You are on page 1of 11

MAKALAH FIQIH

“KETENTUAN ISLAM TENTANG SHOLAT JAMA DAN


SHOLAT QASHAR”

Dianjukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah


fiqih
Dosen Pengampu: Jamaluddin, Dr., H., M. Us.

Disusun Oleh:
KELOMPOK 5:

ARYANDIKA FIRMANSYAH (12130112627)


HENDRI SYAHPUTRA HARAHAP (12130112532)
FICKY EVANDRA (12130110389)

PRODI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
TP.2022
KATA PENGANTAR

Seluruh puji untuk Allah Tuhan semesta alam, shalawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw beserta keluarga, teman, serta segala
pengikutnya sampai akhir zaman. Atas berkat karunia- Nya, kami telah menyusun
makalah yang bertajuk“Ketentuan Islam Tentang Sholat Jama dan Sholat Qashar”.

Makalah ini kami susun guna menuntaskan tugas kelompok dari mata kuliah Fiqih
dengan dosen Jamaluddin, Dr., H., M. Us. Dalam penyusunannya, kami
mengambil sumber dari sebagian artikel serta jurnal yang terdapat di internet.
Pembaca hendaknya bisa melihat sebagian kekurangan serta kesalahan
penyusunan dalam makalah ini, oleh sebab itu kami mengharapkan anjuran serta
kritik dari para pembaca demi revisi di masa mendatang.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih pada segala pihak yang turut
menolong dalam penyelesaian makalah ini sehingga bisa terselesaikan tepat
waktu. Akhir kata, mudah - mudahan makalah ini jadi suatu yang berguna untuk
syiar Islam.

Pekanbaru,  Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................3

C. Tujuan........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4

A. Shalat Jama’..............................................................................................4

B. Shalat Qasar...............................................................................................5

C. Shalat Jama’ Dan Qasar..............................................................................6

BAB III PENUTUP...............................................................................................7

A. Kesimpulan................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Shalat merupakan ibadah yang paling utama yang setiap muslim
wajib memahami hukumnya, baik secara teori maupun praktik. Hal ini
dikarenakan begitu agung dan mulianya kedudukan shalat dalam Islam.
Apabila Iman adalah perkataan lisan dan keyakinan hati, maka shalat
adalah amalan badan dan ketaatan kepada Ar-Rahman, Dzat yang maha
Pengasih.

Shalat dikategorikan oleh para ulama sebagai salah satu perkara


“ma’lum min al-diin bi al-dharurah” sesuatu yang sudah disepakati oleh
para ulama. Dimana seorang muslim yang secara nyata mengingkari
kewajiban shalat maka ia akan dihukum kafir atau telah murtad.
Kedudukan shalat sangat besar di sisi Allah SWT. Sehingaa kewajiban
shalat tidak akan pernah gugur dalam situasi dan kondisi apapun, baik
dalam perjalanan, sakit, ataupun banyaknya kesibukan. Hanya saja agama
mentolerir situasi dan kondisi, sehingga disetiap situasi dan kondisi itu
telah diatur tata caranya yang tidak berkesan menyulitkan umatnya dan
tidak mengurangi otoritas shalat itu sendiri.1

Shalat merupakan ibadah yang harus dilakukan sesuai tuntunan


yang telah disyari’atkan. Kata shalat dalam bahasa Arab berarti doa
memohon kebajikan dan pujian.2

Shalat merupakan rukun Islam yang kedua setelah adanya rukun


Islam yang pertama mengucap dua kalimat syahadat, dan ini adalah suatu
perbedaan antara orang Islam dan kafir, dan ini adalah tampilan Islam,
tanda Iman dan kesejukan mata dalam ketenangan jiwa untuk beribadah.

Pada hakikatnya Allah memberi keringan (rukhshah) kepada setiap


hamba-Nya dalam menjalankan setiap ibadahnya, ketika seseorang muslim
1
Abbas Karaha, Shalat Menurut Empat Mazhab, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003), hlm.11.
2
Muhibbuthabary, Fiqh Amal Islam Teoritis dan Praktis, (Bandung: Citapustaka Media Perintis,
2012), hlm. 16.

