You are on page 1of 72

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

BERMUATAN TUTOR SEBAYA TERHADAP KEMAMPUAN


PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS
V I I I DI SMP NEGERI 11 RUTENG KAKOR

PROPOSAL

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun oleh:
Melania Delima
18314037

PROGRAM STUDI PENDIDKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIKA SANTU PAULUS RUTENG
2022

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL)


BERMUATAN TUTOR SEBAYA TERHADAP KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS
V I I I DI SMP NEGERI 11 RUTENG KAKOR

Disusun Oleh:
MELANIA DELIMA
18314037

Telah disetujui pada tanggal ... ... 2022

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Fransiskus Nendi, S.Si., M.Pd. Apolonia Hendrice Ramda, S.Si., M.Pd.


NIDN: 0823088005 NIDN: 0809029002

Diketahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Emilianus Jehadus, S.S., M.Pd.


NIDN: 0821056901

ii
PRAKATA

Puji serta syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan judul “

Pengaruh Problem Based Learning (PBL) Bermuatan Tutor Sebaya

Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Di SMP

Negeri 11 Ruteng Kakor” tepat pada waktunya.

Keberhasilan dalam penyusunan proposal penelitian ini tidak terlepas dari

bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak baik secara lansung maupun

tidak lansung. Ucapan terima kasih dan rasa hormat yang sedalam-dalamnya

penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. Yohanes Servatius Lon, M.A., Rektor Universitas Katolik

Indonesia Santu Paulus Ruteng yang telah memberikan kesempatan bagi

penulis untuk belajar di lembaga ini.

2. Dr. Maksimus Regus, S. Fil., M.Si., Dekan Fakultas Keguruaan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk untuk belajar di lembaga

ini.

3. Emilianus Jehadus, S.S., M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan

Matematika Fakultas Keguruaan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik

Indonesia Santu Paulus Ruteng yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menulis proposal ini.

iii
4. Fransiskus Nendi, S.Si., M.Pd., dosen pembimbing I yang telah

meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan bimbingan, arahan

dan saran kepada penulis selama menyusun proposal ini.

5. Apolonia Hendrice Ramda, S.Si., M.Pd., dosen pembimbing II yang telah

meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan bimbingan, arahan

dan saran kepada penulis selama menyusun proposal ini.

6. Bapa dan Mama tercinta yang telah membiayai, mendukung,

mengarhahkan, dan mendoakan penulis untuk menyelesaikan tulisan ini.

7. Kakak dan adik tercinta yang selalu memberikan dukungan dan semangat

kepada penulis untuk menyelesaikan tulisan ini.

8. Teman-teman seperjuangan yang telah membantu dan selalu memotivasi

penulis untuk menyelesaikan tulisan ini.

9. Semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu yang telah memberikan

batuan, dukungan, serta motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan

tulisan ini.

Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu

segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi

penyempurnaan tulisan ini.

Ruteng, .................. 2022

Melania Delima
NPM: 18314037

iv
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING...........................................................................ii

PRAKATA.............................................................................................................iii

DAFTAR ISI............................................................................................................v

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................................1

1.2 Identifikasi Masalah......................................................................................9

1.3 Batasan Masalah.........................................................................................10

1.4 Rumusan Masalah.......................................................................................10

1.5 Tujuan penelitian.........................................................................................11

1.6 Manfaat Penelitian......................................................................................11

BAB II KAJIAN TEORI........................................................................................13

2.1 Kajian Teori................................................................................................13

2.2 Penelitian Yang Relevan.............................................................................37

2.3 Kerangka Berpikir.......................................................................................39

2.4 Hipotesis Penelitian.....................................................................................41

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................42

3.1 Jenis dan Desain Penelitian.........................................................................42

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................43

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian..................................................................44

v
3.4 Variabel Penelitian......................................................................................46

3.5 Definisi Konseptual.....................................................................................46

3.6 Definisi Operasional Variabel.....................................................................48

3.7 Teknik Pengumpulan Data..........................................................................50

3.8 Instrumen Penelitian...................................................................................51

3.9 Pengujian Instrumen...................................................................................55

3.10 Teknik Analisis Data...................................................................................58

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................65

vi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemampuan dasar dalam matematika diklasifikasikan dalam lima jenis,

seperti yang dikemukakan oleh NCTM (2000) siswa harus memiliki lima

kemampuan utama dalam matematika, yaitu koneksi (conections), penalaran

(reasoning), komunikasi (communications), pemecahan masalah (problem

solving), dan representasi. Kemampuan dasar dan sikap yang harus dimiliki oleh

siwa tersebut juga merupakan tujuan pembelajaran matematika yang termuat

dalam standar isi pada Permendiknas No 20 Tahun 2006. Dalam mencapai

kemampuan dasar matematika tersebut, maka diperlukan pembelajaran yang

mengacu pada pemberian kesempatan kepada siswa untuk bereksplorasi,

menemukan, menganalisis, dan mengumpulkan data. Dengan demikian, siswa

mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam

mengambarkan dan memecahkan masalah, baik itu masalah matematika maupun

masalah yang ditemukannya dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan uraian tersebut, kemampuan pemecahan masalah adalah salah

satu kemampuan yang perlu dimiliki oleh siswa, artinya kemampuan pemecahan

masalah penting untuk dimiliki dan dikembangkan oleh siswa. Hal ini sejalan

dengan pendapat Branca (Sumarno dan Hendriana, 2014: 23) yang menyatakan

kemampuan pemecahan masalah (1) jantungnya proses pembelajaran matematika;

(2) metode, prosedur, strategi sebagai proses fundamental dalam kurikulum


1
matematika; dan (3) kemampuan dasar dalam pembelajaran matematika. Menurut

polya (Yulianti, Sukarsno, & Friansah, 2016) pemecahan masalah adalah usaha

mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang

penyelesaianya tidak lansung dapat dicapai. Sedangkan menurut Siregar dan

Syafari (2017) kemampuan pemecahan masalah, yaitu kemampuan siswa untuk

menyelesaikan atau menemukan jawaban dari suatu pertanyaan yang terdapat di

dalam suatu cerita, teks, serta tugas-tugas dalam pelajaran matematika sesuai

dengan tahap-tahap pemecahan masalah. Hal senada juga disampaikan oleh

Gunantara dkk (2014: 5), kemampuan pemecahan masalah adalah kecakapan atau

kemampuan yang dimiliki oleh siswa untuk menyelesaikan permasalahan dan

mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari-hari.

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan, kemampuan pemecahan

masalah merupakan kecakapan, kemampuan atau potensi yang dimiliki siswa

untuk menyelesaikan masalah matematika sesuai dengan langkah-langkah

pemecahan masalah dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, serta

untuk menyelesaikan masalah tersebut langkah-langkah penyelesaianya tidak

segera dapat dicapai atau metode yang digunakan untuk meyelesaikan masalah

belum diketahui dengan jelas. Dengan demikian, kemampuan pemecahan masalah

penting untuk dimiliki oleh siswa selain sebagai tujuan pembelajaran matematika,

juga melatih cara berpikir siswa, siswa memiliki rasa ingintahu yang tinggi, dan

siswa termotivasi untuk bekerja dengan sunguh-sunguh dalam menyelesaikan

masalah matematika maupun masalah di luar konteks matematika serta

mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari-hari.


2
Temuan lapangan yakni dua studi Internasional, yaitu Trends in

International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan program for

International Student Assesment (PISA) menunjukan kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini dibuktikan

hasil uji TIMSS pada tahun 2015, yang baru dipublikasikan pada tahun 2016

Indonesia berada pada peringkat 44 dari 49 negara peserta dengan nilai 386,

sedangkan skor rerata internasional untuk uji TIMSS adalah 500. Hasil uji PISA

pada tahun 2018 menunjukan untuk kategori matematika, Indonesia berada pada

peringkat ke-73 dari 80 negara peserta dengan skor rata-rata yang diperoleh

adalah 379, dengan skor rerata internasional untuk uji PISA adalah 487. Kedua

hasil studi ini membuktikan bahwa Indonesia menduduki posisi di bawah rata-

rata, yaitu kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih sangat

rendah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya kemampuan

pemecahan masalah siswa salah satunya yang disampaikan oleh Afriansyah

(2016), di mana siswa kurang berlatih dalam menyelesaikan soal-soal non rutin.

Maka dari itu, guru perlu meninjau kembali proses pembelajaran matematika agar

kemampuan pemecahan masalah siswa sesuai dengan yang diharapkan.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika juga terjadi di

SMP Negeri 11 Ruteng Kakor. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan

peneliti dalam proses pembelajaran matematika menunjukan bahwa kemampuan

pemecahan masalah matematika masih rendah atau belum optimal. Hal ini dapat

dilihat dari jawaban hasil pekerjaan siswa terkait dengan soal pemecahan masalah

matematika pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel, di mana siswa
3
menyelesaikan soal belum sesuai dengan indikator kemampuan pemecahan

masalah. Hasil pekerjaan siswa dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1.1 siswa belum memahami masalah, di mana siswa belum bisa

menuliskan semua apa yang diketahui dan yang ditanyakan dari soal, serta salah

dalam menentukan rumus yang digunakan untuk menylesaikan masalah.

Gambar 1.2 siswa sudah memahami soal tapi belum sepenuhnya, siswa sudah

menulis dengan benar apa yang diketahui tapi masih ada yang salah. Rumus yang

digunakan sudah benar, tapi masih salah dalam menyelesaikan perhitunganya.

4
Berdasarkan hasil jawaban siswa pada soal yang diberikan menunjukan

bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah satu

guru matematika di SMP Negeri 11 Ruteng Kakor mengatakan bahwa ketika

dalam menyelesaikan masalah matematika atau soal matematika siswa cendrung

mengalami kesulitan dalam (1) memahami masalah, siswa mengalami kesulitan

dalam menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal;

kecenderungan siswa tidak mampu memodelkan masalah ke dalam bentuk

matematika; (2) siswa mengalamai kesulitan untuk menentukan strategi atau cara

yang digunakan untuk menyelesaikan soal matematika yang diberikan,

kecenderungan siswa tidak bisa mengunakan pengetahuan sebelumnya sebagai

konsep untuk menyelesaiakan masalah yang ada; (3) siswa kesulitan untuk

menentukan tahap-tahap penyelesaian dari soal yang diberikan dan sulit dalam

melakukan perhitungan untuk mendapatkan jawaban dari masalah yang diberikan;

serta (4) siswa kesulitan dalam menginterprestasikan hasil penyelesaian masalah,

dan juga dalam pembelajaran matematika siswa mengalami kesulitan dalam

menyelesaikan soal yang bervariasi atau soal yang sedikit berbeda dari soal yang

diberikan guru sebelumnya, kecendrungan siswa meniru jawaban contoh soal

yang diberikan guru dan ketika diberikan soal yang sedikit berbeda dari soal

sebelumnya siswa tidak bisa mengerjakanya. Dari beberapa permasalahan yang

diuraikan, menunjukan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

masih rendah dan belum optimal.

5
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti di SMP Negeri 11

Ruteng Kakor terkait dengan proses pembelajaran matematika menunjukan bahwa

(a) guru kurang memberikan soal yang menuntut kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa, sehingga ketika diberikan soal pemecahan masalah siswa

mengalami kesulitan dalam menyelesaikanya; (b) kecendrungan guru memberikan

contoh soal yang penyelesaianya lansung dapat diselesaikan dengan mengunakan

langkah-langkah yang biasa digunakan atau guru sering memberikan soal-soal

yang rutin kepada siswa; dan (c) Guru tidak menerapkan strategi-strategi

pembelajaran yang efektif dalam proses pembelajaran, kadangkala guru

mengunakan pembelajaran konvensional dengan kegiatan ceramah lebih dominan

dilakukan sehingga siswa kurang berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran,

serta dalam proses pembelajaran guru tidak memberikan permasalahan-

permasalahan sehari-hari untuk dipecahkan oleh siswa.

