You are on page 1of 16

TINJAUAN PUSTAKA

KOLELITIASIS

Oleh:
I Komang Bintang Satria Mahaputra (1902611138)

Pembimbing:
dr. I Made Mulyawan, SpB-KBD

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI


DEPARTEMEN/KSM BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
DENPASAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Cholelithiasis atau batu empedu adalah endapan cairan empedu yang


mengeras yang dapat terbentuk di kandung empedu. Di Amerika Serikat, 6% pria dan
9% wanita memiliki batu empedu, yang sebagian besar asimtomatik. Pada pasien
dengan batu empedu yang asimtomatik dan batu ditemukan secara tidak sengaja,
kemungkinan timbulnya gejala atau komplikasi adalah 1% hingga 2% per tahun. Batu
kandung empedu asimtomatik yang ditemukan di kandung empedu normal dan
saluran bilier normal tidak memerlukan pengobatan kecuali timbul gejala.1

Batu empedu cukup lazim di sebagian besar negara barat. Di Amerika Serikat,
survey kesehatan dan nutrisi ketiga (NHANES III) telah mengungkapkan prevalensi
batu empedu secara keseluruhan sebesar 7,9% pada pria dan 16,6% pada wanita.
Prevalensinya tinggi di ras Meksiko Amerika (8,9% pada pria, 26,7% pada wanita),
sedang untuk kulit putih non-Hispanik (8,6% pada pria, 16,6% pada wanita), dan
rendah untuk Afrika Amerika (5,3% pada pria, 13,9% pada wanita).2

Kurang lebih 15% pasien dengan batu simtomatik mengalami kolesistitis akut.
Gejalanya meliputi nyeri perut kanan atas dengan kombinasi mual, muntah, dan
demam. Kolesistitis akalkulous juga dapat terjadi pada 5-10% pasien, namun hal ini
tidak disebabkan oleh batu empedu namun oleh lumpur batu empedu yang nantinya
bisa berkembang menjadi batu empedu. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah
kolangitis akut dan pankreatitis bilier akibat batu saluran empedu yang terjepit di
muara ampula Vater.

Penanganan dari batu empedu dapat berupa modifikasi gaya hidup, obat, dan
juga pembedahan. Pada tinjauan pustaka ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai
etiopatofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penanganan, dan juga komplikasi dari
kolelitiasis.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Kandung empedu adalah sebuah kantong berukuran 7,5 sampai 10 cm yang
terletak di bawah lobus kanan hati.2 Empedu disekresi oleh hepar dan keluar melalui
ductus hepaticus dekstra dan sinistra. Kedua ductus ini lalu menyatu dan membentuk
ductus hepaticus communis. Ductus hepaticus communis akan menyatu dengan
saluran yang keluar langsung dari kandung empedu yang disebut ductus cysticus dan
akan menjadi ductus choledocus. Ductus choledocus akan menyatu dengan ductus
pancreaticus menjadi ampulla hepatopancreatica dan keluar menuju duodenum
melalui papila duodeni major.

Gambar 2.1 Anatomi Kandung Empedu

Kandung empedu dibedakan menjadi tiga bagian :

1. Fundus adalah ujung dari kandung empedu yang melebar dan


menganjur dari tepi kaudal hepar; biasanya fundus terletak pada ujung
kartilago costalis IX pada linea medioclavicularis kanan.

2
2. Corpus kandung empedu bersentuhan dengan facies visceralis hepar,
colon transversum dan pars superior duodenum.
3. Collum kandung empedu berbentuk sempit, meruncing dan terarah ke
porta hepatis.

2.2 Definisi

Kolelitiasis atau batu empedu adalah endapan cairan empedu yang mengeras
yang dapat terbentuk di kandung empedu. Di Amerika Serikat, 6% pria dan 9%
wanita memiliki batu empedu, yang sebagian besar asimtomatik. Pada pasien dengan
batu empedu yang asimtomatik dan batu ditemukan secara tidak sengaja,
kemungkinan timbulnya gejala atau komplikasi adalah 1% hingga 2% per tahun. Batu
kandung empedu asimtomatik yang ditemukan di kandung empedu normal dan
saluran bilier normal tidak memerlukan pengobatan kecuali timbul gejala. Namun,
sekitar 20% dari batu empedu tanpa gejala ini akan mengalami gejala selama 15
tahun ke depan. Batu empedu ini dapat berkembang menjadi komplikasi lebih lanjut
seperti kolesistitis, kolangitis, koledocholitiasis, pankreatitis batu empedu, dan bisa
namun sangat jarang menyebabkan kolangiokarsinoma.1

2.3 Epidemiologi

Batu empedu cukup lazim di sebagian besar negara barat. Di Amerika Serikat,
survey kesehatan dan nutrisi ketiga (NHANES III) telah mengungkapkan prevalensi
batu empedu secara keseluruhan sebesar 7,9% pada pria dan 16,6% pada wanita.
Prevalensinya tinggi di ras Meksiko Amerika (8,9% pada pria, 26,7% pada wanita),
sedang untuk kulit putih non-Hispanik (8,6% pada pria, 16,6% pada wanita), dan
rendah untuk Afrika Amerika (5,3% pada pria, 13,9% pada wanita). Batu empedu
terbentuk karena komposisi empedu yang tidak normal. Mereka dibagi menjadi dua
jenis utama: batu kolesterol untuk lebih dari 80% dari total, dengan batu pigmen yang
terdiri kurang dari 20%. Batu empedu kolesterol biasanya mengandung> 50%
kolesterol monohidrat ditambah campuran garam kalsium, pigmen empedu, dan

