You are on page 1of 56

Presentasi Kasus Farmasi

SEORANG PRIA BERUSIA 47 TAHUN DENGAN HEMATEMESIS


VARICEAL DD NON VARICEAL DAN HIPOKALSEMIA

DISUSUN OLEH:

Hanif Omar Faried G992008031

PERIODE:
11-24 Januari 2021

PEMBIMBING:
Siti Ma’rufah, M.Sc., Apt.

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET RUMAH
SAKIT UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Hematemesis variceal disebabkan oleh pendarahan pada varises pada
esofagus atau gaster. Perdarahan varises memiliki angka kematian 10% sampai
20% dalam 6 minggu setelah kejadian bila tidak ditangani. Hipokalsemia
didefinisikan sebagai konsentrasi kalsium serum total <8,8 mg / dL (<2,20 mmol /
L) di dalam konsentrasi protein plasma normal atau sebagai konsentrasi kalsium
serum terionisasi <4,7 mg/dL (<1,1 mmol / L). (Attia & Meseeha, 2020; Suneja,
2019).
Gangguan pada hepar seperti hepatitis, sirosis, pelemakan dapat
menyebabkan peningkatan tekanan pada vena portal menyebabkan darah
terdorong menjauh dari hepar ke pembuluh darah yang lebih kecil, yang tidak
mampu menangani peningkatan jumlah darah. Hal ini menyebabkan
perkembangan vena (varises) yang besar dan membengkak di dalam esofagus,
gaster, rektum, dan area pusar. Pasien dengan gangguan hepar dapat mengalami
penurunan fungsi sintesis hepar sehingga salah satunya menyebabkan defisiensi
vitamin D, defisiensi vitamin D ini dapat menyebabkan hipokalsemia (Attia &
Meseeha, 2020; Suneja, 2019).
Varises esophagus dan gaster biasanya tidak menimbulkan tanda dan
gejala terutama bila varicesnya berukuran kecil, kecuali jika berdarah.
Hipokalsemia yang tidak tertangani dapat menyebabkan sinkop, gagal jantung
kronis (CHF), dan angina karena beberapa efek kardiovaskular. Selain itu dapat
terjadi gejala neuromuskuler, neurologis dan dermatologis. Baik hematemesis
variceal maupun hipokalsemia bila tidak ditangani dapat berujung kepada
kematian (Attia & Meseeha, 2020; Suneja, 2019)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Hematemesis
1. Definisi
Hematemesis secara sederhana didefinisikan sebagai "muntah
darah". Ini disebabkan oleh pendarahan dari bagian atas saluran cerna.
Hematemesis variceal sendiri disebabkan oleh pendarahan pada varises
pada esofagus atau gaster (Attia & Meseeha, 2020)
2. Epidemiologi
Saat diagnosis, 30% pasien sirosis memiliki varises yang
meningkat menjadi 90% dalam 10 tahun. Tingkat perdarahan varises
pertama selama 1 tahun adalah 5% untuk varises kecil, 15% untuk
varises besar. Perdarahan variceal ini lebih sering terjadi pada pria
daripada wanita. 50% pasien dengan varises esofagus akan mengalami
perdarahan di beberapa titik. Perdarahan varises memiliki angka
kematian 10% sampai 20% dalam 6 minggu setelah kejadian bila tidak
ditangani. Varises lambung lebih jarang berdarah daripada varises
esofagus dan menyebabkannya 10-30% dari semua perdarahan varises.
Namun, mereka cenderung mengalami pendarahan yang lebih parah
dengan kematian yang lebih tinggi. Sekitar 35-90% mengalami
perdarahan kembali setelah hemostasis spontan. Di Barat, dua
penyebab umum hipertensi portal adalah alkohol dan virus hepatitis.
Di Asia dan Afrika, penyebab paling umum dari hipertensi portal
termasuk schistosomiasis dan hepatitis B / C (Attia & Meseeha, 2020;
Wani et al., 2015).
3. Etiologi
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan di dalam vena
portal (vena yang membawa darah dari organ pencernaan ke hepar).
Penyebab peningkatan tekanan vena portal ini bermacam-macam,
contohnya (Attia & Meseeha, 2020; Wani et al., 2015) :
 Prehepatic : Obstruksi vena porta atau splenomegali masif

3
dengan peningkatan aliran darah vena lien
 Posthepatic : Gagal jantung sisi kanan yang parah, perikarditis
konstriktif, dan obstruksi vena hepatic
 Intrahepatic : Sirosis menyumbang sebagian besar kasus
hipertensi portal, perlemakan hepar, schistosomiasis, hepatitis.
Peningkatan tekanan pada vena portal ini menyebabkan darah
terdorong menjauh dari hepar ke pembuluh darah yang lebih kecil,
yang tidak mampu menangani peningkatan jumlah darah. Hal ini
menyebabkan perkembangan vena (varises) yang besar dan
membengkak di dalam esofagus, gaster, rektum, dan area pusar.
Varisesnya rapuh dan mudah pecah, menyebabkan banyak darah
keluar, sehingga bisa terjadi hematemesis (Attia & Meseeha, 2020;
Wani et al., 2015).
4. Patofisiologi
Hipertensi portal menyebabkan berkembangnya anastomosis
portocaval untuk dekompresi tekanan sirkulasi portal. Tekanan portal
normal adalah antara 5-10 mmHg tetapi dengan adanya obstruksi
portal, tekanan bisa setinggi 15-20 mmHg. Karena sistem vena portal
tidak memiliki katup, resistensi pada tingkat mana pun antara
pembuluh splenica dan sisi kanan jantung menyebabkan aliran mundur
dan tekanan tinggi. Kolateral perlahan membesar dan menghubungkan
sirkulasi sistemik ke sistem vena portal. Seiring waktu, hal ini
menyebabkan pleksus vena submukosa tersumbat dengan vena
melebar yang berliku-liku di esofagus distal atau gaster. Pecahnya
varises menyebabkan perdarahan yang bisa dikeluarkan melalui
hematemesis (Attia & Meseeha, 2020).
Peningkatan resistensi terhadap aliran portal pada tingkat
sinusoid hepatik disebabkan oleh (Attia & Meseeha, 2020) :
 Vasokonstriksi intrahepatik akibat penurunan produksi oksida
nitrat, dan peningkatan pelepasan endotelin-1 (ET-1),
angiotensinogen, dan eicosanoid
 Renovasi sinus yang mengganggu aliran darah.

4
 Peningkatan aliran portal disebabkan oleh sirkulasi
hiperdinamik akibat vasodilatasi arteri splanknikus melalui
mediator seperti oksida nitrat, prostasiklin, dan TNF.
Faktor risiko perdarahan varises (Attia & Meseeha, 2020).:
 Ukuran varices; semakin besar varices, semakin besar potensi
pecahnya
 Adanya tanda warna merah pada varises selama endoskopi juga
dikaitkan dengan potensi rupture
 Konsumsi alkohol aktif
 Tekanan vena portal tinggi
 Sirosis parah dan gagal hepar
5. Gejala Klinis
Varises esophagus dan gaster biasanya tidak menimbulkan tanda
dan gejala terutama bila varicesnya berukuran kecil, kecuali jika
berdarah. Tanda dan gejala perdarahan varises meliputi (Attia &
Meseeha, 2020) :
 Muntah darah dalam jumlah banyak yang berwarna merah
segar
 Kotoran berwarna hitam atau kemerahan, lengket atau berdarah
 Sakit kepala ringan
 Rasa lelah berkepanjangan
 Kulit tampak pucah
 Kehilangan kesadaran dalam kasus yang parah
 Nyeri pada abdomen atau tenggorokan
6. Klasifikasi
Untuk varises lambung terdapat klasifikasi (Wani et al., 2015) :
 Klasifikasi Sarin yaitu varises lambung dikategorikan menjadi
empat jenis berdasarkan hubungannya dengan varises
esofagus, serta berdasarkan lokasinya di perut :
- Gastroesophageal varix (GOV) type 1 : perpanjangan
varises esofagus sepanjang kurvatura minor

5
- Gastroesophageal varix type 2: perpanjangan dari varises
esofagus sepanjang kurva mayor
- Varix lambung terisolasi (IGV) tipe 1 : varices hanya
terdapat di gaster
- Varix lambung terisolasi 2: Varises terdapat di lambung
dan duodenum.
 Klasifikasi Hashizome, didasarkan pada temuan endoskopi
yang signifikan secara klinis, dan terutama dari sudut pandang
temuan yang terkait dengan risiko ruptur ringan, seperti dalam
klasifikasi varises esofagus. Dengan demikian, temuan
endoskopi GV diklasifikasikan menurut bentuk, lokasi, dan
warnanya. Berdasarkan bentuk varises lambung
diklasifikasikan menjadi tiga jenis:
- Berliku-liku
- Nodular
- Seperti tumor
Berdasarkan lokasi varises lambung dibagi menjadi 5 jenis :
- Anterior
- Posterior
- Kurvatura minor
- Kurvatura mayor
- Area fundus
Berdasarkan warna varises, dibagi menjadi 2 jenis :
- Kemerahan
- Pucat keputihan
7. Pemeriksaan
Tes laboratorium (Attia & Meseeha, 2020) :
 Hitung darah lengkap : Hemoglobin mungkin normal pada
perdarahan aktif dan mungkin membutuhkan enam sampai 24
jam untuk menyeimbangkan; Trombositopenia adalah
parameter darah laboratorium paling sensitif dan spesifik yang
berhubungan dengan hipertensi portal dan varises esofagus

6
besar.
 Peningkatan aspartate aminotransferase (AST), alanine
aminotransferase (ALT), alkaline phosphatase, bilirubin; PT
berkepanjangan, albumin rendah menunjukkan sirosis.
 Blood urea nitrogen sering meningkat pada pendarahan
gastrointestinal.
 Profil pembekuan darah
 Fungsi ginjal
 Tes serologi hepatitis
Pemeriksaan esophagogastroduodenoscopy (Attia & Meseeha, 2020) :
 Dapat mengidentifikasi varises perdarahan aktif serta varises
besar pada perdarahan baru
 Dapat digunakan untuk mengobati perdarahan dengan ligasi
pita esofagus, mencegah perdarahan kembali, mendeteksi
varises lambung, gastropati hipertensi portal, mendiagnosis
tempat perdarahan alternatif
 Dapat mengidentifikasi dan mengobati varises yang tidak
berdarah (vena submukosa yang menonjol di sepertiga distal
esofagus).
Pemeriksaan lain (Attia & Meseeha, 2020) :
 Elastografi transien untuk mengidentifikasi pasien penyakit
hepar kronis yang berisiko mengembangkan hipertensi portal
yang signifikan secara klinis
 Gradien tekanan vena hepar yang lebih besar dari 10 mmHg
adalah standar emas untuk mendiagnosis hipertensi portal yang
signifikan secara klinis (normal: 1 mmHg hingga 5 mmHg)
 Skrining endoskopi kapsul video dapat menjadi alternatif dari
endoskopi tradisional
 Sonografi Doppler : menunjukkan patensi, diameter, dan aliran
di portal dan vena limpa, sensitif untuk varises lambung.
 CT atau MRI-angiografi: dapat menunjukkan saluran vaskular
yang besar di perut, mediastinum; menunjukkan kepatenan