Proses pembelajaran yang seperti itu membuat kemampuan pemecahan

masalah siswa tidak dikembangkan secara optimal sehingga kemampuan

pemecahan masalah matemaika siswa masih tergolong sangat rendah. Oleh

karena itu, diperlukan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa, melalui pemilihan model, strategi maupun

pendekatan pembelajaran yang efektif dan lebih variatif yang dapat meransang

siswa untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika.

Salah satu model pembelajaran yang ditawarkan yang dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yaitu pembelajaran dengan

model Problem Based Learning (PBL). Menurut Duch (Shoimin , 2014: 130)
6
Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran dengan

bercirikan adanya permasalahan yang nyata sebagai konteks agar siswa belajar

berpikir kritis dan memiliki keterampilan dalam pemecahan masalah serta untuk

memperoleh pengetahuan. Hal senada juga di sampaikan oleh Arends (Eka &

Ridwan, 2015: 42) Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu model

pembelajaran dengan siswa dihadapkan pada masalah yang nyata (autentik),

sehingga diharapkan dapat menyusun pengetahuan sendiri,

menumbuhkembangkan keterampilan tingkat tinggi dan inkuiri, memandirikan

siswa, serta meningkatkan kepercayaan dirinya.

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan, maka disimpulkan model

Problem Based Learning (PBL) adalah salah satu model pembelajaran yang

mendorong siswa siswa untuk dapat berpikir tingkat tinggi dan mempunyai

keterampilan dalam memecahkan masalah melalui pemberian masalah dalam

proses pembelajaran serta dari masalah yang diajukan siswa akan memperoleh

suatu pengetahuan yang baru.

Beberapa penelitian terdahulu yang menunjukan bahwa model Problem

Based Learning berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh (Ode,I,M., Sudia,

Muhammad., & Kodrium., 2020) dengan judul “Pengaruh Model Problem Based

Learning terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII SMP Negeri

17 Kendari”. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang

signifikan model PBL terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

kelas VIII SMP Negeri 17 Kendari. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh
7
(Tanti., Rahim,Utu., Samparadja,Hafiludin., 2020) dengan judul “ Pengaruh

Model Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa Kelas Vii Smp Negeri 14 Kendari”. Hasil penelitaanya juga

menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan model Problem Based

Learning terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa di kelas VII SMP

Negeri 14 Kendari.

Mengefektifkan penerapan model Problem Based Learning dengan tujuan

untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, salah

satu metode yang diyakini dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa adalah metode tutor sebaya. Metode tutor sebaya (peer-

tutoring) adalah metode pembelajaran dengan bantuan seorang peserta didik yang

kompoten untuk mengajar peserta didik lainnya yang mengalami kesulitan dalam

memahami materi pelajaran yang dipelajarinya, Sani (2014). Dengan metode

tutor sebaya siswa akan lebih leluasa untuk bertanya kepada teman yang menjadi

tutor terkait dengan topik materi yang belum dipahami. Hal ini sejalan dengan

yang dikemukakan oleh Pangerti (2015) adakalanya siswa lebih mudah

memahami keterangan materi yang disampaikan oleh teman sebayanya, karena

tidak ada rasa sungkan atau malu untuk bertanya terkait dengan materi yang

belum dipahami. Penggunaan metode tutor sebaya diharapkan agar siswa lebih

mudah dalam memahami materi yang diajarkan dan pada akhirnya siswa tidak

mengalami kesulitan dalam belajar.

Model pembelajaran Problem Based Learning Bermuatan Tutor Sebaya

merupakan perpaduan antara model Problem Based Learning dengan metode


8
tutor sebaya. Pada proses pembelajaran ini terjadi perpaduan model pembelajaran

kelompok dan pembelajaran yang didasarkan pada masalah yang autentik dan

dalam proses memecahkan masalah tersebut memanfaatkan seorang tutor yang

sudah ditentukan oleh pendidik. Model Problem Based Learning Bermuatan Tutor

Sebaya diharapkan dapat membangun partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran,

sehingga mereka dapat mempelajari dengan sunguh-sunguh materi yang diberikan

dan bersunguh-sunguh dalam menyelesaikan masalah yang diajukan serta dapat

memfasilitasi siswa agar saling berdiskusi dan membagikan pengetahuan yang

dimiliki dalam memecahkan masalah matematika yang diberikan.

Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang, maka peneliti melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL)

Bermuatan Tutor Sebaya Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa Kelas VIII Di SMP Negeri 11 Ruteng Kakor”.

1.2 Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah berdasarkan uraian

pada latar belakang masalah, diantaranya adalah.

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah atau

belum sesuai dengan yang diharapkan.

2. Dalam menyelesaikan masalah matematika siswa mengalami kesulitan

dalam memahami masalah, tidak bisa menentukan strategi atau cara

yang digunakan untuk menyelesaikan masalah, belum bisa menentukan

langkah-langkah penyelesaian dari masalah serta sulit dalam melakukan

9
perhitungan untuk mendapatkan jawaban dari masalah yang diberikan,

serta sulit menginterpretasikan hasil penyelesaian masalah.

3. Siswa kurang diberikan soal yang menuntut kemampuan pemecahan

masalah matematis

4. Kecendrungan guru memberikan masalah yang penyelesaianya lansung

dapat diselesaikan dengan mengunakan prosedur atau langkah-langkah

yang biasa digunakan atau guru sering memberikan soal yang rutin

kepada siswa.

5. Guru tidak menerapkan strategi-strategi pembelajaran yang efektif

dalam proses pembelajaran, kadangkala guru menerapakan

pembelajaran konvensional dengan kegiatan ceramah lebih dominan

dilakukan oleh guru serta dalam pembelajaran guru tidak memberikan

permasalahan- sehari-hari untuk dipecahkan oleh siswa

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang dan identifikasi masalah , maka

batasan masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa kelas VIII di SMP Negeri 11 Ruteng Kakor.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah” Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa yang diajar dengan mengunakan model Problem Based

10
Learning (PBL) Bermuatan Tutor Sebaya dengan model Konvensional pada siswa

kelas VIII di SMP Negeri 11 Ruteng Kakor”?.

1.5 Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui ada perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa yang diajar dengan mengunakan model Problem Based

Learning (PBL) Bermuatan Tutor Sebaya dengan model Konvensional pada siswa

kelas VIII di SMP Negeri 11 Ruteng Kakor”.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

Secara umum penelitian ini memberikan kontribusi pada dunia pendidikan

pada pembelajaran matematika, yakni model Problem Based Learning

bermuatan Tutor Sebaya dapat digunakan sebagai alternatif untuk

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi sekolah

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk evaluasi

dan masukan bagi sekolah untuk menegaskan dan meyakinkan sejauh

mana kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam proses

pembelajaran matematika.

b. Bagi guru

11
Menambah wawasan bagi guru untuk memilih model pembelaran yang

efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa,

salah satunya adalah model pembelajaran Problem Based learning (PBL)

bermuatan Tutor Sebaya sehingga mampu meningkatkan hasil belajar

siswa serta tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai.

c. Bagi siswa

1. Penerapan model Problem Based Learning (PBL) bermuatan Tutor

Sebaya diharapkan dapat memberikan pengalaman yang bermakna

bagi siswa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematika.

2. Menumbuhkan kesadaran bagi siswa akan pentingnya memiliki dan

mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika,

sehingga masalah matematika yang ditemukan siswa mudah di

selesaikan.

d. Bagi Peneliti

Sebagai sarana pelatihan dalam menerapkan model-model pembelajaran

yang efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa, yaitu dengan mengunakan model Problem Based

Learning (PBL) bermuatan Tutor Sebaya.

12
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Kajian Teori

A. Hakikat Matematika

1. Pengertian Matematika

Matematika merupakan ilmu yang sangat penting dalam kehidupan

manusia. Begitu banyak hal di sekitar kita yang selau berhubungan dengan

matematika, seperti kegiatan jual beli barang, menukar uang, mengukur jarak dan

waktu, serta kegiatan lainnya dalam keseharian manusia yang berhubungan

dengan matematika. Karena ilmu matematika merupakan ilmu yang sangat

penting maka konsep dasar matematika, seperti penjumlahan, pengurangan,

perkalian serta pembagian perlu dipahami oleh siswa dengan benar dan kuat.

Menurut Susanto (2020: 185) matematika adalah salah satu disiplin ilmu

yang dapat meningkatkan kecakapan berpikir serta beragumentasi, memberikan

sumbangan dalam menyelesaikan masalah sehari-hari dan dunia kerja, serta

memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sedangkan Wahyudi & Kriswandani (2013: 10) matematika yaitu ilmu

pengetahuan yang mempelajari konsep-konsep yang disusun dengan mengunakan

simbol dan merupakan bahasa yang eksak, cermat, serta terbebas dari emosi.

Soedjadi (Wassahua, 2016: 68) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi

matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya, yaitu.

13
1. Matematika merupakan cabang pengetahuan yang pasti atau tentu serta

terorganisasi.

2. Matematika yaitu pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

3. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran yang logis serta

berkaitan dengan bilangan.

4. Matematika sebagai pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitaif dan

masalah tentang ruang dan bentuk.

5. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logis

6. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Dari beberapa definisi yang dikemukakan, dapat disimpulkan matematika

adalah suatu bahasa simbolis yang berkaitan dengan struktur-struktur dan

hubungan-hubungan yang disusun secara logis, mengunakan pola pikir deduktif,

objek kajianya bersifat abstrak, dan sebagai ilmu dasar atau basic science tentang

pola berpikir yang sistematis, serta dapat digunakan sebagai alat bantu dalam

menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan penerapanya sangat

diperlukan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah sebuah proses kegiatan belajar mengajar yang

melibatkan guru dan siswa dalam rangka untuk mencapai tujuan atau indikator

yang sudah ditentukan, Hamzah( 2011: 48). Selain itu, pembelajaran juga

14
diartikan sebagai serangakian kegiatan dengan melibatkan informasi dan

lingkungan yang disusun secara terencana agar memudahkan siswa dalam proses

belajaranya. Lingkungan yang dimaksudkan adalah tidak hanya mengacu pada

tempat ketika pembelajaran itu berlansung, melainkan juga metode, media, serta

sarana dan prasarana yang diperlukan untuk penyamapian informasi.

Pembelajaran merupakan kegiatan belajar mengajar, artinya dalam proses

pembelajaran ada kegiatan belajar dan mengajar. Belajar mengacu pada yang

harus dilakukan oleh seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran,

sedangkan mengajar berorientasi kepada apa yang dilakukan guru sebagai

pemberi pembelajaran atau orang yang mentransferkan ilmunya kepada siswa.

Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi sebuah kegiatan pada

saat terjadi interaksi antara guru dan siswa. Berdasarkan uraian tersebut,

pembelajaran dimaknai sebagai proses interkasi antara guru dengan siswa dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Menurut Susanto (2014: 160) pembelajaran matematika adalah suatu proses

belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas

berpikir siswa dan dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan

yang baru sebagai upaya untuk meningkatkan penguasaan yang baik terhadap

materi matematika.