3
protein. Batu pigmen terdiri utamanya dari kalsium bilirubinate dimana ini
mengandung <20% kolesterol dan diklasifikasikan menjadi jenis hitam dan coklat
yang terbentuk karena infeksi bilier kronis.4

2.4 Etiologi

Faktor risiko dari batu empedu tergantung pada jenis batunya. Untuk batu
empedu kolesterol dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu: 4

Faktor Intrinsik
1. Fakor genetik dimana prevalensi tertinggi pada ras Hispanik dan
Native American, menengah pada ras Asia.
2. Umur yang semakin tua meningkatkan sekresi kolesterol melalui
empedu, meurunnya tempat penyimpanan cairan empedu, dan
menurunnya sekresi garam empedu.
3. Hormon seksual perempuan
a. Estrogen menstimulasi reseptor lipoprotein hati sehingga
meningkatkan absorpsi kolesterol dari usus dan menyebabkan
sekresi yang meningkat juga pada empedu.
4. Penurunan sekeresi asam empedu :
a. Sirosis bilier primer
b. Defek genetik gen CYP7A

Faktor Ekstrinsik

1. Obesitas atau sindrom metabolik dimana terjadi peningkatan kadar


kolesterol pada cairan empedu.
2. Proses penurunan berat badan dimana transportasi kolesterol dalam
darah sehingga sekresi kolesterol melalui empedu meingkat sementara
sirkulasi asam empedu intrahepatik menurun.
3. Diet tinggi kalori tinggi lemak.

4
4. Hipomotilitas dari kandung empedu sehingga terjadi stasis. Dapat
terjadi akibat :
a. Nutrisi parenteral yang lama
b. Puasa
c. Kehamilan

Untuk batu empedu pigmen dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu :

Faktor Intrinsik

1. Genetik pada ras Asia.


2. Usia yang semakin tua.
3. Kistik fibrosis.
4. Anemia prenicious.
5. Infeksi kronis saluran empedu.

Faktor Ekstrinsik

1. Sirorsis akibat alkohol.


2. Penyakit usus, reseksi usus atau bypass.

2.5 Patofisiologi

2.5.1 Batu Kolesterol

Kolesterol adalah zat yang tidak laurt dalam air dan membutuhkan bantuan
lipid lain untuk bisa larut dalam air. Kolesterol dan fosfolipid disekresi ke dalam
kandung empedu dan dengan bantuan asam empedu menjadi misela yang
mengandung asam empedu, kolesterol, dan fosfolipid. Jika terdapat sekresi kolesterol
yang berlebihan dan relatif lebih tinggi dibandingkan jumlah asam empedu dan
fosfolipid, maka akan terbentuk misela yang tidak stabil dan dapat beragregasi
membentuk kristal kolesterol. Terdapat tiga mekanisme utama dalam pembentukan
batu empedu yaitu genetik yang menyebabb hipersaturasi dari kolesterol pada

5
empedu, nukleasi dari kolesterol monohidrat dengan adanya retensi kristal kolesterol
dan pembentukan batu, dan hipomotilitas dari kandung empedu yang menyebabkan
perlambatan pengosongan empedu dan stasis.

Kelainan genetik yang dapat ebabkan hipersaturasi dari kolesterol ada tiga
macam yaitu gangguan pada ABCG5/G8, CYP7A1, dan MDR3. Gangguan pada
ABCG5/G8 akan menyebabkan hipersekresi dari kolesterol oleh hati sehingga
menyebabkan rasio kterol meningkat dan menyebabkan terbentuknya misela atau
vesikel kolesterol yang tidak stabil dan mudah beragregasi. Selanjutnya gangguan
pada CYP7A1 akan menyebabkan defisiensi enzim cholesterol 7-hydroxylase yang
berperan dalam tahap awal katabolisme kolesterol dan sintesis asam empedu.
Kelainan pada gen ini akan menurunkan produksi asam empedu yang akan
menyebabkan jumlah kolesterol yang normal tampak relatif meninggi sehingga tetap
akan terjadi hipersaturasi kolessterol. Kelainan gen yang terakhir adalah MDR3
dimana gen ini berfungsi untuk mengatur produksi fosfolipid sebagai salah satu
penyusun dari cairan empedu sehingga jumlah fosfolipid akan menurun dan
menyebabkan kolesterol relatif meningkat dan menyebabkan hipersaturasi kolesterol.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah:

Gambar 2.2 Patofisiologi Batu Empedu

6
Penyebab kedua adalah adanya nukleasi dari kristal kolesterol monohidrat.
Pada pasien yang mengalami batu empedu, proses nukleasi kristal ini terjadi lebih
cepat. Percepatan dari nukleasi ini bisa disebabkan oleh kelebihan dari faktor
pronukleasi atau defisiensi dari faktor antinukleasi. Musin dan non-musin
glikoprotein terutama imunoglobulin merupakan faktor pronukleasi sedangkan faktor
antinukleasi adalah apolipoprotein A-1 dan A-2 dalah faktor antinukleasi. Nukleasi
dari kristal kolesterol terjadi di lapisan musin. Fusi dari vesikel atau misela akan
membentuk kristal dan kristal ini akan bernukleasi membentuk batu kolesterol
monohidrat.