7
portal intrahepatik dan vena limpa
 Arteriografi seliaka fase vena: menunjukkan vena portal dan
kolateral; mendiagnosis oklusi vena hepar
 Pengukuran tekanan portal menggunakan kateter retrograde
pada vena hepatika.
 Ultrasonografi abdomen dapat mengungkapkan obstruksi bilier
(misalnya kanker)
8. Diagnosis Banding
Perdarahan gastrointestinal atas nonvariceal, didefinisikan sebagai
perdarahan proksimal ligamentum Treitz dengan tidak adanya varises
esofagus, lambung atau duodenum. Gambaran klinis bervariasi sesuai
dengan intensitas perdarahan dari perdarahan tersembunyi hingga
melena atau hematemesis dan syok hemoragik. Penyebab hematemesis
nonvariceal contohnya tukak lambung, lesi Mallory-Weiss, gastritis
erosif, refluks esofagitis, lesi Dieulafoy atau angiodisplasia (Biecker,
2015).
9. Tatalaksana
Hal terpenting dari penanganan hematemesis variceal adalah
mengobati penyebab hematemesisnya, contohnya sirosis.
Penanganan pendarahan aktif (Attia & Meseeha, 2020) :
 Akses intravena (IV), resusitasi hemodinamik
 Transfusi berlebihan meningkatkan tekanan portal dan
meningkatkan risiko perdarahan ulang
 Obati koagulopati jika perlu. Plasma beku segar dapat
meningkatkan volume darah dan meningkatkan risiko
perdarahan ulang
 Pantau status mental. Hindari sedasi, obat nefrotoksik, dan
beta-blocker secara akut.
 Oktreotida IV untuk menurunkan tekanan vena portal sebagai
adjuvan untuk penatalaksanaan endoskopi. Bolus IV 50
mikrogram diikuti dengan tetesan 50 mikrogram / jam.
 Terlipresin (alternatif): 2 mg setiap 4 jam IV selama 24 sampai

8
48 jam, lalu 1 mg tiap 4 jam.
 Erythromycin 250 mg IV 30 sampai 120 menit sebelum
endoskopi
 Endoskopi saluran pencernaan bagian atas yang mendesak
untuk diagnosis dan pengobatan
 Jika tidak ada kontraindikasi, mulai beta-blocker (nitrat adalah
alternatif)
Ligasi pita varises lebih disukai daripada skleroterapi untuk
varises yang berdarah dan untuk varises sedang hingga besar yang
tidak berdarah supaya mengurangi risiko perdarahan. Ligasi memiliki
tingkat perdarahan ulang yang lebih rendah, komplikasi yang lebih
sedikit, penghentian perdarahan yang lebih cepat dan tingkat eradikasi
varises yang lebih tinggi (Attia & Meseeha, 2020).
Jika pengobatan endoskopi gagal, pertimbangkan stent logam
esofagus yang dapat dibuka sendiri atau pemasangan tabung tipe
Sengstaken-Blakemore peroral hingga 24 jam untuk menstabilkan
pasien supaya bisa dilakukan transjugular intrahepatic portosystemic
shunt (TIPS) (Attia & Meseeha, 2020).
Sebanyak dua pertiga pasien dengan perdarahan varises
mengalami infeksi, paling sering peritonitis bakterial spontan, ISK,
atau pneumonia. Profilaksis antibiotik dengan norfloksasin oral 400
mg atau seftriakson, 1 g setiap 24 jam hingga satu minggu,
diindikasikan (Attia & Meseeha, 2020).
Dengan perdarahan aktif, hindari beta-blocker, yang
menurunkan tekanan darah dan menumpulkan peningkatan fisiologis
denyut jantung selama perdarahan akut (Attia & Meseeha, 2020).
Pencegahan kambuhnya perdarahan akut (Attia & Meseeha,
2020) :
 Vasokonstriktor: terlipressin, oktreotida (mengurangi tekanan
portal)
 Ligasi pita endoskopi (EBL): jika perdarahan berulang /
pengukuran tekanan portal menunjukkan tekanan portal tetap

9
lebih besar dari 12 mmHg
 TIPS: Terapi lini kedua jika metode di atas gagal; TIPS
menurunkan tekanan portal dengan menciptakan komunikasi
antara vena hepatik dan cabang vena portal intrahepatik.
Operasi / Prosedur Lain (Attia & Meseeha, 2020) :
 Transeksi esofagus: dalam kasus yang jarang terjadi,
perdarahan yang tidak terkendali dan berlebihan
 Transplantasi hati
 Portosystemic shunt
 Masuk rawat inap ke unit perawatan intensif untuk
menstabilkan perdarahan akut dan status hemodinamik,
endoskopi terapeutik.

Hipokalsemia
1. Definisi
Hipokalsemia didefinisikan sebagai konsentrasi kalsium serum
total <8,8 mg / dL (<2,20 mmol / L) di dalam konsentrasi protein
plasma normal atau sebagai konsentrasi kalsium serum terionisasi <4,7
mg/dL (<1,1 mmol / L). (Suneja, 2019).
2. Epidemiologi
Distribusi usia hipokalsemia bergantung pada gangguan yang
mendasarinya. Pada anak-anak, defisiensi nutrisi lebih sering terjadi;
pada orang dewasa, gagal ginjal mendominasi. Namun, pengenalan
prevalensi defisiensi vitamin D yang tinggi, terutama pada pasien usia
lanjut, dapat mengubah pemahaman tentang hipokalsemia pada
populasi umum. Berdasarkan etiologi, hipokalsemia paling sering
terjadi karena (Suneja, 2019):
 Gagal ginjal kronis atau akut
 Defisiensi vitamin D
 Defisiensi magnesium
 Pankreatitis akut
 Hipoparatiroidisme dan pseudohipoparatiroidisme

10
 Infus fosfat, sitrat, atau albumin bebas kalsium
3. Etiologi
a. Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia adalah penyebab tersering hipokalsemia.
Penyebabnya antara lain sirosis, nefrosis, malnutrisi, luka
bakar, penyakit kronis, dan sepsis. Pada pasien yang sakit kritis,
kadar kalsium yang rendah dapat disebabkan oleh
hipoalbuminemia, biasanya jarang ada signifikansi klinis
karena ion kalsium tidak terpengaruh (Suneja, 2019).
b. Hipomagnesemia
Hipomagnesemia berat dapat menyebabkan hipokalsemia
yang resisten terhadap pemberian kalsium dan vitamin D.
Penyebab umum hipomagnesemia adalah kehilangan
magnesium melalui ginjal (misalnya diuresis osmotik, obat-
obatan) atau saluran pencernaan (misalnya diare kronis,
pankreatitis parah, bypass) atau reseksi usus halus) (Suneja,
2019).
c. Hiperphospatemia
Hyperphosphatemia dapat dilihat pada penyakit kritis dan
pada pasien yang menelan enema yang mengandung fosfat.
Fosfat mengikat kalsium dengan kuat, sehingga dapat
menyebabkan hipokalsemia akut. (Suneja, 2019).
d. Efek medikasi
Pasien yang menerima agen kalsimetik cinacalcet untuk
membantu mengontrol hiperparatiroidisme sekunder pada gagal
ginjal dapat mengalami hipokalsemia sebagai akibat
penghambatan akut pelepasan PTH. (Suneja, 2019).
Hipokalsemia juga dapat terjadi pada pasien yang diobati
dengan beberapa obat kemoterapi. Misalnya, cisplatin dapat
menyebabkan hipokalsemia dengan menyebabkan
hipomagnesemia, dan terapi kombinasi dengan 5-fluorourasil
dan leucovorin dapat menyebabkan hipokalsemia ringan (65%

11
pasien dalam satu rangkaian), kemungkinan dengan
menurunkan produksi kalsitriol. (Suneja, 2019).
Hipokalsemia dapat terjadi akibat pengobatan
hiperkalsemia dengan bifosfonat, terutama asam zoledronat.
Pasien yang terpengaruh tampaknya tidak memiliki respons
PTH yang memadai untuk mempertahankan kadar kalsium
serum. (Suneja, 2019).
Hipokalsemia dan osteomalasia telah dijelaskan dengan
terapi jangka panjang dengan antikonvulsan (misalnya fenitoin,
fenobarbital). Mekanismenya berbeda menurut kelas
antikonvulsan; misalnya, fenitoin menginduksi enzim sitokrom
P450 dan meningkatkan katabolisme vitamin D (Suneja, 2019).
Foscarnet adalah obat yang digunakan untuk mengobati
cytomegalovirus refrakter dan infeksi herpes pada pasien yang
immunocompromised, foscarnet dapat menurunkan konsentrasi
kalsium terionisasi, sehingga berpotensi menyebabkan
hipokalsemia simtomatik. (Suneja, 2019).
e. Efek bedah
Paratiroidektomi dapat menyebabkan hipokalsemia
sementara akibat resistensi PTH organ akhir pada hari pertama
pasca operasi. Pankreatektomi mencegah penyerapan kalsium
di duodenum dan jejunum dengan menghilangkan enzim yang
diperlukan. Reseksi usus dapat menyebabkan hipokalsemia
dengan mengurangi permukaan yang tersedia untuk menyerap
asam lemak dan kalsium (Suneja, 2019).
f. Defiesiensi/resistensi hormon paratiroid
Hormon paratiroid (PTH), juga disebut parathormone,
adalah hormon yang disekresikan oleh kelenjar paratiroid yang
mengatur konsentrasi kalsium serum melalui pengaruhnya pada
tulang, ginjal, dan usus. Defisiensi/resistensi hormon ini dapat
menyebabkan hipokalsemia (Suneja, 2019).
g. Gangguan ginjal

12
Penyakit ginjal kronis menyebabkan penurunan konversi
25-hidroksivitamin D menjadi bentuk aktifnya 1,25-
dihidroksivitamin D, terutama bila laju filtrasi glomerulus
(GFR) turun di bawah 30 mL / menit. Hal ini menyebabkan
peningkatan PTH. Akhirnya, peningkatan penyerapan fosfor
dan kalsium dapat menyebabkan pengendapan mineral kalsium-
fosfor di jaringan lunak. Pada tahap awal gagal ginjal,
hipokalsemia dapat terjadi karena penurunan produksi kalsitriol
dan penurunan penyerapan kalsium di usus (Suneja, 2019).
h. Defisiensi/resistensi vitamin D
Vitamin D adalah kofaktor yang diperlukan untuk respons
normal terhadap PTH, kekurangan vitamin D membuat PTH
tidak efektif. Asupan nutrisi yang buruk, insufisiensi ginjal
kronis, atau berkurangnya paparan sinar matahari dapat
menyebabkan defisiensi vitamin D (Suneja, 2019).
i. Gangguan hepar
Penyakit hepar dengan penurunan fungsi sintesis dapat
menyebabkan defisiensi vitamin D dari beberapa sumber,
sebagai berikut: gangguan 25-hidroksilasi vitamin D,
penurunan garam empedu dengan malabsorpsi vitamin D,
penurunan sintesis protein pengikat vitamin D. Pasien dengan
sirosis dan osteomalasia memiliki kadar kalsitriol yang rendah
atau normal, menunjukkan bahwa faktor lain dapat
mengganggu fungsi vitamin D atau bersinergi dengan
malabsorpsi atau penurunan paparan sinar matahari. Pasien-
pasien ini membutuhkan pemberian kalsidiol atau kalsitriol
untuk pengobatan hipokalsemia (Suneja, 2019).
j. Pankreatitis akut
Pankreatitis dapat dikaitkan dengan tetani dan
hipokalsemia. Hal ini terutama disebabkan oleh pengendapan
sabun kalsium di rongga perut, tetapi pelepasan kalsitonin yang
distimulasi glukagon dan penurunan sekresi PTH mungkin

13
berperan. Ketika pankreas rusak, asam lemak bebas dihasilkan
oleh aksi lipase pankreas. Garam kalsium yang tidak dapat larut
terdapat di pankreas, dan asam lemak bebas dengan rajin
mengkelat garam, mengakibatkan pengendapan kalsium di
retroperitoneum. Selain itu, hipoalbuminemia mungkin
merupakan bagian dari gambaran klinis, mengakibatkan
penurunan kalsium serum total. Pada pasien dengan
penyalahgunaan alkohol yang terjadi secara bersamaan, asupan
kalsium dan vitamin D yang buruk, serta hipomagnesemia yang
menyertai, dapat menyebabkan pasien mengalami hipokalsemia
(Suneja, 2019).
4. Patofisiologi
Seseorang dengan berat 70 kg memiliki sekitar 1,2 kg kalsium
di dalam tubuhnya, lebih dari 99% di antaranya disimpan sebagai
hidroksiapatit di tulang. Kurang dari 1% (5-6 g) terletak di
kompartemen intraseluler dan ekstraseluler, dengan hanya 1,3 g
terletak di ekstraseluler. Konsentrasi kalsium total dalam plasma
adalah 4,5-5,1 mEq / L (9-10,2 mg / dL). Lima puluh persen kalsium
plasma terionisasi, 40% terikat pada protein (90% terikat pada
albumin), dan 10% bersirkulasi terikat pada anion (misal fosfat,
karbonat, sitrat, laktat, sulfat) (Suneja, 2019).
Pada pH plasma 7,4, setiap gram albumin mengikat 0,8 mg / dL
kalsium. Ikatan ini bergantung pada gugus karboksil albumin dan
sangat bergantung pada pH. Asidemia akut menurunkan ikatan
kalsium ke albumin, sedangkan alkalemia meningkatkan ikatan, yang
menurunkan kalsium terionisasi. Tanda dan gejala klinis diamati hanya
dengan penurunan konsentrasi kalsium terionisasi (biasanya 4,5-5,5
mg / dL) (Suneja, 2019).
Regulasi kalsium sangat penting untuk fungsi sel normal,
transmisi saraf, stabilitas membran, struktur tulang, koagulasi darah,
dan pensinyalan intraseluler. Fungsi penting dari kation divalen ini
terus dijelaskan, terutama pada cedera kepala / stroke dan gangguan

