You are on page 1of 71

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN


1-10 MELALUI PERMAINAN DENGAN MEDIA GAMBAR PADA
SISWA TUNAGRAHITA KELAS DASAR III SLB NEGERI
SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2011/2012

SKRIPSI

Oleh:

RASTINI
NIM. X.5211017

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
JULI 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Rastini. ”UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG


PENJUMLAHAN 1-10 MELALUI PERMAINAN DENGAN MEDIA GAMBAR
PADA SISWA TUNAGRAHITA KELAS DASAR III SLB NEGERI
SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2011/2012”. Skripsi, Surakarta: Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juni 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berhitung
penjumlahan 1-10 melalui permainan dengan media gambar pada siswa
tunagrahita kelas dasar III SLB Negeri Salatiga tahun pelajaran 2011/2012.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas tempat mengajar,
dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan proses
dalam pembelajaran matematika. Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa
tunagrahita kelas dasar III semester II SLB Negeri Salatiga tahun pelajaran
2011/2012 yang berjumlah 7 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan
observasi untuk mengamati aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran
kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 melalui permainan dengan media
gambar, dokumentasi untuk memperoleh data kemampuan berhitung penjumlahan
1-10 awal, sedangkan tes digunakan untuk memperoleh data kemampuan
berhitung penjumlahan 1-10 siklus I dan II. Teknik analisis data digunakan
analisis deskriptif komparatif, yakni dengan membandingkan kemampuan
berhitung penjumlahan 1-10 antarsiklus, yang dianalisis adalah kemampuan
berhitung penjumlahan 1-10 siswa sebelum melalui permainan dengan media
gambar dan kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 setelah melalui permainan
dengan media gambar sebanyak dua siklus.
Hasil penelitian diketahui bahwa data kemampuan berhitung penjumlahan
1-10 pada kondisi awal nilai rara-rata kelas 50,00 ketuntasan klasikal 28,57%,
pada siklus I kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 melalui permainan dengan
media gambar nilai rata-rata kelas 57,14, ketuntasan klasikal 57,14%, pada siklus
II kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 melalui permainan dengan media
gambar nilai rata-rata kelas 65,71 ketuntasan klasikal 100%, seluruh siswa
mendapat nilai 60,00 ke atas yang diasumsikan secara klasikal seluruh siswa telah
menuntaskan belajarnya.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa permainan dengan
media gambar dapat meningkatkan kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 pada
siswa tunagrahita kelas dasar III SLB Negeri Salatiga tahun pelajaran 2011/2012.

Kata kunci: kemampuan berhitung penjumlahan 1-10, permainan dengan media


gambar, siswa tunagrahita.

commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

Rastini. “AN EFFORT TO INCREASE ABILITY TO COUNT THE SUMMING


1–10 THROUGH A GAME USING MEDIA IMAGE ON THE MENTALLY
RETARDED OF ELEMENTARY CLASS III SLB NEGERI SALATIGA IN
THE SCHOOL YEAR 2011/2012”. Thesis, Surakarta: The Faculty of Teacher
Training and Science Education, Sebelas Maret University, June, 2012.

The aim of this study is to increase ability to count the summing 1-10
through a game using media image on the mentally retarded of elementary class
III SLB Negeri Salatiga in the school year 2011/2012.
The approach used in this study is Class Action Research (CAR). It is a
study done by teacher in the class where he or she teaches by stressing on
perfectness or increasing practice and process in teaching mathematics. The
subject of this study is all of elementary class III students semester II in SLB
Negeri Salatiga in the school year 2011/2012 that consisting of 7 students. This
study uses observation as the technique to collect the data. It observes the
teacher’s activity and the students’ activity in teaching the ability to count the
summing 1-10 through a game using media image. Documentation is used to get
the data of the early ability to count the summing 1-10, while the test is used to
get the data of the ability to count the summing 1-10 in the cycles I and II. To
analyze the data this sudy uses descriptive comparative analysis, that is by
comparing the ability to count the summing 1-10 inter-cycles. The data being
analyzed are the ability to count the summing 1-10 before applying a game using
media image and the ability to count the summing 1-10 after applying a game
using media image, two cycles .
The result of this study shows that the data of ability to count the
summing 1-10 in the early condition have average value 50.00, the classical
exhaustiveness is 28.57%. In the cycle I the ability to count the summing 1-10
through a game using media image the classical average value is 57.14, the
classical exhaustiveness is 57.14%. In the cycle II the ability to count the
summing 1-10 through a game using media image the classical average value is
65.71, the classical exhaustiveness is 100%. All of the sudents get a value 60.00
above. It is assumed that all of the students have finished their study classically.
Based on the study it can be concluded that a game using media image can
increase the ability to count the summing 1-10 on the mentally retarded of the
elementary class III SLB Negeri Salatiga in the school year 2011/2012.

Key words : the ability to count the summing 1-10, a game using media image,
the mentally retarded.

commit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

Artinya: “... sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum


sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri .... “.

(Q.S. Ar Ra’d:: 11).

commit to user

vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan


kepada:

- Suami tercinta.
- Anak-anak tersayang.
- Rekan-rekan PLB FKIP UNS.
- Murid-murid yang kusayangi.
- Almamater.

commit to user

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT.,


atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini untuk memenuhi sebagian
persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Luar Biasa, Jurusan Ilmu Pendidikan,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam
penyelesaian penulisan penelitian tindakan kelas ini, namun berkat
bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul
dapat diatasi. Untuk itu, atas segala bentuk bantuan yang telah
diberikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si., atas nama Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberi ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
2. Drs. R. Indianto, M.Pd., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan yang telah
memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian
tindakan kelas.
3. Drs. Hermawan, M.Si., Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa
yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi.
4. Dra. Munzayanah, M.Pd., selaku pembimbing I yang telah memberikan
petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Priyono, S.Pd.,M.Si., selaku pembimbing II yang dengan sabar telah
memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
6. Muhlisun, S.Pd., Kepala SLB Negeri Salatiga yang telah memberikan
ijin tempat penelitian dan informasi yang dibutuhkan penulis.
7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
commit to user
penelitian tindakan kelas ini.

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih ada


kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan yang ada dan tentu
hasilnya juga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga kebaikan Bapak, Ibu, mendapat pahala dari Allah
SWT., dan menjadi amal kebaikan yang tiada putus-putusnya dan
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.

Surakarta, Juni 2012

Penulis

commit to user

ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... v
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................. vi
HALAMAN ABSTRACT ............................................................................... vii
HALAMAN MOTTO ..................................................................................... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... ix
KATA PENGANTAR ..................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
DAFTAR GRAFIK ......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii

BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 4

BAB II. KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN ......................... 5


A. Kajian Teori .............................................................................. 5
1. Tinjauan tentang Anak Tunagrahita ................................... 5
2. Tinjauan tentang Kemampuan Berhitung penjumlahan ...... 10
3. Tinjauan tentang Bermain Media Gambar........................... 16
B. Kerangka Berpikir...................................................................... 25
C. Perumusan Hipotesis Tindakan ................................................. 26
commit to user

x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Halaman

BAB III. METODE PENELITIAN ............................................... 27


A. Setting Penelitian ...................................................................... 27
B. Subyek Penelitian ...................................................................... 28
C. Data dan Sumber Data .............................................................. 28
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 28
E. Validitas Data ........................................................................... 32
F. Analisis Data ............................................................................. 32
G. Prosedur Penelitian ................................................................... 33
H. Indikator Kinerja ....................................................................... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 37
A. Deskripsi Pratindakan ..................................................... 37
B. Deskripsi Hasil Tindakan Tiap Siklus ..................................... 39
C. Perbandingan Hasil Tindakan Antarsiklus ............................... 47
D. Pembahasan .............................................................................. 53
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN...................................... 55
A. Simpulan .................................................................................... 55
B. Implikasi...................................................................................... 55
C. Saran ........................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 57
LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................... 59

commit to user

xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian ............................................................ 27


Tabel 3.2. Prosedur Penelitian......................................................................... 35
Tabel 4.1. Kemampuan Berhitung Penjumlahan 1-10 Siswa Kelas Dasar III
SLB Negeri Salatiga pada Kondisi Awal Kondisi Awal ............... 37
Tabel 4.2. Kemampuan Berhitung Penjumlahan 1-10 Siswa Kelas Dasar III
SLB Negeri Salatiga pada Siklus I ................................................ 48
Tabel 4.3. Kemampuan Berhitung Penjumlahan 1-10 Siswa Kelas Dasar III
SLB Negeri Salatiga pada Siklus II................................................ 49
Tabel 4.4. Kemampuan Berhitung Penjumlahan 1-10 Setiap Siklus Melalui
Permainan dengan Media Gambar Siklus I ................................... 51
Tabel 4.5. Peningkatan Kemampuan Berhitung Penjumlahan 1-10 Setiap
Siklus ............................................................................................................... 52

commit to user

xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR BAGAN
Halaman

Bagan 2.1. Diagram Cone of Learning dari Edgar Dale ................................ 18


Bagan 2.2. Kerangka Berpikir ........................................................................ 26
Bagan 3.1. Alur Penelitian Tindakan Kelas ................................................... 34

commit to user

xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GRAFIK
Halaman

Grafik 4.1. Peningkatan Kemampuan Berhitung Penjumlahan 1-10 Melalui


Permainan dengan Media Gambar ............................................... 51
Grafik 4.2. Peningkatan Kemampuan Berhitung Penjumlahan 1-10 Setiap
Siklus ..................................................... 52

commit to user

xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian ................................................... 59
Lampiran 2. Daftar Siswa Tunagrahita Kelas Dasar III Negeri Salatiga
Tahun Pelajaran 2011/2012 Sebagai Subyek Penelitian ........ 60
Lampiran 3. Kisi-kisi Instrumen Berhitung Penjumlahan 1-10.................. 61
Lampiran 4. Silabus ................................................................................... 62
Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) .......................... 65
Lampiran 6. Post Test Siklus I................................................................... 71
Lampiran 7. Post Test Siklus I................................................................... 74
Lampiran 8. Kemampuan Berhitung penjumlahan 1-10 Siswa Tunagrahita
Kelas Dasar III SLB Negeri Salatiga Kondisi Awal ............. 77
Lampiran 9. Kemampuan Berhitung penjumlahan 1-10 Siswa Tunagrahita
Kelas Dasar III SLB Negeri Salatiga Siklus I ....................... 78
Lampiran 10. Kemampuan Berhitung penjumlahan 1-10 Siswa Tunagrahita
Kelas Dasar III SLB Negeri Salatiga Siklus II ...................... 79
Lampiran 11. Lembar Pengamatan Penilaian Hasil Belajar Siklus I ........... 80
Lampiran 12. Lembar Pengamatan Penilaian Hasil Belajar Siklus II ......... 84
Lampiran 13. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Siklus I ........................ 88
Lampiran 14. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Siklus II ...................... 89
Lampiran 15. Foto-foto Kegiatan Penelitian .............................................. 90
Lampiran 16. Perijinan Penelitian ................................................................ 92

commit to user

xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut pandangan umum sekolah merupakan lembaga pendidikan yang


dapat mengubah tingkah laku siswa menjadi lebih baik dan lebih terarah, baik di
lingkungan sekolah dan luar sekolah. Menurut Wahjosumidjo (2003:7) “sekolah
sebagai sistem terbuka, sebagai sistem sosial, dan sekolah sebagai agen
perubahan, bukan hanya harus peka penyesuaian diri, melainkan seharusnya pula
dapat mengantisipasikan perkembangan-perkembangan yang akan terjadi dalam
kurun waktu tertentu.”
Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang berkalinan atau ketunaan
ditetapkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 32 disebutkan bahwa: “Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa)
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial”
(UU Sisdiknas, 2003: 21). Ketetapan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003
tersebut bagi anak penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan
yang kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama
sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan
dan pengajaran.
Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada anak berkelainan
untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, berarti memperkecil kesenjangan
angka partisipasi pendidikan anak normal dengan anak berkelainan. Untuk bisa
memberikan layanan pendidikan yang relevan dengan kebutuhannya, guru perlu
memahami sosok anak berkelainan, jenis dan karakteristik, etiologi penyebab
kelainan, dampak psikologis serta prinsip-prinsip layanan pendidikan anak
berkelainan. Hal ini dimaksudkan agar guru memiliki wawasan yang tepat tentang
keberadaan anak berkelainan, dalam hal ini anak tunagrahita sebagai sosok
commit to
individu masih berpotensi dapat terlayani usermaksimal.
secara