Pembelajaran matematika adalah sebuah proses dengan siswa berpartisipasi

aktif untuk mengkontruksi pengetahuan matematika, karena pengetahuan

matematika siswa akan lebih baik jika siswa mampu mengkontruksi pengetahuan

yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan baru yang mereka peroleh. Oleh
15
karena itu, keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sangat mempengaruhi

keberhasilan pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika merupakan

suatu aktifitas mental yang dilakukan siswa, yaitu memahami arti dan hubungan-

hubungan serta simbol-simbol yang kemudian diterapkan dalam situasi nyata

yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut sejalan dengan fungsi

matematika sekolah, yaitu sebagai wahana dalam meningkatkan ketajaman

penalaran siswa untuk membantu memperjelas serta menyelesaikan permasalahan

yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan uraian tersebut, pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan

interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa yang mampu

mengembangkan konsep-konsep, operasi serta simbol-simbol matematika dan

menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian diharapkan guru

matematika dapat menguasai kumpulan pengetahuan yang kemudian akan

ditransferkan kepada siwa serta menguasai proses, pendekatan, metode dan

strategi yang tepat dalam pembelajaran matematika sehingga siswa dapat

mengembangkan kemampuan berpikir kritis, mengunakan nalar secara efektif dan

efisien , memiliki sikap bertanggung jawab, serta memiliki rasa percaya diri dalam

proses pembelajaran matematika.

3. Tujuan Pembelajaran Matematika

Tujuan pembelajaran matematika yang termuat dalam Kurikulum KTSP

(2006) yang disempurnakan lagi pada kurikulm 2016 adalah (1) memahami

konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep , serta menerapkan

konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan
16
masalah; (2) mengunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, dan menjelaskan

gagasan serta pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah; (4)

mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, serta media lain

yang dapat memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sifat mengharagi

kegunaan matematika dalam kehidupan, memiliki rasa ingin tahu, perhatian, serta

mempunyai minat untuk belajar mempelajari matematika.

B. Model Problem Based Learning

1. Pengertian model Problem Based Learning

Model Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran

yang melatih serta mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah

yang berorientasi pada masalah autentik dari kehidupan aktual siswa, hal ini untuk

meransang kemampuan berpikir tingkat tinggi, Slameto (2011: 7). Menurut

Hosnan (2014: 295) model Problem Based Learning (PBL), model pembelajaran

dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah yang nyata, yang membuat

siswa dapat menyusun sendiri pengetahuanya, menumbuh dan mengembangkan

keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, dapat memandiriikan siswa serta

meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Sejalan dengan itu Sani & Ridwan (2013:

138-146) mengemukakan Problem Based Learning (PBL) adalah pendekatan

pembelajaran yang penyamapaiannya dilakukan dengan cara menampilkan sebuah

permasalahan, memberikan pertanyaan-pertanyaan, dan memfasilitasi

penyelidikan serta membuka dialog. Sejalan dengan itu, Duch (Shoimin , 2014:

130) Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran dengan


17
bercirikan adanya permasalahan yang nyata sebagai konteks agar siswa belajar

berpikir kritis dan memiliki keterampilan dalam pemecahan masalah serta untuk

memperoleh pengetahuan.

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan, maka dapat disimpulkan model

Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran dengan guru

menyajikan sebuah permasalahan yang autentik kepada siswa, lalu siswa

menyelesaikan permasalahan tersebut baik secara individu maupun kelompok

dengan memahami konsep dari masalah yang diberikan, sehingga siswa dapat

memahami hal yang penting dari materi yang dipelajari serta dapat meransang

siswa untuk berpikir kritis dan mempunyai keterampilan dalam pemecahan

masalah.

2. Kharakteristik model Problem Based Learning

Ada beberapa kharaktersistik dalam model Problem Based Learning, seperti

yang dikemukakan oleh Ngalimun (2013: 90) diantaranya adalah.

1. Belajar diawali dengan suatu permasalahan.

2. Memastikan bahwa permasalahan yang disajikan relevan dengan dunia

nyata siswa.

3. Mengorganisasikan pelajaran pada seputaran permasalahan yang diajukan,

bukan di seputaran disiplin ilmu.

4. Siswa diberikan tanggung jawab penuh terhadap proses belajar mereka

sendiri.

5. Dalam pembelajaran siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil.

18
6. Siswa dituntut untuk mendemonstrasikan hal yang sudah mereka pelajari,

baik dalam bentuk produk mapun kinerja (perfomance).

Menurut Arends (Trianto, 2011: 93) mengemukakan beberapa kharakteristik

model Problem Based Learning, diantaranya (1) penyajian pertanyaan dan

masalah; (2) berfokus pada hubungan antara disiplin ilmu; (3) penyeledikan

dilakuan secara autentik; (4) adanya kolaborasi dalam pembelajaran. Berdasarkan

kharakteristik dari model Problem Based Learning, maka diharapkan siswa

memiliki pemahaman yang penuh atau utuh dari materi yang dikemas dalam

sebuah masalah dan memiliki penguasaan sikap positif, serta memiliki

keterampilan secara bertahap dan berkelanjutan.

3. Langkah-langkah model Problem Based Learning

Menurut Shoimin (2014:13) sintaks atau langkah-langkah model Problem

Based Learning adalah sebagai berikut seperti yang disajikan dalam Tabel 2.1

berikut:

19
Tabel 2.1 langkah-langkah Model Problem Based Learning

Fase Langkah-langkah Perilaku Guru

1. Orientasi siswa pada Menjelaskan tujuan pembelajaran dan


masalah menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
serta memotivasi siswa agar berpartisipasi
aktif dalam menyelesaikan masalah yang
diajukan.

2. Mengorganisasikan Membantu dan membimbing siswa dalam


siswa mendefinisikan serta mengorganisasikan
tugas belajar yang berkaitan dengan
masalah yang diajukan (menetapkan topik,
tugas, jadwal, dll).

3. Membimbing Memberi dorongan kepada siswa untuk


penyelidikan individu mengumpulkan informasi yang diperlukan
dan kelompok atau yang sesuai serta melakukan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah, pengumpulan
data, hipotesis, dan pemecahan masalah.

4. mengembangkan dan Membantu mengarahkan siswa untuk


menyajikan hasil karya merencanakan dan menyiapkan karya yang
sesuai, baik berupa laporan, model, serta
membantu mereka untuk berbagi tugas
dengan teman yang lain.

5. Menganalisis dan Membantu siswa dalam melakukan refleksi


mengevaluasi proses atau evaluasi terhadap penyelidikan yang
pemecahan masalah mereka lakukan dan proses-proses yang
mereka gunakan.

4. Kelebihan dan kekurangan model Problem Based Learning

Menurut Aris Shoimin (2014: 132) ada beberapa kelebihan model Problem

Based Learning (PBL) diantaranya sebagai berikut.

a. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah

dalam situasi nyata.

20
b. Siswa memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuanya sendiri

melalui aktivitas belajar.

c. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada

hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa.

d. Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok.

e. Siswa terbiasa dengan mengunakan sumber-sumber pengetahuan dari

berbagai sumber, baik dari perpustakan, internet, wawancara, dan

observasi.

f. Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri.

g. Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam

kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka.

h. Kesulitan belajar siswa secara individu dapat diatasi melalui kerja

kelompok dalam bentuk peer teaching.

Sedangkan menurut Suyanti (2010) kelebihan dari penerapan model

Problem Based learning (PBL) adalah sebagai berikut.

a. Model Problem Based Learning (PBL) dirancang untuk membantu siswa

dalam membangun kemampuan berfikir kritis, kemampuan pemecahan

masalah, dan intelektual mereka dan mengembangkan kemampuan mereka

untuk menyelesaikan masalah dan memperoleh pengetahuan yang baru.

b. Membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan bebas.

c. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami

isi pelajaran dan dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.

21
d. Dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan

pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

e. Membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung

jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan serta mendorong siswa

untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses

belajarnya.

f. Dengan model Problem Based learning (PBL) bisa memperlihatkan kepada

siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berfikir,

dan sesuatu yang harus dimengerti siswa, bukan hanya sekedar belajar dari

guru atau dari buku-buku.

g. Dapat mengembangkan minat siswa untuk terus-menerus belajar sekalipun

belajar pada pendidikan formal berakhir.

Dari uraian beberapa kelebihan tersebut, maka dapat disimpulkan kelebihan

dengan mengunakan model pembelajaran Problem Based learning (PBL) adalah.

a. Melatih siswa memiliki kemampuan berpikir kritis, kemampuan mecahkan

masalah, dan membangun pengetahuannya sendiri.

b. Terjadinya peningkatkan dalam aktivitas ilmiah siswa.

c. Mendorong siswa melakukan evaluasi atau menilai kemajuan belajarnya

sendiri.

d. Siswa terbiasa belajar melalui berbagai sumber-sumber pengetahuan yang

relevan.

e. Siswa lebih mudah memahami sesuatu konsep jika saling mendiskusikan

masalah yang dihadapi.


22
Selain memiliki beberapa kelebihan, model Problem Based Learning juga

mempunyai beberapa kelemahan seperti yang diutarakan oleh Aris Shoimin

(2014: 132) diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Problem Based Learning (PBL) tidak dapat diterapkan untuk setiap materi

pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi.

Problem Based Learning (PBL) lebih cocok untuk pembelajaran yang

kaitanya dengan pemecahan masalah.

b. Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang memiliki

tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam

pembagian tugas.

Sedangkan menurut Suyanti (2010) kelemahan dalam penerapan model

Problem Based learning (PBL) adalah sebagai berikut:

a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan

bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka siswa akan

merasa enggan untuk mencoba.

b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui Problem Based Learning (PBL)

membutuhkan waktu yang cukup lama.

c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah

yang sedang dipelajari , maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka

pelajari.

Maka dapat disimpulkan kelemahan dari model Problem Based learning

(PBL) adalah: (1) model Problem Based learning (PBL) memerlukan waktu yang

tidak sedikit; (2) pembelajaran dengan model ini membutuhkan minat dari siswa
23
untuk memecahkan masalah, jika siswa tidak memiliki minat untuk memecahkan

masalah yang diajukan maka siswa cenderung bersikap enggan untuk mencoba

memecahkan masalah; serta (3) model Problem Based learning (PBL) lebih cocok

untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan pemecahan masalah.

C. Metode Tutor Sebaya

1. Pengertian Metode Tutor Sebaya

Metode tutor sebaya atau teman sejawat merupakan metode belajar

mengajar dengan bantuan seorang peserta didik yang kompoten untuk mengajar

peserta didik lainnya, Sani (2014). Alawiyah (2017) menyatakan bahwa

pembelajaran tutor sebaya sebagai suatu pembelajaran dengan pemahaman siswa

yang memiliki kepandaian di dalam kelas untuk membantu memberi penjelasan

serta bimbingan kepada teman sebayanya yang mengalami kesulitan dalam

menerima materi pelajaran. Adanya implementasi metode tutor sebaya

memberikan kemudahan pada proses pembelajaran, karena sumber belajar bukan

hanya dari guru melainkan juga siswa yang menjadi tutor bagi teman kelasnya

dapat dijadikan sumber belajar. Dari beberapa definisi yang dikemukakan, maka

dapat disimpulkan metode tutor sebaya adalah metode pembelajaran yang

melibatkan siswa yang berkompoten serta telah mendapat bimbingan khusus dari

guru untuk memberikan arahan dan penjelasan kepada teman seusianya yang

mengalami kesulitan dalam menyerap materi pembelajaran.