14
kardiopulmoner (Suneja, 2019).
Kalsium terionisasi adalah fraksi plasma yang diperlukan untuk
proses fisiologis normal. Dalam sistem neuromuskuler, kalsium
terionisasi memfasilitasi konduksi saraf, kontraksi otot, dan relaksasi
otot. Kalsium diperlukan untuk mineralisasi tulang dan merupakan
kofaktor penting untuk sekresi hormon dalam organ endokrin. Di
tingkat sel, kalsium merupakan pengatur penting transportasi ion dan
integritas membrane (Suneja, 2019).
Omset kalsium diperkirakan 10-20 mEq / hari. Sekitar 500 mg
kalsium dikeluarkan dari tulang setiap hari dan diganti dengan jumlah
yang sama. Biasanya, jumlah kalsium yang diserap oleh usus
disesuaikan dengan pengeluaran kalsium urin. Meskipun terjadi fluks
kalsium yang sangat besar ini, kadar kalsium terionisasi tetap stabil
karena kontrol yang ketat dipertahankan oleh hormon paratiroid
(PTH), vitamin D, dan kalsitonin melalui loop umpan balik yang
kompleks. Senyawa ini bekerja terutama di situs tulang, ginjal, dan GI.
Kadar kalsium juga dipengaruhi oleh magnesium dan fosfor (Suneja,
2019).
PTH merangsang reabsorpsi tulang osteoklastik dan reabsorpsi
kalsium tubulus distal dan memediasi penyerapan kalsium usus 1,25-
dihidroksivitamin D (1,25 [OH] 2 D). Vitamin D menstimulasi
penyerapan kalsium di usus, mengatur pelepasan PTH oleh sel-sel
utama, dan memediasi reabsorpsi tulang yang dirangsang oleh PTH.
Kalsitonin menurunkan kalsium dengan menargetkan kehilangan
tulang, ginjal, dan GI (Suneja, 2019).
Kelenjar paratiroid memiliki kepekaan yang luar biasa terhadap
perubahan kalsium serum terionisasi. Perubahan ini dikenali oleh
reseptor penginderaan kalsium (CaSR), reseptor 7-transmembran yang
terkait dengan G-protein dengan daerah terminal amino ekstraseluler
yang besar. Pengikatan kalsium ke CaSR menginduksi aktivasi
fosfolipase C dan penghambatan sekresi PTH. Di sisi lain, sedikit
penurunan kalsium merangsang sel-sel utama kelenjar paratiroid untuk

15
mengeluarkan PTH (Suneja, 2019).
CaSR sangat penting dalam sekresi PTH. Hilangnya fungsi
CaSR menyebabkan keadaan patologis, seperti hiperkalsemia
hipokalsemia familial dan hiperparatiroidisme berat neonatal. Pada
gagal ginjal, agonis CaSR menekan perkembangan hiperparatiroidisme
dan pertumbuhan kelenjar paratiroid (Suneja, 2019).
Homeostasis dipertahankan oleh gradien ekstraseluler-ke-
intraseluler, yang sebagian besar disebabkan oleh fosfat berenergi
tinggi yang melimpah secara intraseluler. Kalsium intraseluler
mengatur sistem pembawa pesan yang dimediasi adenosin monofosfat
siklik (cAMP) dan sebagian besar fungsi organel sel. Tingkat kontrol
pompa ion. Kadar kalsium ekstraseluler dipertahankan pada 8,7-10,4
mg / dL. Variasi tergantung pada pH serum, protein dan kadar anion,
serta fungsi hormon pengatur kalsium (Suneja, 2019).
Pasien dengan penurunan kalsium serum total mungkin tidak
mengalami hipokalsemia yang "benar", yang didefinisikan sebagai
penurunan kalsium terionisasi. Penurunan kalsium serum total dapat
terjadi akibat penurunan albumin akibat penyakit hati, sindrom
nefrotik, atau malnutrisi (Suneja, 2019).
Hipokalsemia menyebabkan iritabilitas neuromuskuler dan
tetani. Alkalemia menyebabkan tetani karena penurunan kalsium
terionisasi, sedangkan asidemia bersifat protektif. Patofisiologi ini
penting pada pasien gagal ginjal yang mengalami hipokalsemia karena
koreksi asidemia yang cepat atau perkembangan alkalemia dapat
memicu tetani (Suneja, 2019).
5. Gejala klinis
Hipokalsemia akut dapat menyebabkan sinkop, gagal jantung
kronis (CHF), dan angina karena beberapa efek kardiovaskular. Gejala
neuromuskuler dan neurologis juga dapat terjadi. Gejala
neuromuskuler meliputi (Suneja, 2019).:
- Mati rasa dan kesemutan di daerah perioral atau di jari tangan dan
kaki

16
- Kram otot, terutama di punggung dan ekstremitas bawah; dapat
berkembang menjadi kejang otot (yaitu, tetani)
- Mengi; dapat berkembang dari bronkospasme
- Disfagia
- Perubahan suara (karena spasme laring)
Gejala neurologis hipokalsemia meliputi (Suneja, 2019).:
- Iritabilitas, gangguan kapasitas intelektual, depresi, dan perubahan
kepribadian
- Kelelahan
- Kejang (mis. Grand mal, petit mal, focal)
- Gerakan tak terkendali lainnya
Hipokalsemia kronis dapat menyebabkan manifestasi dermatologis
berikut (Suneja, 2019) :
- Rambut Kasar
- Kuku rapuh
- Psoriasis
- Kulit kering
- Pruritus kronis
6. Pemeriksaan
Pasien dengan gejala klinis klasik hipokalsemia akut memerlukan
resusitasi dan evaluasi segera. Namun, kebanyakan kasus hipokalsemia
ditemukan dengan kecurigaan klinis dan pengujian laboratorium yang
sesuai. Albumin, pemeriksaan fungsi hati, dan parameter koagulasi
harus diperoleh untuk menilai disfungsi hati dan hipoalbuminemia.
Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum harus diukur, karena
peningkatan kadar dapat mengindikasikan disfungsi ginjal (Suneja,
2019).
Pada pasien dengan hipokalsemia, pengukuran albumin serum
penting untuk membedakan hipokalsemia yang sebenarnya, yang
melibatkan pengurangan kalsium serum terionisasi, dari hipokalsemia
buatan, yang berarti penurunan kalsium total, tetapi tidak terionisasi.
Untuk mengoreksi hipoalbuminemia, tambahkan 0,8 mg / dL ke

17
kalsium serum total untuk setiap penurunan albumin 1,0 g / dL di
bawah 4,0 g / dL (Suneja, 2019).
Kadar hormon paratiroid (PTH) harus diperiksa sedini mungkin.
Vitamin D harus diukur jika diduga ada defisiensi. Pada pasien dengan
defisiensi PTH, kadar alkali fosfatase cenderung normal atau sedikit
menurun, sedangkan kadar ini sering meningkat pada pasien
osteomalasia dan rakhitis. Jika diagnosis osteomalacia dicurigai, biopsi
tulang dapat menentukan diagnosis akhir (Suneja, 2019).
Elektrokardiogram (EKG) diindikasikan. Studi pencitraan mungkin
termasuk radiografi polos atau pemindaian tomografi terkomputerisasi
(CT). Pada radiografi, kelainan yang terkait dengan rakhitis atau
osteomalasia muncul dengan zona Looser patognomonik, yang lebih
baik diamati pada ramus pubis, tulang femoralis bagian atas, dan
tulang rusuk. Radiografi juga akan mengungkap metastasis osteoblas
dari tumor tertentu (misalnya payudara, prostat, paru-paru), yang dapat
menyebabkan hipokalsemia. CT scan kepala dapat menunjukkan
kalsifikasi ganglia basal dan gejala neurologis ekstrapiramidal (pada
hipoparatiroidisme idiopatik) (Suneja, 2019).
7. Tatalaksana
Pengobatan hipokalsemia bergantung pada penyebab, tingkat
keparahan, adanya gejala, dan seberapa cepat hipokalsemia
berkembang. Hipokalsemia umumnya terjadi akibat proses penyakit
lain. Kesadaran tentang penyakit penyebab hipokalsemia penting
dilakukan agar penyebabnya dapat diidentifikasi dan ditangani secara
dini. Kebanyakan keadaan darurat hipokalsemik ringan dan hanya
membutuhkan perawatan suportif dan evaluasi laboratorium lebih
lanjut. Kadang-kadang, hipokalsemia berat dapat menyebabkan kejang,
tetani, hipotensi refrakter, atau aritmia yang memerlukan pendekatan
yang lebih agresif. Di unit gawat darurat, magnesium dan kalsium
(dalam berbagai bentuknya) adalah satu-satunya obat yang diperlukan
untuk menangani keadaan darurat hipokalsemik. Konsultan ahli
endokrinologi dapat memilih untuk meresepkan salah satu dari

18
berbagai suplemen vitamin D tergantung pada hasil pemeriksaan
laboratorium, dan suplementasi kalsium oral untuk terapi rawat jalan
(Suneja, 2019).
Pada pasien hipokalsemia ringan yang gejalanya tidak
mengancam jiwa, pastikan hipokalsemia terionisasi dan periksa tes
laboratorium terkait lainnya. Jika penyebabnya tidak jelas, kirim
sampel darah untuk mengetahui kadar PTH. Tergantung pada tingkat
PTH, ahli endokrinologi dapat melakukan pemeriksaan laboratorium
lebih lanjut, terutama evaluasi kadar vitamin D. Pengisian kalsium oral
dapat diindikasikan untuk pengobatan rawat jalan; pasien yang
membutuhkan pengisian intravena (IV) harus dirawat. Dosis unsur
kalsium yang dianjurkan pada orang dewasa sehat adalah 1-3 g / hari.
(Suneja, 2019).
Pada pasien dengan hipokalsemia berat, Pengobatan suportif
(yaitu, penggantian cairan IV, oksigen, pemantauan) sering diperlukan
sebelum pengobatan langsung untuk hipokalsemia. Ketahuilah bahwa
hipokalsemia berat sering kali dikaitkan dengan kondisi yang
mengancam jiwa. Periksa kalsium terionisasi dan tes laboratorium
terkait lainnya. Penggantian IV dianjurkan pada hipokalsemia
bergejala atau berat dengan aritmia jantung atau tetani. Dosis 100-300
mg kalsium dalam 50-100 mL 5% dekstrosa dalam air (D5W) harus
diberikan 5-10 menit. Dosis ini meningkatkan tingkat terionisasi
menjadi 0,5-1,5 mmol dan harus bertahan 1-2 jam. Perhatian harus
digunakan saat memberikan kalsium klorida secara intravena. Larutan
kalsium klorida 10% menghasilkan jumlah kalsium yang lebih tinggi
dan menguntungkan bila diperlukan koreksi yang cepat, tetapi harus
diberikan melalui akses vena sentral. Tetesan infus kalsium harus
dimulai pada 0,5 mg / kg / jam dan ditingkatkan menjadi 2 mg / kg /
jam sesuai kebutuhan, dengan jalur arteri dipasang untuk pengukuran
kalsium terionisasi yang sering. Ukur kalsium serum setiap 4-6 jam
untuk mempertahankan kadar kalsium serum pada 8-9 mg / dL. Jika
albumin rendah juga ada, kalsium terionisasi harus dipantau. Akui

