You are on page 1of 9

Tugas Vilep Individu

Nama : Selvia Mayrani


NIM : P07220220073
Tingkat :2
Prodi : Sarjana Terapan Keperawatan
Mata kuliah : PSB
Dosen Pengampu : Ns. Andi Parellangi, S. Kep., M. Kep., M.H

Soal :
Penerapan antropologi kesehatan pada tatanan masyarakat dan rumah sakit, analisis
berdasarkan prinsip penerapan budaya, yaitu apakah budaya dipertahankan, budaya
dimodifikasi atau di restrukturing.
A. Definisi Antropologi Kesehatan.
Antropologi Kesehatan adalah disiplin yang memberi perhatian pada aspek-aspek
biologis dan sosio-budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi
antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan
penyakit pada manusia.
Ada beberapa ilmu yang berhubungan dengan antropologi dan saling berkontribusi
dalam memberikan sumbangan untuk perkembangan ilmu lain. Misalnya dalam bidang
biologi, antropologi kesehatan menggambarkan teknik dan penemuan ilmu-ilmu kedokteran
dan variasinya, termasuk mikrobiologi, biokimia, genetik, parasitologi, patologi, nutrisi, dan
epidemiologi. Hal ini memungkinkan untuk menghubungkan antara perubahan biologi yang
didapatkan dengan menggunakan teknik tersebut terhadap faktor-faktor sosial dan budaya di
masyarakat tertentu. Contoh: penyakit keturunan albinism di suatu daerah di Nusa Tenggara
Timur ditransmisikan melalui gen resesif karena pernikahan diantara anggota keluarga.
Antropologi berusaha untuk melihat segala aspek dari diri mahluk manusia pada
semua waktu dan di semua tempat, seperti: Apa yang secara umum dimiliki oleh semua
manusia? Dalam hal apa saja mereka itu berbeda? Mengapa mereka bertingkah-laku seperti
itu? Ini semua adalah beberapa contoh pertanyaan mendasar dalam studi-studi Antropologi.
Secara umum, antropologi kesehatan senantiasa memberikan sumbangan pada ilmu kesehatan
lain sebagai berikut:
1. Memberikan suatu cara untuk memandang masyarakat secara keseluruhan termasuk
individunya. Dimana cara pandang yang tepat akan mampu untuk memberikan
kontribusi yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat dengan
tetap bertumpu pada akar kepribadian masyarakat yang membangun. Contoh
pendekatan sistem, holistik, emik, relativisme yang menjadi dasar pemikiran
antropologi dapat digunakan untuk membantu menyelesaikan masalah dan
mengembangkan situasi masyarakat menjadi lebih baik.
2. Memberikan suatu model yang secara operasional berguna untuk menguraikan proses
sosial budaya bidang kesehatan.
3. Sumbangan terhadap metode penelitian dan hasil penelitian. Baik dalam merumuskan
suatu pendekatan yang tepat maupun membantu analisis dan interpretasi hasil tentang
suatu kondisi yang ada di masyarakat.
Ada beberapa ilmu yang memberikan sumbangan terhadap antropologi kesehatan, antara lain:
1. Antropologi fisik/biologi/ragawi, Contoh: nutrisi mempengaruhi pertumbuhan, bentuk
tubuh, variasi penyakit. Selain itu juga mempelajari evolusi penyakit sebagai akibat
faktor budaya, migrasi dan urbanisasi.
2. Etnomedisin, awalnya mempelajari tentang pengobatan pada masyarakat primitif atau
yang masih dianggap tradisional, meski dalam perkembangan lebih lanjut stereotipe
ini harus dihindari karena pengobatan tradisional tidak selamanya terbelakang atau
salah.
3. Kepribadian dan budaya, adalah observasi terhadap tingkah laku manusia di berbagai
belahan dunia. Misalnya: perawatan schizophrenia di suatu daerah untuk mencari
penyembuhan yang tepat dapat digunakan untuk mengevaluasi pola perawatan
penyakit yang sama.