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Menurut Mumpuniarti (2007: 1), “salah satu peyebab problema belajar


pada subyek didik adalah hambatan mental. Penyebab dari problema belajar pada
mereka ada yang dapat diamati segera (observable) atau yang tidak dapat diamati
(unobservable).” Pada anak yang penyebab dapat diamati akan segara dilabel
sebagai anak yang berkebutuhan khusus namun bagi penyebabnya tidak dapat
diamati akan menimbulkan problem pendekatan di dalam layanan pendidikan. Hal
itu dikarenakan perilakunya sehari-hari nampak seperti anak umumnya, tetapi
mengalami hambatan di bidang akademi.
Hasil belajar siswa tunagrahita dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari
dalam diri siswa sendiri, maupun faktor dari luar berupa metode pembelajaran
yang diterapkan oleh guru mata pelajaran. Ngalim Purwanto (2002: 102)
menjelaskan, “Ada dua faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar yaitu dari
dalam (internal) dan dari luar (eksternal). Faktor yang ada pada diri organisme itu
sendiri yang disebut faktor individual, dan faktor yang ada di luar individu yang
disebut faktor sosial”. Faktor yang termasuk ke dalam faktor individual antara
lain: faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor
pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain: faktor keluarga/
keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, media yang dipergunakan
dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi
sosial.
Permasalahan utama anak tunagrahita ringan terletak pada masalah mental
atau psikis yaitu berkaitan dengan kemampuan intelektualnya dibawah rata-rata,
kemampuan berfikir rendah, perhatian dan daya ingatannya lemah, sukar berpikir
abstrak, maupun tanggapan yang cenderung konkret visual dan lekas bosan.
Mengingat berbagai kondisi atau hambatan yang dialami anak tunagrahita ringan
tersebut sangat komplek, maka pendidikan disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan masing-masing. Hal ini tidak terkecuali dalam pembelajaran
matematika. Adapun program pembelajaran berhitung untuk anak tunagrahita
mengacu pada kurikulum yang digunakan saat ini yaitu Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) untuk kelas III semester 2 SLB, tahun pelajaran
commit to user
2011/2012 salah satunya adalah kemampuan menghitung penjumlahan 1-10.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Matematika yang diperuntukkan bagi siswa tunagrahita terutama


kemampuan berhitung. Ada dua alasan pentingnya keterampilan berhitung, yaitu::
”kemampuan yang berharga untuk menentukan jawaban yang benar dalam tugas-
tugas pemecahan masalah; dan membantu siswa untuk menentukan jawaban yang
rasional dalam situasi kehidupan sehari-hari” (Mumpuniarti, 2007: 125).
Kemampuan berhitung penjumlahan anak tunagrahita banyak mengalami
kesulitan bila dibanding anak normal, sehingga diperlukan strategi guru agar anak
tunagrahita kelas III SLB dapat mengikuti perkembangan dalam berhitung
penjumlahan 1-10 agar pelaksanaan proses belajar mengajar berjalan lebih efektif,
efisien, sehingga membawa hasil yang optimal.
Dengan adanya hambatan di atas, maka dibutuhkan berbagai upaya dengan
memanfaakan berbagai alternatif media pembelajaran yang tepat. Salah satu
media yang dianggap tepat bagi anak tunagrahita kelas III adalah permainan
dengan media gambar. Kemampuan berhitung adalah usaha melakukan,
mengerjakan hitungan seperti menjumlah, mengurangi serta memanipulasi
bilangan dan lambang bilangan maupun lambang matematika (Mulyono
Abdurrahman, 2003: 265). Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan
berhitung adalah dengan bermain. Menurut Hartati (2005: 85) bermain merupakan
kebutuhan anak yang paling mendasar saat anak berinteraksi dengan dunia
disekitarnya, melalui bermainlah mereka melakukannya.
Gambar merupakan salah satu media pembelajaran yang amat dikenal di
dalam setiap kegiatan pembelajaran. Hal itu disebabkan kesederhaannnya, tanpa
memerlukan perlengkapan, dan tidak perlu diproyeksikan untuk mengamatinya.
Melalui gambar dapat ditunjukkan sesuatu yang jauh dari jangkauan pengalaman
siswa, selain itu juga dapat memberikan gambaran tentang maksud bacaan yang
ada di dalamnya. Melalui gambar, guru dapat menerjemahkan ide-ide abstrak
dalam bentuk yang lebih konkrit untuk siswa SLB tunagrahita. Menurut Gerlach
& Ely (dalam Sri Anitah, 2010:7) mengatakan bahwa “gambar tidak hanya
bernilai seribu bahasa, tetapi juga seribu tahun atau seribu mil.”
Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengadakan penelitian dengan
commit to user
judul: "Upaya Peningkatan Kemampuan Berhitung Penjumlahan 1-10 Melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Permainan Dengan Media Gambar pada Siswa Tunagrahita Kelas Dasar III SLB
Negeri Salatiga Tahun Pelajaran 2011/2012."

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumusankan
masalah sebagai berikut: “Apakah permainan dengan media gambar dapat
meningkatkan kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 pada siswa tunagrahita
kelas dasar III SLB Negeri Salatiga tahun pelajaran 2011/2012?"

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan
kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 melalui permainan dengan media
gambar pada siswa tunagrahita kelas dasar III SLB Negeri Salatiga tahun
pelajaran 2011/2012.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Menambah khasanah ilmu tentang permainan dengan media gambar dalam
pembelajaran berhitung penjumlahan 1-10.
2. Manfaat Praktis
a. Menemukan alternatif untuk meningkatkan kemampuah berhitung 1-10
pada siswa tunagrahita kelas dasar III SLB Negeri Salatiga.
b. Mencari solusi permasalahan yang dialami siswa kelas dasar III tunagrahita
SLB Negeri Salatiga dalam meningkatkan kemampuan berhitung 1-10.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Teori

1. Tinjauan tentang Anak Tunagrahita

a. Pengertian Anak Tunagrahita


Ada beberapa istilah mengenai anak tunagrahita, yaitu terbelakang
mental, tuna mental, lemah otak, lemah fikiran, dan mentaly retarded. Smith
yang dikutip Mumunidarti (2007: 5) mengemukakan bahwa:
People who are mentally retarded overtime have been rejerred to as
dumb, stupid, immature defective, deficientg, subnormal, incompetent,
and dull. Terms such as idiot, imbelice, moron and feebleminded were
commonly used historically to label this population. Although the word
faal referred to those who lwere mentally ill, and the word idiot was
directed toward individuals who were severely retarded, these terms
were frequently used interchangeably.
(Di waktu yang lalu orang-orang menyebut retardasi mental dengan
sitlah dungu (dumb), bodoh (stupid), tidak masuk (immature), cacat
(defective), kurang sempurna (deficient), di bawah normal (subnormal),
tidak mampu (incompetent), dan dan tumpul (dull). Istilah lainnya idiot,
imbecile, moron, dan feebleminded digunakan untuk melabel kelompok
menyandang tersebut. Walaupun kata tolol (fool) menunjuk ke orang
sakit mental, dan kata idiot, mengarah individu yang cacat berat,
keduanya sering digunakan secara bergantian.
Menurut Munzayanah (2000: 13), “Anak tunagrahita adalah anak yang
mengalami hambatan dalam bidang intelektual serta seluruh kepribadiannya,
sehingga mereka tidak mampu hidup dengan kekuatan sendiri di dalam
masyarakat”.
“Anak tunagrahita adalah individu yang memiliki tingkat kecerdasan di
bawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku
yang muncul dalam masa perkembangan” (Satmoko Budi Santoso, 2010: 130).
Menurut Bratanata yang dikutip Mohammad Efendi (2006: 88) bahwa:
Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau
tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian
rendahnya (di bawah normal), sehingga untuk meniti tugas
perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik,
commit
termasuk dalam program to user
pendidikannya.

5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Berdasdarkan beberapa pengertian di atas, maka dapatlah disimpulkan


bahwa yang dimaksud anak tunagrahita adalah mereka yang jelas-jelas
mengalami keterlambatan dalam perkembangan kecerdasan, sehingga untuk
mengembangkan potensinya secara optimal diperlukan pelayanan pendidikan
secara khusus. Karena kelainannya itu maka mereka mengalami kesulitan
dalam belajarnya dimana mereka terlihat sering ketinggalan dari teman-
temannya yang normal.

b. Klasifikasi Anak Tunagrahita


Klasifikasi diperlukan untuk memudahkan pemberian bantuan atau
pelayanan kepada anak tunagrahita. Dalam pengklasifikasian ini terdapat
berbagai cara sesuai dengan sudut pandang disiplin ilmu dan ahli yang
mengemukakannya.
Yusak S. (2003: 61) mengklasifikasikan anak tunagrahita berdasarkan
IQ (tingkat kecerdasan) sebagai berikut:
“Idiot yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak
normal berusia 2 tahun. IQ nya antara 0–19. Imbisil kapasitas
kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 7
tahun, minimal sama dengan anak normal usia 3 tahun, IQ nya 20–49.
Debil yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak
normal berusia 10 tahun, minimal 7 tahun, IQ nya 50 – 69. Slow
learners yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak
normal. IQ nya 78 – 89.”
Pendapat lain dikemukakan oleh Satmoko Budi Santoso (2010: 130)
yang mengklasifikasikan anak tunagrahita yaitu: “Klasifikasi tunagrahita
berdasarkan pada tingkatan IQ (intelligen quotient). Tunagrahita ringan (IQ =
51-70), tunagrahita sedang (IQ = 36-50), tunagrahita berat (IQ = 20-35), dan
tunagrhaita sangat berat (IQ di bawah 20).”
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi anak
tunagrahita adalah IQ nya antara 0-19, kecerdasannya maksimal sama dengan
anak normal yang berusia 2-3 tahun, IQ antara 20-49. Debil yaitu kapasitas
kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 7-10 tahun, IQ
antara 50-69. Slow learners yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama
commit to user
dengan anak normal. IQ antara 78-89 tak lebih dari kecerdasan anak normal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

usia 16 tahun. Tarap perbatasan atau lambat belajar mempunyai IQ = 51-70


untuk tunagrahita ringan, IQ = 36-50 untuk tunagrahita sedang, IQ = 20-35
untuk tunagrahita berat, dan IQ di bawah 20 untuk tunagrahita sangat berat.
Berdasarkan klasifikasi dari beberapa ahli tersebut penulis akan meneliti
siswa penyandang tunagrahita, yang tergolong mampu didik yang mempunyai
IQ antara 36-70. "Anak tunagrahita mampu didik (debil) adalah anak
tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia
masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan
walaupun hasilnya tidak maksimal" (Mohammad Efendi, 2006: 90).
Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu
didik antara lain: 1) membaca, menulis, mengeja, dan berhitung; 2)
menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain; 3)
keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari.
Kesimpulan anak tunagrahita mampu didik adalah anak tunagrahita yang dapat
dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial, dan pekerjaan.
c. Faktor Penyebab Tunagrahita
Tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor dari
dalam maupun faktor dari luar diri anak. Adapun faktor penyebab tunagrahita
menurut beberapa ahli adalah:
Menurut Mohammad Efendi (2006: 91), bahwa "sebab terjadinya
ketunagrahitaan pada seseorang menurut kurun waktu terjadinya, yaitu dibawa
sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan
lainnya (faktor eksogen)." Faktor endogen yaitu faktor ketidaksempuraan
psikobiologis dalam memindahkan gen, sedangkan faktor eksogen yaitu faktor
yang terjdi akibat perubahan patologis dari perkembangan normal. Dari sisi
pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut
Devenport yang dikutip Mohammad Efendi (2006: 91) dapat dirinci melalui
jenjang sebagai berikut:
1) kelainan atau keturunan yang timbul pada benih plasma;
2) kelainan atau keturunan yang dihasilkan selama penyuburan telur;
3) kelainan atau keturunan yang diakibatkan dengan implantasi;
commit
4) kelainan atau keturunan yangto user dalam embrio;
timbul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5) kelainan atau keturunan yang timbul dari luka saat kelaihiran;


6) kelainan atau keturunan yang timbul dalam janin;
7) kelainan atau keturunan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-
kanak.
Paito (2004: 7) menjelaskan bahwa anak tunagrahita dapat disebabkan
antara lain:
Ketunagrahitaan can be caused by heredity and not hereditary. Genetic
damage in off spring, such as damage to cell chromosomes, genes, and
one or both parents suffer from disorder or simply as a bearer of
properties. Factors outside the cell lineage, because of factors including
malnutrition, accidents (head trauma), and metabolic disorders.
(http://ww.jipsnet.or.id/artikel.php?Id.
(Ketunagrahitaan dapat disebabkan oleh keturunan dan bukan
keturunan. Genetik kerusakan pada keturunannya, seperti kerusakan
kromosom sel, gen, dan salah satu atau kedua orangtua menderita
kelainan atau hanya sebagai pembawa sifat. Faktor-faktor di luar
keturunan, karena faktor termasuk kekurangan gizi, kecelakaan (trauma
kepala), dan gangguan metabolisme.
Berdasarkan beberapa engertian di atas dapat disimpulkan bahwa sebab-
sebab anak tunagrahita adalah: pada masa prenatal kekurangan vitamin,
gangguan psikologis sang ibu, gangguan kelainan janin; pada masa natal proses
kelahiran tidak sempurna, masa pos natal, anak tunagrahita dapat disebabkan
pada waktu kecil pernah sakit secara terus menerus; faktor keturunan,
gangguan metabolisme dan gizi, infeksi dan keracunan. Di samping itu juga
disebabkan oleh predisposisi genetik terhadap gens atau faktor ekologis atau
lingkungan, dan waktu terjadinya pemaparan, misalnya janin terpapar virus
rubella sewaktu berusia trimester pertama maka kecacatan dapat berat.
d. Karakteristik Anak Tunagrahita.
Anak tunagrahita memiliki beberapa karakteristik. Menurut Geniofam
(2010: 25-26), anak tunagrahita bisa diketahui jelas secara fisik, antara lain:
1) Penampilan fisik tidak seimbang, mislanya kepala terlalu kecil/besar;
2) Tidak dapat mengurus diri sndiri sesuai usia;
3) Perkembangan bicara/bahasa terlambat;
4) Tidak ada atau kurang perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan
kosong);
5) Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali);
6) Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Menurut Hallahan & Kauffman yang dikutip Mumpuniarti (2007:16-17)


bahwa karakteristik anak tunagrahita dalam belajar sebagai berikut:
The most obvious characteristic of retardation is a reduced ability to
learn. There are a number of ways in which cognitive problems are
manifested. Research has documented that retarded student are likely
difficulties in at least four areas related to: cognition, attetion, memory,
language, and acedemis.
Maksud pernyataan tersebut bahwa ternyata kebanyakan karakteristik
hambatan mental memiliki kemampuan berkurang pada bidang terkait untuk
belajar. Kemampuan itu merupakan berbagai cara dari manifestasi problem
kognitif. Penelitian mendokumentasikan bahwa siswa hambatan mental
kemungkinan kesulitan pada kurang lebih empat bidang yang berhubungan
kognitif. Empat bidang itu: perhatian, ingatan, bahasa, dan akademik.
Menurut Traver dan Kallahan mencatat karakteristik anak tunagrahita
dalam penelitiannya yang dikutip oleh Rusli Ibrahim (2005:40):
Anak tunagrahita memiliki karakteristik sebagai berikut: hiperaktif,
persepsi motoriknya lemah, memiliki koordinasi umum yang lemah,
ketidakseimbangan dalam emosi, kekacauan dalam perhatian, menurut
kata hati, lemah dalam mengingat dan berfikir, mengalami masalah
dalam akademik dan gangguan dalam berbicara dan mendengar.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri anak
tunagrahita adalah: kapasitas belajarnya amat terbatas dalam pergaulan mereka
tidak dapat mengurus, mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian,
mengalami kesukaran berfikir abstrak, merekaa berbicara lancar, mereka masih
dapat mengikuti pelajaran akademik di sekolah biasa ataupun khusus,
mengalami gangguan dalam sosialisasi, iri hati kodrati yang merupakan dasar
rasa keadilan, bergaul mencampurkan diri dengan orang lain, sikap yang ingin
memisahkan diri atau menarik diri, penyesuaian diri yang kaku dan labil, pada
umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur
12 tahun.
e. Dampak Tunagrahita bagi Siswa
Ketidakmampuan anak tunagrahita meraih prestasi yang lebih baik dan
sejajar dengan anak normal, karena ingatan anak tunagrahita sangat lemah
commit to user
dibanding dengan anak normal. Maka tidak heran, jika instruksi yang diberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

kepada anak tunagrahita cenderung tidak melalui proses analisis kognitif.