19
pasien untuk evaluasi dan observasi lebih lanjut. Pasien dengan aritmia
jantung atau pasien yang menjalani terapi digoksin memerlukan
pemantauan elektrokardiografi (EKG) berkelanjutan selama
penggantian kalsium karena kalsium mempotensiasi toksisitas digitalis.
Identifikasi dan obati penyebab hipokalsemia dan kurangi infus.
Mulailah pengobatan kalsium dan vitamin D oral sejak dini. Pasien
dengan penyakit tulang lapar pasca paratiroidektomi, terutama pasien
dengan osteitis fibrosa cystica, dapat mengalami gambaran
hipokalsemia yang dramatis. Perawatan dengan kalsium dan vitamin D
selama 1-2 hari sebelum operasi paratiroid dapat membantu mencegah
perkembangan hipokalsemia yang parah (Suneja, 2019).
Pengobatan hipokalsemia kronis tergantung pada penyebab
gangguan tersebut. Pasien dengan hipoparatiroidisme dan
pseudohipoparatiroidisme dapat ditangani awalnya dengan suplemen
kalsium oral. Efek hiperkalsemik dari diuretik tiazid mungkin
menawarkan beberapa manfaat tambahan. Pada pasien dengan
hipoparatiroidisme berat, pengobatan vitamin D mungkin diperlukan;
Namun, ingatlah bahwa defisiensi PTH mengganggu konversi vitamin
D menjadi kalsitriol. Oleh karena itu, pengobatan yang paling efisien
adalah penambahan 0,5-2 mcg kalsitriol atau 1-alfa-hidroksivitamin
D3. Paratiroidektomi (subtotal atau total) dapat diindikasikan pada
pasien tertentu dengan hiperparatiroidisme sekunder berat dan
osteodistrofi ginjal. Hormon paratiroid manusia rekombinan bisa
diindikasikan sebagai tambahan untuk kalsium dan vitamin D untuk
mengontrol hipokalsemia pada pasien dengan hipoparatiroidisme.
Meskipun sebagian besar pasien yang menjalani hemodialisis akan
mengalami hiperkalsemik, mereka yang telah menjalani
paratiroidektomi mungkin mengalami kesulitan yang cukup besar
dalam mempertahankan kadar kalsium yang sesuai. Tingkatan ini
dapat diatur dengan beberapa cara. Pertama, suplemen kalsium oral
harus disediakan. Mereka harus diberikan di antara waktu makan; jika
tidak, mereka terutama akan bertindak sebagai pengikat fosfat.

20
Vitamin D aktif (kalsitriol) meningkatkan penyerapan kalsium.
Akhirnya, kalsium dalam rendaman dialisat dapat ditingkatkan.
Kekurangan vitamin D nutrisi karena kurangnya paparan sinar
matahari atau asupan vitamin D oral yang buruk merespons
pengobatan dengan paparan sinar ultraviolet atau sinar matahari.
Rawat rakhitis nutrisi dengan vitamin D2. Sediaan kalsium oral yang
mengandung 1-2 g kalsium elemental per hari dapat mengobati pasien
yang kekurangan kalsium. Untuk bayi yang mendapat ASI, sesuaikan
dosisnya menjadi 30 mg / kg / hari. Calcitriol dapat digunakan, tetapi
memiliki kelemahan dari harga yang lebih tinggi dan kemungkinan
menghasilkan hipervitaminosis D dengan hiperkalsemia. Peningkatan
kalsium makanan hingga lebih dari 1 g / hari merupakan bagian
penting dari pengobatan hipokalsemia kronis, terutama pada kasus
defisiensi vitamin D. Pada pasien dengan hipokalsemia dan gagal
ginjal kronis, asupan makanan fosfat harus diturunkan menjadi 400-
800 mg / hari untuk mencegah hiperfosfatemia. Penderita hipokalsemia
kronis harus diberi edukasi tentang gejala awal hipokalsemia, seperti
parestesia dan kelemahan otot, sehingga dapat memperoleh perawatan
sebelum timbul gejala yang lebih parah (Suneja, 2019).

21
BAB III
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bapak S.
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Kartasura, Sukoharjo
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Masuk : 8 Januari 2021
No. RM : 0484xx

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Muntah darah sebelum masuk rumah sakit
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS dengan keluhan muntah darah segar dua kali
sejak siang hari, jumlah darah yang dimuntahkan pasien sekitar satu
gelas. Pasien juga merasa perutnya nyeri yang muncul secara akut.
Pasien mengaku tidak merasa mual, namun saat ini pasien mengalami
gastritis yang tidak diketahui sudah sejak kapan dimulai.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit serupa : diakui, sekitar 15 tahun lalu pernah
mengalami muntah darah yang
kemudian ditangani dan diendoskopi
di RSUD Banyudono
Riwayat penyakit gula : disangkal
Riwayat darah tinggi : diakui
Riwayat alergi : disangkal

22
Riwayat penyakit lain : gastritis
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat penyakit gula : disangkal
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat penyakit lain : disangkal
E. Riwayat Kebiasaan, Sosial, Ekonomi
Pasien merupakan seorang buruh. Kebiasaan makan diakui teratur
dengan menu bervariasi. Pasien dahulu memiliki riwayat minum
alkohol tapi sudah berhenti sejak 15 tahun lalu. Pasien memiliki riwayat
konsumsi rokok hingga saat ini sekitar setengah bungkus sehari.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan umum sakit sedang, compos mentis dengan GCS E4V5M6,
dan gizi kesan cukup.
B. Tanda Vital
Tekanan Darah : 135/80 mmHg
Nadi : 100x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36.6°C
SPO2 : 96%
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petekie (-), venektasi (-),
sipider naevi (-), striae (-).
D. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-), luka (-),
massa (-)
E. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya
langsung dan tidak langsung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm),

23
oedem palpebra (-/-), sekret (-/-).
F. Hidung
deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
G. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
H. Mulut
Bibir kering (-), pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah
simetris, lidah tremor (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi
berdarah (-).
I. Leher
Simetris, trakea di tengah, JVP tidak meningkat, kelenjar getah
bening tidak membesar, nyeri tenggorokan (+), benjolan (-)
J. Thorax
Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan dan kiri
simetris, retraksi (-).
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intenitas normal, reguler,
bising (-), murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)

24
K. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada, supel,
distended (-) , venektasi (-), sikatrik (-), stria (-), caput medusae (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak
teraba pembesaran
Perkusi : Timpani, pekak beralih (-)
Auskultasi : Peristaltik normal
L. Genitourinaria
Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)
M. Ekstremitas
Superior D/S: Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral hangat (+/+), ikterik (-/-)
, deformitas (-/-),
Inferior D/S: Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral dingin (-/-), ikterik (-/-),
deformitas (-/-),

Oedem Akral dingin


- - --
- - --

VI.

25
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah (8 Januari 2021)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 13.8 g/dl 12.1-17.6
Hematokrit 39.9 % 33 – 45
Leukosit 7.25 ribu/ul 4.5 – 11.0
Trombosit 150 ribu/ul 150 – 450
Eritrosit 4.86 juta/ul 3.9 – 5.3
MCV 82.1 fl 79 – 99
MCH 28.4 pg 27 – 31
MCHC 34.6 % 33.0 – 37.0
RDW 12.5 fl 11.6 – 14.6
MPV 10 fl 7.2 – 11.1
PDW 11.1 fl 7.2 – 11.1
Eosinofil 4.6 % 0.00 – 4.00
Basofil 1 % 0.00 – 2.00
Netrofil 52.5 % 55.00 – 80.00
Limfosit 33.2 % 22.00 – 44.00
Monosit 8.7 % 0.00 – 7.00
Absolute Limfosit 2380 /ul >1500
Count
HFLC 0.4 % 0 - 1.4
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu 146 mg/dl 70-140
Ureum 26 mg/dl 10-45
Kreatinin 0.79 mg/dl 0.5 – 1.1
SGOT 17 u/L 0-37
SGPT 25 u/L 8-40
Elektrolit
Natrium 143.09 mmol/L 135 –145
Kalium 3.97 mmol/L 3.3 – 5.5

26
Chlorida 106.35 mmol/L 96 – 106
Kalsium terionisasi 0.99 mmol/L 1.1 – 1.35
Antigen
HbsAg Nonreaktif - Nonreaktif
HCV Nonreaktif - Nonreaktif

B. EKG (9 Januari 2021)


Hasil pemeriksaan EKG normal sinus rhytm.
C. Rontgen Thorax PA (9 Januari 2021)
- Cor : tampak CTR<50%, bentuk dan letak normal, tidak ada
perbesaran
- Pulmo : corakan vaskuler normal, tidak tampak bercak di kedua
lapang paru, tidak tampak penebalan hilus, hemidiafragma kanan
setinggi costa 10 posterior, sinus kostofrenikus kanan kiri lancip.

VIII. RESUME
1. Resume anamnesis:
 Muntah darah 2 kali sejak siang hari SMRS
 Perut terasa nyeri akut
 Riwayat gastritis
 Riwayat muntah darah 15 tahun lalu
2. Resume pemeriksaan fisik:
 Tanda vital : tekanan darah 135/80 mmHg, nadi 100x/menit,
respirasi 20x/menit, suhu 36.6°C, SPO2 96%
 Nyeri tenggorokan, nyeri tekan epigastrium, ekstremitas superior
akral hangat (+/+)
3. Resume pemeriksaan penunjang: neutropenia, monositosis, eosinofilia,
hipokalsemia.
IX. DIAGNOSIS
 Hematemesis variceal DD nonvariceal
 Hipokalsmemia

27
X. PENATALAKSANAAN
Terapi nonmedikamentosa
Penggunaan nasogastric tube untuk suplai makanan
Terapi medikamentosa
1. Di IGD (8-1-2021)
 Injeksi omeprazole 80mg bolus 8mg/jam
 Injeksi ceftriaxone 2g/24 jam
 Injeksi ondansentron 8mg/12 jam
 Sucralfate sirup 4x C1
 Lactulax sirup 1x C1
2. Di Bangsal
DPH-1 (9-1-2021)
 Infus ringer laktat 20 tpm
 Injeksi ondasentron 8mg/8jam
 Injeksi ceftriaxone 2g/24 jam
 Injeksi ondasentron 8mg/12 jam
DPH-2 (10-1-2021)
 Infus ringer laktat 20 tpm
 Injeksi ondasentron 8mg/8jam
 Injeksi ceftriaxone 2g/24 jam
 Injeksi ondasentron 8mg/12 jam
DPH-3 (11-1-2021)
 Infus ringer laktat 20 tpm
 Injeksi ondasentron 8mg/8jam
 Injeksi ceftriaxone 2g/24 jam
 Injeksi ondasentron 8mg/12 jam
DPH-4 (12-1-2021)
 Infus ringer laktat 20 tpm
 Injeksi ondasentron 8mg/8jam
 Injeksi ceftriaxone 2g/24 jam
 Injeksi ondasentron 8mg/12 jam

28
Penulisan resep
RS UNS Surakarta
8 Januari 2020
Dokter : dr. C Sp.PD, M.Kes
R/ Omeprazole inj. mg 8 No VIII
Ceftriaxone inj. g 2 No. I
Ondansentron inj. mg 8 No. II
Nacl inf. ml100 fl No. I
Cum IV cateter No. 20 No.I
IV 3000 No.I
Threeway No.I
Infus set No.I
S i.m.m. IV NaCl ml 100
R / Lactulax syrup ml 60 fl No I
S 1dd C.orig 1
R / Sucralfate syrup ml 100 fl No I
S 4 dd C.orig 1 a.c.