4. Kesehatan Masyarakat, dimana beberapa program kesehatan bekerjasama dengan
antropologi untuk menjelaskan hubungan antara kepercayaan dan praktek kesehatan.

B. Sejarah Perkembangan antropologi Kesehatan


1. Tahun 1984 Rudolf Virchow, menulis apabila kedokteran adalah ilmu mengenai
manusia yang sehatmaupun yang sakit, maka apa pula ilmu yang merumuskan
hukum-hukumsebagai dasar struktur sosial, untuk menjadikan efektif hal-hal yang
inherendalam manusia itu sendiri sehingga kedokteran dapat melihat struktur sosial
yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit, maka kedokteran dapatditetapkan
sebagai antropologi.
2. Tahun 1953, Sejarah pertama tentang timbulnya perhatian Antropologi Kesehatan
terdapat pada tulisan yang ditulis berjudul “Appied Anthopology”. Tulisan ini
merupakan tour the force yang cemerlang , tetapi meskipun telah menimbulkan
antusiasme, tulisan itu tidaklah menciptakan suatu subdisiplin baru.
3. Tahun 1963, Sepuluh tahun kemudian, Scoth memberi judul “Antropologi
Kesehatan” dan membicarakan “Ahli Antropologi Kesehatan” dalam suatu artikel
mengenai kedokteran dan kesehatan masyarakat. Setelah itu baru ahli-ahli
antropologi Amerika benar-benar menghargai implikasi dari penelitian-penelitian
tentang kesehatan dan penyakit bagi ilmu antropologi.
4. Pengesahan lebih lanjut atas subdisiplin Antropologi Kesehatan ini adalah dengan
munculnya tulisan yang dibuat Pearsal (1963) yang berjudul Medical Behaviour
Sciene yang berorientasi antropologi, sejumlah besar (3000 judul) dari yang
terdaftar dalam bibliografi tersebut tak diragukan lagi menampakan pentingnya
sistem medis bagi Antropologi.
Antropologi kesehatan merupakan bagian dari ilmu antropologi yang sangat penting
sekali, karena di dalam antropologi kesehatan diterangkan dengan jelas kaitan antara
manusia, budaya, dan kesehatan sehingga kita dapat mengetahui kaitan antara budaya suatu
masyarakat dengan kesehatan masyarakat itu sendiri.
Anderson (2006 : 3) menyatakan bahwa antropologi kesehatan adalah disiplin biobudaya
yang memberi perhatian kepada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku
manusia, terutama tentang cara-cara interaksi ntara keduanya di sepanjang sejarah kehidupan
manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit.
Antropologi kesehatan ini tidak serta merta muncul dengan sendirinya, akan tetapi
antropologi kesehatan ini mempunyai akar. Anderson (2006 : 4) menyatakan antropologi
kesehatan kontemporer mempunyai 4 sumber :
 Perhatian ahli antropologi fisik terhadap topik-topik seperti evolusi, adaptasi, anatomi,
komparatif, tipe-tipe ras genetika, dan serologi.
 Perhatian etnografi tradisional terhadap pengobatan primitif, termasuk ilmu sihir dan
magis.
 Gerakan “kebudayaan dan kepribadian” pada akhir 1930-an dan 1940-an yang
merupakan kerjasama antara ahli-ahli psikiatri dan antropologi.
 Gerakan kesehatan masyarakat internasional setelah perang dunia II.
Untuk menjadi seorang ahli antropologi kesehatan tidaklah mudah, dibutuhkan
pegalaman, naluri dalam menyikapi masalah.