Pembelajaran dengan metode tutor sebaya sifatnya adalah pembelajaran

kooperatif bukan kompetitif. Kolaborasi yang terjadi antar siswa mampu

menumbuhkembangkan rasa saling menghargai dan juga mengerti, sehingga dapat


24
memperoleh hasil yang lebih optimal. Pelaksanaan pembelajaran mengunakan

tutor sebaya memberikan pengaruh yang postif untuk kedua belah pihak, baik

untuk tutor sendiri maupun bagi siswa yang dibimbingnya. Bagi siswa yang

dibimbing, mereka akan lebih bersemangat karena sudah memahami materi

dibandingkan sebelum mendapatkan bimbingan, sedangkan untuk tutor sendiri

akan ada kepuasaan tersendiri ketika ia mampu menjadi penamabah semangat

bagi temanya serta penguasaan konsep materi yang diajarkan kepada temanya

akan lebih dikuasai olehnya. Dengan demikian penggunaan metode tutor sebaya

menciptakan kondisi persaingan preastasi belajar secara sehat.

Salah satu ciri dari pembelajaran tutor sebaya yaitu terciptanya

pembelajaran yang berkualitas karena adanya interaksi diantara siswa dan guru,

Tugas dari tutor itu sendiri yang kemudian akan memberikan kemudahan bagi

teman-temannya dalam mencapai hasil belajar yang maksimal.

2. Langkah-langkah Metode Tutor Sebaya

Menurut Zaini (Solihin, 2019) langkah-langkah metode pembelajaran tutor

sebaya adalah sebagai berikut.

a. Materi dipilih dan dibagi ke dalam beberapa sub-sub materi dan siswa bisa

mempelajarinya secara mandiri.

b. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil yang bersifat heterogen,

jumlah kelompok yang dibentuk sesuai dengan banyaknya sub-sub materi

yang akan dipelajari serta siswa yang telah dipilih menjadi tutor akan

disebarkan pada masing-masing kelompok yang sudah dibentuk.

25
c. Setiap kelompok diwajibkan untuk memahami dan mempelajari sub materi

yang sudah ditugaskan pada kelompoknya yang dipandu oleh tutor dari

masing-masing kelompok.

d. Setiap kelompok diberikan waktu yang cukup untuk melakukan persiapan.

e. Perwakilan dari setiap kelompok akan menyamapaikan hasil diskusi kerja

kelompoknya terkait dengan sub materi yang ditugaskan dan guru yang

akan menjadi sumber utamanya.

f. Setelah semua kelompok menyampaikan hasil diskusi atau tugasnya

secara berurutan sesuai dengan sub materi, guru lalu menyimpulkan dan

mengklarifikasi jika ada yang perlu diluruskan.

3. Kelebihan dan kekurangan Metode Tutor Sebaya

Metode tutuor sebaya memiliki kelebihan dan kekurangan, seperti yang

dikemukakan oleh Izzati (2015), kelebihan dari metode tutor sebaya, yakni (1)

memberikan dampak yang lebih baik terlebih khusus untuk beberapa siswa yang

tidak berani atau malu serta mempunyai perasaan takut untuk bertanya secara

lansung kepada guru terkait dengan pemahaman materi serta kegiatan belajar

lainnya; (2) bagi siswa yang menjadi tutor, pekerjaan tutoring akan memperkuat

konsep yang dikuasai; (3) menjadi tutor adalah kesempatan bagi siswa dalam

meningkatkan mutu diri dan memperoleh kepercayaan diri yang lebih tinggi; dan

(4) interaksi yang terjalin diantara siswa akan memperkuat hubungan diantara

mereka. Dan untuk kelemahan dari metode tutor sebaya adalah (1) siswa yang

dibimbing oleh tutor menjadi kurang serius dalam belajar karena berpikir hanya

diajar oleh temannya, hal ini menyebabkan hasilnya kurang memuaskan; (2) tidak
26
semua siswa yang pandai dan cepat belajarnya bisa mengajarkan kembali materi

yang telah dipahami kepada teman-temannya.

D. Model Problem Based Learning bermuatan Tutor Sebaya

Model Problem Based Learning bermuatan tutor sebaya merupakan

pembaharuan model dalam pembelajaran yang hendaknya dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Pada proses pembelajaran ini

terjadi perpaduan model pembelajaran kelompok dan pembelajaran yang

didasarkan pada masalah yang otentik dan dalam proses memecahkan masalah

tersebut memanfaatkan seorang tutor yang sudah ditentukan oleh pendidik.

Adapun langkah-langkah model Problem Based Learning (PBL) bermuatan tutor

sebaya disajikan dalam Tabel 2.2 berikut:

Table 2.2 sintaks model Problem Based Learning bermuatan Tutor Sebaya

Kegiatan Langkah-langkah kegiatan

Pendahuluan 1. Guru mengucapkan salam kepada siswa


2. Guru meminta salah satu siswa untuk memimpin doa
sebelum pembelajaran dimulai
3. Guru mengecek kehadiran siswa
Inti Fase 1. Orientasi siswa pada masalah
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa
serta logistik yang diperlukan.
2. Guru memberikan motivasi kepada siswa agar terlibat
aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.
3. Guru menentukan siswa yang akan menjadi tutor serta
menjelaskan tugas dari tutor tersebut.
4. Siswa di bagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang
bersifat heterogen, dan siswa yang pandai dan
berkompoten akan di bagi ke dalam setiap kelompok
dan bertindak sebagai tutor bagi teman-temanya.
5. Guru menerangkan permasalahan yang akan
dipecahkan atau yang akan diselesaikan oleh siswa

27
Fase 2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
6. Siswa diberi kesempatan oleh guru untuk bertanya
terkait dengan hal-hal yang belum mereka pahami atau
hal-hal yang belum jelas.
7. Guru membimbing tutor dalam mendefenisiskan serta
mengorganisasikan tugas belajar yang berkaitan dengan
masalah yang diajukan.
8. Guru membimbing siswa untuk siswa berdiskusi
bersama dengan teman kelomppoknya.
Fase 3. Membimbing penyelidikan individu dan
kelompok
9. Guru memberikan dorongan kepada siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melakukan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah dengan bantuan serta bimbingan
tutor.
10. Siswa diberi waktu yang cukup untuk melakukan
persiapan.

Fase 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya


11. Guru menunjuk perwakilan dari setiap kelompok selain
tutor untuk mempresentasikan hasil kerja mereka di
depan kelas.
12. Guru meminta kelompok lain untuk memberikan
tanggapan untuk kelompok yang melakukan presentasi.
Fase 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemechana masalah
13. Guru membantu siswa dalam melakukan refleksi terkait
dengan proses penyeledikan yang mereka lakukan.
14. Guru bersama siswa akan menyimpulkan hasil kegiatan
yang telah dilakukan
Penutup 1. Guru mengingatkan kepada siswa untuk mempelajari
materi berikutnya yang akan dipelajari pada pertemuan
selanjutnya.
2. Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam.

Model Problem Based Learning bermuatan tutor sebaya merupakan

pembaharuan suatu model pembelajaran yang hendaknya dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Pada proses pembelajaran ini

terjadi perpaduan model pembelajaran kelompok dan pembelajaran yang

28
didasarkan pada masalah yang otentik dan dalam proses memecahkan masalah

tersebut memanfaatkan seorang tutor yang sudah ditentukan oleh pendidik.

E. Metode Konvensional

1. Pengertian Metode Konvensional

Model pembelajaran konvensional merupakan sutau model pembelajaran

tradisonal dengan metode ceramah adalah salah satunya. Metode ceramah

merupakan metode yang boleh dikatakan tradisional, karena sudah sejak dulu

metode ini telah digunakan sebagai sarana komunikasi lisan antara guru dengan

siswa dalam pembelajaran. Beberapa ciri dari pembelajaran konevnsional adalah

adanya ceramah yang diiringi dengan penjelasan, pembagian tugas, dan latihan.

Model pembelajaran konvensional adalah sebuah pendekatan pembelajaran

yang berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah, yaitu dari guru ke

siswa, metode pembelajaran yang digunakan lebih mengunakan metode ceramah

dan demonstrasi serta materi pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-konsep

bukan kompotensi (Insiyah, 2013: 27). Pembelajaran konvensional sering

diimplementasikan oleh guru-guru di sekolah, dalam pembelajaran ini guru

menerangkan materi atau melakukan penturan materi secara lisan kepada siswa,

lalu siswa mendengarkan dan mencatat seperlunya. Umunya siswa bersifat pasif,

di mana menerima saja apa yang dijelaskan oleh guru. Dalam menjalankan tugas,

alat bantu yang sering dipakai guru yaitu papan tulis, kapur, serta gambar-gambar.

Dalam pembelajaran konvensional yang menjadi sumber belajar, yaitu lebih

banyak berupa informasi verbal yang didapat dari buku serta penjelasan dari guru

atau ahli.
29
Dari beberapa definisi yang dikemukakan, dapat disimpulkan model

konvnensional adalah salah satu metode pembelajaran dengan kegiatan ceramah

sering dilakukan, guru sebagai sumber informasi bagi siswa, dan kecendrungan

siswa hanya mendengarkan apa yang dijelaskan oleh guru dan mencatat

seperlunya saja, pembelajaran didominasi oleh guru karena guru sebagai pusat

pembelajaran dan komunikasi yang terjadi bersifat satu arah, yaitu komunikasi

antara guru dengan siswa.

2. Langkah-langkah metode konvensional

Menurut Sanjaya (Sahimin, Nasution, & Sahputra,2017) langkah-langkah

atau sintaks model pembelajaran konvensional, adalah sebagai berikut.

1. Persiapan (prepartion), yaitu guru mempersiapkan siswa untuk belajar.

2. Penyajian (presentation), yaitu guru menyajikan informasi berkaitan

dengan materi yang akan dipelajari tahap demi tahap.

3. Menghubungkan (correlation), yaitu guru memberikan bimbingan

pelatihan awal.

4. Menyimpulkan (generalization), yaitu guru memberikan umpan balik

terhadap siswa unyuk mengetahui sejah mana kemampuan siswa dalam

mengikuti proses pembelajaran.

5. Penerapan (aplication), yaitu guru memberikan kesempatan untuk

pelatihan lanjutan dan penerapanya dalam kehidupan sehari-hari.

F. Kemamapuan Pemecahan Masalah Matematika

1. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

30
Menurut Siregar dan Syafari (2017) kemampuan pemecahan masalah, yaitu

kemampuan siswa untuk menyelesaikan atau menemukan jawaban dari suatu

pertanyaan yang terdapat di dalam suatu cerita, teks, serta tugas-tugas dalam

pelajaran matematika sesuai dengan tahap-tahap pemecahan masalah. Sedangkan

menurut Kesumawati (Mawaddah & Anisah, 2015:167) kemampuan pemecahan

masalah matematis merupakan kemampuan mengidentifikasikan unsur-unsur

yang diketahui, yang ditanyakan, serta kecukupan unsur yang diperlukan, mampu

membuat atau menyusun model matematika, dapat memilih dan mengembangkan

strategi pemecahan, serta mampu menjelaskan dan memeriksa kebenaran jawaban

yang diperoleh. Dan menurut Polya (Amir, 2015: 36) Pemecahan masalah

merupakan sebuah usaha yang dilakukan untuk mencari jalan keluar dari kesulitan

untuk mencapai tujuan yang tidak segera dapat tercapai.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan, dapat disimpulkan kemampuan

pemecahan masalah adalah proses berpikir secara terarah untuk menentukan apa

yang harus dilakukan dalam mengatasi suatu masalah dan langkah-langkah untuk

menyelesaikanya belum diketahui secara jelas atau kemampuan pemecahan

masalah adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika

berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah.