1
dalam perjalanan maka ada keringanan yang diberikan Allah kepadanya
dalam melaksanakan shalat, boleh ia melaksanakannya secara qasar
ataupun jama’, dan hal ini berdasarkan Al-Qur’an An-Nisa ayat 101:

“Dan apabila kamu berpergian dimuka bumi ini, maka tidaklah


mengapa kamu mengqasar sembahyangmu, jika kamu takut diserang
orang-orang kafir, sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang
nyata bagimu”

Adapun batas jarak orang dikatakan musafir terdapat perbedaan di


kalangan para ulama. Bahkan Ibnu Munzir mengatakan ada dua puluh
pendapat. Yang paling kuat adalah tidak ada batasan jarak, selama mereka
dinamakan musafir menurut kebiasaan maka ia boleh menjama’ dan
mengqasar shalatnya. Karena kalau ada ketentuan jarak yang pasti,
Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mesti menjelaskan kepada kita.3

Seorang musafir baru boleh memulai melaksanakan shalat jama’


dan qasar apabila ia telah keluar dari kampung atau kota tempat
tinggalnya. Ibnu Munzir mengatakan, “saya tidak mengetahui Nabi
menjama’ dan mengqasar shalatnya dalam musafir kecuali setelah keluar
dari madinah”. Dan Anas menambahkan, saya shalat Dzuhur bersama
Rasulullah saw di Madinah empat rakaat dan di Dzulhulaifah (sekarang
Bir Ali berada di luar Madinah) dua rakaat (HR: Bukhari Muslim).

Seorang yang menjama’ shalatnya karena musafir tidak mesti harus


mengqasar shalatnya begitu juga sebaliknya. Karena boleh saja ia
mengqasar shalatnya dengan tidak menjama’nya. Seperti melakukan
shalat Dzuhur 2 rakaat diwaktunya dan shalat Ashar 2 rakaat di waktu
Ashar. Cara seperti ini lebih afdhal bagi mereka yang musafir namun
bukan dalam perjalanan. Seperti seorang yang berasal dari surabaya
berpergian ke sulawesi, selama ia disana ia boleh mengqasar shalatnya
dengan tidak menjama’nya sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi ketika
berada di Mina. Walaupun demikian boleh-boleh saja dia menjama’ dan
mengqasar shalatnya ketika ia musafir seperti yang dilakukan oleh Nabi
3
Ibnu Hazm, Kitab AL-Muhallajilid 5, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), hlm. 21

2
Shallalllahu ‘alaihiwasallam ketika berada di Tabuk. Tetapi ketika dalam
perjalanan lebih afdhal menjama’ dan mengqashar shalat, karena yang
demikian lebih ringan dan seperti yang dilakukan oleh Rasulullah shallahu
‘alaihi wasallam.

Namun demikian, para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan


jama’ dan qasar shalat ini. Dalam hal ini mazhab Hanafi tidak
membolehkn menjama’ shalat baik dalam perjalanan ataupun tidak,
kecuali dalam dua kasus yaitu pada hari arafah dan pada saat malam
muzdalifah dan berbagai kondisi tertentu. Sedangkan qasar shalat dalam
perjalanan menurut mazhab Hanafi merupakan azimah (keharusan
mutlak) yang tidak boleh ditinggalkan.4

Adapun menurut mazhab Syafi’I boleh menjama’ antara shalat


Dzuhur dan Ashar dan antara shalat Maghrib dan Isya, taqdim
(didahulukan) dan ta’khira (diakhirkan), disebabkan oleh halangan safar
dan hujan serta salju dalam kondisi tertentu, dan bagi mereka pelaksanaan
menjama’ shalat seharusnya tidak diperbolehkan dalam keadaan gelap,
berangin, takut atau sakit. Sementara qasar shalat menurut mazhab Syafi’I
adalah rukhsah, jika mau, dikerjakan qasar, dan kalau tidak, boleh
menyempurnakan shalat.5

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian shalat jama’ dan qasar
2. Syarat-syarat shalat jama’ dan qasar
3. Macam-macam shalat jama’ dan qasar

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian shalat jama’ dan qasar
2. Mengetahui syarat-syarat shalat jama’ dan qasar
3. Mengetahui macam-macam shalat jama’ dan qasar

4
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid Jilid 1&2, (Jakarta: Akbar Media Eka
Sarana, 2013), hlm.236
5
5Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: PT Lentera Basritama, 2005),
hlm. 145