Perkembangan kognitif anak tunagrahita sering mengalami kegagalan dalam
melampaui periode atau tahapan perkembangan. Bahkan dalam taraf
perkembangan yang paling sederhana pun, anak tuna grhaita seringkali tidak
mampu menyelesaikan dengan baik.
Keterlambatan perkembangan kognitif pada anak tunagrahita menjadi
masalah besar bagi anak tunagrahita ketika meniti tugas perkembangannya.
Beberapa hambatan yang tampak pada anak tunagrahita dari segi kognitif dan
sekaligus menjadi karakteristiknya menurut Mohammad Efendi (2006: 98),
sebagai berikut:
1) Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret dan sukar
berpikir.
2) Mengalami kesulitan dalam konsentrasi.
3) Kemampuan sosialisasinya terbatas.
4) Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit.
5) Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi.
6) Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertnggi bidang baca, tulis,
hitung tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV SD.
Keterbatasan daya pikir yang dialami anak tunagrahita menyebabkan
mereka sulit mengontrol, apakah perilaku yang ditampakkan dalam aktivitas
sehari-hari wajar atau tidak, baik perilaku yang berlebihan maupun perilaku
yang kurang serasi. Atas dasar itulah maka untuk anak tunagrahita perlu
dilakukan modifikasi perilaku melalui terapi perilaku.
Pelaksanaan pemberian terapi perilaku pada anak tunagrahita, seorang
terapis harus memiliki sikap sebagaimana yang dipersyaratkan dalam
pendidikan humanistik, yaitu penerimaan secara hangat, antusias tinggi,
ketulusan dan kesungguhan, serta menaruh empati yang tinggi terhadap kondisi
anak. Tanpa dilengkapi persyaratan tersebut, penerapan teknik motifikasi
perilaku pada anak tunagrahita tidak banyak memberikan hasil yang berarti.

2. Tinjauan tentang Kemampuan Berhitung Penjumlahan

a. Pengertian Kemampuan Berhitung Penjumlahan


Istilah kemampuan memiliki banyak makna, menurut Poerwadarminta
commit to user
(2001:628), kemampuan mempunyai arti kesanggupan, kecakapan, kekuatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

dalam melakukan suatu tindakan atau kegiatan. Jhonson yang dikutip Cece
Wijaya dan A. Tabrani Rusyan (2002:8) menjelaskan bahwa “kemampuan
merupakan perilaku rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai
dengan kondisi yang diharapkan.”
Berdasarkan kedua pendapat tersebut, kemampuan dapat disimpulkan
menjadi satu pengertian. Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan,
kekuatan dalam melakukan suatu tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan
yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan (rasional).
Berhitung adalah mengerjakan hitungan (menjumlahkan, mengurangi,
dsb) (http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php). Menurut Depdiknas
(2007: 1) berhitung merupakan bagian dari matematika diperlukan untuk
menumbuhkembangkan keterampilan berhitung yang sangat diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari, terutama konsep bilangan yang merupakan juga dasar
bagi perkembangan kemampuan matematika bagi siswa tunagrahita kelas dasar
di SLB.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan berhitung adalah bagian dari
matematika atau mengerjakan hitungan misalnya menjumlahkan, mengurangi,
dan membilang yang diperlukan anak untuk menumbuh-kembangkan
keterampilan berhitung dan diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pengertian kemampuan dan berhitung di atas dapat
disimpulkan bahwa pengertian kemampuan berhitung penjumlahan adalah
kesanggupan, kecakapan, kekuatan dalam melakukan hitungan menjumlahkan
untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang
diharapkan (rasional)
Kemampuan berhitung penjumlahan siswa tunagrahita kelas dasar IIII
adalah usaha melakukan, mengerjakan hitungan menjumlahkan serta
memanipulasi bilangan, lambang bilangan dan lambang matematika.

b. Pengoperasian Himpunan Bilangan 1-10


Pengoperasi himpunan bilangan yang diterapkan di pendidikan dasar
bervarasi. Pegoperasikan himpunan bilangan didasarkan pada materi pelajaran
commit to user
sesuai dengan kompetensi dasar dan standar kompetensi pada tingkatan kelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

yang telah disesuaikan. Salah satu materi pengoperasi himpunan bilangan


untuk anak runa rungu wicara di kelas dasar III SLB adalah himpunan bilangan
1-10.
“Pengoperasian angka (operations with whole numbers) berkaitan
dengan manipulasi angka. Termasuk keterampilan itu menghitung, menambah,
mengurang, mengalikan, dan membagi (Mumpuniarti, 2007: 122). Himpunan
artinya kumpulan atau perkumpulan” (Poerwadarminta, 2001: 357), sedangkan
bilangan artinya banyaknya (benda, dsb) (Poerwadarminta, 2001: 140).
Pengertian himpunan bilangan 1-10 adalah materi matematika yang
mempelajari angka 1 sampai dengan 10.
Siswa tunagrahita harus belajar untuk bidang yang berhubungan dengan
angka ordinal (satu, dua, atau tiga bola, dan seterusnya), angka ordinal (dalam
urutan ke satu, ke dua, ke tiga, dan seterusnya), dan angka rasional
(setengahnya, sepertiganya, seperempatnya). Konsep pembelajaran
keterampilan tersebut memerlukan tentang konsep kuantitas dan kontinum.
c. Berhitung Penjumlahan 1-10
Menghitung bilangan dari 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 dengan kartu angka,
atau guru menuliskan angka-angka di papan tulis kemudian siswa diberi tugas
untuk menghitungnya secara berulang.
Contoh:
1) Anak diberi tugas menghitung angka 1-10 dengan kartu angka.

1 2 3 4 5
6 7 8 9 10
2) Guru menunjukkan kartu angka, anak menyebut kartu angka yang dibawa
guru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

Menjumlahkan benda atau gambar satu dengan benda/gambar lainnya


menjadi satu sehingga bertambah banyak.
Contoh: menjumlah gambar apel.

+ =
3 + 2 = 5
3) Membuat urutan bilangan 1-10 dengan benda.
Contoh: Mengurutkan gambar yang ada tulisan angkanya 1-5.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berhitung


Tinggi atau rendahnya kemampuan berhitung dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor-faktor tersebut akan selalu ada sepanjang proses belajar
mengajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berhitung. Menurut
Lerner yang dikutip Mulyono Abdurrahman (2003: 259), faktor dari luar siswa
yang dapat mempengaruhi rendahnya kemampuan berhitung anak misalnya:
pembelajaran yang kurang menyenangkan (atraktif), pembelajaran yang
monoton dan media pembelajaran yang kurang menarik sehingga membuat
anak bosan dan kurang bersemangat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berhitung menurut
Nungki PS (2008: 18), dapat disebabkan adanya faktor dari luar diri siswa,
salah satunya faktor instrumental. Faktor instrumental adalah faktor yang
keberadaannya dan penggunaannya sudah direncanakan, sesuai dengan hasil
belajar yang diharapkan, meliputi: sarana fasilitas sekolah (gedung,
perlengkapan belajar dan administrasi kelas atau sekolah), kurikulum,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

guru/pengajar, dan metode belajar yang digunakan guru (metode ceramah,


tanya jawab, tugas, karyawisata, bermain, diskusi, dan lain-lain).
Dalam pembelajaran berhitung ini, guru menggunakan beberapa
metode, yaitu metode bercakap-cakap, metode pemberian tugas, metode
demonstrasi, metode tanya jawab, dan metode bermain.
e. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar Matematika
Anak berkesulitan belajar matematika memiliki beberapa karakteristik.
Antara siswa satu dengan siswa yang lain memiliki karakteristik yang berbeda-
beda.
Menurut Lerner yang dikutip Mulyono Abdurrahman (2003: 259), ada
beberapa karakteristik anak berkesulitan belajar matematika, yaitu: (1) adanya
gangguan dalam hubungan keruangan, (2) abnormalitas persepsi visual, (3)
asosiasi visual-motor, (4) perserverasi, (5) kesulitan mengenal dan memahami
simbul, (6) gangguan penghayatan tubuh, (7) kesulitan dalam bahasa dan
membaca, dan (8) performance IQ jauh lebih rendah daripada skor verbal IQ.
Hal-hal tersebut peneliti uraikan sebagai berikut:
1) Adanya gangguan dalam hubungan keruangan
Konsep hubungan keruangan seperti atas-bawah, puncak-dasar, jauh-
dekat, tinggi-rendah, depan-belakang, dan awal-akhir umumnya telah
dikuasai oleh anak pada saat mereka belum masuk SD. Anak-anak
memperoleh pemahaman tentang berbagai konsep hubungan keruangan
tersebut dari pengalaman mereka dalam berkomunikasi dengan lingkungan
sosial mereka atau melalui berbagai permainan.
Anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dan lingkungan sosial juga sering tidak mendukung
terselenggarakannya suatu situasi dan kondusif bagi terjalinnya komunikasi
antar mereka. Adanya kondisi intrinsik yang diduga karena disfungsi otak
dan kondisi ekstrinsik berupa lingkungan sosial yang tidak menunjang
terselenggaranya komunikasi dapat menyebabkan anak mengalami
commit
gangguan dalam memahami to user
konsep-konsep hubungan keruangan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

mengakibatkan anak tidak mampu merasakan jarak antara angka-angka pada


garis bilangan atau penggaris, dan mungkin anak juga tidak tahu bahwa
angka 3 lebih dekat ke angka 4 daripada ke angka 6.
2) Abnormalitas persepsi visual
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan
untuk melihat berbagai objek dalam hubungannya dengan kelompok. Anak
yang memiliki abnormalitas persepsi visual juga sering tidak mampu
membedakan bentuk-bentuk geometri. Suatu bentuk bujur sangkar mungkin
dilihat oleh anak sebagai empat garis yang tidak saling terkait, mungkin
sebagai segi enam, dan bahkan mungkin tampak sebagai lingkaran. Adanya
abnormalitas persepsi visual semacam ini tentu saja dapat menimbulkan
kesulitan dalam belajar matematika, terutama dalam memahami berbagai
simbol.
3) Asosiasi visual-motor
Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat menghitung
benda-benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya “satu, dua,
tiga, empat, lima”. Anak mungkin baru memegang benda yang ketiga tetapi
telah mengucapkan “lima”, atau sebaliknya, telah menyentuh benda kelima
tetapi baru mengucapkan ”tiga”. Anak-anak semacam ini dapat memberikan
kesan mereka hanya menghafal bilangan tanpa memahami maknanya.
4) Perseverasi
Anak yang perhatiannya melekat pada suatu objek saja dalam jangka
waktu yang relatif lama. Gangguan perhatian semacam itu disebut
perseverasi (Mulyono Abdurrahman, 1999: 261). Anak demikian mungkin
mulanya dapat mengerjakan tugas dengan baik, tetapi lama-kelamaan
perhatiannya melekat pada suatu objek tertentu.
5) Kesulitan mengenal dan memahami simbul
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan

commit tosimbol-simbol
dalam mengenal dan menggunakan user matematika seperti +, -,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

=, >, <, dan sebagainya. Kesulitan semacam ini dapat disebabkan oleh
adanya gangguan memori tetapi juga dapat disebabkan oleh adanya
gangguan persepsi visual.
6) Gangguan penghayatan tubuh
Anak sulit memahami hubungan bagian-bagian dari tubuhnya
sendiri. Jika anak diminta untuk menggambar tubuh orang misalnya, mereka
akan menggambarkan dengan bagian-bagian tubuh yang tidak lengkap atau
menempatkan bagian tubuh pada posisi yang salah. Misalnya, leher tidak
tampak, tangan diletakkan di kepala, dan sebagianya.
7) Kesulitan dalam bahasa dan membaca
Kesulitan dalam bahasa dapat berpengaruh terhadap kemampuan
anak di bidang matematika. Soal matematika yang berbentuk cerita
menuntut kemampuan membaca untuk memecahkannya. Oleh karena itu,
anak yang mengalami kesulitan membaca akan mengalami kesulitan pula
dalam memecahkan soal matematika yang berbentuk cerita tertulis.
8) Performance IQ jauh lebih rendah daripada skor verbal IQ.
Anak berkesulitan belajar matematika memiliki skor PIQ
(Performance Intelligence Quotient) yang jauh lebih rendah daripada skor
VIQ (Verbal Intelligence Quotient). Rendahnya skor PIQ pada anak
berkesulitan belajar matematika tampaknya terkait dengan kesulitan
memahami konsep keruangan, gangguan pesepsi visual, dan adanya
gangguan asosiasi visual-motor.