Proses memecahkan masalah matematika berbeda dengan proses

menyelesaikan soal matematika. Perbedaan tersebut ada dalam istilah masalah dan

soal, karena menyelesaikan soal matematika belum tentu termasuk dalam

memecahkan masalah matematika. Apabila suatu soal matematika langkah-

langkah penyelesaianya lansung dapat ditemukan, maka soal tersebut merupakan


31
soal rutin dan bukan soal pemecahan masalah, sedangkan suatu soal dikatakan

sebagai masalah matematika apabila soal tersebut langkah-langkah

penyelesaianya tidak segera di dapat atau metoe untuk menyelesaikanya belum

tampak jelas dan disebut dengan soal nonrutin. Hal ini sejalan dengan pendapat

Soemarmo (2014: 22), yaitu tugas matematika dapat dikategorikan sebagai

masalah matematika apabila tidak segera diperoleh langkah penyelesaianya tapi

harus melalui beberapa kegiatan lainnya yang relevan. Dengan demikian

memecahkan masalah matematika adalah usaha untuk mencari jalan keluar dari

suatu masalah yang langkah penyelesaianya belum diketahui secara jelas.

2. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah

Menurut Lestari dan Yudhanogara (2015:85) ada beberapa indikator

kemampuan pemecahan masalah, diantaranya adalah.

1. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, serta kecukupan

unsur yang dibutuhkan.

2. Merumuskan masalah matematis atau memodelkan masalah ke dalam

bentuk matematika.

3. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah.

4. Menjelaskan atau menfasirkan hasil penyelesaian masalah.

Sedangkan menurut Kesumawati (Mawaddah, 2015: 168) indikator

kemampuan pemecahan masalah matematis yaitu sebagai berikut.

1. Menunjukan pemahaman terhadap masalah, diantaranya adalah

kemampuan untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui,

ditanyakan, dan kecukupan unsur yang dibutuhkan.


32
2. Mampu membuat atau merancang masalah ke dalam model matematika,

meliputi kemampuan merumuskan masalah yang ada dalam kehidupan

sehari-hari ke dalam bentuk matematika.

3. Memilih dan mengembangkan strategi pemecahan masalah, diantaranya

kemampuan memunculkan beberapa kemungkinan atau alternatif yang

digunakan untuk menyelesaikan rumus-rumus atau pengetahuan mana

yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.

4. Mampu menerangkan serta memeriksa kebenaran hasil jawaban yang

diperoleh, diantaranya kemampuan menentukan kesalahan-kesalahan

pada perhitungan, kesalahan dalam mengunakan rumus, memeriksa

kecocokan antara data yang telah ditemukan dengan yang ditanyakan,

serta dapat menjelaskan kebenaran hasil jawabannya.

Dan Polya (Eviyanti, dkk. 2017), ada empat langkah atau prosedur dalam

pemecahan masalah, yaitu:

1. memahami masalah

2. menyusun rencana pemecahan masalah

3. melaksanakan rencana pemecahan masalah, dan

4. memeriksa kembali.

Indikator pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah berdasarkan

prosedur pemecahan masalah menurut Polya, yaitu: memahami masalah,

menyusun rencana pemecahan masalah, melaksanakan rencana pemecahan

masalah, dan memeriksa kembali.

a. Memahami masalah
33
Pada langkah yang pertama ini siswa harus memahami masalah,

diantaranya adalah: masalah apa yang dihadapi?, apa yang diketahui?, apa yang

ditanyakan?, apa kondisinya?, dan bagaimana memilah kondisi-kondisi

tersebut?. Tuliskan hal-hal tersebut, bila perlu buatlah dalam bentuk gambar,

gunakan simbol atau lambang yanng sesuai.

Contoh dalam memahami masalah adalah ketika siswa diberikan suatu

soal pemecahan masalah, hal pertama yang diperlukan adalah siswa harus

memahami maasalah dengan mampu menentukan unsur-unsur yang diketahui

dan ditanyakan dalam soal yang diberikan.

b. Menyusun rencana pemecahan masalah

Dalam langkah ini, yaitu menemukan hubungan anatara data yang sudah

diperoleh dengan hal-hal yang belum diketahui, atau mengaitkan hal-hal yang

mirip secara analogi dengan masalah. Apakah pernah mengalami masalah yang

mirip?, Apakah mengetahui masalah yang berkaitan?, Teorema apakah yang

dapat digunakan?, Apakah ada pola atau aturan yang dapat digunakan?.

Contoh dari menyusun rencana pemecahan, yaitu siswa menemukan

hubungan dari data yang diperolehnya dengan apa yang ditanyakan dalam soal.

Siswa akan memilih konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dan

digunakan untuk menyelesaikan masalah yang ada. Jadi, diperlukan aturan-

aturan sehingga dalam proses pemecahan masalah tidak ada satupun alternaif

yang diabaikan.

c. Melaksanakan rencana pemecahan

34
Menjalankan rencana untuk menemukan sebuah solusi, melakukan serta

memeriksa setiap langkah apakah sudah benar, bagaimana membuktikan

bahwa perhitungan langkah-langkah atau prosedur sudah benar.

Contoh dari kegiatan melaksanakan rencana adalah berdasarkan rencana

yang sudah dibuat, siswa menyelesaikan soal atau masalah yang ada

berdasarkan rencana penyelesaian yang sudah dilakukan. Dalam

menyelesaikan masalah, ada proses perhitngan yang dilakukan, setiap langkah

penyelesaian dicek , apakah langkah penyelesaianya sudah benar atau belum.

Dan hasil yang diperoleh akan diuji apakah hasil tersebut benar-benar hasil

yang dicari.

d. Memeriksa kembali

Pada langkah ini, yaitu melakukan pemeriksaan kembali terhadap proses

dan solusi yang dibuat untuk memastikan bahwa penyelesaian masalah itu

sudah benar dilakukan. Pada tahap ini juga untuk mencari apakah dapat dibuat

generalisasi untuk menyelesaikan masalah yang sama, dan menelaah untuk

pendalaman atau mencari kemungkinan adanya penyelesaian yang lain.

Contoh dari kegiatan memeriksa kembali adalah siswa mengecek kembali

langkah-langkah penyelesaian yang telah dilakukanya, dengan cara melihat

kembali hasil, melihat kembali alasan-alasan yang digunakan dalam

menyelesaikan masalah yang ada, mengunakan metode yang serupa dalam

menyelesaikan masalah yang lain, menafsirkan kembali masalah,

menginterprestasikan hasil serta memecahkan masalah yang baru.

35
Adapun indikator yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa berdasarkan dimensi tahapan

pemecahan masalah Polya, diantaranya dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah

Dimensi Pemecahan Masalah Indikator yang Dicapai

Memahami masalah Siswa mendeskripsikan masalah,


yaitu siswa dapat menulsikan
semua informasi penting dari
masalah serta dapat mengambarkan
sebuah diagram atau tabel yang
menunjukan situasi masalah.

Merencanakan penyelesaian masalah Siswa mendeskripsikan berbagai


strategi untuk menyelesaikan
masalah, di mana siswa dapat
memecahkan masalah dalam dua
cara atau lebih dan menunjukan
solusinya.

Melaksanakan rencana pemecahan Siswa menyelesaikan masalah


masalah secara terencana, di mana siswa
dapat menyelesaikan masalah
secara terencana mulai dari input ,
proses, dan output.

Memeriksa kembali Siswa mengevaluasi strategi


sistematikanya, yaitu siswa dapat
mengevaluasi strategi yang
digunakan dalam memecahkan
masalah berdasarkan prosedur yang
sudah disajikan.

2.2 Penelitian Yang Relevan

Peneliti sudah melakukan penelusuran dan kajian dari berbagai sumber serta

refrensi penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yang

hasilnya telah dibuktikan kesaihanya, diantaranya adalah sebagai berikut:


36
1. Penelitian yang dilakukan oleh (Tanti, Utu Rahim, & Hafiludin

Samparadja, 2020) mahasiswa dan dosen jurusan pendidikan matematika

FKIP Universitas Halu Oleo dengan judul “Pengaruh Model Problem

Based Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Siswa Kelas Vii Smp Negeri 14 Kendari.

Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan hasil perhitungan

diperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah untuk kelas

eksperimen (kelas yang mengunakan model Problem Based Learning)

sebesar 69,79; sedangkan nilai rata-rata untuk kelas kontrol (kelas yang

mengunakan model pembelajaran lansung) sebesar 61,94; berati selisih

kedua kelas tersebut adalah 7,85, artinya kemampuan pemecahan masalah

matematis yang diajar dengan mengunakan model PBL lebih tinggi dari

pada kemampuan pemecahan masalah matematis yang diajar dengan

model pembelajajaran lansung.

Berdasarkan uji hipotesis dengan mengunakan uji t diperoleh thitung= 3,94,

ttabel= 1,66. Dari data ini menunjukan bahwa t hitung> ttabel, artinya H0 ditolak.

Hal ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan model

Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa di kelas VII SMP Negeri 14 Kendari.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Efrida, E (2017) dengan judul penelitian “

Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Modifikasi

Metode Tutor Sebaya Terhadap Kemampua Pemecahan Masalah

37
Matematis Peserta Didik Kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung Tahun

Ajaran 2015/2016.

Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan hasil perhitungan uji

hipotesis dengan mengunakan Anava Satu Jalan diperoleh ,

di mana dan . Karena nilai

, maka hipotesis H0 ditolak dan H1 diterima. H1 diterima

artinya terdapat pengaruh pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Modifikasi Tutor Sebaya Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Peserta Didik Kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung Tahun

Ajaran 2015/2016.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Restika Ayu, Nurrahmawati, dan Hera

Deswita, mahasiswa jurusan pendidikan matematika Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pasir Pengaraian dengan judul “

Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Siswa Kelas VII

SMPN 3 Rambah Samo”.

Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan hasil perhitungan

diperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa VIIA

(kelas eksperimen) yang mengunakan model Problem Based Learning

(PBL) sebesar 77,53 sedangkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa kelas VIIB (kelas kontrol) yang mengunakan model

pembelajaran konvensional sebesar 64,21 berarti selisih kedua kelas

38
tersebut adalah 13,32. Dari data ini menunjukan bahwa rata-rata

kemmapuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengunakan

model Problem Based Learning (PBL) lebih tinggi dari kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa yang mengunakan model

pembelajaran konvensional. Maka dapat di disimpulkan bahwa model

Problem Based Learning (PBL) berpengaruh terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa kelas VII SMPN 3 Rambah Samo

pada pokok bahasan bangun datar.

2.3 Kerangka Berpikir

Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang penting

untuk dimiliki oleh siswa, karena merupakan tujuan dalam pembelajaran

matematika di sekolah yang sudah ditetapkan dalam standar isi pada

Permendiknas No 20 Tahun 2006. Tapi pada kenyataanya kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa masih rendah atau belum optimal. Berdasarkan

pengamatan peneliti di SMP Negeri 11 Ruteng Kakor yang dilakukan dengan

mengadakan wawancara dengan salah satu guru matematika di SMP Negeri 11

Ruteng Kakor menunjukan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa masih rendah, hal ini dibuktikan dengan ketika menyelesaikan masalah

matematika atau soal matematika, siswa cenderung sulit dalam memahami

masalah, tidak bisa menyusun rencana dan strategi untuk menyelesaikan masalah,

siswa kesulitan untuk menentukan langkah-langkah penyelesaian untuk

mendapatkan jawaban dari masalah yang diberikan; serta siswa kesulitan dalam

menginterprestasikan hasil penyelesaian masalah.