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Shalat Jama’
1. Pengertian
Shalat jama’ artinya shalat yang dikumpulkan, maksudnya adalah
dua shalat fardhu yang dikerjakan dalam satu waktu.
Contoh : shalat Dzuhur dan shalat Ashar di laksanakan pada waktu
shalat Dzuhur atau pada waktu shalat Ashar.
2. Syarat-syarat shalat jama’
Perjalanan yang dilakukan itu bukan maksiat (terlarang) ada
kalanya perjalanan wajib pergi haji, perjalanan sunah seperti
silaturahmi atau mubah seperti pergi berniaga.
a) Perjalanan itu berjarak jauh, terhitung dari 80.640 km atau lebih
(sehari semalam perjalanan)
b) Shalat yang di jama’ adalah shalat ada’an bukan shalat qada’
c) Berniat
d) Dalam keadaan sakit atau ada halangan
e) Karena ada keperluan.
3. Macam-macam shalat jama’
a. Jama’ Taqdim
Ialah penggabungan shalat yang dilaksanakan pada
waktu shalat yang pertama, misalnya shalat Dzuhur dengan
shalat Ashar dikerjakan pada waktu shalat Dzuhur.
Niat shalat jama’ Taqdim :

‫أصلي فرض الظهر جمع تقديم بالعصر فرضا هلل تعالي‬


Artinya : “Aku berniat shalat Dzuhur empat rakaat jama’
dengan Ashar fardlu karena Allah Ta’ala.”6
b. Jama’ Takhir
Shalat jama’ yang dilaksanakan pada waktu shalat yang
terakhir, misalnya shalat Dzuhur dengan shalat Ashar
dilaksanakan pada saat waktu shalat Ashar.
Niat shalat jama’ Takhir :

‫أصلي فرض الظهر جمع تأخير بالعصر فرضا هلل تعالي‬


Artinya : “Aku berniat shalat ashar empat rakaat jama’ dengan
Dzuhur fardlu karena Allah Ta’ala.”7
6
KH.M.Syafi’I, Pedoman Ibadah, (Surabaya: “ARKOLA”), hlm.127
7
Ibid, hlm 127

4
Dalam pelaksanaan shalat jama’ taqdim atau jama’ takhir,
maka setelah shalat yang pertama langsung melaksanakan
shalat yang kedua, dan tidak memisahkan keduanya dalam
waktu yang cukup lama. Namun, menurut pendapat dari
sebagian ulama seperti Abu Sa’id Al-Isthakhri dan Ar-Rafi’I
(dari kalangan madzhab imam Syafi’i) boleh dalam jangka
waktu yang agak lama misalnya setelah shalat maghrib
berjamaah di mesjid, pulang dan shalat isya dirumah.

B. Shalat Qasar
1. Pengertian
Shalat qasar ialah shalat yang diringkas bilangin rakaatnya, yaitu
diantara shalat fardhu yang lima, seharusnya empat rakaat menjadi dua
rakaat.
Mengqasar shalat dapat dilakukan jika seseorang itu sedang dalam
udzhur. Pada dasarnya hukum shalat qasar ialah diperbolehkan atau
makruh, bahkan lebih baik jika seseorang itu sedang berada di
perjalanan serta memenuhi persyaratannya.
2. Syarat-syarat shalat qasar
a. Perjalanan dilakukan bukan jalan maksiat
b. Perjalanan itu berjarak jauh, sekurang-kurangnya 80,640 km atau
perjalanan sehari semalam
c. Dari syu’bah. Ia berkata, “saya telah bertanya kepada Anas tentang
mengqasar shalat. Jawabnya, “Rasulullah SAW. Apabila
menempuh jarak perjalanan tiga mil atau tiga fasakh, beliau shalat
dua rakaat.” (Riwayat Ahmad, Muslim dan Abu Dawud) shalat
yang diqasar itu adalah shalat adaan, bukan shalat qada
d. Berniat
e. Tidak boleh menjadi ma’mum kepada orang yang tidak
melaksanakan shalat qasar.
Dalam hal mengqasar shalat, berbeda-beda pendapat, yaitu :
Menurut ulama Syafi’iyah : mubah
Ulama Malikiyah : sunnah muakad
Ulama Hanafiyah : wajib
Demikian pula dalam hal batasan jarak perjalanannya, yaitu :
Imam Syafi’I dan Imam Maliki : 48 mil atau 2 marhalah

Imam Hanafi : paling sedikit 3 marhalah atau paling sedikit 24 fasakh.