3. Tinjauan tentang Bermain Media Gambar

a. Pengertian Media Pembelajaran


Media pembelajaran memiliki banyak pengertian sebagaimana yang
dikemukakan oleh beberapa ahli, dimana satu dengan yang lain memiliki
perbedaan yang pada prinsipnya memiliki kesamaan. Dari pengertian berbagai
commit to user
ahli dapat dijelaskan seperti berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

Media pembelajaran terdiri daru dua kata, yaitu kata “media” dan
“pembelajaran”. Kata media secara harfiah berarti perantara atau pengantar,
sedangkan kata pembelajaran diartikan sebagai suatu kondisi untuk membantu
seseorangmelakukan suatu kegiatan belajar. (http://kazzuya.wordpress.com/
2009/11/14/media-pembelajaran-dalam-pendidikan/: 1).
Menurut Oemar Hamalik (2004:12) “media pembelajaran adalah
metode dan teknik yang digunakan untuk mengefektifkan komunikasi dan
interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran.”
Menurut Association for Educational Communications Technology
(AECT) di Amerika yang dikutip oleh Azhar Arsyad (2002:3) media
pendidikan ialah segala bentuk saluran yang digunakan orang untuk
menyalurkan pesan/informasi. Sementara itu Gagne yang dikutip Arief S.
Sadiman, dkk. (2009:6): “media adalah berbagai jenis komponen dalam
lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.”
Berdasarkan ketiga pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan, media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan dari guru ke siswa sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses
pembelajaran terjadi dan berlangsung lebih efisien.
Penelitian ini diharapkan media pembelajaran yang digunakan dalam
mengajar siswa dapat efektif artinya media tersebut akan lebih tepat guna dan
bermanfaat sesuai yang diharapkan dibandingkan dengan mengajar tanpa
menggunakan media.
b. Fungsi Media Pembelajaran
Media pembelajaran memiliki beberapa fungsi, sebelum mengetahui
fungsi media ada baiknya melihat diagram cone of learning dari Edgar Dale
yang secara jelas memberi penekanan terhadap pentingnya media dalam
pendidikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

10% of what we READ Reading


20% of what we HEAR Hearing Words Verbal Receiving
30% of what we SEE Looking at Pictures

Passive
Watching a Movie
50% of what we Looking at An Exhibit Visual Receiving
HEAR and SEE Watching a Demonstration
Seeing it Done on Location

70% of what we SAY Participating in a Discussion Receiving/


Giving a Talk Participating

Active
90% of what we Doing a Dramatic Pressentation
both SAY Simulating the Real Experience Doing
and DO Doing the Real Thing

Bagan 2.1. Diagram Cone of Learning dari Edgar Dale


(Edgar Dale, 1969. http://kazzuya.wordpress.com/2009/11/14/media-
pembelajaran-dalam-pendidikan/: 1).

Berdasarkan gambar tersebut di atas, dapat dilihat kerucut pelajaran


(Cone of Learning) dari Edgar Dale, bahwa setelah 2 minggu, guru cenderung
untuk mengingat 10% untuk membaca, 20% untuk mendengar, 30% untuk
melihat, 50% untuk mendengar dan melihat, 70% untuk bercerita/berkata, 90%
berkata dan bekerja langsung (Edgar Dale, 1969. http://kazzuya.wordpress.
com/2009/11/14/media-pembelajaran-dalam-pendidikan/: 1):
Ada dua fungsi utama media pembelajaran. Fungsi pertama media
adalah sebagia alat bantu pembelajaran, dan fungsi kedua adalah sebagai media
sumber belajar. Kedua fungsi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Edgar
Dale, 1969: 1-2):
1) Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam pembelajaran yang dimaksud
antara lain: globe, grafik, gambar, dan sebagianya. Materi ajar dengan
tingkat kesukaran yang tinggi tentu sukar dipahami oleh siswa. Tanpa
bantuan media, maka materi ajar menjadi sukar dicerna dan dipahami oleh
commit to user
setiap siswa. Hal ini akan semakin terasa apabila materi ajar tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

abstrak dan rumit/kompleks. Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi


melicinkan jalan menuju terrcapainya tujuan pembelajaran.
2) Media pendidikan sebagai sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat
dipergunakan sebagai tempat bahan pembelajaran untuk belajar siswa.
Sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu:
manusia, buku perpustakana, media massa, alam lingkungan, dan media
pendidikan. Media pendidikan, sebagai salah satu sumber belajar, ikut
membantu guru dalam memudahkan tercapainya pemahaman materi ajar
oleh siswa, serta dapat memperkaya wawasan siswa.
Arief S. Sadiman dkk (2009:16-17) mengemukakan bahwa secara
umum media pendidikan mempunyai kegunaan sebagai berikut:
1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik
(dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).
2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra seperti
misalnya:
a) Obyek terlalu besar – bisa digantikan dengan realitas gambar,
film bingkai, film dan model.
b) Obyek yang kecil – dibantu dengan proyektor mikro, film
bingkai, film dan gambar.
c) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu high
speed photography atau low speed photography.
3) Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi
dapat diatasi sikap pasif anak didik dalam hal ini media berguna
untuk:
a) Menimbulkan kegairahan belajar.
b) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik
dengan lingkungan.
c) Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut
kemampuan dan minatnya.
d) Dengan sifat yang unik pada setiap siswa ditambah lagi dengan
lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum,
dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka
guru akan banyak mengalami kesulitan bilamana latar belakang
guru dan siswa sangat berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan
media pendidikan.
Adapun dalam penelitian ini media dapat membantu untuk mengatasi
berbagai macam hambatan diantaranya mengurangi sifat verbalisme,
mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan tipe belajar murid karena kelemahan
commit to user
di salah satu indra, mengatasi sifat anak pasif menjadi aktif, membantu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

mengatasi kesulitan guru dalam memberikan pelayanan belajar kepada murid


memperingan beban guru, dan mempermudah belajar murid atau siswa.

c. Macam-macam Media Pembelajaran


Media pembelajaran banyak macamnya. Masing-masing ahli media
mengelompokkan jenis media sesuai dengan sudut pandangnya dan latar
belakangnya sendiri:
Nana Sudjana, Ahmad Rivai (2000:7) mengklasifikasikan media
sebagai berikut: “Beberapa jenis media yang biasa digunakan dalam kegiatan
pendidikan dan pengajaran, dapat digolongkan menjadi media gambar atau
grafis, media fotografis, media tiga dimensi, media proyeksi, media audio dan
lingkungan sebagai media pengajaran.”
Berdasarkan uraian dan klasifikasi di atas dapat penulis kelompokkan
menjadi beberapa jenis kelompok media yaitu:
1) Media gambar/grafis.
2) Media fotografis.
3) Media tiga dimensi.
4) Media proyeksi.
5) Media audio.
6) Media lingkungan.

d. Pengertian Bermain
Schwartzman yang dikutip Patmonodewo (2003: 102) mengemukakan
suatu batasan bermain sebagai berikut:
Bermain bukan bekerja; bermain adalah pura-pura; bermain bukan
sesuatu yang sungguh-sungguh; bermain bukan suatu kegiatan yang
produktif; dan sebagianya .... bekerja pun dapat diarrikan bermain
sementara kadang-kadang bermain dapat dialami sebagai bekerja,
demikian pula anak yang sedang bermain dapat membentuk dunianya
sehingga seringkali dianggap nyata, sungguh-sungguh, produktif dan
menyerupai kehidupan yang sebenarnya.
Menurut Hartati (2005: 85) bermain merupakan kebutuhan anak yang
paling mendasar, saat anak berinteraksi dengan dunia sekitarnya, melalui
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

bermainlah ia lakukan. Menurut Einon (2004:4), “bagi anak bermain adalah


belajar sehingga belajar itu sendiri menjadi menyenangkan”.
Bermain merupakan bagian dari metode simulasi. Menurut Gilstrap
yang dikutip Hasibuan dan Moedjiono (2000: 27), simulasi itu dapat
berbentuk: role playing, psikodrama, sosiodrama, dan permainan. “Simulasi
adalah tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura saja (dari fakta simulate
yang artinya pura-pura atau berbuat seolah-olah; dan simulation artinya tiruan
atau perbuatan yang pura-pura saja).
Bermain dalam tatanan sekolah dapat digambarkan sebagai suatu
rentang rangkaian kesatuan yang berujung pada bermain bebas, bermain
dengan bimbingan dan berakhir pada bermain dengan diarahkan (Soemantri
Patmonodewo, 2003: 103). Dalam bermain bebas dapat didefinisikan sebagai
suatu kegiatan bermain dimana anak mendapatkan kesempatan melakukan
berbagai pilihan alat dan menggunakan alat tersebut. Kegiatan bermain dengan
bimbingan, guru memilih alat permainan yang diharapkan anak dapat memilih
guna menemukan suatu konsep tertentu. Sedangkan bermain yang diarahkan,
guru mengajarkan bagaimana cara menyelasaikan suatu tugas khusus.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bermain merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh setiap anak, merupakan kebutuhan paling
mendasar saat berinteraksi dengan dunia sekitarnya. Sambil belajar siswa
melakukan permainan yang diharapkan dapat meningkatkan semangat
belajarnya.
e. Pengertian Bermain Media Gambar
Pengertian bermain gambar terdiri dari pengertian bermain dan
pengertian gambar. Bermain dapat digambarkan sebagai suatu rangkaian
kesatuan yang berujung pada bermain bebas, bermain dengan bimbingan dan
berakhir pada bermain dengan diarahkan (Soemantri Patmonodewo, 2003:
103). Sedangkan pengertian gambar, menurut Sri Anitah (2010: 7), “media
gambar (gambar mati) merupakan gambar yang dibuat pada kertas karton atau
sejenisnya yang tak tembus cahaya.” Gambar merupakan salah satu media
commit
pembelajaran yang amat dikenal to usersetiap kegiatan pembelajaran. Hal
di dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

itu disebabkan kesederhaannnya, tanpa memerlukan perlengkapan, dan tidak


perlu diproyeksikan untuk mengamatinya. Melalui gambar dapat ditunjukkan
sesuatu yang jauh dari jangkauan pengalaman siswa, selain itu juga dapat
memberikan gambaran tentang peristiwa yang telah berlalu maupun gambaran
masa yang akan datang. Melalui gambar, guru dapat menerjemahkan ide-ide
abstrak dalam bentuk yang lebih konkrit untuk anak tunagrahita. Gerlach &
Ely yang dikutip Sri Anitah (2010: 7) mengatakan bahwa “gambar tidak hanya
bernilai seribu bahasa, tetapi juga seribu tahun atau seribu mil.”
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa media gambar (gambar
mati) merupakan gambar yang dibuat pada kertas karton atau sejenisnya yang
tak tembus cahaya yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
bermain gambar adalah suatu rentang rangkaian kesatuan yang berujung pada
bermain bebas dengan gambar yang dibuat pada kertas karton atau sejenisnya
yang tak tembus cahaya dengan bimbingan dan berakhir pada bermain dengan
diarahkan oleh guru.
f. Manfaat Gambar
Gambar memberikan manfaat terhadap kemampuan berhitung bagi
siswa tunagrahita, dengan gambar anak dapat memahami maksud dari gambar
yang ditunjukkan dari jumlah gambar yang dilihat untuk dihitung dalam
penjumlahan.
Gambar salah satu media pembelajaran yang amat dikenal di dalam
setiap kegiatan pembelajaran, karena media gambar memberikan manfaat
dalam pembelajaran. Menurut Azhar Arsyad (2002:43), media gambar
memberikan manfaat sebagai berikut:
1) Menimbulkan daya tarik pada anak. Gambar dengan berbagai warna
akan lebih menarik dan membangkitkan minat dan perhatian anak.
2) Mempermudah pengertian anak. Suatu penjelasan yang abstrak akan
lebih mudah dipahami bila dibantu gambar.
3) Memperjelas bagian-bagian yang penting.
4) Menyingkat suatu uraian.
Manfaat gambar sebagai media visual, menurut Sri Anitah (2010: 9)
commit to user
antara lain sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

1) Menimbulkan daya tarik bagi pembelajar. Gambar dengan berbagai


warna akan lebih menarik dan membangkitkan minat serta perhatian
pembelajar.
2) Mempermudah pengertian pembelajar. Suatu penjelasan yang
sifatnya abstrak dapat dibantu dengan gambar sehingga pembelajar
lebih mudah memahami apa yang dimaksud.
3) Memperjelas bagian-bagian yang penting. Melalui gambar, dapat
diperbesar bagian-bagian yang penting atau yang kecil sehingga
dapat diamati lebih jelas..
4) Menyingkat suatu uraian panjang. Uraian tersebut mungkin dapat
ditunjukkan dengan sebuah gambar saja.
Atas dasar uraian di atas dapat disimpulkan bahwa media gambar dapat
memberikan manfaat merangsang minat atau perhatian anak dalam berhitung,
membantu anak memahami dan mengingat isi informasi bahan-bahan verbal
yang menyertainya, lebih efektif sebagai penyampaian informasi ketimbang
gambar dengan bayangan, ataupun gambar fotografi yang sebenarnya,
pengajaran menyangkut konsep warna, maka gambar-gambar dengan warna
yang realistik memang lebih disukai.
Dengan demikian menggunakan media gambar dapat membantu
meningkatkan kemampuan berhitung anak. Jika mengunakan gambar nyata,
anak akan menarik dan menyukainya.
g. Prinsip-prinsip Penggunaan Media Gambar
Dalam menggunakan gambar, guru setidaknya memiliki prinsip-prinsip
dalam menerapkannya. Beberapa prinsip yang harus dipegang guru adalah:
gambar yang digunakan mudah dimengerti anak, menarik minat anak untuk
belajar, tidak memerlukan biaya yang besar, dan gambar mudah didapat untuk
pembelajaran.
Menurut Aristo Rahadi (2003: 27-28), prinsip-prinsip penggunaan
media gambar meliputi:
1) Autentik, artinya dapat menggambarkan obyek seperti jika siswa
melihat langsung.
2) Sederhana, harus menunjukkan dengan jelas bagian-bagian pokok
dari gambar.
3) Ukuran proporsional, sehingga siswa mudah membayangkan ukuran
sesungguhnya benda atau obyek yang digambar.
commit to user
4) Meadukah antara keindahan dengan kesesuaian untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