Pro : Tn. S (47 tahun)


Alamat: Surakarta

29
RS UNS Surakarta
9-12 Januari 2020
Dokter : dr. C Sp.PD, M.Kes
R/ Ringer laktat inf. ml 500 fl No. I
Cum IV cateter No. 20 No.I
IV 3000 No.I
Threeway No.I
Infus set No.I
S i.m.m. IV 20 tpm
R / Omeprazole Inj. mg 8 No III
Adde aqua pro injeksi cc 25
Cum spuit cc 5 No. III
S i.m.m. IV 8mg/ 8jam
R / Ceftriaxone Inj. g 2 No I
Adde aqua pro injeksi cc 25
Cum spuit cc 5 No. I
S i.m.m. IV 2g/ 24 jam
R / Ondansentron Inj. mg 8 No II
Adde aqua pro injeksi cc 25
Cum spuit cc 5 No. II
S i.m.m. IV 8mg/ 12 jam

Pro : Tn. S (47 tahun)


Alamat: Surakarta

XI. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : dubia ad bonam

30
Ad fungsionam: dubia ad bonam

31
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Omeprazole
Omeprazole adalah proton-pump inhibitor yang biasa digunakan
untuk mengobati gangguan terkait asam lambung. Contohnya penyakit
gastroesophageal reflux (GERD), penyakit tukak lambung, dan penyakit
lain yang ditandai dengan sekresi asam lambung berlebihan. Obat ini
merupakan lini pertama yang berguna di kelasnya, dan penggunaannya
bisa diikuti dengan formulasi banyak obat proton-pump inhibitor lainnya.
Omeprazole umumnya efektif dan dapat ditoleransi dengan baik,
sehingga penggunaannya populer pada anak-anak dan orang dewasa
(Drugbank, 2021).
Farmakodinamik
Sekresi asam klorida (HCl) ke dalam lumen lambung adalah proses
yang diatur terutama oleh H (+) / K (+) ATPase dari proton-pump, yang
diekspresikan dalam jumlah tinggi oleh sel parietal lambung. ATPase
adalah enzim pada membran sel parietal yang memfasilitasi pertukaran
hidrogen dan kalium melalui sel, yang biasanya menghasilkan ekstrusi
kalium dan pembentukan HCl (asam lambung). Omeprazol adalah
senyawa antisekresi turunan benzimidazol, yang dapat menghentikan
sekresi asam lambung dengan penghambatan selektif sistem enzim H + /
K + ATPase. proton-pump inhibitor seperti omeprazole mengikat residu
sistein secara kovalen melalui jembatan disulfida pada subunit alfa
proton-pump H + / K + ATPase, sehingga menghambat sekresi asam
lambung hingga 36 jam. Efek antisekresi ini terkait dengan dosis dan
mengarah pada penghambatan sekresi asam basal dan terstimulasi,
terlepas dari stimulus (Drugbank, 2021).
1. Efek pada sekresi asam lambung
Obat ini menurunkan sekresi asam lambung. Setelah pemberian
oral, timbulnya efek antisekresi dari omeprazole biasanya dicapai
dalam satu jam, dengan efek maksimum terjadi dalam 2 jam setelah
pemberian. Efek penghambatan omeprazole pada sekresi asam

32
meningkat dengan dosis berulang sekali sehari dan mencapai titik
stabil setelah empat hari (Drugbank, 2021).
2. Efek pada serum gastrin
Kadar serum gastrin meningkat selama 1-2 minggu pertama
pemberian dosis terapeutik omeprazol setiap hari. Ini terjadi secara
paralel dengan penghambatan sekresi asam. Tidak ada peningkatan
lebih lanjut dalam serum gastrin yang terjadi dengan pemberian
omeprazol yang berkelanjutan. Peningkatan gastrin menyebabkan
hiperplasia sel mirip enterochromaffin dan peningkatan kadar
Chromogranin A (CgA) serum. (Drugbank, 2021).
3. Mekanisme eradikasi Helicobacter pylori
Penyakit tukak lambung sering dikaitkan dengan infeksi bakteri
Helicobacter pylori. Pengobatan infeksi H. pylori contohnya
penggunaan omeprazole atau proton-pump inhibitor lainnya. H.
pylori bereplikasi paling efektif pada pH netral. Penghambatan asam
dalam terapi pemberantasan H. pylori, termasuk proton-pump
inhibitor seperti omeprazole, meningkatkan pH lambung, sehingga
menghambat pertumbuhan H. pylori. Selain itu, diyakini bahwa
proton-pump inhibitor menghambat enzim urease, yang
meningkatkan patogenesis H. pylori dalam kondisi yang berhubungan
dengan asam lambung (Drugbank, 2021).
Farmakokinetik
1. Absorpsi
Kapsul retard pada omeprazol mengandung formulasi butiran
berlapis enterik (karena omeprazol bersifat labil-asam), sehingga
penyerapan omeprazol dimulai hanya setelah butiran keluar dari
lambung. Penyerapan omeprazol terjadi dengan cepat, dengan
konsentrasi omeprazol plasma puncak dicapai dalam 0,5-3,5 jam.
Bioavaibilitas absolut (dibandingkan dengan pemberian intravena)
kira-kira 30-40% pada dosis 20-40 mg, sebagian besar karena
metabolisme pra-sistemik. Bioavaibilitas omeprazol sedikit
meningkat setelah pemberian berulang kali dari kapsul retard

33
(Drugbank, 2021).
2. Distribusi
Omeprazol sekitar 95% berikatan dengan protein plasma saat
didistribusi pada tubuh manusia (Drugbank, 2021).
3. Metabolisme
Omeprazole terutama dimetabolisme di hati oleh sistem enzim
sitokrom P450 (CYP). Bagian utama dari metabolismenya
bergantung pada CYP2C19 yang diekspresikan secara polimorfik,
kemudian bertanggung jawab dalam pembentukan
hidroksiomeprazol, metabolit utama yang ditemukan dalam plasma.
Bagian yang tersisa bergantung pada CYP3A4, yang bertanggung
jawab untuk pembentukan sulphone omeprazol (Drugbank, 2021).
4. Ekskresi
Sebagian besar dosis omeprazol (sekitar 77%) diekskresi melalui
urin sebagai setidaknya enam metabolit yang berbeda. Sisa dosis
diekskresikan melalui tinja. Hal ini menunjukkan ekskresi metabolit
omeprazol yang signifikan dari bilier. (Drugbank, 2021).
Bentuk Sediaan
Bentuk sediaan omeprazol yang tersedia di Indonesia adalah (MIMS,
2021) :
 Injeksi serbuk IV 40mg, 60mg,
 Kapsul 10mg, 20mg, 40mg, 60mg.
 Kapsul retard 10mg, 20mg, 40mg.
Cara Penggunaan
Cara penggunaan omeprazol antara lain adalah (MIMS, 2021) :
 Kapsul dikonsumsi sebelum makan
 Kapsul retard dikonsumsi saat perut kosong, sekitar sejam sebelum
makan, ditelan utuh.
 Injeksi serbuk IV melalui infus 100ml dextrose 5% atau NaCl
0,9%, bisa digunakan apabila pasien tidak bisa mengkonsumsi obat
oral, misal tidak sadarkan diri.

34
Indikasi
Indikasi penggunaan omeprazol adalah (Drugbank, 2021) :
 Pengobatan ulkus duodenum aktif pada orang dewasa
 Pemberantasan Helicobacter pylori untuk mengurangi risiko
kekambuhan ulkus duodenum pada orang dewasa
 Pengobatan tukak lambung jinak aktif pada orang dewasa
 Pengobatan penyakit refluks gastroesofagus simtomatik (GERD)
pada pasien berusia 1 tahun ke atas
 Pengobatan esofagitis erosif (EE) karena GERD yang dimediasi
asam pada pasien usia 1 bulan ke atas
 Pemeliharaan penyembuhan EE karena GERD yang dimediasi
asam pada pasien berusia 1 tahun ke atas
 Kondisi hipersekresi patologis pada orang dewasa seperti sindroma
Zollinger-Ellison
Kontraindikasi
 Alergi
 Penggunaan bersama dengan nelfinavir
Efek Samping
Gejala efek samping termasuk kebingungan, rasa kantuk,
penglihatan kabur, takikardia, mual, diaphoresis, flushing, sakit kepala,
dan mulut kering (Drugbank, 2021).
Dosis
Dosis penggunaan omeprazole (MIMS, 2021) :
 GERD : Dewasa infus IV 40 mg selama 20-30 menit perhari, bila
bisa oral menggunakan kapsul 20mg 1x1 selama 4 minggu. Pada
kasus parah menggunakan kapsul 40mg 1x1 selama 8 minggu.
Dosis anak-anak >1 tahun 10-20 kg 10mg 1x1 4-8 minggu, >2
tahun >20 kg 20mg 1x1 4-8 minggu.
 Tukak lambung : Dewasa infus IV 40 mg selama 20-30 menit
perhari, bila bisa oral menggunakan kapsul 20mg/40mg 1x1 selama
8 minggu.
 Sindroma Zollinger-Ellison : Dosis dewasa awalnya, 60 mg / hari,

35
sesuaikan sesuai kebutuhan. Dosis biasa: 20-120 mg sehari. Dosis>
80 mg harus diberikan dlm 2 dosis terbagi. Bila tidak bisa oral,
mala infus IV 60 mg selama 20-30 menit perhari.
 Ulkus duodenum : Dewasa infus IV 40 mg selama 20-30 menit
perhari, bila bisa oral menggunakan kapsul 20mg/40mg 1x1 selama
4 minggu.
 Infeksi H. pylori : Dewasa infus IV 40 mg selama 20-30 menit
perhari, bila bisa oral menggunakan kapsul 20mg 2x1 atau 40mg
1x1 selama 1 minggu yang dikombinasikan dengan amoxicillin
atau metronidazole. Anak-anak >4 tahun 15-30 kg 10mg 2x1. >40
kg 20 mg 2x1 selama seminggu, dosis dikombinasikan dengan
amoxiclin atau metronidazole.
 Ulserasi karena NSAID : dewasa oral 20mg kapsul perhari hingga
8 minggu atau bila tidak bisa oral, infus IV 40 mg selama 20-30
menit perhari.

B. Sucralfate
Sucralfate merupakan obat yang banyak digunakan untuk
mencegah dan mengobati sejumlah penyakit pada saluran cerna seperti
ulkus duodenum, gastroesophageal reflux disease (GERD), gastritis,
penyakit tukak lambung, tukak stres. Obat ini dianggap sebagai agen
sitoprotektif yang berfungsi melindungi sel-sel di saluran pencernaan dari
kerusakan yang disebabkan oleh agen-agen seperti asam lambung, garam
empedu, alkohol, dan asam asetilsalisilat (aspirin), di antara zat-zat
lainnya (Drugsbank, 2021).
Farmakodinamik
Obat ini membantu penyembuhan tukak duodenum, meredakan
peradangan yang menyakitkan dengan menciptakan pelindung mekanis
antara mukosa saluran pencernaan dan zat yang merusak. Selain itu,
sukralfat bertindak meningkatkan kadar faktor pertumbuhan secara lokal,
dan juga menyebabkan peningkatan prostaglandin yang penting dalam
penyembuhan mukosa saluran cerna (Drugsbank, 2021).