C. Antropologi Kesehatan Rumah Sakit.
D. SUB KEBUDAYAAN RUMAH SAKIT
WHO (1957) memberi batasan tentang pengertian rumah sakit adalah bagian
menyeluruh atau (integral) dari organisasi sosial dan medis, berfungsi memberikan
pelayanan kesehatan yang lengkap pada masyarakat, baik kuratif, maupun rehabilitatif,
dimana pelayanan keluarnya menjangkau keluarga dan lingkungan, dan rumah sakit juga
merupakan pusat latihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian bio-sosial. Pengertian
lain dari rumah sakit menurut SK Menkes No.983 Tahun 1992, rumah sakit mempunyai
tugas penting guna melaksanakan upaya kesehatan secara berhasil dengan mengutamakan
usaha penyembuhan dan pemulihan yang di laksanakan secara serasi dan terpadu dengan
upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka sebagai sarana pelayanan
kesehatan, rumah sakit juga rentan terhadap kejadian yang tidak diharapkan (KTD)
khususnya pada pasien sebagai aspek utama dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Untuk mencegah kejadian KTD pada pasien, maka diharapkan adanya perpaduan
pendekatan (holistic approach) dan budaya untuk mengatasi KTD perlu dipergunakan.
Pendekatan sistem lazim dikenal sebagai hard approach sedang pendekatan
budaya/manusia lazim dikenal sebagai soft approach. Sebagai hard approach, pendekatan
sistem dapat dipergunakan untuk membudayakan nilai-nilai. Sedangkan soft approach
dapat melalui budaya-budaya yang ada di rumah sakit, sebagai contoh yaitu budaya
organisasi.
Budaya organisasi berasal dari kata Inggris, organizational culture; budaya organisasi
secara resmi diperkenalkan oleh Pettigrew pada tahun 1979 dalam tulisannya di
Administrative Science Quarterly. Menurut Martin (2002), pada dasarnya konsep budaya
organisasi mengacuh pada tiga paradigma:
a) Integrated approach menyatakan bahwa setiap organisasi mempunyai satu
jenis budaya yang mewarnai semua nilai dan perilaku para anggotanya.
b) Differentiation approach menekankan pada konsensus subbudaya. Pada
pendekatan ini dimungkinkan bahwa setiap organisasi mempunyai satu atau
lebih sub-budaya yang dibedakan menjadi tiga yaitu: enhancing sub culture
yaitu subbudaya yang sejalan dan sama dengan budaya organisasi,
orthogonal sub culture yaitu sub-budaya yang berbeda dengan budaya
organisasi namun tidak bertentangan dan encounter sub culture yaitu sub-
budaya yang berlawanan dengan budaya organisasi. Suatu contoh di RS
JHX terdapat beberapa subbudaya. Sub-budaya divisi ICU berbeda dengan
sub-budaya divisi Radiologi.
c) c. Fragmentation approach menyatakan bahwa budaya organisasi tersebut
sebenarnya tidak ada; yang ada adalah nilai-nilai pribadi anggota
organisasi.
Budaya organisasi adalah suatu realita asumsi dasar, nilainilai, kebiasaan-kebiasaan
yang hidup dan dihayati dan dilakukan oleh para anggotanya (culture-in-practice).
Budaya bukan sekadar slogan-slogan yang mencantumkan nilai-nilai yang diinginkan
(espoused culture). Karena itu dalam mengkaji budaya organisasi, harus difokuskan pada
kebiasaan, perilaku dan nilai-nilai yang dianut dan dijalankan oleh para anggotanya (das
Sein) dan bukan mengkaji budaya yang diinginkan (das Sollen). Pada umumnya
pembentukan budaya organisasi ditentukan oleh para pendiri organisasi. Mengacu pada
filosofi, visi, misi, nilai-nilai yang dianutnya, pendiri organisasi memilih orang-orang
yang mempunyai relatif menganut hal-hal yang sama.
Drennan (1999) mengemukakan bahwa pembentukan budaya organisasi dipengaruhi
oleh pemimpin, sejarah dan tradisi organisasi, teknologi, produk dan layanan, industri dan
persaingan, pelanggan, ekspektasi organisasi, system informasi dan kendali, aturan-aturan
dan lingkungan organisasi, prosedur dan kebijaksanaan, sistem penggajian, organisasi dan
sumber daya, sasaran serta nilai-nilai perlu dipertimbangkan untuk melakukan penanaman
dan sosialisasi budaya organisasi. Pembudayaan patient safety culture perlu
mempertimbangkan faktor-faktor tersebut serta diawali tahap pertama yang
mengidentifikasi nilai.