Dalam menggunakan gambar, guru setidaknya memiliki prinsip-prinsip


penerapnnya. Beberapa prinsip yang harus dipegang lgurua dalah: 1) gambar
yang digunakan mudah dimengeri anak; 2) menarik minat anak untuk belajar;
3) tidak memerlukan biaya yang besar; dan 4) gambar mudah didapat untuk
pembelajaran.
Menggunakan gambar untuk tujuan-tujuan pelajaran yang spesifik, yaitu
dengan cara memilih gambar tertentu yang akan mendukung penjelasan inti
pelajaran atau pokok-pokok pelajaran (Sri Anitah, 2010: 8). Tujuan khusus
itulah yang mengarahkan minat siswa kepada pokok-pokok terpenting dalam
pelajaran. Memadukan gambar-gambar kepada pelajaran, sebab keefektifan
pemakaian gambar di dalam proses belajar mengajar memerlukan keterpaduan.
Menggunakan gambar-gambar tidak perlu banyak, daripada
menggunakan banyak gambar tetapi tidak efektif, lebih baik sedikit gambar
tetapi memberikan banyak makna. Guru hendaknya berhemat dalam
mempergunakan gambar yaitu gambar yang mengandung makna, siswa mudah
memahami gambar. Jadi yang terpenting adalah pemusatan perhatian pada
gagasan utama yang ada pada gambar yang disajikan yang membangkitkan
minat siswa untuk memahami makna gambar tersebut.
Mengurangi kata-kata pada gambar, sebab gambar justru sangat penting
dalam mengembangkan kata-kata atau cerita atau gagasan baru. Guru yang
baik akan menyadari bahwa dengan mengurangi deskripsi verbal kepada
gambar-gambar yang dipertunjukkannya akan dirasakan manfaatnya terutama
bagi siswa tunagrahita kelas dasar IIII SLB dalam belajar menghitung.
Mendorong pernyataan yang kreatif, melalui gambar siswa akan
didorong untuk mengembangkan keterampilan berhitung. Mengevaluasi
kemajuan kelas, dapat juga dengan memanfaatkan gambar-gambar baik secara
umum maupun secara khusus. Jadi guru bisa mempergunakan gambar datar,
slide atau transparan untuk melakukan evaluasi hasil belajar siswa. Pemakaian
instrumen tes secara bervariasi akan sangat baik dilakukan guru, dalam upaya
memperoleh hasil tes yang komprehensif serta menyeluruh.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

h. Langkah-Langkah Pembelajaran Bermain Gambar


Dalam pembelajaran bermain melalui media gambar, memerlukan
langkah-langkah pembelajaran untuk membantu mempermudah pembelajaran
berhitung melalui media gambar. Pembelajaran berhitung melalui media
gambar disesuaikan indikator yang diambil dari standar kompetensi 2004.
Utamanya pembelajaran kognitif yang ada hubunganya dengan berhitung.
Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2000: 27), langkah-langkah
pembelajaran bermain dengan gambar sebagai berikut:
1) Penentuan topik dan tujuan bermain gambar.
2) Guru memberikan gambaran secara garis besar situasi yang akan
dimainkan.
3) Guru menyiapkan alat peraga berupa gambar yang menarik untuk anak,
misalnya: gambar bola, gambar kelereng, gambar buah, dan lain-lain.
4) Guru menjelaskan tentang gambar yang akan diajarkan ke anak.
5) Guru menjelaskan aturan bermain gambar.
6) Guru mengawasi anak dalam bermain gambar.
7) Untuk anak dapat bermain dengan baik diberi pujian dan tepuk tangan.
8) Untuk anak yang belum bisa diberi dorongan, motivasi dan bimbingan.

B. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas maka kerangka


berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: bahwa anak tunagrahita
mengalami hambatan dalam belajar matematika tentang berhitung penjumlahan.
Untuk memudahkan dalam kemampuan berhitung penjumlahan perlu adanya
strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai. Permainan dengan gambar
merupakan strategi guru untuk memotivasi minat belajar berhitung penjumlahan
untuk anak tunagrahita. Gambar memberikan manfaat terhadap kemampuan
berhitung bagi siswa tunagrahita, dengan gambar anak dapat memahami maksud
dari gambar yang ditunjukkan dari jumlah gambar yang dilihat untuk dihitung
dalam penjumlahan melalui permainan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

26

Sehubungan dengan hal tersebut di atas diduga pembelajaran dengan


permainan dengan gambar dapat meningkatkan kemampuan berhitung
penjumlahan bagi siswa tunagrahita kelas dasar III SLB. Secara sederhana dapat
digambarkan bagan kerangka berpikir tersebut di bawah ini.

Kemampuan berhitung penjumlahan


Kondisi Awal siswa tunagrahita kelas dasar III
SLB Negeri Salatiga masih rendah

Pembelajaran berhitung
Tindakan penjumlahan melalui permainan
dengan gambar

Kemampuan berhitung penjumlahan


Kondisi Akhir bagi anak tunagrahita kelas dasar III
SLB Negeri Salatiga dapat
meningkat

Bagan 2.2. Kerangka Berpikir

C. Perumusan Hipotesis Tindakan

Hipotesis merupakan tafsiran sementara yang masih perlu diuji


kebenarannya, mengenai bukti-bukti secara ilmiah. Hipotesis tindakan yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Permainan dengan media
gambar dapat meningkatkan kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 pada siswa
tunagrahita kelas dasar III SLB Negeri Salatiga tahun pelajaran 2011/2012.”

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
dalam bahasa Inggris diartikan Classroom Action Research (CAR) yaitu penelitian
yang dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah tempat mengajar, dengan
penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan proses dalam
pembelajaran (Susilo, 2007: 16). Penelitian dilaksanakan di kelas dasar III
Tunagrahita SLB Negeri Salatiga pada pembelajaran matematika semester II
tahun pelajaran 2011/2012, dengan alasan bahwa hasil belajar matematika siswa
tunagrahita kelas dasar III masih rendah.

2. Jadwal Penelitian

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian


Bulan ke .....
Kegiatan 1 2 3 4
1. Persiapan
a. Studi eksploratif
b. Perumusan masalah
c. Konsultasi proposal
d. Penyusunan instrumen
2. Tahap Pelaksanaan
a. Perencanaan tindakan
b. Implementasi tindakan
3. Analisis
a. Klasifikasi data
b. Analisis data
c. Interpretrasi data
d. Perumusan hasil penelitian
4. Tahap Penyusunan Laporan
a. Penyusunan laporan
commit to user
b. Ujian

27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

28

B. Subyek Penelitian
Dalam penelitian tindakan kelas ini yang menjadi subyek penelitian
adalah siswa kelas dasar III SLB Negeri Salatiga tahun pelajaran 2011/2012 yang
berjumlah 7 siswa, terdiri dari 3 siswa laki-laki dan 4 siswa perempuan.

C. Data dan Sumber Data


Data penelitian berupa hasil belajar siswa dan keaktifan siswa tunagrahita
kelas dasar III SLB Negeri Salatiga. Data yang diambil dari hasil:
1. Nilai kemampuan awal, sumbernya dari dokumentasi.
2. Nilai berhitung penjumlahan 1-10 siklus I, sumbernya dari tes siklus I.
3. Nilai berhitung penjumlahan 1-10 siklus II, sumbernya dari tes siklus II.
4. Nilai partisipasi siswa/keaktifan siswa, sumbernya dari lembar pengamatan.

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting dan harus
diperhatikan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian, karena hal ini
merupakan sesuatu yang paling mendasar guna keberhasilan suatu penelitian
dapat tercapai.
Penelitian, di samping perlu menggunakan metode yang tepat, juga perlu
memilih teknik dan alat pengumpulan data yang relevan. Penggunaan teknik dan
alat pengumpul data yang tepat memungkinkan diperolehnya data yang objektif.
Di bawah ini akan diuraikan teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian
sebagai cara yang ditempuh untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara
terencana dan sistematis untuk pemecahan masalah.
Berorientasi pada judul penelitian maka metode yang digunakan dalam
penelitian tindakan kelas ini dengan metode observasi, dokumentasi, dan tes.

1. Observasi
a. Pengertian Observasi
Observasi memiliki beberapa pengertian yang berbeda antara satu
dengan yang lain, yang pada dasarnya memiliki prinsip yang sama. Dari
commit tosebagai
beberapa literatur diperoleh penjelasan user berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

29

“Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan


pengamatan secara langsung mengenal fenomena-fenomena dan gejala psikis
maupun psikologi dengan pencatatan. Format yang disusun berisi item-item
tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi” (Suharsimi
Arikunto, 2006: 229). Menurut Supardi (2008: 127), “observasi adalah
kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek
tindakan telah mencapai sasaran.”
Kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa observasi adalah
kegiatan pengamatan (pengambilan data) secara langsung mengenal fenomena-
fenomena dan gejala psikis maupun psikologi dengan pencatatan untuk
memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran.
b. Macam-macam Observasi
Observasi ini dilakukan untuk mengamati secara langsung proses dan
dampak pembelajaran yang diperlukan untuk menata langkah-langkah
perbaikan agar lebih efektif dan efisien. Dalam melakukan observasi proses,
menurut Retno Winarni (2009: 84-85) ada 4 metode observasi yaitu: a)
observasi terbuka, b) observasi terfokus, c) observasi terstruktur, dan d)
observasi sistematik.
1) Observasi Terbuka
Pengamat tidak menggunakan lembar observasi, melainkan hanya
menggunakan kertas kosong merekam pelajaran yang diamati.
2) Observasi Terfokus
Ditujukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran.
Misalnya: yang diamati kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi.
3) Observasi Terstruktur
Observasi menggunakan instrumen yang terstruktur dan siap pakai,
sehingga pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda (√) pada tempat
yang disediakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

30

4) Observasi Sistematik
Observasi sistematik lebih rinci dalam kategori yang diamati. Misalnya
dalam pemberian penguatan, data dikategorikan menjadi penguatan verbal
dan nonverbal.
c. Observasi yang Digunakan
Dalam penelitian in digunakan observasi terstruktur, dimana observasi
menggunakan instrumen yang terstruktur dan siap pakai, sehingga pengamat
hanya tinggal membubuhkan tanda () pada tempat yang disediakan pada
lembar pengamatan aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran
berhitung penjumlahan 1-10 melalui permainan media gambar. Alasan
digunakan observasi terstruktur adalah untuk mempermudah observer
melakukan pengamatan dan observasi tertruktur sesuai dengan masalah yang
diteliti.

2. Dokumentasi
a. Pengertian Dokumentasi
Dokumentasi memiliki beberapa pengertian yang berbeda antara satu
dengan yang lain, yang pada dasarnya memiliki prinsip yang sama. Dari
beberapa literatur diperoleh penjelasan sebagai berikut:
Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 200) “dokumentasi yaitu data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, notulen, legger, agenda,
dsb”. Menurut Margono (2009: 161), “dokumentasi adalah cara pengumpulan
data melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-
buku pentang pendapat, teori, dalil, atau hukum-hukum dan lain-lain yang
berhubungan dengan masalah penelitian.”
Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
dokumentasi adalah cara pengumpulan data mengenai hal-hal atau variabel
melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku
tentang pendapat, teori, dalil, catatan, notuler, legger, agenda, atau hukum-
commit todengan
hukum dan lain-lain yang berhubungan user masalah penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

31

b. Dokumentasi yang digunakan


Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk
memperoleh data tentang kemampuan awal berhitung penjumlahan 1-10 siswa
yang diambil dari nilai ulangan kelas dasar III SLB Negeri Salatiga.

3. Tes
a. Pengertian Tes
Untuk mengetahui kemampuan berhitung diperlukan tes, agar peneliti
dapat pengetahui hasil belajar yang diperoleh siswa pada siklus I dan siklus II
setelah dalam pembelajaran melalui permainan dengan media gambar.
“Tes adalah sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan/atau tugas
yang harus dikerjakan” (Saifuddin Azwar, 2001: 2). Menurut Suharsimi
Arikunto (2006:138) tes adalah “Serentetan pertanyaan atau latihan atau alat
lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes adalah
suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan,
intelegensi, kemampuan atau bakat, berujud pertanyaan yang harus dijawab
oleh siswa baik secara individu atau kelompok.
b. Macam-macam Tes
Tes terdiri dari bermacam-macam. Macam-macam tes antara lain
sebagai berikut: 1) Tes benar salah, 2) Tes pilihan ganda, 3) Tes menjodohkan,
4) Tes isian atau melengkapi, 5) Tes jawaban singkat (Suharsimi Arikunto,
2006:139).
c. Tes yang Digunakan
Bentuk tes yang dipakai adalah tes objektif. Tes objektif adalah tes
yang hanya satu jawaban dapat dianggap terbaik. Siswa yang diuji diminta
untuk menunjukkan jawaban yang terbaik dari tes objektif isian atau
melengkapi tentang penjumlahan 1-10 dengan gambar yang terdiri dari 20 item
pertanyaan. Skor penilaian jawaban betul mendapat nilai 5 dan jawaban salah
commit
mendapat nilai 0. Skor maksimal to user
100 dan skor minimum 0.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

32

E. Validitas Data

Teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas data antara lain adalah
triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data dengan
memanfaatkan sarana di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
pembandingan data itu (Moelong dalam Sarwiji Suwandi, 2008: 69).
Validitas data yang digunakan antara lain dengan triangulasi sumber data
dan triangulasi metode pengumpulan data. Dalam penelitian ini teknik triangulasi
untuk mengetahui kemampuan berhitung penjumlahan dan faktor penyebabnya.
Untuk itu peneliti membandingkan data hasil penelitian dari berbagai metode
antara lain dengan tes, observasi dan dokumentasi. Triangulasi data dilakukan
dengan cara :
1. Cross checking, peneliti melakukan pengecekan (checking) antara hasil
metode pengumpulan data yang diperoleh melalui tes, observasi dan
dokumentasi dengan memadukan hasil ketiganya. Dalam hal ini bertujuan
memperoleh informasi yang benar dan meyakinkan.
2. Cek ricek, yaitu pengulangan kembali data yang diperoleh melalui berbagai
sumber data, waktu, maupun metode dan informasi serta tempat memperoleh
data (setting).