36
Mekanisme kerja obat ini dalam penyembuhan ulkus duodenum
belum sepenuhnya diketahui. Ada bukti bahwa sukralfat bekerja secara
lokal untuk membantu penyembuhan jaringan, dan tidak secara sistemik.
Studi pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa sukralfat membentuk
kompleks yang mengikat eksudat kaya protein yang ditemukan di
permukaan ulkus. Kompleks ini mengikat albumin dan fibrinogen serta
mencegah lisis gumpalan darah oleh asam lambung. Sukralfat
meningkatkan tingkat faktor pertumbuhan jaringan fibroblast dan faktor
pertumbuhan epidermis, yang mengarah ke peningkatan prostaglandin di
lapisan saluran pencernaan, sehingga mendorong penyembuhan tukak
gastrointestinal. Dalam pengaturan laboratorium, lapisan sukralfat-
albumin memberikan penghalang masuknya ion hidrogen, yang
merupakan komponen asam lambung. Pada manusia, sukralfat yang
diberikan pada dosis terapeutik untuk tukak dapat menurunkan aktivitas
pepsin dalam cairan lambung sebesar 32%. Pepsin telah terbukti dapat
merusak jaringan, memperburuk peradangan lesi ulkus. Garam empedu
telah menyebabkan cedera mukosa pada saluran pencernaan. Sukralfat
juga telah terbukti menyerap garam empedu di laboratorium, yang
selanjutnya dapat berkontribusi pada efek menguntungkannya dalam
penyembuhan ulkus (Drugsbank, 2021).
Farmakokinetik
1. Absorbsi
Obat ini diserap dari saluran gastrointestinal dalam jumlah yang
sangat minimal. Obat ini mengandung aluminium dan setelah
pemberian 1 g sukralfat 4 kali sehari, sekitar 0,001% sampai 0,017%
kandungan aluminium ini diserap pada pasien dengan fungsi ginjal
normal. Jumlah ini meningkat pada mereka yang mengalami gangguan
fungsi ginjal (Drugsbank, 2021).
2. Distribusi
Obat ini diserap dalam jumlah yang sangat kecil, dan biasanya
terlokalisasi pada lesi gastrointestinal yang meradang. Sucralfate yang
terabsorbsi akan terikat pada protein plasma, terutama albumin dan

37
transferin (Drugsbank, 2021).
3. Metabolisme
Obat ini diserap dalam jumlah yang sangat kecil dan tidak
dimetabolisme secara signifikan (Drugsbank, 2021).
4. Ekskresi
Sucralfate yang diserap diekskresikan terutama melalui urin dalam
waktu 48 jam, obat yang tidak terserap diekskresikan melalui tinja
(Drugsbank, 2021).
Bentuk Sediaan
Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 500mg, 1g dan suspensi
1g/10ml.
Cara Penggunaan
Obat ini dikonsumsi secara oral, sebaiknya diminum saat perut
kosong sektiar 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan (MIMS, 2021).
Indikasi
Suspensi dan tablet sukralfat digunakan untuk pengobatan ulkus
duodenum aktif hingga 8 minggu. Bentuk tablet dapat digunakan dengan
dosis yang lebih rendah pada tukak duodenum, untuk tujuan
mempertahankan penyembuhan dan mencegah kekambuhan. Sucralfate
juga digunakan dalam pencegahan dan / atau pengobatan penyakit gastro-
esophageal reflux (GERD), gastritis, tukak lambung, tukak stres, selain
dispepsia (Drugsbank, 2021).
Kontraindikasi
 Reaksi hipersensitivitas terhadap sucralfate.
 Gagal ginjal parah
 DM tidak terkontrol dengan hiperglikemi
 Refleks menelan terganggu
Efek Samping
Saraf: Sakit kepala, pusing, mengantuk, susah tidur, vertigo; GI: Sembelit,
diare, mual, muntah, perut kembung, gangguan pencernaan,
ketidaknyamanan lambung, mulut kering; Muskuloskeletal: Nyeri
punggung; Dermatologis: Pruritus, ruam kulit (MIMS, 2021).

38
Dosis
Dosis penggunaan sucralfate yaitu (MIMS, 2021) :
 Tukak lambung dan ulkus duodenum : dewasa 1 g 4x sehari atau 2
g 2x sehari selama 4-8 minggu, dapat diperpanjang hingga 12
minggu jika perlu. Dosis pemeliharaan untuk mencegah
kambuhnya ulkus duodenum: 1 g 2x sehari. Maks: 8 g setiap hari
 Gastritis kronis : dewasa 1 g 4 kali sehari atau 2 g 2x sehari selama
4-8 minggu, dapat diperpanjang hingga 12 minggu jika perlu.
Maks: 8 g setiap hari.
 Profilaksis perdarahan gastrointestinal akibat ulserasi stres :
dewasa 1 g 6 kali sehari. Maks: 8 g setiap hari.

C. Ceftriaxone
Ceftriaxone adalah antibiotik chepalosporin generasi ketiga
berspektrum luas. Ia memiliki waktu paruh yang sangat lama
dibandingkan dengan chepalosporin lainnya dan dapat menembus ke
dalam meninges, mata, dan telinga bagian dalam. Ceftriaxone memiliki
cakupan gram negatif yang lebih luas dan lebih kuat daripada
chepalosporin generasi pertama atau kedua, tetapi aktivitas yang lebih
buruk melawan S.aureus yang rentan terhadap methicillin. Ceftriaxone
adalah antimikroba yang umum digunakan karena aktivitasnya yang baik
melawan Enterobacteriaceae yang resistan terhadap berbagai obat, profil
efek sampingnya yang relatif aman, dan waktu paruh yang panjang yang
memungkinkan kenyamanan dosis harian atau dua kali sehari (Drugbank,
2021).
Farmakodinamik
Ceftriaxone adalah antibiotik cephalosporin / cephamycin beta-
laktam yang digunakan dalam pengobatan infeksi bakteri yang disebabkan
oleh organisme yang rentan, biasanya gram positif. Ceftriaxone memiliki
aktivitas in vitro melawan bakteri gram positif aerobik, aerobik gram
negatif, dan anaerobik. Aktivitas bakterisidal ceftriaxone berasal dari
penghambatan sintesis dinding sel yang dimediasi melalui ceftriaxone

39
yang mengikat protein pengikat penisilin (PBPs). Ceftriaxone stabil
melawan hidrolisis oleh berbagai beta-laktamase, termasuk penisilinase,
dan cephalosporinase dan beta-laktamase spektrum luas. Namun,
resistensi terhadap ceftriaxone biasanya terjadi melalui hidrolisis beta-
laktamase, PBP yang diubah, atau permeabilitas sel bakteri yang
berkurang. Ceftriaxone tidak boleh dicampur atau diberikan dalam jalur
IV yang sama dengan pengencer / produk yang mengandung kalsium
karena dapat menyebabkan ceftriaxone mengendap. Penggunaan
ceftriaxone juga dapat menyebabkan lumpur bilier atau pseudolitiasis
kandung empedu (Drugbank, 2021).
Ceftriaxone bekerja dengan cara menghambat sintesis mukopeptida
di dinding sel bakteri. Bagian beta-laktam ceftriaxone berikatan dengan
karboksipeptidase, endopeptidase, dan transpeptidase dalam membran
sitoplasma bakteri. Enzim ini terlibat dalam sintesis dinding sel dan
pembelahan sel. Pengikatan ceftriaxone ke enzim ini menyebabkan enzim
kehilangan aktivitas; oleh karena itu, bakteri menghasilkan dinding sel
yang rusak, menyebabkan kematian sel. (Drugbank, 2021).
Farmakokinetik
1. Absorbsi
Ceftriaxone hanya diberikan sebagai suntikan, baik secara
intramuskular atau intravena. Bioavaibilitas ceftriaxone <1% jika
diberikan secara oral (Drugbank, 2021).
2. Distribusi
Ceftriaxone sekitar 95% berikatan dengan protein plasma saat
didistribusi pada tubuh manusia (Drugbank, 2021).
3. Metabolisme
Ceftriaxone kebanyakan tidak mengalami metabolisme dalam
tubuh. Sekitar 33-67% diekskresi melalui urin tanpa perubahan
bentuk. Sisanya diekskresikan dalam empedu sebagai senyawa tidak
aktif dari metabolisme hati dan flora usus (Drugbank, 2021).
4. Ekskresi
Ceftriaxone terutama dieliminasi melalui urin (33-67%). Sisanya

40
dihilangkan melalui sekresi di empedu dan dikeluarkan dari tubuh
melalui tinja (Drugbank, 2021).
Bentuk Sediaan
BSO ceftriaxone yang tersedia yaitu :
1. Injeksi serbuk 250 mg, 500mg, 1g, 2g
2. Solutio 1g/50cc, 2g/50cc
Cara Penggunaan
Injeksi IV melalui infus 100ml dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Atau injeksi
menggunakan spuit secara IV atau IM (Drugbank, 2021).
Indikasi
Ceftriaxone digunakan untuk pengobatan infeksi (pernapasan, kulit,
jaringan lunak, ISK, THT) yang disebabkan oleh organisme yang rentan.
Organisme yang umumnya rentan terhadap ceftriaxone antara lain S.
pneumoniae, S. pyogenes (streptokokus beta-hemolitik grup A),
stafilokokus koagulase-negatif, Some Enterobacter spp, H. influenzae, N.
gonorrhoeae, P. mirabilis, E. coli, Klebsiella spp, M. catarrhalis, B.
burgdorferi, dan beberapa anaerob oral (Drugbank, 2021).
Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap cephalosporin
Efek Samping
Efek samping yang bisa terjadi berupa mual, muntah, & diare,

stomatitis, glotitis; sakit kepala & pusing; reaksi pd kulit;

eosinofilia, trombositopenia, leukopenia, granulositopenia,

anemia hemolitik; peningkatan sementara SGOT atau SGPT,

serta dapat terjadi reaksi inflamasi di area injeksi (MIMS, 2021).


Dosis
Dosis penggunaan ceftriaxone yaitu (MIMS, 2021) :
 Infeksi : Dewasa & anak > 12 thn 1-2 g 1 x/hari tergantung tipe &
beratnya infeksi. Maks: 4 g/hari. Anak < 12 thn & bayi Infeksi
serius selain meningitis 50-75 mg/kgBB/hari dlm dosis terbagi tiap
12 jam. Maks: 2 g/hari

41
 Meningitis : 100 mg/kgBB/hari dlm dosis terbagi tiap 12 jam
dengan atau tanpa dosis lazim 75 mg/kg. Maks 4 g/hari.
 Profilaksis pra operasi : 1 g dosis tunggal ½-2 jam sebelum
operasi. Diberikan via IV, IM, atau infus IV.

D. Ondansentron
Ondansentron adalah antagonis reseptor serotonin tipe 3
kompetitif. Obat ini efektif dalam pengobatan mual dan muntah yang
disebabkan oleh obat kemoterapi sitotoksik, termasuk cisplatin, dan
dilaporkan memiliki sifat anxiolytic dan neuroleptic. Umumnya
ondansentron diformulasikan sebagai tablet oral, tablet oral disintegrasi
(ODT), dan suntikan (Drugbank, 2021).
Farmakodinamik
Ondansetron adalah antagonis reseptor serotonin 5-HT3 yang
sangat spesifik dan selektif, obat ini tidak terbukti memiliki aktivitas pada
reseptor serotonin lain yang diketahui dan memiliki afinitas rendah untuk
reseptor dopamin. Reseptor serotonin 5-HT3 terletak di terminal saraf
vagus di periperal, dan terpusat di zona pemicu kemoreseptor pada area
postrema. Hubungan temporal antara aksi emetogenik obat dan pelepasan
serotonin, serta kemanjuran agen antiemetik, menunjukkan bahwa agen
kemoterapi melepaskan serotonin dari sel enterochromaffin usus kecil
dengan menyebabkan perubahan degeneratif pada saluran GI. Serotonin
kemudian merangsang reseptor saraf vagal dan splanknikus yang
memproyeksikan ke pusat muntah meduler, serta reseptor 5-HT3 di area
postrema, sehingga memicu refleks muntah, menyebabkan mual dan
muntah. Pada subjek sehat, dosis tunggal intravena 0,15 mg / kg
ondansetron tidak berpengaruh pada motilitas esofagus, motilitas
lambung, tekanan sfingter esofagus yang lebih rendah, serta waktu transit
usus halus. Pemberian ondansetron beberapa hari telah terbukti
memperlambat transit kolon pada subjek yang sehat. Ondansetron tidak
berpengaruh pada konsentrasi prolaktin plasma (Drugbank, 2021).
Ondansetron adalah antagonis selektif dari subtipe reseptor