Budaya keselamatan merupakan bagian penting dalam keseluruhan budaya organisasi
yang diperlukan dalam institusi kesehatan. Budaya keselamatan didefinisikan sebagai
seperangkat keyakinan, norma, perilaku, peran, dan praktek sosial maupun teknis dalam
meminimalkan pajanan yang membahayakan atau mencelakakan karyawan, manajemen,
pasien, atau anggota masyarakat lainnya. Budaya keselamatan pasien dikembangkan dari
konsep-konsep budaya keselamatan di dunia industri. Walaupun memiliki karakteristik
yang berbeda, berbagai penelitian budaya keselamatan di industri lain menjadi dasar
pengembangan konsep keselamatan pasien di rumah sakit. Salah satu perbedaan konsep
budaya keselamatan yang ada di rumah sakit adalah focus untuk melindungi asien yang
lebih besar daripada perlindungan terhadap personel sendiri.
AHQR menilai budaya keselamatan pasien melalui tiga aspek:
a. Tingkat unit, mencakup: supervisor/manager action promoting safety, organizational
learning, perbaikan berkelanjutan, kerjasama dalam unit di RS, komunikasi yang
terbuka, umpan balik dana komunikasi mengenai kesalahan, respon tidak
mempersalahkan terhadap kesalahan manajemen ketenagakerjaan
b. Tingkat rumah sakit, mencakup: dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan
pasien, kerjasama antar unit di RS, perpindahan dan transisi pasien
c. Keluaran, mencakup: persepsi keseluruhan staf di RS terkait keselamatan pasien,
frekuensi pelaporan kejadian, peringkat keselamatan pasien, jumlah total laporan
kejadian dalam 12 bulan terakhir. IOM merekomendasikan bahwa prinsip utama
dalam mendesain sistem keselatan pasien adalah dengan kepemimpinan. Keselamatan
pasien menjadi tanggung jawab bersama serta menyediakan sumber daya manusia
maupun dana untuk analisa kejadian dan merancang ulang system.
E. Antropologi Kesehatan Masyarakat
Masyarakat dan kebudayaan di mana pun selalu dalam keadaan berubah, ada dua sebab
perubahan yaitu:
a. Sebab yang berasal dari masyarakat dan lingkungannya sendiri,misalnya
perubahan jumlah dan komposisi
b. sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Masyarakat
yang hidupnya terbuka, yang berada dalam jalur-jalur hubungan dengan
masyarakat dan kebudayaan lain, cenderung untuk berubah secara lebih cepat.
c. adanya difusi kebudayaan, penemuan-penemuan baru, khususnya teknologi
dan inovasi. Masyarakat maju, perubahan kebudayaan biasanya terjadi melalui
penemuan (discovery) dalam bentuk ciptaan baru (inovation) dan melalui
proses difusi. Discovery merupakan jenis penemuan baru yang mengubah
persepsi mengenai hakikat suatu gejala mengenai hubungan dua gejala atau
lebih. Invention adalah suatu penciptaan bentuk baru yang berupa benda
(pengetahuan) yang dilakukan melalui penciptaan dan didasarkan atas
pengkombinasian pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada mengenai benda
dan gejala yang dimaksud.
Ada empat bentuk peristiwa perubahan kebudayaan.
o Pertama, cultural lag, yaitu perbedaan antara taraf kemajuan berbagai
bagian dalam kebudayaan suatu masyarakat. Dengan kata lain, cultural lag
dapat diartikan sebagai bentuk ketinggalan kebudayaan, yaitu selang
waktu antara saat benda itu diperkenalkan pertama kali dan saat benda itu
diterima secara umum sampai masyarakat menyesuaikan diri terhadap
benda tersebut.