F. Analisis Data

Menurut Sarwiji Suwandi (2008: 70) “teknik analisis yang digunakan


untuk menganalisis data-data yang telah berhasil dikumpullkan antara lain dengan
teknik deskriptif (statsitik deskriptif) dan teknik analisis kritis. Teknik deskriptif
digunakan untuk data kuantitatif, sedangkan teknik analisis kritis berkaitan
dengan data kualitatif”.
Data berupa hasil tes diklasifisikan sebagai data kuantitatif. Data tersebut
dianalisis secara desktiprif, yakni dengan membandingkan nilai tes antarsiklus dan
kemampuan awal berhitung penjumlahan 1-10 siswa sebelum diberi tindakan.
Yang dianalisis adalah nilai tes siswa sebelum menggunakan permainan dengan
commit to user
media gambar; dan nilai tes siswa setelah menggunakan permainan dengan media
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

33

gambar; sebanyak dua siklus. Data yang berupa nilai tes antarsiklus tersebut
dibandingkan hingga hasilnya dapat mencapai batas ketercapaian atau indikator
keberhasilan yang telah ditetapkan.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus. Tiap siklus
dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, seperti yang telah
didesain dalam variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
model yang dilakukan oleh Kemmis dan Mc Taggart yang merupakan
pengembangan dari model Kurt Lewin. Suharsimi Arikunto (2007: 16)
mengemukakan model yang didasarkan atas konsep pokok bahwa penelitian
tindakan terdiri dari empat komponen pokok yang juga menunjukkan langkah,
yaitu:
1. Perencanaan atau planning
Menggambarkan secara rinci hal-hal yang perlu dilakukan sebelum
pelaksanaan tindakan (penyiapan perangkat pembelajaran, skenario
pembelajaran dengan pengenalan lingkungan sekitar, observasi, dan evaluasi).
2. Tindakan atau acting
Berisi uraian tahapan-tahapn tindakan yang akan dilakukan oleh
peneliti maupun siswa dalam pembelajaran.
3. Pengamatan atau observing
Dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran (aktivitas guru dan
siswa). Observasi diarahkan pada poin-poin dalam pedoman yang telah
disiapkan peneliti.
4. Refleksi atau reflecting
Dilakukan dengan cara menganalisis hasil pekerjaan siswa dan hasil
observasi. Berdasarkan hasil analisis akan diperoleh kesimpulan bagian fase
mana yang perlu diperbaiki atau disempurnakan dan fase mana yang telah
memenuhi target. Kualitas proses pembelajaran dinyatakan mengalami
perbaikan apabila capaian pada indikator keberhasilan yang telah ditetapkan
commit to user
sesuai target atau bahkan melebihnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

34

Langkah-langkah tindakan kelas tersebut di atas dapat diilustrasikan dalam


bagan 3 berikut:

Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

Pengamatan

Kesimpulan

Bagan 3.1. Alur Penelitian Tindakan Kelas


(Suharsimi Arikunto, 2007: 16)

Model Kurt Lewin yang terdiri dari empat komponen tersebut kemudian
dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart. Kedua ahli ini memandang
komponen sebagai langkah dalam siklus, sehingga mereka menyatukan dua
komponen yang kedua dan ketiga, yaitu tindakan dan pengamatan sebagai suatu
kesatuan. Hasil dari pengamatan ini kemudian dijadikan dasar sebagai langkah
berikutnya, yaitu refleksi kemudian disusun sebuah modifikasi yang
diaktualisasikan dalam bentuk rangkaian tindakan dan pengamatan lagi, begitu
commit to user
seharusnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

35

Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus. Tiap siklus
dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Untuk mengetahui
kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 dilakukan tes. Hasil sebagai dasar untuk
menentukan tindakan yang tepat dalam rangka meningkatkan kemampuan
berhitung penjumlahan 1-10.

Tabel 3.2. Prosedur Penelitian

1. Persiapan
Siklus 2. Diskripsi awal Kemampuan berhitung penjumlahan
I 1-10 rendah
3 Penyusunan Rencana a. Merencanakan pembelajaran melalui
Tindakan permainan media gambar
b. Menentukan pokok bahasan.
c. Mengembangkan skenario
pembelajaran.
d. Menyiapkan sumber belajar.
e. Mengembangkan faktor evaluasi.
f. Mengembangkan faktor observasi.
4 Pelaksanaan Tindakan Menerapkan tindakan mengacu pada
skenario pembelajaran.
5 Pengamatan Melakukan observasi dengan memakai
format observasi.
6 Evaluasi / Refleksi a. Melakukan evaluasi tindakan yang
telah dilakukan.
b. Melakukan pertemuan untuk mem-
bahas hasil evaluasi tentang skenario
pembelajaran.
c. Memperbaiki pelaksanaan tindakan
sesuai hasil evaluasi, untuk digunakan
siklus berikutnya.
d. Evaluasi tindakan I.
Siklus 7 Perencanaan dan a. Atas dasar hasil siklus I, dilakukan
II penyempurnaan penyempurnaan tindakan.
tindakan b. Pengamatan program tindakan II
8 Tindakan Pelaksanaan program tindakan II
9 Pengamatan Pengumpulan data tindakan II
10 Evaluasi / Refleksi Evaluasi tindakan II (berdasarkan
indikator pencapaian )
Kesimpulan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

36

H. Indikator Kinerja

Indikator pencapaian dalam penelitian tindakan ditetapkan apabila


kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 mata pelajaran matematika secara
individu minimal mendapat nilai 60 (KKM) dinyatakan telah mencapai ketuntasan
belajar dan secara klasikal 5 dari 7 siswa mendapat nilai 60 atau lebih. Penetapan
indikator pencapaian ini disesuaikan dengan kondisi sekolah, seperti batas
minimal nilai yang dicapai dan ketuntasan belajar bergantung pada guru kelas
yang secara empiris tahu betul keadaan murid-murid di kelasnya (sesuai dengan
KTSP).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

37

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Pratindakan

Pembelajaran berhitung penjumlahan 1-10 di kelas dasar III SLB Negeri


Salatiga seperti biasa. Kelas dalam suasana tertib dan tenang ketika jam pelajaran
berhitung penjumlahan 1-10 akan dimulai. Materi berhitung penjumlahan 1-10
pada kondisi awal dikemas oleh guru dengan alokasi waktu 2 x 30 menit. Guru
mengawali pembelajaran dengan mengkondisikan kelas, mengabsen terlebih
dahulu siswa kelas dasar III SLB Negeri Salatiga dan melaksanakan apersepsi
guna menggali pengetahuan awal siswa dalam rangka upaya mengaitkan materi
pembelajaran yang akan disampaikan.
Guru menyampaikan materi pembelajaran dengan metode ceramah yang
merupakan salah satu metode yang biasa digunakan guru. Pembelajaran dimulai
dengan penjelasan tentang berhitung penjumlahan 1-10. Suasana kelas kurang
begitu tenang selama guru menjelaskan materi pembelajaran, karena tidak semua
siswa memperhatikan penjelasan guru. Ada yang memperhatikan penjelasan guru,
tetapi ada juga hanya membuka-buku buku dan ada yang bercanda dengan
temannya.
Waktu yang digunakan untuk menjelaskan materi berhitung penjumlahan
1-10, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai hal-
hal yang belum jelas berkenaan dengan materi berhitung penjumlahan 1-10 yang
telah diberikan. Pada kesempatan itu, hanya ada dua siswa yang mengajukan
pertanyaan mengenai berhitung penjumlahan 1-10. Siswa terkesan masih pasif
seakan-akan hanya menerima begitu saja materi yang dijelaskan oleh guru tanpa
banyak memberikan tanggapan atau komentar.
Kemudian, guru memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakan soal-
soal yang berkaitan dengan berhitung penjumlahan 1-10. Siswa terlihat tidak
segera mengerjakan soal-soal yang diberikan guru. Sebagian besar siswa tampak
membayangkan atau mengingat-ingat materi yang baru saja diterangkan guru
commit to user
dengan metode ceramah, baru kemudian mereka menjawab apa yang diingat.

37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

38

Selama siswa menjawab soal-soal, guru duduk di kursi guru sambil sesekali
melihat siswa mengerjakan soal. Guru tidak mengontrol atau memberikan
bimbingan kepada siswa.
Kegiatan pembelajaran berhitung penjumlahan 1-10 materi berhitung
penjumlahan 1-10 dilakukan hingga waktu yang dialokasikan berakhir. Guru
menyuruh mengumpulkan hasil jawaban siswa. Pembelajaran diakhiri tanpa
diberikan penguatan atau umpan balik mengenai proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Guru tidak memberikan motivasi dari hasil pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
Berdasarkan gambaran pelaksanaan pembelajaran berhitung penjumlahan
1-10 di kelas dasar III SLB Negeri Salatiga yang telah diamati tersebut, maka
berikut ini dapat disajikan hasil belajar berhitung penjumlahan 1-10 yang terkait
dengan kondisi awal.

Tabel 4.1. Kemampuan Berhitung Penjumlahan 1-10 Siswa Kelas Dasar III SLB
Negeri Salatiga pada Kondisi Awal.
No. Urut Nama Subyek Nilai Keterangan *)
1 UA 60 Sudah tuntas
2 IA 40 Belum tuntas
3 GS 60 Sudah tuntas
4 SS 50 Belum tuntas
5 AF 50 Belum tuntas
6 MT 50 Belum tuntas
7 RR 40 Belum tuntas
Jumlah 350
Rata-rata 50,00
Ketuntasan Klasikal 28,58% Belum tuntas
*) Batas tuntas (KKM) = 60
Sumber data: Lampiran 8 halaman 77.

Nilai siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan bahwa


sebanyak 5 siswa memperoleh nilai di bawah 60. Sedangkan siswa yang
memperoleh nilai 60 hanya 2 siswa. Nilai rata-rata 50,00 dengan tingkat
commit
ketuntasan secara klasikan sebesar to user Data ini menunjukkan bahwa
28,58%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

39

pembelajaran berhitung penjumlahan 1-10 pada siswa kelas dasar III SLB Negeri
Salatiga belum memenuhi batas tuntas yang ditetapkan. Dengan demikian, pada
kondisi awal ini pembelajaran berhitung penjumlahan 1-10 dapat dikatakan belum
mencapai tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan hasil belajar berhitung penjumlahan 1-10 yang masih rendah,
maka sebagai guru berusaha melakukan inovasi pembelajaran agar hasil belajar
berhitung penjumlahan 1-10 dapat ditingkatkan. Inisiatif yang diambil guru kelas
serta didukung oleh kepala sekolah dan dibantu teman guru kolaborasi, dilakukan
inovasi pembelajaran melalui permainan dengan media gambar dengan tujuan
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, serta aktivitas guru dalam
melaksanakan pembelajaran berhitung penjumlahan 1-10.

B. Deskripsi Hasil Tindakan Tiap Siklus

1. Pelaksanaan Tindakan Siklus I


a. Perencanaan
Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus I meliputi
kegiatan-kegiatan:
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, pembelajaran
berhitung penjumlahan 1-10 siklus I ini dirancang dengan satu kali
pertemuan. Alokasi waktu pertemuan adalah 2 x 30. RPP mencakup
ketentuan: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, deskripsi
kemampuan awal anak, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu,
metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan
sumber belajar. (Lampiran 5 halaman 65).
2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung
Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan
pembelajaran adalah: (1) Ruang kelas. Ruang kelas yang digunakan
adalah kelas yang biasa digunakan setiap hari. Kelas tidak didesain
secara khusus, untuk pelaksanaan pembelajaran, kursi diatur sedemikian
commit to user
rupa (membentuk lingkaran) sehingga guru dapat menerapkan permainan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

40

media gambar dengan baik; (2) Mempersiapkan gambar sebagai media


pembelajaran sesuai dengan materi pembelajaran.
3) Menyiapkan Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mencatat segala aktivitas
selama pelaksanaan pembelajaran yang berisi daftar isian yang
mencakup kegiatan siswa dan juga kegiatan guru. Lembar pengamatan
yang digunakan untuk siswa meliputi bagaimana aktivitas siswa dalam
pembelajaran yang meliputi: aspek proses, psikomotor, perilaku
berkarakter, keterampilan sosial. Lembar pengamatan yang digunakan
untuk guru meliputi bagaimana guru mengajar, yang meliputi:
menyiapkan RPP, pengkondisian kelas, menyediakan materi dan sumber
belajar, melakukan informasi pendahuluan, melaksanakan permainan
dengan media gambar, menanggapi usulan siswa, membuat kesimpulan,
dan melaksanakan evaluasi.

b. Pelaksanaan Tindakan
1) Pendahuluan (10 menit)
a) Memulai pembelajaran dengan menyapa, berdoa, memberi salam dan
absensi.
b) Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran kepada siswa.
2) Kegiatan Inti (40) menit)
a) Eksplorasi
(1) Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang materi pelajaran
penjumlahan 1-10.
(2) Menjelaskan tentang alat/media gambar kartu yang digunakan.
(3) Menjelaskan tentang cara-cara penjumlahan melalui permainan
dengan kartu gambar.
(4) Memberikan kesempatan pada siswa untuk menanyakan hal-hal
yang belum jelas.
(5) Memberi tugas/soal luntuk diajarkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