42
serotonin, 5-HT3. Kemoterapi sitotoksik dan radioterapi berhubungan
dengan pelepasan serotonin (5-HT) dari sel-sel enterochromaffin usus
kecil, yang diduga memicu refleks muntah melalui stimulasi reseptor 5-
HT3 yang terletak pada aferen vagal. Ondansetron dapat memblokir
inisiasi refleks ini. Aktivasi aferen vagal juga dapat menyebabkan
pelepasan serotonin sentral dari zona pemicu kemoreseptor di area
postrema, yang terletak di dasar ventrikel keempat. Dengan demikian,
efek antiemetik ondansetron mungkin disebabkan oleh antagonisme
selektif reseptor 5-HT3 pada neuron yang terletak di sistem saraf perifer
atau pusat. Meskipun mekanisme kerja ondansetron dalam mengobati
mual dan muntah pasca operasi dan mual dan muntah yang diinduksi
sitotoksik mungkin memiliki jalur yang sama, peran ondansetron dalam
emesis yang diinduksi opiat belum secara resmi ditetapkan (Drugbank,
2021).
Farmakokinetik
1. Absorbsi
Ondansetron diserap dari saluran pencernaan dan mengalami
metabolisme jalur pertama yang terbatas. Bioavaibilitas rata-rata pada
subjek sehat, setelah pemberian satu tablet 8 mg, tercatat sekitar 56%
hingga 60%. Bioavaibilitas juga sedikit ditingkatkan dengan adanya
makanan. Pajanan sistemik ondansetron tidak meningkat secara
proporsional dengan dosis. Bioavaibilitas dari tablet 16 mg adalah
24% lebih besar dibandingkan dosis tablet 8 mg (Drugbank, 2021).
2. Distribusi
Ondansentron terdistribusi melalui plasma darah, pengikatan
protein plasma yang terkait dengan ondansetron didokumentasikan
sekitar 73% (Drugbank, 2021).
3. Metabolisme
Studi metabolisme in vitro telah menunjukkan bahwa ondansetron
adalah substrat untuk enzim sitokrom P450 hati manusia, termasuk
CYP1A2, CYP2D6 dan CYP3A4. Karena banyaknya enzim metabolik
yang mampu memetabolisme ondansetron, kemungkinan

43
penghambatan atau hilangnya satu enzim (misalnya defisiensi enzim
CYP2D6) akan dikompensasikan oleh yang lain dan dapat
mengakibatkan sedikit perubahan dalam tingkat pembersihan
ondansetron secara keseluruhan. Setelah pemberian oral atau IV,
ondansetron dimetabolisme dan diekskresikan secara ekstensif dalam
urin dan feses. Pada manusia, kurang dari 10% dosis diekskresikan
dalam bentuk tidak berubah dalam urin. Metabolit kemih utama adalah
konjugat glukuronida (45%), konjugat sulfat (20%) dan produk
hidroksilasi (10%). Jalur metabolisme primer selanjutnya adalah
hidroksilasi pada cincin indol diikuti oleh konjugasi glukuronida atau
sulfat. Meskipun beberapa metabolit nonkonjugasi memiliki aktivitas
farmakologis, ini tidak ditemukan dalam plasma pada konsentrasi
yang kemungkinan besar berkontribusi secara signifikan terhadap
aktivitas biologis ondansetron (Drugbank, 2021).
4. Ekskresi
Setelah pemberian oral atau IV, ondansetron dimetabolisme dan
diekskresikan secara ekstensif dalam urin dan feses (Drugbank, 2021).
Bentuk Sediaan
BSO ondansentron meliputi (MIMS, 2021) :
 Suppositoria 8mg, 16mg
 Tablet 4mg, 8mg, 16mg, 24mg
 Tablet salut film 4mg, 8mg, 16mg, 32 mg
 Solusio 3,2mg/ 5ml, 4mg/5ml
 Vial 2mg/ml
 Tablet yang terdisintegrasi oral (ODT) 4mg, 8mg
Cara Penggunaan
Obat oral dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah makan. Untuk injeksi
bisa secara IV atau IM dengan spuit.
Indikasi
Pada populasi pasien dewasa: i) tablet ondansetron yang diberikan
secara oral dan tablet ODT diindikasikan untuk pencegahan mual dan
muntah yang berhubungan dengan kemoterapi kanker emetogenik,

44
termasuk dosis tinggi terapi cisplatin, radioterapi, dan pencegahan serta
pengobatan mual muntah pasca operasi; ii) formulasi injeksi ondansetron
yang diberikan secara intravena diindikasikan untuk pencegahan mual dan
muntah yang berhubungan dengan kemoterapi kanker emetogenik,
termasuk terapi cisplatin dosis tinggi dan pencegahan serta pengobatan
mual muntah pasca operasi (Drugbank, 2021).
Pada populasi pasien pediatri (usia 4-18 tahun) ondansetron efektif
dan dapat ditoleransi dengan baik bila diberikan kepada anak usia 4-12
tahun untuk pengobatan mual dan muntah pasca kemoterapi (Drugbank,
2021).
Pada populasi pasien geriatri (> 65 tahun) kemanjuran dan
toleransi ondansetron mirip dengan yang diamati pada orang dewasa
muda untuk pengobatan mual dan muntah pasca kemoterapi dan
radioterapi (Drugbank, 2021).
Kontraindikasi
Hipersensitivitas, sindrom QT panjang bawaan, penggunaan bersamaan
dengan apomorphine.
Efek Samping
Efek samping cukup sering terjadi: Nyeri dada, bradikardia,
hipotensi, aritmia, hipoksia, peningkatan sementara enzim hati; Efek
samping jarang terjadi : penglihatan kabur sementara, gejala
ekstrapiramidal (misalnya reaksi distonik, krisis okulogi, tardive), kejang,
TEN, sindrom serotonin; Gangguan gastrointestinal: Sembelit, diare,
cegukan, xerostomia, dispepsia; Gangguan umum : malaise, kelelahan,
demam, sensasi dingin, reaksi di tempat suntikan, sensasi terbakar lokal
setelah pemasangan suppositoria; Gangguan sistem saraf: Sakit kepala,
pusing, sedasi, mengantuk, paresthesia; Gangguan ginjal dan kemih:
Retensi urin; Gangguan kulit dan jaringan subkutan: ruam, pruritus;
Gangguan pembuluh darah: Flushing, sinkop; Berpotensi Fatal:
Perpanjangan interval QT, torsade de pointes. Jarang terjadi, gagal hati,
anafilaksis, dan bronkospasme (MIMS, 2021).
Dosis

45
Dosis penggunaan oindansentron antara lain (MIMS, 2021) :
 Pencegahan atau peanggulangan emesis setelah kemoterapi : Dosis
dewasa untuk kemoterapi emetogenik sedang 8 mg oral diberikan
0,5-2 jam sebelum kemoterapi, diikuti dengan 8 mg setelah 8 atau
12 jam, bisa juga menggunakan injeksi IV lambat melalui 8 mg
sebagai dosis tunggal. Kemoterapi yang sangat emetogenik: 24 mg
oral sebagai dosis tunggal, diberikan 0,5-2 jam sebelum
kemoterapi., bisa juga menggunakan injeksi 8 mg melalui IV
lambat atau injeksi IM sebagai dosis tunggal segera sebelum
pengobatan, dapat diikuti dengan infus IV terus menerus 1 mg /
jam hingga 24 jam, atau dengan 2 dosis lebih lanjut 8 mg pada
interval 4 jam. Dosis dewasa juga bisa menggunakan 16 mg
perectal selama 5 hari. Dosis anak 4-11 tahun untuk kemoterapi
emetogenik sedang yaitu oral 4 mg 30 menit sebelum kemoterapi.
Ulangi dosis pada 4 dan 8 jam setelah dosis awal; ≥12-17 tahun
dosis oral sama dengan dosis dewasa. Untuk anak ≥6 bulan
diberikan dosis 0.15 mg / kg (Max 8 mg) melalui infus IV 30
menit sebelum kemoterapi. Dapat mengulang dosis pada 4 dan 8
jam setelah dosis awal. Untuk lansia <75 tahun maks 16 mg
melalui infus IV selama minimal 15 menit; ≥75 tahun Awalnya, 8
mg melalui infus IV selama minimal 15 menit, dapat diikuti
dengan 2 dosis lebih lanjut 8 mg dengan interval 4 jam.
 Pencegahan atau penanggulangan emesis post operatif : dosis
dewasa 16 mg oral diberikan sebagai dosis tunggal 1 jam sebelum
induksi anestesi. Sebagai alternatif, 8 mg 1 jam sebelum anestesi
diikuti dengan 2 dosis lebih lanjut 8 mg dengan interval 8 jam.
Bisa juga menggunakan dosis 4 mg melalui IV lambat atau injeksi
IM diberikan sebagai dosis tunggal saat induksi anestesi. Untuk
dosis anak-anak ≥40 kg, berikan sebagai tablet ODT 4 mg 1 jam
sebelum anestesi, diikuti dengan dosis 4 mg lagi setelah 12 jam.
Bisa juga dengancara injeksi, dosis anak ≥1 bulan ≤40 kg yaitu 0,1
mg / kg melalui injeksi IV lambat saat induksi anestesi; > 40 kg: 4

46
mg melalui injeksi IV lambat sebagai dosis tunggal pada induksi
anestesi. Maks: 4 mg / dosis.
E. Lactulax
Lactulax merupakan obat yang mengandung lactulosa. Laktulosa
diindikasikan sebagai pencahar dalam pengobatan sembelit kronis pada
orang dewasa dan pasien geriatri. Selain itu, laktulosa juga digunakan
sebagai tambahan untuk restriksi protein dan terapi suportif untuk
pencegahan dan pengobatan ensefalopati portal-sistemik (PSE), termasuk
variasi pra-koma hati dan koma. Secara khusus, larutan laktulosa telah
efektif dalam mengelola PSE akibat shunt portacaval bedah atau dari
penyakit hati kronis seperti sirosis (Drugbank, 2021).
Farmakodinamik
Formulasi laktulosa paling sering diberikan melalui jalur oral atau
jalur rektal. Zat tersebut biasanya tetap terlokalisasi di lingkungan saluran
pencernaan dan pada akhirnya menunjukkan hampir semua efek
farmakologisnya di dalam usus. Secara khusus, karena laktulosa
menimbulkan efek pencahar dalam meningkatkan jumlah tinja dan
melunakkan tinja, aktivitas biokimia dan fisiologis seperti itu dapat
menyebabkan peningkatan suara usus (borborygmi), perasaan kembung,
bersendawa, sering kembung, dan diare (Drugbank, 2021).
Laktulosa adalah turunan disakarida sintetis dari laktosa yang
terdiri dari satu molekul galaktosa dan satu molekul fruktosa. Bakteri
sakarolitik yang ada di usus besar kemudian memecah zat tersebut
menjadi asam organik seperti asam laktat dan sejumlah kecil asam format
dan asetat. Metabolit asam lemak volatil yang dihasilkan tersebut, dalam
kombinasi dengan hidrogen dan metana yang juga dihasilkan secara
konsekuen meningkatkan pembentukan gas intraluminal, motilitas usus
peristaltik, dan menimbulkan efek osmotik yang memfasilitasi
peningkatan kadar air tinja serta pelunakan tinja terkait. Semua tindakan
ini pada akhirnya membantu dalam memfasilitasi dan meningkatkan
frekuensi buang air besar pada pasien yang mengalami sembelit,
meskipun mungkin perlu waktu 24 hingga 48 jam setelah menggunakan