(1 mil : 1847 Km, 1 Fasakh : 554 Km)

Contoh lafadz niat shalat qasar

ُّ ‫ض‬
‫الظه ِْر َر ْك َعتَي ِْن قَصْ رًا اَدَا ًء هَّلِل ِ تَ َعالَى‬ َ ُ‫ا‬
َ ْ‫صلِّى فَر‬

5
Artinya : “Aku berniat shalat Dzuhur dua rakaat dengan qasar fardlu
karena Allah Ta’ala.”

C. Shalat Jama’ Dan Qasar


Shalat jama’ dan qasar yaitu mengumpulkan sekaligus meringkas shalat.
Dalam hal ini boleh dikerjakan oleh musafir yang harus memenuhi ketentuannya
yaitu jika waktu shalat tiba tetapi masih dalam perjalanan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengerjakan shalat jama’ dan


qasar antara lain :

1. Jika shalat Dzuhur dan Ashar yang dijama’ qasar


a. Mengerjakan shalat sesuai dengan urutannya, yaitu dzuhur terlebih
dahulu sebanyak dua rakaat kemudian salam.
b. Setelah salam, berdiri lagi untuk shalat ashar, sebanyak dua rakaat.
c. Lafadz niat dalam shalat jama’ qasar

lafadz niat shalat dzuhur jama’ qasar yang dikerjakan pada waktu
dzuhur (jama’ taqdim)

lafadz niat shalat ashar jama’ qasar yang dikerjakan pada waktu
dzuhur (jama’ taqdim)

lafadz niat shalat dzuhur jama’ qasar yang dikerjakan pada waktu
ashar (jama’ takhir)

lafadz niat shalat ashar jama’ qasar yang dikerjakan pada waktu ashar
(jama’ takhir)

2. Jika shalat maghrib dan isya yang dijama’ qasar


a. Mengerjakan shalat sesuai dengan urutannya
b. Shalat maghrib tetap dikerjakan 3 rakaat
c. Shalat isya dikerjakan 2 rakaat
Lafadz niat dalam shalat jama qasar
Lafadz niat shalat maghrib jama’ qasar dikerjakan pada waktu
maghrib (jama’ taqdim)

6
lafadz niat shalat isya jama’ qasar dikerjakan pada waktu maghrib
(jama’ taqdim)
lafadz shalat maghrib jama’ qasar dikerjakan pada waktu isya (jama’
takhir)
lafadz sholat isya jama qasar dikerjakan pada waktu isya (jama’
takhir)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari paparan di atas kami dari kelompok 5 mengambil kesimpulan :

1. Shalat jama’ dan qashar adalah keringanan (rukhsah) yang


diberikan Allah kepada hambanya,yang harus diterima oleh umat muslim
sebagai shodaqah dari Allah SWT. Shalat yang dapat di jama’ adalah
semua shalat fardhu kecuali sholat subuh.Dan shalat yang dapat di qashar
adalah semua shalat fardhu yang empat rakaat yaitu shalat isya’, dhuhur
dan ashar.

2. Hal-hal yang membolehkan jama’ dan qashar ada beberapa hal,


yaitu : Safar(Bepergian), Hujan, Sakit, Keperluan (kepentingan)
Mendesak.

3. Dalam persoalan jarak safar, para ulama’ berbeda pendapat. Ada


ulama yang berpendapat jarak minimal 1 farsakh atau tiga mil, ada yang
minimal 3 farsakh, ada yang berpendapat safar minimalharus sehari-
semalam, bahkan ada yang berpendapat tidak ada jarak dan waktu yang
pasti karenasangat tergantung pada kondisi fisik, psikis serta keadaan
sosiologis dan lingkungan masyarakat.

7
DAFTAR PUSTAKA
Abbas Karaha, Shalat Menurut Empat Mazhab, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003),
hlm.11.

Muhibbuthabary, Fiqh Amal Islam Teoritis dan Praktis, (Bandung: Citapustaka


Media Perintis, 2012), hlm. 16.

Ibnu Hazm, Kitab AL-Muhallajilid 5, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), hlm. 21

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid Jilid 1&2, (Jakarta:


Akbar Media Eka Sarana, 2013), hlm.236

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: PT Lentera


Basritama, 2005), hlm. 145

KH.M.Syafi’I, Pedoman Ibadah, (Surabaya: “ARKOLA”), hlm.127

iii

You might also like