41

b) Elaborasi
(1) Membiasakan anak menghitung penjumlahan melalui permainan
dengan gambar.
(2) Anak (peserta didik) melakukan kegiatan yang menumbuhkan rasa
kebanggaan dan percaya diri melalukan tugas.
(3) Guru memberi tugas PR.
c) Konfirmasi
(1) Memberikan umpan balik dan penguat terhadap keberhasilan anak.
(2) Memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan refleksi
(siswa yang mengalami kesulitan) dalam bimbingan guru.
(3) Memberikan motivasi untuk selalu belajar di rumah kepada anak
yang kurang/belum berpartisipasi aktif.
(4) Mengkaitkan kegiatan pembelajaran dengan kegiatan sehati-hari.
3) Kegiatan Penutup (10 menit)
a) Guru bersama-sama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang
telah dilaksanakan.
b) Mengulas kembali tentang penjumlahan yang telah disampaikan.
c) Pemberian tugas PR.
c. Pengamatan
Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan dapat dideskripsikan
bahwa siswa belum dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Hal ini terlihat
pada saat guru memberikan penjelasan melalui permainan media gambar,
tidak semua siswa memperhatikan, masih terdapat siswa yang kurang
memperhatikan pembelajaran dari guru, ada pandangan siswa terpaku pada
media gambar yang akan dimainakn, bahkan masih ada siswa yang kurang
paham terhadap permainan media gambar yang ditunjukkan guru tentang
teknik mempelajari berhitung penjumlahan 1-10. Hal ini terjadi karena
siswa tidak memikirkan betapa terbatasnya alokasi waktu yang tersedia
sehingga mereka kurang bisa memanfaatkan waktu yang baik.
Pada saat melakukan pengamatan, masih terlihat kekurangsiapan
pada diri siswa. Masih ada commit
di antaratomereka
user yang hanya sekedar membawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

42

buku catatan dan alat tulis pada saat guru memberikan pelajaran dengan
permainan media gambar, siswa tanpa banyak melakukan aktivitas. Mereka
tidak memperhatikan apa yang disampaikan guru dalam berhitung
penjumlahan 1-10 melalui permainan media gambar.
Pada saat mendengarkan penjelasan dari guru, siswa belum
melakukannya dengan segera melakukan permainan media gambar yang
praktis sehingga waktu kurang efektif. Siswa juga masih pasif dalam
bertanya, belum banyak memberikan komentar terhadap materi yang
dibahas. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa melakukan tanya
jawab dalam diskusi kelas. Siswa belum biasa mengeluarkan pendapat di
hadapan teman-temannya.
Dari hasil diskusi antara kepala sekolah dengan guru kolaborasi,
peran guru untuk membangkitkan semangat siswa masih kurang. Guru
kurang mengarahkan bagaimana siswa dapat memanfaatkan waktu dengan
baik. Selama mendampingi siswa belajar, guru kurang maksimal dalam
menampilkan permainan dengan media gambar, karena guru kelas sudah
sangat terbiasa dengan pembelajaran melalui ceramah, yang segala
sesuatunya banyak mendapatkan intervensi guru.
Tingkat aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran berhitung
penjumlahan 1-10 dari guru kelas berdasarkan hasil observasi pada siklus I
aktivitas siswa masih kurang, terutama pada aspek psikomotor. Aspek
tersebut perlu ditingkatkan pada siklus II, karena aktivitas siswa secara
keseluruhan masih rendah yang dapat mempengaruhi hasil belajar berhitung
penjumlahan 1-10, skor kinerja proses 2 siswa sudah bisa dan 5 siswa belum
bisa, kinerja psikomotor 2 siswa sudah bisa dan 5 siswa belum bisa, kinerja
berkarakter 3 siswa sudah bisa dan 4 siswa belum bisa, dan kinerja
keterampilan sosial 2 siswa sudah bisa dan 5 siswa belum bisa (Lampiran 11
halaman 80).
Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I berhitung penjumlahan
1-10, diperoleh dari pengamatan aktivitas guru masih perlu ditingkatkan,
commit
terutama aktivitas guru dalam to user RPP, melaksanakan permainan
menyiapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

43

dengan media gambar, menanggapi usulan siswa, dan membuat kesimpulan.


Dari hasil pengamatan beberapa indikator tersebut dalam katagori cukup,
skor aktivitas guru mencapai 70,00% (Lampiran 13 halaman 88)
d. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi di atas, dapat diketahui bahwa siswa
belum dapat memanfatkan waktu dengan baik. Untuk menindaklanjutinya,
pembelajaran pada siklus II perlu ditekankan pada siswa pentingnya
pemanfaatan waktu.
Kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan kegiatan
pembelajaran berhitung penjumlahan 1-10 dan jarangnya tanya jawab
dilakukan antara siswa dengan siswa dan bertanya pada guru disebabkan
oleh kekurangpahaman siswa akan pentingnya permainan dengan media
gambar untuk berhitung penjumlahan 1-10 sehingga masih terdapat siswa
yang menghadapi kesulitan ketika melakukan berhitung penjumlahan 1-10.
Oleh sebab itu, pada pembelajaran pada siklus II perlu ditekankan kepada
siswa agar lebih mempersiapkan dalam permainan dengan media gambar.
Perlu ditingkatkan keaktifan siswa dalam bertanya kepada guru.
Siswa perlu dibangkitkan semangatnya sehingga pelaksanaan permainan
dengan media gambar yang dilaksanakan guru bermanfaat untuk
menyempurnakan pemahaman terhadap peningkatan berhitung penjumlahan
1-10. Siswa masih perlu dibimbing dan diarahkan karena aktivitas untuk
bertanya masih sangat kurang.

2. Pelaksanaan Tindakan Siklus II


Pembelajaran berhitung penjumlahan 1-10 siswa kelas dasar III SLB
Negeri Salatiga pada siklus II masih ditujukan pada pemahaman siswa
terhadap permainan dengan media gambar. Pelaksanaannya dirancang sebagai
berikut:
a. Perencanaan
Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus II meliputi
kegiatan-kegiatan:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

44

1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, pembelajaran
berhitung penjumlahan 1-10 siklus II ini dirancang dengan satu kali
pertemuan. Alokasi waktu pertemuan adalah 2 x 30 menit. RPP
mencakup penentuan: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator,
deskripsi kemampuan awal anak, tujuan pembelajaran, materi ajar,
alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian
hasil belajar, dan sumber belajar. (Lampiran 5 halaman 65).
2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung
Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan
pembelajaran adalah: (1) Ruang kelas. Ruang kelas yang digunakan
adalah kelas yang biasa digunakan setiap hari. Kelas tidak didesain
secara khusus, untuk pelaksanaan pembelajaran, kursi diatur sedemikian
rupa (membentuk lingkaran) sehingga guru dapat menerapkan media
gambar dengan baik; (2) Mempersiapkan gambar sebagai media
pembelajaran sesuai dengan materi pembelajaran.
3) Menyiapkan Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mencatat segala aktivitas
selama pelaksanaan pembelajaran yang berisi daftar isian yang
mencakup kegiatan siswa dan juga kegiatan guru. Lembar pengamatan
yang digunakan untuk siswa meliputi: aspek proses, psikomotor,
perilaku berkarakter, keterampilan sosial. Lembar pengamatan yang
digunakan untuk guru meliputi bagaimana guru mengajar, yang
meliputi: menyiapkan RPP, pengkondisian kelas, menyediakan materi
dan sumber belajar, melakukan informasi pendahuluan, melaksanakan
permainan dengan media gambar, menanggapi usulan siswa, membuat
kesimpulan, dan melaksanakan evaluasi.
b. Pelaksanaan Tindakan
1) Pendahuluan (10 menit)
a) Memulai pembelajaran dengan menyapa, berdoa, memberi salam dan
absensi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

45

b) Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran kepada siswa.


2) Kegiatan Inti (40) menit)
a) Eksplorasi
(1) Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang materi pelajaran
penjumlahan 1-10.
(2) Menjelaskan tentang alat/media gambar kartu yang digunakan.
(3) Menjelaskan tentang cara-cara penjumlahan melalui permainan
dengan kartu gambar.
(4) Memberikan kesempatan pada siswa untuk menanyakan hal-hal
yang belum jelas.
(5) Memberi tugas/soal luntuk diajarkan.
b) Elaborasi
(1) Membiasakan anak menghitung penjumlahan melalui permainan
dengan gambar.
(2) Anak (peserta didik) melakukan kegiatan yang menumbuhkan rasa
kebanggaan dan percaya diri melalukan tugas.
(3) Guru memberi tugas PR.
c) Konfirmasi
(1) Memberikan umpan balik dan penguat terhadap keberhasilan anak.
(2) Memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan refleksi
(siswa yang mengalami kesulitan) dalam bimbingan guru.
(3) Memberikan motivasi untuk selalu belajar di rumah kepada anak
yang kurang/belum berpartisipasi aktif.
(4) Mengkaitkan kegiatan pembelajaran dengan kegiatan sehati-hari.
3) Kegiatan Penutup (10 menit)
a) Guru bersama-sama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang
telah dilaksanakan.
b) Mengulas kembali tentang penjumlahan yang telah disampaikan.
c) Pemberian tugas PR.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

46

c. Pengamatan
Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan dapat dideskripsikan
bahwa siswa sudah dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Hal ini terlihat
pada saat guru memberikan penjelasan melalui permainan media gambar,
Hampir semua siswa memperhatikan, seluruh siswa memperhatikan
pembelajaran dari guru, pandangan berpokus pada permainan dengan
media gambar, hampir seluruh siswa paham terhadap permainan media
gambar yang ditunjukkan guru tentang teknik mempelajari berhitung
penjumlahan 1-10. Hal ini terjadi karena siswa sudah dapat memikirkan
betapa terbatasnya alokasi waktu yang tersedia sehingga mereka sudah
dapat memanfaatkan waktu yang baik.
Pada saat melakukan pengamatan, siswa sudah terlihat
mempersiapkan diri lebih awal, mempersiapkan buku catatan dan alat tulis
pada saat guru memberikan pelajaran dengan permainan media gambar,
seluruh siswa melakukan aktivitas sesuai perintah guru. Mereka
memperhatikan apa yang disampaikan guru dalam berhitung penjumlahan
1-10 melalui permainan media gambar.
Pada saat mendengarkan penjelasan dari guru, siswa dapat
melakukannya dengan segera melakukan permainan media gambar yang
praktis sehingga waktu sangat efektif. Siswa aktif dalam bertanya, banyak
memberikan komentar terhadap materi yang dibahas. Hal ini disebabkan
karena siswa sudah mulai terbiasa melakukan tanya jawab dalam diskusi
kelas. Siswa sudah mulai terbiasa mengeluarkan pendapat di hadapan
teman-temannya.
Dari hasil diskusi antara kepala sekolah dengan guru kolaborasi,
peran guru untuk membangkitkan semangat siswa sudah baik. Guru dapat
mengarahkan bagaimana siswa dapat memanfaatkan waktu dengan baik.
Selama mendampingi siswa belajar, guru sudah maksimal dalam
menampilkan permainan dengan media gambar, karena guru kelas sudah
dapat memahami permainan dengan media gambar dan dapat
mengilustrasikan permainancommit
media to user yang dirancang guru.
gambar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

47

Tingkat aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran berhitung


penjumlahan 1-10 dari guru kelas berdasarkan hasil observasi pada siklus II
skor kinerja proses 5 siswa sudah bisa dan 2 siswa belum bisa, kinerja
psikomotor 5 siswa sudah bisa dan 2 siswa belum bisa, kinerja berkarakter
5 siswa sudah bisa dan 2 siswa belum bisa, dan kinerja keterampilan sosial
5 siswa sudah bisa dan 2 siswa belum bisa (Lampiran 12 halaman 84).
Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus II berhitung penjumlahan
1-10, diperoleh dari pengamatan aktivitas guru dalam pembelajaran melalui
permainan dengan media gambar dalam kategori baik dan sangat baik, skor
aktivitas guru mencapai 90,00% (Lampiran 14 halaman 89).
d. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi di atas, dapat diketahui bahwa siswa
telah memanfatkan waktu dengan lebih baik daripada siklus II. Semangat
siswa meningkat dalam melakukan kegiatan berhitung penjumlahan 1-10,
dan siswa semakin memberanikan bertanya pada guru, siswa semakin
paham akan pentingnya bertanya kepada guru yang berkaitan pelaksanaan
permainan dengan media gambar.
Guru memberikan motivasi kepada siswa akan perlunya
peningkatan keaktifan siswa dalam mengajukan pertanyaan terhadap
permasalahan yang belum jelas. Siswa perlu memiliki semangatnya
sehingga dalam permainan dengan media gambar bermanfaat untuk
menyempurnakan pemahaman terhadap materi belajar berhitung
penjumlahan 1-10.

C. Perbandingan Hasil Tindakan Antarsiklus

1. Hasil Tindakan pada Siklus I


Kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 melalui permainan dengan
media gambar pada siswa kelas dasar III SLB Negeri Salatigha pada Siklus I
disajikan dalam tabel berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

48

Tabel 4.2. Kemampuan Berhitung Penjumlahan 1-10 Siswa Kelas Dasar III
SLB Negeri Salatiga pada Siklus I.
No. Urut Nama Subyek Nilai Keterangan*)
1 UA 60 Sudah tuntas
2 IA 50 Belum tuntas
3 GS 70 Sudah tuntas
4 SS 50 Belum tuntas
5 AF 60 Sudah tuntas
6 MT 60 Sudah tuntas
7 RR 50 Belum tuntas
Jumlah 400
Rata-rata 57,14
Ketuntasan Klasikal 57,14% Belum tuntas
*) Batas tuntas (KKM) = 60
Sumber data: Lampiran 9 halaman 78.

