You are on page 1of 7

PEMBUATAN TAUCO

LAPORAN PRAKTIKUM

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah praktikum Bioteknologi

Dosen pengampu :

Ukit, M.Si

Disusun oleh :

Kelompok 2

Hadi Kusumah 1192060045


Intan Lestari 1192060048
Isma Nuria Rahmani 1192060050
Listianisa Sopiani 1192060053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
Judul Praktikum : Pembuatan Tauco

Tanggal Praktikum : Sabtu, 2 April 2022

Tujuan Praktikum :

1. Mengetahui proses pembuatan Tauco


2. Mengetahui proses fermentasi pada Tauco
3. Mengetahui faktor yang Mempengaruhi Proses
Fementasi pada Tauco
4. Mengetahui Karakteristik dan Kualitas Tauco
yang baik
A. Landasan Teori
Makanan tradisional atau makanan lokal merupakan salah satu ciri khas
dari suatu daerah atau masyarakat tertentu yang dapat membedakan antara satu
daerah dengan daerah lain (Tyas, 2017:3).
Tauco merupakan salah satu bahan makanan tradisional yang terbuat dari
biji kedelai (Glycine max) (Constantia, 2012:85). Tauco berbentuk pasta dan
banyak ditemukan khususnya di daerah Jawa Barat yang secara tradisi telah
lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia (Nurrahman dkk, 2012:86).
Tauco memiliki rasa yang khas sebagai bumbu masakan yang dihasilkan
dari proses fermentasi, selain rasa proses ini juga memberikan warna, aroma
dan tekstur yang berbeda (Djayasupena, Korinna, Rachman, & Pratomo,
2014 :137).
Proses pembuatan Tauco melalui dua tahap fermentasi. Pertama fermentasi
dengan kapang Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Kedua fermentasi
dalam larutan garam natrium klorida. Penambahan garam bertujuan sebagai
pengawet dan pemberi cita rasa. Rhizopus oryzae dapat mensekresi enzim
amilase mampu mendegradasi senyawa-senyawa karbohidrat pada pembuatan
tauco. Selain itu kapang akan menyebabkan aktivitas proteolitik yang akan
menguraikan protein menjadi asam-asam amino (Setyani, 2017:86).
Rhizopus oryzae merupakan kapang yang memiliki aktivitas amilase
paling tinggi sehingga mampu menurunkan kadar stakiosa dan rafinosa
(oligosakarida) pada kedelai dengan sangat baik. Kecepatan tumbuh Rhizopus
oryzae lebih lambat akibat aktivitas proteolitiknya yang lebih rendak
dibandingkan Rhizopus oligosporus. Fermentasi dengan Rhizopus oryzae EN
menghasilkan tauco yang kaya akan niasin dan ergosterol., waktu fermentasi
lebih lama, dan kandungan senyawa-senyawa seperti antimikroba, piridoksin,
riboflavin, folat, dan beta-karoten yang lebih rendah dibandingkan tempe yang
difermentasi dengan Rhizopus oligosporus (Astawan: 2017: 53).
Fermentasi merupakan suatu cara yang telah dikenal dan digunakan sejak
lama sejak jaman kuno. Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah
substrat menjadi produk tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan
bantuan mikroba. Bioteknologi berbasis fermentasi sebagian besar merupakan
proses produksi barang dan jasa dengan menerapkan teknologi fermentasi atau
yang menggunakan mikroorganisme untuk memproduksi makanan dan
minuman seperti: keju, yoghurt, minuman beralkohol, cuka, sirkol, acar, sosis,
kecap, dll (Nurcahyo, 2011: 19).
Waktu fermentasi memberikan pengaruh dalam kualitas suatu produk,
produk fermentasi adalah produk yang dapat diterima baik secara
kenampakan, aroma serta nutrisi yang dihasilkan. Fermentasi dibantu oleh
mikroorganisme yang memiliki fase hidu logaritmik. Sehingga untuk
mendapatkan produk fermentasi yang terbaik harus mengetahui fase
pertumbuhan optimal dari mikroorganisme yang dimanfaatkan tersebut
(Darajat, 2014: 16).
Tauco mempunyai kadar garam yang cukup tinggi (diatas 15%) dapat
disimpan lama dan tidak akan rusak atau basi selama penyimpanan tidak
terkena air mentah ataupun terkontaminasi dengan bahan organik lainnya
(Indriani, 2009:86).
Salah satu komponen penting dalam tauco yaitu antioksidan. Antioksidan
merupakan senyawa yang memiliki kemampuan untuk melindungi sel dan
jaringan dari ancaman kerusakan yang disebabkan oleh keberadaan radikal
bebas yang bersifat reaktif (Figueroa, 2014:86).
B. Alat dan Bahan
C. Langkah Kerja
biji kedelai yang baik dipilih
Alat dan Bahan yang kedelai dicuci menggunakan
dengan dipisahkan dari
dibutuhkan disiapkan air bersih
benda asing

setelah direndam 24 jam, Apabila sudah bersih, kedelai


lalu kulit, dan airnya dibuang
Kedelai dicuci kembali direndam dalam air selama
dengan cara manual
menggunakan air 24 jam

tepung beras dan tepung


kedelai yang sudah dibuang
Air rebusan dibuang dan ketan dicampur dan disangrai
kulitnya direbus sampai
kedelai didinginkan hingga berwarna sedikit
mendidih, sekitar 20 menit
kecoklatan