o Kedua, cultural survival, yaitu suatu konsep untuk menggambarkan suatu
praktik yang telah kehilangan fungsi pentingnya seratus persen, yang tetap
hidup, dan berlaku semata-mata hanya di atas landasan adat-istiadat
sematamata. Jadi, cultural survival adalah pengertian adanya suatu cara
tradisional yang tak mengalami perubahan sejak dahulu hingga sekarang.
o Ketiga, pertentangan kebudayaan (cultural conflict), yaitu proses
pertentangan antara budaya yang satu dengan budaya yang lain. Konflik
budaya terjadi akibat terjadinya perbedaan kepercayaan atau keyakinan
antara anggota kebudayaan yang satu dengan yang lainnya.
o Keempat, guncangan kebudayaan (cultural shock), yaitu proses guncangan
kebudayaan sebagai akibat terjadinya perpindahan secara tiba-tiba dari
satu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Ada empat tahap yang
membentuk siklus cultural shock, yaitu:
1) tahap inkubasi, yaitu tahap pengenalan terhadap budaya baru,
2) tahap kritis, ditandai dengan suatu perasaan dendam; pada saat ini
terjadi korban cultural shock,
3) tahap kesembuhan, yaitu proses melampaui tahap kedua, hidup
dengan damai, dan
4) tahap penyesuaian diri; pada saat ini orang sudah membanggakan
sesuatu yang dilihat dan dirasakan dalam kondisi yang baru itu;
sementara itu rasa cemas dalam dirinya sudah berlalu.
Menurut G.M. Foster (1973), aspek budaya dapat mempengaruhi
kesehatan antara lain:
a) Pengaruh tradisi, ada beberapa tradisi didalam masyarakat
yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan
masyarakat.
b) Sikap fatalistis. Hal lain adalah sikap fatalistis yang juga
mempengaruhi perilaku kesehatan. Contoh: Beberapa
anggota masyarakat dikalangan kelompok tertentu (fanatik)
yang beragama islam percaya bahwa anak adalah titipan
Tuhan, dan sakit atau mati adalah takdir, sehingga
masyarakat kurang berusaha untuk segera mencari
pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit.
c) Sikap ethnosentris. Sikap yang memandang kebudayaan
sendiri yang paling baik jika dibandingkan dengan
kebudayaan pihak lain.
d) Pengaruh perasaan bangga pada statusnya. Contoh: Dalam
upaya perbaikan gizi, disuatu daerah pedesaan tertentu,
menolak untuk makan daun singkong walaupun mereka
tahu kandungan vitaminnya tinggi. Setelah diselidiki
ternyata masyarakat bernaggapan daun singkong hanya
pantas untuk makanan kambing, dan mereka menolaknya
karena status mereka tidak dapat disamakan dengan
kambing.
e) Pengaruh norma. Contoh: upaya untuk menurunkan angka
kematian ibu dan bayi banyak mengalami hambatan karena
ada norma yang melarang hubungan antara dokter yang
memberikan pelayanan dengan bumil sebagai pengguna
pelayanan.
f) Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal
dari proses sosialisasi terhadap perilaku kesehatan.
Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh
terhadap kebiasaan pada seseorang ketika ia dewasa.
Misalnya saja, manusia yang biasa makan nasi sejak kecil,
akan sulit diubah kebiasaan makannya setelah dewasa.
g) Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku
kesehatan Apabila seorang petugas kesehatan ingin
melakukan perubahan perilaku kesehatan masyarakat, maka
yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan
terjadi jika melakukan perubahan, menganalisis faktor-
faktor yang terlibat/berpengaruh pada perubahan, dan
berusaha untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi
dengan perubahan tersebut.
Kesimpulan
Menurut saya dari berbagai sejarah perkembangan antrologi kesehatan masyarakat dan rumah
sakit kurang lebihnya terdapat perubahan budaya atau secara tidak langsung budaya di
modifikasi dan direkstrukturing dengan adanya perkembangan zaman ke zaman.

Sumber
http://repository.uki.ac.id/2758/1/BUKUAJARANTROPOLOGIKEPERAWATAN.pdf
buku ajar antrologi sosial kesehatan

You might also like