Berdasarkan hasil observasi pada siklu I, diketahui bahwa siswa belum


dapat memanfatkan waktu dengan baik dalam berhitung penjumlahan 1-10
melalui permainan dengan media gambar. Untuk menindaklanjutinya,
pembelajaran pada siklus II perlu ditekankan pada siswa pentingnya
memahami permainan dengan media gambar.
Kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan kegiatan
pembelajaran meningkatkan kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 dan
jarangnya tanya jawab dilakukan antara siswa dengan siswa dan bertanya pada
guru disebabkan oleh kekurangpahaman siswa akan pentingnya permainan
dengan media gambar, masih terdapat siswa yang menghadapi kesulitan
ketika akan melakukan permainan dengan media gambar. Perlu ditingkatkan
keaktifan siswa dalam bertanya kepada guru. Siswa perlu dibangkitkan
semangatnya sehingga penerapan permainan dengan media gambar yang
dilaksanakan guru bermanfaat untuk menyempurnakan pemahaman terhadap
peningkatan kemampuan berhitung penjumlahan 1-10.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

49

2. Hasil Tindakan pada Siklus II


Materi meningkatkan kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 pada
siklus II masih ditujukan pada pemahaman siswa terhadap permainan dengan
media gambar. Hasil belajar kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 melalui
permainan dengan media gamb ar pada Siklus II disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.3. Kemampuan Berhitung Penjumlahan 1-10 Siswa Kelas Dasar III
SLB Negeri Salatiga pada Siklus II.
No. Urut Nama Subyek Nilai Keterangan*)
1 UA 70 Sudah tuntas
2 IA 60 Sudah tuntas
3 GS 70 Sudah tuntas
4 SS 60 Sudah tuntas
5 AF 70 Sudah tuntas
6 MT 70 Sudah tuntas
7 RR 60 Sudah tuntas
Jumlah 460
Rata-rata 65,71
Ketuntasan Klasikal 100 % Sudah tuntas
*) Batas tuntas (KKM) = 60
Sumber data: Lampiran 10 halaman 79.

Berdasarkan hasil observasi, dapat diketahui bahwa siswa telah


memanfatkan waktu dengan lebih baik daripada siklus I. Guru terus menerus
menekankan pada siswa akan pentingnya menghargai waktu dalam
pembelajaran matematika materi meningkatkan kemampuan berhitung
penjumlahan 1-10.
Semangat siswa meningkat dalam melakukan kegiatan berhitung
penjumlahan 1-10, siswa paham akan pentingnya bertanya kepada guru yang
berkaitan dengan permainan dengan media gambar yang dimainkan dan
dilihatnya sehingga kesulitan yang dihadapi siswa ketika akan berhitung
penjumlahan dapat teratasi. Pada pembelajaran berikutnya guru lebih
commit to user
menekankan kepada siswa untuk lebih mempersiapkan diri sebelum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

50

melakukan kegiatan berhitung penjumlahan 1-10 dengan memanfaatkan


permainan dengan media gambar yang telah dipersiapkan guru.
Guru memberikan motivasi kepada siswa akan perlunya peningkatan
keaktifan siswa dalam mengajukan pertanyaan terhadap permasalahan yang
belum jelas. Siswa perlu memiliki semangat untuk menyempurnakan
pemahaman terhadap materi belajar matematika. Siswa terus dibimbing guru
dan diarahkan untuk meningkatkan aktivitas belajar, untuk terus bertanya
kepada guru terhadap materi yang kurang jelas terhadap permainan dengan
media gambar yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan berhitung
penjumlahan 1-10.
Berdasarkan data awal kemampuan berhitung penjumlahan 1-10,
diketahui nilai rata-rata sebesar 50,00 sebanyak 5 siswa memperoleh nilai di
bawah 60 dan hanya 2 siswa yang mendapat nilai 60. Berdasarkan data
tersebut, sebagian besar siswa belum mencapai batas tuntas yang ditetapkan.
Demikian pula, secara klasikal belum mencapai ketuntasan.
Berdasarkan hasil tes pada siklus I, diketahui rata-rata kemampuan
berhitung penjumlahan 1-10 sebesar 57,14, sebanyak 4 siswa mendapat nilai
60,00 atau lebih (tuntas belajarnya) dan 3 siswa yang belum tuntas, karena
nilainya masih di bawah 60,00. Ketuntasan secara klasikal telah mencapai
57,14%. Berdasarkan data tersebut, secara klasikal belum mencapai
ketuntasan belajar.
Berdasarkan hasil tes pada siklus II, diketahui rata-rata kemampuan
berhitung penjumlahan 1-10 sebesar 65,71, seluruh siswa mendapat nilai
60,00 atau lebih (tuntas belajarnya). Ketuntasan klasikal mencapai 100,00%.
Berdasarkan data tersebut, secara klasikal telah mencapai ketuntasan belajar.
Berdasarkan hasil observasi, dengan upaya-upaya perbaikan yang
dilakukan pada pembelajaran berhitung penjumlahan 1-10 melalui permainan
dengan media gambar, hasil yang dicapai siswa mengalami peningkatan.
Peningkatan tersebut dapat dilihat dari naiknya persentase hasil tes yang
diperoleh siswa. Untuk lebih jelasnya mengenai peningkatan hasil belajar
commit to user
dapat dilihat pada tabel berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

51

Tabel 4.4. Kemampuan Berhitung Penjumlahan 1-10 Setiap Siklus Melalui


Permainan dengan Media Gambar.
No. Nama Siswa Nilai Awal Siklus I Siklus II
1 UA 60 60 70
2 IA 40 50 60
3 GS 60 70 70
4 SS 50 50 60
5 AF 50 60 70
6 MT 50 60 70
7 RR 40 50 60
JUMLAH 350 400 460
RATA-RATA 50,00 57,14 65,71
KETUNTASAN BELAJAR 28,58 % 57,14 % 100 %

Dari hasil nilai rata-rata secara individu dari setiap siklus dapat dibuat
tabel perbandingan sebagai berikut:

Nilai Awal Siklus I Siklus II


80

70

60

50

40

30
UA IA GS SS AF MT RR

Grafik 4.1. Peningkatan Kemampuan Berhitung penjumlahan 1-10


Melalui Permainan dengan media gambar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

52

Berdasarkan nilai rata-rata kemampuan berhitung penjumlahan 1-10


siswa tunagrahita kelas dasar III SLB Negeri Salatiga secara klasikal dari
setiap siklus dapat dibuat tabel perbandingan sebagai berikut:

Tabel 4.5. Peningkatan Kemampuan Berhitung Penjumlahan 1-10 Setiap


Siklus
Siklus Nilai Rata-rata Peningkatan
Tes Awal 50,00 -
Siklus I 57,14 7,14
Siklus II 65,71 8,57

Berdasarkan peningkatan kemampuan berhitung penjumlahan 1-10


siswa tunagrahita kelas III SLB Negeri Salatiga melalui penerapan permainan
dengan media gambar secara klasikal dapat digambarkan dalam bentuk grafik
sebagai berikut:

Nilai Awal Siklus I Siklus II

70
65
60
55
50
45
40
35
30
Kemampuan Berhitung Penjumlahan 1-10

Grafik 4.2. Peningkatan Kemampuan Berhitung Penjumlahan 1-10


Setiap Siklus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

53

Hasil penilaian melalui tes menunjukkan bahwa rata-rata nilai


kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 telah mencapai 65,71 dari 7 siswa
seluruhnya mendapat nilai 60,00 atau lebih. Ketuntasan secara klasikal sebesar
100% siswa mendapat nilai 60,00 ke atas yang dapat diasumsikan indikator
kinerja secara klasikal telah mencapai batas tuntas.

D. Pembahasan

Berdasarkan data awal nilai berhitung penjumlahan 1-10, rata-rata kelas


belum mencapai batas tuntas yang ditetapkan. Demikian pula, secara klasikal
belum mencapai ketuntasan belajar. Berdasarkan hasil tes pada siklus I,
kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 telah mengalami meningkatan tetapi
secara klasikal belum mencapai ketuntasan belajar.
Berdasarkan hasil observasi, dengan upaya-upaya perbaikan yang
dilakukan pada pembelajaran berhitung penjumlahan 1-10 melalui permainan
media gambar, hasil yang dicapai siswa mengalami peningkatan. Peningkatan
tersebut dapat dilihat dari naiknya persentase hasil tes yang diperoleh siswa. Dari
hasil nilai rata-rata kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 siswa tunagrahita
kelas dasar III SLB Negeri Salatiga secara klasikal dari setiap siklus.
Hasil penelitian ini bila dikaitkan dengan teori masih relevan, karena
gambar merupakan salah satu media pembelajaran yang amat dikenal di dalam
setiap kegiatan pembelajaran. Pembelajaran dengan menerapkan media gambar
dapat meningkatkan penalaran, karena melalui gambar siswa dapat ditunjukkan
sesuatu yang jauh dari jangkauan pengalaman siswa, selain itu juga dapat
memberikan gambaran tentang peristiwa yang telah berlalu maupun gambaran
masa yang akan datang. Melalui gambar, guru dapat menerjemahkan ide-ide
abstrak dalam bentuk yang lebih konkrit untuk siswa SLB tunagrahita.
Di samping kelebihan dari media gambar untuk meningkatkan kemampuan
berhitung, media gambar memiliki beberapa manfaat, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Sri Anitah (2010: 9) antara lain sebagai berikut: 1)
Menimbulkan daya tarik bagi pembelajar. Gambar dengan berbagai warna akan
lebih menarik dan membangkitkan minat serta perhatian pembelajar; 2)
commit to user
Mempermudah pengertian pembelajar. Suatu penjelasan yang sifatnya abstrak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

54

dapat dibantu dengan gambar sehingga pembelajar lebih mudah memahami apa
yang dimaksud; 3) Memperjelas bagian-bagian yang penting. Melalui gambar,
dapat diperbesar bagian-bagian yang penting atau yang kecil sehingga dapat
diamati lebih jelas; dan 4) Menyingkat suatu uraian panjang. Uraian tersebut
mungkin dapat ditunjukkan dengan sebuah gambar saja.
Manfaat media gambar bagi anak tunagrahita dengan garis sederhana
dapat lebih efektif sebagai penyampaian informasi ketimbang gambar dengan
bayangan, ataupun gambar fotografi yang sebenarnya. Gambar dengan berbagai
warna akan lebih menarik dan membangkitkan minat dan perhatian anak,
mempermudah pengertian anak. Suatu penjelasan yang abstrak akan lebih mudah
dipahami bila dibantu gambar, memperjelas bagian-bagian yang penting, dan
menyingkat suatu uraian.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui permainan
media gambar dapat meningkatkan kemampuan berhitung penjumlahan 1-10
siswa tunagrahita kelas dasar III SLB Negeri Salatiga, media gambar dapat
dijadikan prediktor yang baik terhadap peningkatan kemampuan berhitung
penjumlahan 1-10.
Di samping memiliki kelebihan, media gambar juga memiliki kelemahan,
yaitu: kadang-kadang terlampau kecil untuk ditunjukkan di kelas yang besar, tidak
dapat menunjukan gerak, dan siswa tidak selalu mengetahui bagaimana membaca
(menginterpretasi) gambar. Untuk mengatasinya ialah gambar dibuat tidak terlalu
kecil, gambar dibuat berwarna untuk mencari perhatian siswa, dan siswa
dikondisikan posisi tempat duduk melingkar, gambar yang tidak dapat
menunjukkan gerak, guru harus kreatif menerangkan maksud dari gambar dan
membimbing siswa yang kurang paham terhadap maksud gambar.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

55

BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa permainan dengan


media gambar dapat meningkatkan kemampuan berhitung penjumlahan 1-10
dalam pembelajaran matematika pada siswa tunagrahita kelas dasar III SLB
Negeri Salatiga tahun pelajaran 2011/2012.
Hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab IV dapat diketahui
bahwa data kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 pada kondisi awal nilai rata-
rata kelas 50,00 ketuntasan klasikal 28,57%, pada siklus I kemampuan berhitung
penjumlahan 1-10 melalui permainan dengan media gambar nilai rata-rata kelas
57,14, ketuntasan klasikal 57,14%, pada siklus II kemampuan berhitung
penjumlahan 1-10 melalui permainan dengan media gambar nilai rata-rata kelas
65,71 ketuntasan klasikal 100%, seluruh siswa mendapat nilai 60,00 ke atas yang
diasumsikan secara klasikal seluruh siswa telah menuntaskan belajarnya.

B. Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian ternyata bahwa permainan media gambar


dapat meningkatkan kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 dalam
pembelajaran matematika siswa tunagrahita kelas dasar III SLB Negeri Salatiga
tahun pelajaran 2011/2012. Dengan demikian penelitian tindakan kelas ini
semakin baik, berkelanjutan dan berkesinambungan penerapannya guna
membantu guru dalam menghadapi permasalahannya kemampuan siswa dalam
berhitung penjumlahan 1-10 dalam pembelajaran matematika.
Model pembelajaran ini digunakan oleh guru terutama dalam menghadapi
masalah atau mengatasi masalah peningkatan kemampuan berhitung penjumlahan.
Dalam permainan media gambar bagi siswa tunagrahita ada kendala yaitu karena
terbatasnya yang ada pada anak tunagrahita. Oleh sebab itu guru hendaknya
commit to user motivasi dan simpati/rasa senang
kreatif dan aktif sehingga dapat menumbuhkan

55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

56

kepada siswa dalam mengikuti permainan dengan media gambar. Pada akhirnya
kemampuan berhitung penjumlahan 1-10 siswa tunagrahita kelas dasar III menjadi
optimal sesuai dengan batas ketuntasan belajar baik secara individual maupun
secara klasikal.

C. Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian ini, penulis memberikan saran-saran


sebagai berikut:
1. Siswa
a. Untuk siswa yang belum optimal berhitung penjumlahan 1-10 perlu
ditingkatkan pembelajarannya melalui permainan media gambar.
b. Untuk siswa yang sudah optimal berhitung penjumlahan 1-10 perlu
dipertahankan.
c. Permainan dengan media gambar dapat dilanjutkan untuk semester
berikutnya, untuk materi yang lain, sehingga permainan media gambar
efektif bagi siswa tunagrahita kelas dasar.
2. Peneliti lain.
Hendaknya/diharapkan peneliti lain dapat menggunakan hasil penelitian ini
sebagai salah satu wacana untuk mengadakan penelitian lanjutan.

commit to user

You might also like