39
Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa juga

dikarenakan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah (a) guru kurang

memberikan soal pemecahan masalah kepada siswa, sehingga ketika diberikan

soal yang berbasis masalah siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikanya;

(b) kecenderungan dalam pembelajaran matematika guru kurang memberikan soal

nonrutin kepada siswa; (c) guru tidak menerapkan strategi-strategi pembelajaran

yang efektif dalam proses pembelajaran, kadangkala guru mengunakan

penggunaan model pembelajaran konvensional dengan kegiatan ceramah lebih

mendominasi dalam pembelajaran sehingga siswa bersikap monton dan kurang

berparsipasi aktif dalam pembelajaran; serta (c) guru kurang memberikan

permasalahan-permasalahan sehari-hari untuk dipecahkan oleh siswa. Dengan

demikian, sangat diperlukan perbaikan sehingga penguasaan dan penyelesaian

soal matematika yang berbasis masalah dapat meningkat dengan mengunakan

model pembelajaran yang efektif serta dapat menumbuhkan aktivitas peserta didik

dalam memecahkan masalah.

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam rangka untuk

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yakni dengan

mengunakan model Problem Based Learning (PBL) bermuatan Tutor Sebaya, ini

merupakan perpaduan dari model dan metode dalam sebuah proses pembelajaran.

Model Problem Based Learning adalah pembelajaran yang menyajikan sebuah

permasalahan di awal pembelajaran, hal ini mendorong siswa untuk berpikir

dengan mengumpulkan berbagai konsep-konsep yang telah mereka pelajari dari

berbaagi macam sumber untuk melatih serta meningkatkan kemampuan


40
pemecahan masalah. Sedangkan, metode tutor sebaya diduga salah satu metode

pembelajaran yang mampu meningkatkan kemmapuan pemecahan masalah

matematika siswa. Metode tutor sebaya adalah metode pembelajaran, di mana ada

siswa yang akan menjadi tutor (pengajar) bagi siswa lainnya yang mengalami

kendala atau kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Siswa yang dipilih

menjadi tutor adalah siswa yang berkompoten, siswa yang memiliki kelebihan

dari pada teman-temannya, dalam arti siswa yang menjadi tutor adalah siswa yang

lebih memahami suatu pokok bahasaan pada mata pelajaran tertentu dibandingkan

dengan siswa lainnya. Oleh karena itu, diharapkan model Problem Based

Learning bermuatan Tutor Sebaya dapat memfasilitasi proses pembelajaran

peserta didik untuk saling berdiskusi dan saling membagikan pengetahuan yang

dimiliki dalam memecahkan masalah matematika yang diberikan.

Berdasarkan uraian masalah tersebut, maka diharapkan model pembelajaran

Problem Based Learning bermuatan Tutor Sebaya dapat meningkatkan

kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Terdapat perbedaan peningkatan

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan

mengunakan model Problem Based Learning bermuatan Tutor Sebaya dengan

metode Konvensional pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 11 Ruteng Kakor”.

41
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan metode eksperimen. Menurut Sugiyono (2013:72) metode

eksperimen merupakan suatu metode penelitian yang digunakan untuk mencari

pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dengan kondisi yang

terkendalikan. Selanjutnya Sukmadinata (2012 : 212) menyatakan bahwa metode

eksperimen adalah penelitian untuk melakukan pengukuran pengaruh sebuah

variabel terhadap variabel lain. Penelitian Eksperimen berbeda dengan penelitian

lain sebab penelitian ini menggunakan kelompok kontrol selain kelompok

eksperimen.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan betuk Quasi Eksperimental

Design (penelitian eksperimen semu), karena kelompok kontrol tidak dapat

berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang akan

mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Pelaksanaan penelitian ini akan

dilakukan dengan memberikan perlakuan (treatment), berupa penerapan model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) bermuatan Tutor Sebaya pada kelas

eksperimen dan model konvensional pada kelas kontrol.

42
B. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest-Posttest Control

Grup Design. Dalam desain ini, peneliti memilih dua kelompok kelas, yaitu

kelompok kelas eksperimen dan kelompok kelas kontrol. Kelompok eksperimen

adalah kelompok kelas yang mendapatkan perlakuan pembelajaran model

Problem Based Learning (PBL) bermuatan Tutor Sebaya, sedangkan kelompok

kontrol adalah kelompok kelas yang mengunakan model pembelajaran

Konvensional.

Secara rinci desain Pretest-Posttest Control Grup Design dapat dilihat pada

Tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelas Eksperimen X

Kelas Kontrol -
(Sugiyono, 2013:170)

Keterangan:

3.2 : Pre-test kelas eksperimen

: Post-test kelas eksperimen

: Pre-test kelas kontrol

: Post-test kelas kontrol

X :
Perlakuan dengan mengunakan model pembelajaram
Problem Based Learning (PBL) bermuatan Tutor
Sebaya
Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 11 Ruteng Kakor, dan

dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2021/2022.


43
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

A. Populasi Penelitian

Populasi yaitu wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang

memiliki kualitas serta kharakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari kemudian ditarik kesimpulanya (Sugiyono, 2010:117). Hal ini sejalan

dengan yang dikemukakakan oleh (Endang Mulyatiningshi, 2013:9) bahwa

populasi akan menjadi wilayah generalisasi sebuah hasil kesimpulan penelitian.

Dari uraian di atas, maka populasi dalam penelitian adalah keseluruhan

objek yang akan menjadi sasaran penelitian. Dengan demikian, populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 11 Ruteng Kakor tahun

ajaran 2021/2022. Adapun jumlah seluruh siswa dari populasi tersebut adalah

sebanyak 142 orang siswa yang tersebar dalam lima kelas, yaitu kelas VIII A,

VIII B, VIII C, VIII D, dan VIII E. Secara rinci dapat dilihat dalam Tabel 3.2

berikut:

Tabel 3.2 Rekaptulasi Jumlah Siswa SMP Negeri 11Ruteng Kakor Kelas VIII Perkelas

Jumlah siswa
No Kelas Jumlah seluruh
Laki-laki Perempuan Siswa

1 VIII A 15 13 28
2 VIII B 16 12 28
3 VIII C 8 22 30
4 VIII D 7 20 27
5 VIII E 18 11 29

Jumlah 64 78 142

44
B. Sampel Penelitian

Sampel diartikan sebagai cuplikan atau bagian dari populasi (Endang

Mulyatiningshi, 2013:10). Sejalan dengan itu Sugiyono (2013: 81) Sampel

diartikan sebagai bagian dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dengan

demikian, sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili sifat atau

karakteristik dari populasi tersebut.

Adapun pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah mengunakan

simple random sampling atau pengambilan sampel dilakukan secara acak. Dalam

penelitian ini, peneliti memilih dua kelas secara acak untuk dijadikan kelas

eksperimen dan kelas kontrol dari keseluruhan lima kelas dengan mengunakan uji

kesetaraan kelas . Untuk menguji kesetaraan diambil dari nilai Ujian Tengah

Semester kelas VIII SMP Negeri 11 Ruteng Kakor tahun ajaran 2021/2022. Uji

kesetaraan kelas dapat dilakukan dengan mengunakan rumus separated varians

(Sugiyono, 2016: 273).

Keterangan:
: Jumlah sampel dari kelas pertama
: Jumlah sampel dari kelas kedua
: Rata-rata dari kelas pertama

: Rata-rata dari kelas kedua

: Varian dari kelas pertama


: Varian dari kelas kedua

45
Adapun kriteria keputusan dalam pengujian kesetaraan ini adalah:
1. Jika thitung <ttabel maka setara

2. Jika thitung ttabel maka tidak setara


Analisis mengunakan taraf signifikasi atau 0,05, dan derajat

kebesan .

3.4 Variabel Penelitian

Variabel merupakan atribut atau objek yang mempunyai variasi antara satu

dengan yang lainnya, (Sugiyono, 2015:38). Dalam penelitian ini terdapat dua

variabel yang digunakan, yaitu:

a. Variabel Bebas.

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau variabel

yang menjadi sebab timbulnya variabel terikat (Arikunto, 2006: 199). Dalam

penelitian ini variabel bebas adalah model Problem Based Learning

bermuatan Tutor Sebaya.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau variabel yang

menjadi akibat karena adanya variabel bebas, (Arikunto, 2006: 119). Adapun

yang menjadi variabel terikat pada penelitian ini, yaitu kemampuan

pemecahan masalah matematika.

3.5 Definisi Konseptual

1. Model Problem Based Learning (PBL) bermuatan Tutor Sebaya

46
Model Problem Based Learning bermuatan Tutor Sebaya merupakan

pembaharuan atau inovasi model dalam proses pembelajaran yang hendaknya

dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Pada

proses pembelajaran ini terjadi perpaduan model pembelajaran kelompok dan

pembelajaran yang didasarkan pada masalah yang autentik (nyata) dan dalam

proses memecahkan masalah tersebut memanfaatkan seorang tutor yang sudah

ditentukan oleh pendidik.

2. Model Konvensional

Model konvnensional adalah salah satu metode pembelajaran dengan

kegiatan ceramah sering dilakukan, guru sebagai sumber informasi bagi siswa,

dan kecendrungan siswa hanya mendengarkan apa yang dijelaskan oleh guru dan

mencatat seperlunya saja, pembelajaran didominasi oleh guru karena guru sebagai

pusat pembelajaran dan komunikasi yang terjadi bersifat satu arah, yaitu

komunikasi antara guru dengan siswa.

3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah proses berpikir secara

terarah untuk menentukan apa yang harus dilakukan dalam mengatasi suatu

masalah serta metode untuk untuk menyelesaikanya belum diketahui secara jelas

atau dapat dikatakan kemampuan pemecahan masalah matematika adalah

kecakapan, kemampuan dan juga potensi untuk menyelesaikan masalah

matematika berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah.

3.6 Definisi Operasional Variabel

1. Model Problem Based Learning (PBL) bermuatan Tutor Sebaya


47
Model Problem Based Learning bermuatan Tutor Sebaya adalah suatu

model pembelajaran yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran, yang

diawali dengan menjelaskan tujuan pembelajaran, mengorientasikan siswa untuk

belajar dalam kelompok untuk memecahkan masalah yang diajukan, serta dalam

memecahkan masalah tersebut memanfaatkan seorang tutor yang sudah

ditentukan oleh pendidik yang dibagi kepada setiap kelompok, kemudian setiap

kelompok bersama dengan tutor menyelesaikan masalah, mengembangkan hasil

karya, serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

2. Model Konvensional

Pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang sering

diimplementasikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Adapun langkah-

langkah dalam model konvensional menurut Sanjaya (Sahimin, Nasution, &

Sahputra, 2017) adalah: (1) persiapan (prepartion), yaitu guru mempersiapkan

siswa untuk belajar; (2) penyajian (presentation), yaitu guru menyajikan informasi

berkaitan dengan materi yang akan dipelajari tahap demi tahap; (3)

menghubungkan (correlation), yaitu guru memberikan bimbingan pelatihan awal;

(4) menyimpulkan (generalization), yaitu guru memberikan umpan balik terhadap

siswa untuk mengetahui sejah mana kemampuan siswa dalam mengikuti proses

pembelajaran; (5) penerapan (aplication), yaitu guru memberikan kesempatan

untuk pelatihan lanjutan dan penerapanya dalam kehidupan sehari-hari.

3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kemampuan Pemecahan masalah matematika merupakan kemampuan siswa

untuk mengidentifikasi dan merumuskan penyelesaian serta menemukan solusi


48
terhadap masalah matematika sesuai dengan langkah-langkah pemecahan

masalah. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa, dapat dilihat dari hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan

soal urain pemecahan masalah matematika pada materi peluang, baik itu soal

pretest maupun posttest.

Adapun indikator yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa berdasarkan dimensi tahapan

pemecahan masalah Polya, diantaranya dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika


Variabel Dimensi Indikator Skala No
item

Kemampuan 1. Memahami Siswa mendeskripsikan


Pemecahan masalah masalah, yaitu siswa
Masalah dapat menulsikan semua
Matematika. informasi penting dari
masalah serta dapat Rasio 1
mengambarkan sebuah
diagram atau tabel yang
menunjukan situasi
masalah.