Ragi yang sudah dicampur


kedelai yang sudah Ragi dicampur dengan
dengan tepung ditaburkan
didinginkan di atas nampam tepung yang sudah disangrai,
diatas kedelai, diaduk hingga
lalu diratakan diaduk hingga hingga rata
rata bersama kedelai

kedelai yang sudah


garam dimasukan sekitar
difermentasi, ditumbuhi
kedelai ditutup menggunakan setengah sendok makan,
jamur putih yang kemudian
kain, fermentasi dilakukan dilarutkan dengan air dan
dihancurkan hingga terpisah
selama 3 hari kedelai fermentasi
pisah dan sijemur sekitar 2
dimasukan, lalu diaduk
jam sampai kering

Setelah didiamkan selam 5


kedelai fermentasi yang
Kemudian gua merah diiris hari, kedelai bersama air sudah dicampur larutan
dan dicairkan dengan direbus garam dimasukan bersama
garama kemuian ditutup dan
bersama air air sampai menididih dan
didiamkan selama 5 hari
tidak berbuih

kedelai yang sudah direbus Tauco siap untuk dijadikan


tadi dimasukan kedalam sebagai bumbu atau
larutan gula merah penyedap rasa

D. Hasil Pengamatan
Gambar 1. Sebelum Fermentasi Gambar 2. Setelah Fermentasi

Tabel 1. Hasil penagamatan Fermentasi Tauco


No Bahan Sebelum Fermentasi Sesudah Fermentasi
. Teksture Warna Tekstur Warna
1. Tauco Keras atau Putih Lunak, Coklat
kurang kekuningan lenglet,
lunak, kurang
tidak halus halus

Daftar Pustaka

Astawan, Made dkk. 2017. Tauco Sumber Zat Gizi dan Komponen Bioaktif
untuk Kesehatan. Bogor: IPB Press.
Costantia, F. 2012. Pembuatan Tauco Proporsi Biji Kedelai-Lamtoro Gung
(Leucaenaleucocephala) dengan Penambahan Angkak. Surabaya :
Universitas Pembangunan Nasional.
Darajat, Duta Pakerti dkk. 2014. Influence of Fermentation Time and
Proportion of Dextrin to the Quality of Milk Powder. Jurnal Pangan
dan Agroindustri. Vol.2(1): 47-53.
Djayasupena, S., Korinna, G., Rachman, S., & Pratomo, U. (2014). Potensi
Tauco sebagai Pangan Fungsional. Jurnal Chimica et Natura Acta ,
2(2), 137-141.
Figueroa LA, Navarro LB, Vera MP, and Petricevich VL. 2014. Antioxidant
Activity, Total Phenolic and Flavonoid Contents, and Cytotoxicity
Evaluation of Bougainvillea Xbuttian. International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Science. 2014; 6 : 497-502.
Indriani, E.A. 2009. Pengaruh Substitusi NaCI dengan KCI Terhadap Sifat
Mikrobiologi, Kimiawi dan Sensori Tauco. Skripsi. Yogyakarta :
Jurusan PHP Fakultas Teknologi Pertanian UGM.
Lestari (A), N. S., & Christina. (2018). Doclang, Makanan Tradisional Yang
Mulai Tersisihkan. Jurnal Khasanah Ilmu, 9(2), 21-27.
Nurrahman, M. Astuti, Suparmo dan M.H.N.E. Soesatyo. 2012. Pertumbuhan
Jamur, Sifat Organoleptik dan Aktivitas Antioksidan Tempe Kedelai
Hitam yang Diproduksi dengan Berbagai Jenis Inokulum. J. Agritech,
32:1, 60 – 65.
Nurcahyo, Heru. 2011. Diktat Bioteknologi. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Setyani, Sri. 2017. Evaluasi Sifat Kimia dan Sensori Tauco Kedelai-Jagung
dengan Berbagai Konsentrasi Ragi Raprima dan Berbagai Formulasi.
Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. Vol. 22(2): 85-98.
Tyas, A. P. 2017. Identifikasi Kuliner Lokal Indonesia. Jurnal Pariwisata
Terapan, 1(1), 1-14.

You might also like