47
obat agar efek pencahar ini menjadi jelas (Drugbank, 2021).
Pada saat yang sama, pembentukan asam melalui metabolisme
laktulosa oleh bakteri kolon juga mengasamkan isi usus besar, sehingga
berkontribusi pada pengobatan ensefalopati portal-sistemik (PSE).
Sebagai salah satu ciri utama PSE melibatkan akumulasi produk limbah
nitrogen seperti amonia dalam sirkulasi sistemik, keadaan di mana
kandungan kolon menjadi lebih asam daripada darah memungkinkan
amonia dalam sirkulasi berdifusi ke dalam usus besar. Selanjutnya,
amonia yang berdifusi ke dalam kolon asam diionisasi menjadi ion
amonium yang tidak mampu diserap kembali ke dalam darah. Efek ini,
dikombinasikan dengan aksi pencahar laktulosa memfasilitasi ekskresi
amonia berlebih. Dan akhirnya, juga dipercaya bahwa lingkungan kolon
yang bersifat asam menghasilkan eliminasi bakteri penghasil urease yang
berkontribusi pada pembentukan amonia, sementara bakteri kolon yang
bertahan hidup menggunakan amonia yang terperangkap di usus besar
sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein (Drugbank, 2021).
Farmakokinetik
1. Absorbsi
Setelah pemberian secara oral, kurang dari 3% dari dosis
larutan laktulosa yang diberikan diserap oleh usus halus. Laktulosa
yang tidak terserap mencapai usus besar tempat ia dimetabolisme
tetapi jumlah laktulosa yang tidak berubah atau metabolitnya hanya
diserap sedikit oleh usus besar (Drugbank, 2021).
2. Distribusi
Jumlah laktulosa yang sangat sedikit - dimetabolisme atau
tidak dimetabolisme - diserap ke dalam tubuh. Kebanyakan laktulosa
yang diberikan tetap berada di sekitar area saluran pencernaan
(Drugbank, 2021).
3. Metabolisme
Laktulosa pada dasarnya hanya dimetabolisme di usus
besar oleh bakteri sakarolitik yang ada di sana. Secara khusus, zat
tersebut dipecah menjadi asam laktat dan sejumlah kecil asam asetat

48
dan format. Contoh spesifik dari bakteri yang biasanya menghuni usus
besar yang mampu untuk metabolisme laktulosa termasuk
Lactobacilli, Bacteroides, Escherichia coli, dan Clostridia (Drugbank,
2021).
4. Ekskresi
<3% jumlah laktulosa yang berhasil diserap ke dalam
sirkulasi akan diekskresikan melalui ginjal dan umumnya selesai
diekskresi dalam waktu 24 jam. Semua laktulosa yang tidak terserap
sebagian besar diekskresikan dengan tinja (Drugbank, 2021).
Bentuk Sediaan
Syrup lactulax memiliki kandungan laktulosa 3,335 g/ml dan memiliki
sedian 60ml, 120ml dan 200ml (MIMS, 2021).
Cara Penggunaan
Dapat diberikan bersama atau tanpa makanan : Berikan

pagi hari di jam sarapan.


Indikasi
Lactulax diindikasikan sebagai pencahar dalam pengobatan
sembelit kronis pada orang dewasa dan pasien geriatri. Selain itu,
laktulosa juga digunakan sebagai tambahan untuk restriksi protein dan
terapi suportif untuk pencegahan dan pengobatan ensefalopati portal-
sistemik (PSE), termasuk variasi pra-koma hati dan koma (Drugbank,
2021).
Kontraindikasi
Kontraindikasi pemberian lactulax meliputi reaksi hipersensitivitas, diet

galaktosa, galaktosemia & obstruksi GI.


Efek Samping
Flatulensi, mual, muntah. Pada dosis tinggi berupa diare.
Dosis
Dosis pemberian lactulax (MIMS, 2021).
 Konstipasi kronis : Dosis awal dewasa untuk 3 hari

pertama terapi kasus berat 30 mL, kasus sedang 15-30

49
mL, kasus ringan 15 mL. Anak 6-14 tahun 15 mL, 1-5

tahun 5-10 mL, bayi <1 thn 5 mL. Dosis penunjang

dewasa untuk kasus berat 15-25 mL, kasus sedang 10-15

mL, kasus ringan 10 mL, anak 6-14 thn 10 mL, 1-5 thn 5-

10 mL, bayi <1 thn 5 mL.

 PSE variasi koma & pre-koma hepatik : dosis

pemeliharaan harian dewasa 10-25 mL, Anak 7-14 thn 10

mL, 1-6 thn 5-10 mL, bayi < 1 thn 5 mL.


F. Ringer laktat
Larutan ringer laktat (RL) adalah jenis cairan kristaloid isotonik
yang selanjutnya diklasifikasikan sebagai larutan buffer yang digunakan
untuk penggantian cairan. Kandungan ringer laktat meliputi natrium,
klorida, kalium, kalsium, dan laktat berupa natrium laktat, dicampur ke
dalam larutan dengan osmolaritas 273 mOsm / L dan pH sekitar 6,5.
Sebagai perbandingan, normal saline (NS) memiliki osmolaritas sekitar
286 mOsm / L. Tiap 1000ml ringer laktat mengandung Na 130 mEq, Cl
109 mEq, K 4 mEq, Ca 2,7 mEq, laktat 28 mEq, (NaCl 6 g, KCl 0,3 g,
CaCl2 0,2 g, Na laktat 3,1 g) (Singh et al., 2020).
Farmakodinamik
Ringer laktat adalah cairan isotonik yang mengandung air dan
elektrolit, biasanya digunakan untuk menggantikan cairan ekstraseluler
yang hilang. Natrium merupakan komponen utama cairan ekstraseluler
dan berfungsi mengatur distribusi cairan dan elektrolit, sehingga dapat
mempengaruhi tekanan osmotik dan tonisitas. Klorida merupakan anion
ekstraseluler utama yang dapat berdisposisi dengan natrium dalam
mengatur keseimbangan asam-basa serta elektrodinamik sel. Kalium
dapat mempengaruhi konduksi saraf dan otot jantung. Kalsium akan
berperan dalam permeabilitas membran sel dan kapiler. Kandungan laktat
akan dimetabolisme menjadi bikarbonat dan air pada kondisi fisiologis.
Farmakokinetik
1. Absorbsi

50
Absorpsi ringer laktat berlangsung secara langsung dan sistemik.
Bioavailabilitas komponen aktif larutan RL adalah 100%. Waktu paruh
intravaskular cairan kristaloid rata-rata dalam 20-30 menit.

2. Distribusi
Distribusi ringer laktat terdapat pada kompartemen ekstraseluler,
terutama volume intravaskular.
3. Metabolisme
Natrium laktat di dalam larutan ringer laktat merupakan agen
alkalisasi yang dimetabolisme lambat. Laktat di dalam tubuh dipecah
menjadi bikarbonat dan air melalui aktivitas oksidasi seluler. Dalam
kondisi normal, proses ini membutuhkan waktu 1-2 jam. Bikarbonat
kemudian akan bereaksi dengan asam menjadi karbondioksida dan air.
4. Ekskresi
Ekskresi kalsium, kalium, dan natrium terutama melalui urin
Bentuk Sediaan
BSO ringer laktat yang tersedia di Indonesia berupa :
 Cairan RL 500ml
 Cairan RL 1000ml
 Cairan RL dan dekstrosa 5% 500ml
Cara Penggunaan
Administrasi ringer laktat dilakukan secara langsung melalui
kateter intravena.
Indikasi
Terapi untuk mengatasi deplesi volume cairan berat saat

tidak dapat diberikan rehidrasi oral. Bisa juga untuk mengatasi

defisiensi elektrolit.
Kontraindikasi
Hipernatremia.
Efek Samping
Edema.
Dosis

51
Dosis pemberian ringer laktat berbeda-beda tergantung kondisi
yang mendasari, berat badan pasien, status asam-basa, dan usia. Pada
pasien syok, ringer laktat dapat diberikan sebanyak 10-20 ml/kgBB dalam
10 menit, dapat diberikan secara bolus bila diperlukan.

52
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosis hematemesis variceal dd nonvariceal dan
hipokalsemia. Pasien diketahui mengalami hematemesis 2 kali sejak siang hari
SMRS, memiliki gastritis dan memiliki riwayat hematemesis 15 tahun lalu. Walau
begitu masih belum diketahui apakah ini hematemesis variceal esofagus atau
gaster atau duodenum, diperlukan endoskopi terlebih dahulu untuk menegakkan
diagnosis, selain itu belum diketahui penyebab varises timbul, namun
kemungkinan ada gangguan di hepar pasien karena pasien hingga 15 tahun lalu
memiliki riwayat konsumsi alkohol, kemungkinan kerusakan hepar menyebabkan
peningkatan tekanan vena portal serta defisiensi vitamin D, sehingga terjadi
varises dan hipokalsemia.
Tatalaksana medikamentosa pasien dianggap sudah cukup rasional.
Omeprazole adalah proton-pump inhibitor yang mengikat residu sistein secara
kovalen melalui jembatan disulfida pada subunit alfa proton-pump H + / K +
ATPase, sehingga menghambat sekresi asam lambung, hal ini berguna untuk
menangani gastritis pada pasien. Sucralfate meredakan peradangan dengan
menciptakan pelindung mekanis antara mukosa saluran pencernaan dan zat yang
merusak. Selain itu, sukralfat meningkatkan kadar faktor pertumbuhan secara
lokal, dan menyebabkan peningkatan prostaglandin yang berperan pada
penyembuhan mukosa saluran cerna yang terjadi karena gastritis atau pecahnya
varises. Ceftriaxone bisa digunakan sebagai profilakses pada hematemesis, karena
sekitar dua pertiga kasus hematemesis mengalami infeksi bakteri, jadi dengan
pemberiannya maka infeksi bakteri akan tertangani. Ondansentron merupakan
antagonis reseptor serotonin 5-HT3 yang sangat spesifik dan selektif. Stimulasi
reseptor 5-HT memicu refleks muntah, sehingga ondansentron memblokir refleks
ini. Penghentian refleks muntah ini bila varises esofagus akan tidak terkena isi
lambung sehingga memudahkan kesembuhan, selain itu dengan pemblokiran
refleks muntah, maka akan mengurangi pengeluaran darah. Pemberian infus ringer
laktat cocok untuk mengganti cairan tubuh yang hilang karena hematemesis serta
menangani hipokalsemia dengan adanya kalsium pada ringer laktat. Pemberian

53
lactulax kemungkinan supaya mengosongkan isi lambung agar varises bila ada di
gaster atau duodenum bisa memulai penyembuhan.

54
DAFTAR PUSTAKA
Biecker E. (2015). Diagnosis and therapy of non-variceal upper gastrointestinal
bleeding. World journal of gastrointestinal pharmacology and
therapeutics, 6(4), 172–182. https://doi.org/10.4292/wjgpt.v6.i4.172 .

Drugbank. 2021. Ceftriaxone. https://go.drugbank.com/drugs/DB01212 diakses


17-1-2021.

Drugbank. 2021. Lactulose. https://go.drugbank.com/drugs/DB00581 diakses 17-


1-2021.

Drugbank. 2021. Omeprazole. https://go.drugbank.com/drugs/DB00338 diakses


17-1-2021.

Drugbank. 2021. Ondansentron. https://go.drugbank.com/drugs/DB00904 diakses


17-1-2021.

Drugbank. 2021. Sucralfate. https://go.drugbank.com/drugs/DB00364 diakses 17-


1-2021.

Meseeha M, Attia M. 2020. Esophageal Varices. In: StatPearls [Internet].


Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448078/

MIMS. 2021. Ceftriaxone. https://www.mims.com/indonesia/drug/info /cefxon?


type=brief&lang=id diakses 17-1-2021.

MIMS. 2021. Lactulax. https://www.mims.com/indonesia/drug/info /lactulax?


type=brief&lang=id diakses 17-1-2021.

MIMS. 2021. Omeprazole. https://www.mims.com/indonesia/drug/info


/omeprazole diakses 17-1-2021.

MIMS. 2021. Ondansentron. https://www.mims.com/indonesia/drug/info


/ondansetron?mtype=generic diakses 17-1-2021.

MIMS. 2021. Sucralfate. https://www.mims.com/indonesia/drug/info /sucralfate?


mtype=generic diakses 17-1-2021.

Singh S, Kerndt CC, Davis D. 2020. Ringer's Lactate. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK500033/.

Suneja, M. 2019. Hypocalcemia. https://emedicine.medscape.com/article/241893

55
diakses 17-1-2021.

Wani, Z. A., Bhat, R. A., Bhadoria, A. S., Maiwall, R., & Choudhury, A. (2015).
Gastric varices: Classification, endoscopic and ultrasonographic
management. Journal of research in medical sciences : the official journal
of Isfahan University of Medical Sciences, 20(12), 1200–1207.
https://doi.org/10.4103/1735-1995.172990

56

You might also like