2. Merencanakan Siswa mendeskripsikan


penyelesaian berbagai strategi untuk
masalah menyelesaikan masalah,
di mana siswa dapat
memecahkan masalah Rasio 2
dalam dua cara atau lebih
dan menunjukan
solusinya.

3. Melaksanakan Siswa menyelesaikan


rencana masalah secara
penyelesian terencana, di mana siswa
masalah dapat menyelesaikan
masalah secara terencana Rasio 3-4
mulai dari input , proses,

49
dan output.

4. Memeriksa Siswa mengevaluasi


kembali strategi sistematikanya,
yaitu siswa dapat
mengevaluasi strategi
yang digunakan dalam Rasio 5
memecahkan masalah
berdasarkan prosedur
yang sudah disajikan.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data sangat diperlukan dalam sebuah penelitian,

karena teknik pengumpulan data mengacu pada bagaimana cara data tersebut

dapat diperoleh. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

1. Tes kemampuan pemecahan masalah matematika

Dalam penelitian ini data yang diperlukan adalah skor nilai kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa. Data tersebut akan diperoleh dari hasil

nilai tes (pretest dan posttest) kemampuan pemecahan masalah matematika

yang berbentuk soal uraian yang akan diberikan pada kelas kontrol dan kelas

eksperimen. Tes ini akan diberikan pada kelas eksperimen yang mengunakan

model pembelajaran Problem Based Learning, dan kelas kontrol yang

mengunakan model pembelajaran konvensional. Tes kemampuan pemecahan

masalah akan digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan peningkatan

kemampuan pemecahan masalah matematika yang mengunakan model

Problem Based Learning bermuatan Tutor Sebaya pada kelas eksperimen dan

model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.


50
3.8 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah serta hasilnya lebih

baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, serta sistematis sehingga mudah diolah,

Suharsimi Arikunto (2002:143). Instrumen dalam peneliitan ini adalah sebagai

berikut.

1. Pedoman Tes

Tes merupakan sebuah alat ukur yang di dalamnya terdapat berbagai

pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas yang harus di jawab oleh

responden. Menurut Suharsini Arikunto (2002:136) instrumen tes merupakan

alat atau fasilitas yang akan digunakan dalam rangka untuk mengumpulkan

data agar pekerjaanya lebih mudah dan hasilnya lebih baik.

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data

mengenai kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Data

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa ini diperoleh dari hasil

pre-test dan post-test berupa soal uraian yang akan diberikan kepada kelas

eksperimen dan kelas kontrol, dengan tes yang diberikan kepada kedua kelas

adalah sama. Adapun kisi-kisi instrumen yang dibuat berdasarkan indikator

kemampuan pemecahan masalah berdasarkan tahapan pemecahan masalah oleh

Polya (Herlambang, 2013). Kisi-kisi instrumennya disajikan dalam Tabel 3.4

berikut:

Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Penelitian


Dimensi Pemecahan Indikator yang Dicapai No Item
Masalah
51
Memahami masalah Siswa mendeskripsikan masalah,
yaitu siswa dapat menulsikan semua
informasi penting dari masalah serta 1
dapat mengambarkan sebuah diagram
atau tabel yang menunjukan situasi
masalah.

Merencanakan Siswa mendeskripsikan berbagai


penyelesaian masalah strategi untuk menyelesaikan
masalah, di mana siswa dapat 2
memecahkan masalah dalam dua cara
atau lebih dan menunjukan solusinya.

Melaksanakan Siswa menyelesaikan masalah secara


rencana pemecahan terencana, di mana siswa dapat
masalah menyelesaikan masalah secara 3-4
terencana mulai dari input , proses,
dan output.

Memeriksa kembali Siswa mengevaluasi strategi


sistematikanya, yaitu siswa dapat
mengevaluasi strategi yang digunakan 5
dalam memecahkan masalah
berdasarkan prosedur yang sudah
disajikan.

Tabel 3.5 Kriteria penskoran kemampuan pemecahan masalah


Aspek Indikator Respon Skor
Memahami Siswa Siswa tidak menuliskan
masalah mendeskripsikan informasi penting dari 1
masalah, yaitu siswa masalah serta tidak
dapat menulsikan membuat tabel atau gambar
semua informasi yang menunjukan masalah.
penting dari masalah Siswa hanya menuliskan
serta dapat membuat sebagian informasi dari 2
sebuah diagram atau masalah dan tidak membuat
tabel yang digaram atau tabel yang
menunjukan situasi berkaitan dengan masalah.
masalah. Siswa menjelaskan makna
kata-kata atau kalimat yang
berhubungan dengan 3
masalah, tapi masih kurang
tepat.
52
Aspek Indikator Respon Skor
Siswa menulis dengan
benar informasi penting dari
masalah serta membuat 4
diagram atau tabel yang
menunjukan situasi
masalah.
Merencanakan Siswa Tidak menyajikan urutan 1
penyelesaian mendeskripsikan langkah penyelesaian.
berbagai strategi Menyajikan urutan langkah
untuk menyelesaikan penyelesaian, tetapi urutan
masalah, di mana penyelesaian yang disajikan 2
siswa dapat kurang tepat.
memecahkan Menyajikan urutan langkah
masalah dalam dua penyelesaian dengan benar, 3
cara atau lebih dan tetapi mengarah pada
solusinya ditunjukan jawaban yang salah
dalam bentuk Menyajikan urutan langkah
gambar, diagram, penyelesaian dengan benar
dan grafik, dan lain- dan mengarah pada hasil 4
lain. jawaban yang benar dan
tepat.
Melaksanakan Siswa menyelesaikan Tidak ada penyelesaian 1
rencana masalah secara sama sekali.
terencana, di mana Ada penyelesaian, tetapi 2
siswa dapat prosedur tidak jelas atau
menyelesaikan salah.
masalah secara Mengunakan prosedur
terencana mulai dari tertentu yang benar tetapi
input , proses, output, perhitungan salah atau 3
dan outcomenya. kurang lengkap.
Mengunakan prosedur
tertentu yang benar dan 4
hasil yang benar.
Memeriksa Mengevaluasi Tidak membuat kesimpulan 1
kembali strategi dari strategi pemecahan
sistematikanya, yaitu masalah berdasarkan
siswa dapat prosedur yang disajikan.
mengevaluasi Membuat kesimpulan dari 2
strategi yang strategi pemecahan masalah
digunakan dalam berdasarkan prosedur yang
memecahkan disajikan, tapi kurang tepat.
masalah berdasarkan
prosedur yang sudah Membuat kesimpulan dari
strategi pemecahan masalah
53
Aspek Indikator Respon Skor
disajikan. berdasarkan prosedur yang 3
disajikan, tapi mengarah
pada kesimpulan yang
salah.
Membuat kesimpulan dari
strtaegi pemecahan masalah
berdasarkan prosedur yang 4
disajikan dengan benar dan
tepat.
(Sumber: Ana Ari Wahyu Suci dan Abdul Haris Rosyidi)

3.9 Pengujian Instrumen

Instrumen pengumpulan data berupa tes kemamapuan pemecahan masalah

harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:

A. Validitas Instrumen

Validitas tes berkaitan dengan ketepatan tes dalam mengukur apa yang

seharusnya diukur. Menurut Sugiyono (2011: 121) uji validitas merupakan derajat

ketepatan antara data yang terkumpul dengan data yang sebenarnya terjadi pada

objek yang diteliti. Pada penelitian ini mengunakan validitas isi dan validitas

empiris untuk mengetahui apakah valid atau tidaknya instrumen. Validitas isi

dapat diuji oleh para ahli, dalam hal ini adalah dosesn pembimbing. Sedangkan

untuk validitas empiris dapat dilihat berdasarkan hasil uji coba instrumen.

Untuk mengukur validitas instrumen dalam penelitian ini mengunakan

rumus korelasi product moment pearson (Sugiyono, 2011: 183).

Keterangan:

54
: koefisien korelasi

N : jumlah responden penelitian

: jumlah skor butir

: jumlah skor total (seluruh item)

Adapun kriteria pengujian yang digunakan dengan dengan taraf


siginifikasi 5% yaitu:

Jika maka butir soal dinyatakan valid.

Jika maka butir soal dinyatakan tidak valid.

B. Realibilitas Instrumen

Realibilitas merupakan sejauh mana hasil pengukuran yang dilakukan tetap

sama (konsisten) apabila dilakukan pengukuran kembali pada orang yang sama

tetapi di waktu yang berbeda. Menurut Sugiyono (2011: 121) hasil penelitian yang

reliabel, apabila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Pada

penelitian ini, realibilitas instrumen diperoleh dengan mengunakan rumus

Cronbach’s Alpha sebagai berikut:

(Arikunto, 2010: 239)

Keterangan:

:Realibilitas tes yang dicari.


:Banyaknya butir soal.
:Jumlah varians skor tiap-tiap item.
:Variansi total

55
Adapun kriteria tinggi rendahnya realibilitas sebuah instrumen ditentukan
dengan mengunakan kategori seperti pada Tabel 3.6 berikut:

Tabel 3.6 Kategori Realibilitas Instrumen


Interval Kategori

Realibiltas sangat tinggi

Realibilitas tinggi

Realibilitas sedang

Realibilitas rendah

Realibilitas sangat rendah

(Riduwan, 2010: 74)

C. Taraf Kesukaran

Taraf kesukaran butir soal diperlukan untuk mengetahui soal tersebut mudah
atau sukar. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu
sukar. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

TK=

Keterangan:

TK: Tingkat Kesukaran

Mean: Rata-rata skor peserta didik

Untuk menginterprestasikan tingkat kesukaran butir soal dapat digunakan


kriteria sebagai berikut:

1. Soal dengan TK < 0,3 adalah soal sukar

2. Soal dengan 0,3 TK 0,7 adalah soal sedang

3. Soal dengan TK > 0,7 adalah soal mudah


56
3.10 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah suatu kegiatan yang dilakukan setelah terkumpulnya

data dari semua responden. Kegiatan yang dilakukan dalam analisis data, yaitu

melakukan pengelompokan data sesuai dengan jenis responden dan variabel,

mentabulasi data berdasarkan variabel dari semua responden, menyajikan data

dari setiap variabel yang diteliti, dan melakukan perhitungan untuk menjawab

rumusan masalah penelitian dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis

yang telah diajukan. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

analisis data kuantitatif dengan mengunakan statistik yang dibagi menjadi dua

bagian, yaitu:

1. Statistik Deskriptif

Analisis data statistik deskriptif, yaitu teknik analisis yang digunakan untuk

menganalisis data dengan mendeskripsikan atau mengambarkan data yang sudah

terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud untuk membuat kesimpulan

secara umum atau generalisasi. Pengolahan data dalam ststistik deskriptif ini

dilakukan dengan menentukan ukuran pemusatan data dan penyebaran data,

seperti nilai rata-rata (mean), median, modus, nilai maksimum, nilai minimum,

jangkauan (range), simpangan baku (standar deviasi), dan variasi data, Lestari

dan Yudhanegara( 2015:241). Teknik analisis data yang digunakan unutk

mendeskripsikan data pada penelitian ini adalah ukuran pemusatan data (mean,

median, dan modus), dan ukuran penyebaran data ( range, varians, dan standar

deviasi).
57
2. Statistik Inferensial

Statistik inferensial merupakan bagian dari statistik yang mempelajari

penafsiran dan penarikan kesimpulan yang berlaku secara umum dari data yang

tersedia. Dalam analisis inferensial digunakan pengujian hipotesis statistik dan

diolah dengan teknik analisis data sebagai berikut.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran data apakah

berdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini uji normalitas

mengunakan uji Chi Kuadrat (x2). Prosedur uji sebagai berikut.

