun berikutnya. Selain usia
muda selama kejang demam pertama, riwayat kejang demam dalam keluarga, demam
derajat rendah selama kejang, dan interval yang lebih pendek antara demam dan
kejang dapat menunjukkan kemungkinan kejang demam berulang yang lebih
tinggi. Namun, gambaran yang terkait dengan kejang demam kompleks tidak selalu
meningkatkan risiko kekambuhan kejang demam. Sekitar 1-2% anak-anak dengan
kejang demam sederhana - hanya risiko sedikit lebih tinggi daripada populasi umum -
mengembangkan epilepsi berikutnya. 

Tidak ada bukti bahwa kejang demam terkait dengan ketidakmampuan belajar atau
kecerdasan yang lebih rendah

BAB III

32
KESIMPULAN

Patofisiologi yang tepat dari kejang demam tidak dipahami. Ada predisposisi genetik

yang diakui dengan 10% sampai 20% dari kerabat tingkat pertama pasien dengan

kejang demam juga mengalami kejang demam. Tidak ada cara khusus pewarisan

yang diketahui.

Secara umum, semakin tinggi suhu, semakin besar kemungkinan kejang demam. 

Anak dengan kejang demam memiliki ambang kejang yang lebih rendah. Infeksi

virus merupakan penyebab demam pada sekitar 80% kasus kejang demam.  Infeksi

virus saluran pernapasan atas, faringitis, otitis media, dan

gastroenteritis Shigella adalah penyebab penting lain dari kejang demam

Pengobatan yang dapat di berikan pada anak yang masih kejang saat di rumah sakit

yaitu, anak memerlukan stabilisasi darurat dengan pendekatan ABCDE (jalan napas,

pernapasan, sirkulasi, kecacatan, dan paparan/pemeriksaan, ditambah pemeriksaan

glukosa darah) dan kejang harus dihentikan dengan obat antiepilepsi sesegera

mungkin (lihat manajemen). 

Pentingnya edukasi kepada orang tua akan membantu penanggulangan kejang kepada

anak dan meningkatkan kualitas hidup anak.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Pediatrics. Neurodiagnostic evaluation of the child

with a simple febrile seizure. Pediatrics. 2011 Feb;127(2):389-94. doi:

10.1542/peds.2010-3318. PMID: 21285335.

2. Xixis KL, Samanta D, Keenaghan M. Febrile Seizure. [Updated 2021 Jul 6].

In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022

Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448123/?

report=classic

3. Leung AK, Hon KL, Leung TN. Febrile seizures: an overview. Drugs

Context. 2018;7:212536. Published 2018 Jul 16. doi:10.7573/dic.212536

4. Mosili P, Maikoo S, Mabandla MV, Qulu L. The Pathogenesis of Fever-

Induced Febrile Seizures and Its Current State. Neurosci Insights. 2020 Nov

2;15:2633105520956973. doi: 10.1177/2633105520956973. PMID:

33225279; PMCID: PMC7649866.

5. Current Evidences in Pediatric Emergencies Management. Departemen Ilmu

Kesehatan Anak FKUI-RSCM .2014 . ISBN 978-979-8271-50-2

6. Ramadhanti R, R. 2021. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. Di unduh dari

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/6365/4/4.%20Chapter%202.pdf

34
7. Laino D, Mencaroni E, Esposito S. Management of Pediatric Febrile Seizures.

Int J Environ Res Public Health. 2018 Oct 12;15(10):2232. doi:

10.3390/ijerph15102232. PMID: 30321985; PMCID: PMC6210946.

8. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. AAP. Practice parameter:

Longterm treatment of the child with simple febrile seizures Pediatr 1999;

103:1307-9.Knudsen FU. Febrile seizures-treatment and outcome. Epilep-sia

2000; 41:2-9.

35

You might also like