1) Hipotesis yang diuji:

H0: Data populasi berdistribusi normal

H1: Data populasi tidak berdistribusi normal

2) Menentukan rata-rata

3) Menentukan standar devisiasi

4) Menentukan nilai dengan rumus:

Keterangan:

5) Menentukan nilai pada taraf signifikasi = 5% atau 0,05 dengan

derajat kebebasan ( )= k-1.

58
6) Kriteria keputusan:

Jika maka diterima yang berarti bahwa data tersebut

berdistribusi normal.

Jika maka di tolakyang berarti bahwa data tersebut

tidak berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Uji Homogenitas digunakan untuk mengetahui data yang diperoleh

mempunyai varian yang homogen atau tidak. Pada penelitian ini teknik uji

yang dilakukan adalah dengan mengunakan uji Bartlett. Adapun langkah-

langkahnya adalah:

1) Mengurutkan data dari tiap-tiap kelompok

2) Menentukan varians dari tiap-tiap kelompok

3) Hipotesis statistik

: (data kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

mempunyai varians yang homogen).

: (data kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

memiliki varians yang tidak homogen).

4) Tabel kerja uji Bartlett

59
Sampel n

Jumlah

5) Menghitung varians gabungan

6) Menghitung

7) Menghitung nilai B

B=

8) Menghitung nilai x2hitung

9) Taraf signifikasi 5%

10) Kriteria keputusan: kelompok yang dibandingkan dikatakan memiliki

varians yang sama (homogen) jika x2hitung < x2tabel

c. Pengujian Hipotesis

Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas, maka langkah selanjutnya

adalah dengan pengujian hipotesis. Langkah-langkah pengujian hipotesisnya

adalah sebagai berikut:

1) Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

H0: : Tidak terdapat peningkatan kemampuan pemecahan

masalah yang diajar dengan mengunakan model Problem

60
Based Learning Bermuatan Tutor Sebaya dengan metode

konvensional.

H1: : Terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah

yang diajar dengan mengunakan model Problem Based

Learning Bermuatan Tutor Sebaya dengan metode

konvensional.

Keterangan:
: rata-rata kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen
: rata-rata kemampuan pemecahan masalah kelas kontrol

2) Statistik uji: Pada penelitian ini, pengujian hipotesis dengan mengunakan

Independent sampel t-test, untuk menguji perbedaan rata-rata kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Rumus uji t yang digunakan adalah t-test Polled Varians:

Keterangan:

: rata-rata sampel kelas eksperimen

: rata-rata sampel kelas kontrol

: varians kelompok eksperimen

: varians kelompok eksperimen

: jumlah sampel kelas ekserimen

61
: jumlah sampel kelas kontrol

3) Taraf signifikasi: 0,05 dan untuk ttabel digunakan

4) Kriteria keputusan:

Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima

Jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak

d. Gain Ternormalisasi (N-Gain)

Uji Normalitas Gain adalah uji yang bisa memberikan gambaran umum

mengenai peningkatan skor hasil pembelajaran anatara sebelum dan sesudah

diterapkannya suatu treatment, Hake (Sundayan, 2014: 151). Dalam penelitian

ini uji N-gain diperlukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa pada kelas eksperimen yang

mengunakan model Problem Based Learning dan kelas kontrol yang

mengunakan metode konvensional. Rumus N-gain yang digunakan adalah

sebagai berikut:

keterangan:
: gain score ternormalisasi
: skor tes akhir
: skor tes awal
: skor tes maksimum

Tabel 3.7 Kriteria Indeks N-gain


Indeks N-gain Interprestasi
>0,70 Tinggi
Sedang
Rendah

62
DAFTAR PUSTAKA

Ahdiyat, M. (2014). Metode Tutor Sebaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar


Matematika Pada Materi Pengolahan Data. Jurnal Formatif , 4 (1), 71-
79.
Amam, A. (2017). Penilaiaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
SMP. Jurnal Teori dan Riset Matematika , 2 (1), 39-46.
Ayu, S. P., & Priatna, D. (2017). Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa Menggunakan Model Problem Based Learning
Dengan Konvensional. 5, 369-379.
Dewi, T. A., & Wardani, N. S. (2018). Upaya Peningkatan Keterampilan
Pemecahan Masalah Matematika Melalui Pendekatan Problem Based
Learning Siswa Kelas Ii Sekolah Dasar. Widyagogik , 6 (1), 1-11.
Esema, D., Susari, E., & Kurniawan, D. (2012). Problem Based Learning. Satya
Widya , 28 (2), 167-173.

63
Febianti, Y. N. (2014). Peer Teaching (Tutor Sebaya) Sebagai Metode
Pembelajaran Untuk Melatih Siswa Mengajar. Edunomic , 2 (2), 81-86.
Gunawan, G., Fitriana, U., Kushendri, Kushendri, Fatimah, M, C. Z., et al. (2019).
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Smp Melalui
Pemberian Perlakuan Pembelajaran. Journal On Education , 1 (3), 1-8.
Hidayat, A. A. (2021). Menyusun Instrumen Penelitian & Uji Validitas Reabilitas.
(N. A. Aziz, Penyunt.) Surabaya: Health Books Publishing.
Isrokatun, & Rosmala, A. (2018). Model-Model Pembelajaran Matematika. (B. S.
Fatmawati, Penyunt.) Jakarta: PT Bumi Aksara.
Juliawan, G. A., Mahadewi, L. P., Rati, N. W., & Rati, N. W. (2017). Pengaruh
Model Problem Based Learning (Pbl). e-Journal PGSD Universitas
Pendidikan Ganesha , 5 (2), 1-10.
Lathifah, H. F., Bintoro, H. S., & Ulya, H. (2021). Analisis Faktor Yang
Mempengaruhi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sd.
Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar , 10 (3), 515-523.
Maini, N., & Izzati, N. (2018). Analisis Kemampuan Penyelesaian Masalah
Matematis Siswa Berdasarkan Langkah-Langkah Brainsford & STEIN
Ditinjau Dari Adversity Quotient. Jurnal Kiprah , 7 (1), 32-40.
Manullang, M. (2014). Manajemen Pembelajaran Matematika. Jurnal Pendidikan
Dan Pembelajaran , 21 (2), 208-214.
Marlina, R., Nurjahidah, S., Sugandi, A. A., Sugandi, A. I., & Setiawan, W.
(2018). Penerapan Pendekatan Problem Based Learning Untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
kelas VIII MTs Pada Materi Perbandingan Dan Skala. Jurnal
Pembelajaran Matematika Inovatif , 1 (2), 113-122.
Maulyda, M. A. (2019). Paradigma Pembelajaran Matematika Berbasis NCTM.
(C. I. Gunawan, K. Ni'mah, & V. R. Hidayati, Penyunt.) Malang: CV.
IRDH Malang.
Monica, H., Kesumawati, N., & Septiati, E. (2019). Pengaruh Model Problem
Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis dan Keyakinan Matemais Siswa. Jurnal Matematika dan
Pembelajaran , 7 (1), 156-166.
Muhandaz, R., Lasari, M. M., & Kurniati, A. (2018). Pengaruh Penerapan
Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah ditinjau dari Kemampuan Awal Matematis Siswa SMP.
Journal for Research In Mathematics Learning , 1 (3), 260-267.

64
Mulyatiningsih, E. (2011). Riset Terapan Bidang Pendidikan & Teknik. (A.
Nuryanto, Penyunt.) Yogyakarta: UNY Press.
Nadhifah, G. (2016). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut , 5 (1), 33-44.
Nasir, M. (2016). Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Pada
Mata Pelajaran Matematika. Jurnal Madrasah Ibtidaiyah , 1 (2), 1-19.
Nisak, K., & Istiana, A. (2017). Pengaruh Penerapan Problem Based Learning
Terhadap Kemampuan Pemecahan. Jurnal Kajian Pendidikan
Matematika , 3 (1), 91-98.
Noryanti, T., MZ, Z. A., & Nufus, H. (2019). Pengaruh Penerapan Metode Tutor
Sebaya Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis. J. Pijar MIPA, , 14 (3),
102-107.
Novi, E., Yuanita, P., & Maimunah. (2020). Pembelajaran Berbasis Masalah
dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik.
Journal of Education and Learning Mathematics Research (JELMaR) ,
1 (1), 65-74.
Nur, I. M., & Sari, D. P. (2021). Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah
Dasar Pada Materi Sifat Operasi Hitung Bilangan. Jurnal Ilmiah
Matematika , 2 (1), 1-10.
Pamungkas, T. (2020). Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Indonesia:
Guepedia.
Purba, F. J., Subakti, H., Muntu, D. L., & Simarmata, J. (2022). Strategi-Strategi
Pembelajaran. (A. Karim, Penyunt.) Yayasan Kita Menulis.
Putri, R. S., Suryani, M., & Jufri, L. H. (2019). Pengaruh Penerapan Model
Problem Based Learning terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika , 8 (2), 331-340.
Rahmadani. (2019). METODE PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
BASED LEARNING (PBL). LantanidaJournal , 7 (1), 76-86.
Redhana, I. W. 2013. Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Peningkatan
Keterampilan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kritis. Jurnal
Pendidikan dan Pengajaran, 46(1): 76-86.
Roebyanto, G., & Harmini, S. (2017). Pemecahan Masalah Matematika untuk
PGDS. (N. N. Muliawati, Penyunt.) Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

65
Royani, H. M., & Saufi, M. (2016). Problem Based Learning: Solusi
Pembelajaran Matematika yang Paif. Jurnal Pendidikan Matematika , 2
(2), 127-131.
Rukminingsih, Adnan, G., & Latief, M. A. (2020). Metode Penelitian Pendidikan.
(E. Munastiwi, & H. Ardi, Penyunt.) Yogyakarta.
Samosir, R. N. (2018). Pengaruh Problem Based Learning (Pbl) Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Smp. 49-53.
Setyo, A. A., Fathurahman, M., & Anwar, Z. (2020). Strategi Pembelajaran
Problem Based Learning. (H. Djafar, Penyunt.) Yayasan Barcode.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualittaif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta. CV.
Suharsimi, A. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sumartini, T. S. (2016). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut , 5 (2), 148-158.
Supraptinah, U. (2019). Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Melalui Penerapan Model Problem Based Learning.
Jurnal Litbag Sukowati , 2 (2), 48-59.
Tanti, Rahim, U., & Samparadja, H. (2020). Pengaruh Model Problem Based
Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
Kelas VII SMP Negeri 14 Kendari. Jurnal Penelitian Pendidikan
Matematika , 8 (2), 169-181.
Ulva, E., Maimunah, & Murni, A. (2020). Pengaruh Model Problem Based
Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
Kelas VII SMPN Se-Kabupaten Kuantan Singingi Pada Materi
Aritmetika Sosial. Jurnal Pendidikan Matematika , 04 (02), 1230-1238.
Unaradjan, D. D. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif. (K. Sihotang, Penyunt.)
Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
Yanti, A. H. (2017). Penerapan Model Problem Based Learning (Pbl) Terhadap
Kemampuan Komunikasi Dan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Lubuklinggau. Jurnal
Pendidikan Matematika Raflesia , 2 (2), 118-129.
Zaduqisti, E. (2010). Problem-Based Learning( Konsep Ideal Model Pembelajaran
untuk Peningkatan Prestasi Belajar dan Motivasi Berprestasi). Forum
Tarbiyah , 8 (2), 182-191.

66

You might also like