Penyebab ketiga adalah adanya hipomotilitas dari kandung empedu. Jika


kandung empedu mampu mengosongkan isinya maka kolesterol yang mengalami
hipersaturasi tidak akan memiliki waktu yang cukup untuk beragreagasi dan
membentuk batu empedu. Banyak pasien yang mengalami batu empedu juga
menunjukan adanya gangguan motilitas dari kandung empedu. USG menunjukan
bahwa terjadi penignkatan volume kandung empedu pada pasien saat berpuasa dan
adanya penurunan sekresi dari cairan empedu residu setelah makan.

2.5.2 Batu Pigmen

Batu pigmen hitam terbentuk dari kalsium bilirubinat murni atau polimer
kompleks yang tersusun dari kalsium dan musin glikoprotein. Hal ini sering terjadi
pada pasien yang mengalami hemolitik kronis yang menyebabkan meningkatnya
bilirubin terkonjugasi, sirosis hepatism, sindrom Gilbert, atau fibrosis kistik. Siklus
enterohepatik dalam metabolisme bilirubin menyebabkan batu yang terbentuk
menjadi warna hitam.

Batu pigmen coklat atau tipe batu mixed tersusun oleh garam kalsium dan
bilirubin yang tidak terkonjugasi dengan penyusun lain juga seperti kolesterol dan
protein. Batu ini terbentuk akibat banyaknya bilirubin yant tidak terkonjugasi dan
menumpuk di kandung empedu sehingga membentuk batu. Dekonjugasi bilirubin
dapat disebabkan oleh enzim beta-glucuronidase atau dapat terjadi secara spontan

7
akibat hidrolisis. Terkadang enzim ini juga dapat terbentuk pada infeksi kandung
empedu kronis.

2.6 Manifestasi Klinis

Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok: pasien
dengan bati asimtomatik, simtomatik, dan pasien dengan komplikasi batu empedu.
Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu diagnosis
maupun selama pemantauan. Terdapat studi perjalanan penyakit dari 1307 pasien
dengan batu empedu selama 20 tahun memperlihatkan bahwa sebanyak 50% pasien
tetap asimtomatik, 30% mengalami kolik bilier, dan 20% mendapat komplikasi.
Gejala batu empedu biasanya disebabkan oleh inflamasi atau obstruksi akibat batu
yang bermigrasi menuju ductus cysticus atau ductus choledocus. Keluhan yang paling
spesifik adalah kolik bilier. Obstruksi dari ductus cysticus atau ductus choledocus
akan meningkatkan tekanan intraluminal dan distensi dari kandung empedu yang
tidak bisa diatasi dengan kontraksi kandung empedu. Keluhan ini didefinisikan
sebagai nyeri perut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam.
Biasanya lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi bisa juga di kiri dan
prekordial.5

Episode nyeri dengan durasi lebih dari 5 jam sudah cukup untuk mencurigai
adanya kolesistitis akut. Peningkatan level serum bilirubin menandakan adanya batu
pada ductus choledocus. Demam yang disertai kolik bilier menandakan adanya
komplikasi dari batu empedu seperti kolesistitis, pancreatitis, atau kolangitis. Keluhan
perut penuh, dispepsia, sendawa, atau perut kembung setelah makan makanan
berlemak jangan sampai disalah artikan sebagai kolik bilier. Kolik bilier dapat terjadi
setelah makan makanan berlemak dalam jumlah banyak, terjadi pada malam hari, dan
terjadi beberapa jam setelah makan.4

2.7 Diagnosis

Ultrasonography kandung empedu sangat akurat untuk mengindentifikasi


kolelitiasis. Batu dengan ukuran paling kecil dengan diameter 1,5 mm dapat

8
diidentifikasi dengan menemukan adanya gambaran bayangan opasitas di dalam
kandung empedu dan berubah posisinya saat pasien berubah posisi. USG
transabdominal juga dapat digunakan untuk menilai fungsi pengsosongan kandung
empedu. Foto polos abdomen dapat mendeteksi batu namun perlu kandungan kalsium
yang cukup untuk terlihat gambaran radiopak (10-15% batu kolesterol dan 50% batu
pigmen). Foto polos abdomen juga bisa digunakan untuk mendiagnosis emfisema
kolesistitis, kalsifikasi kandung empedu, dan ileus batu kandung empedu.4
Endoskopik Ultrasonografi (EUS) lebih sensitif dibandingkan USG transabdominal
dan juga CT Scan.

Tabel 2.1 Perbandingan Modalitas Imaging

Keuntungan Kerugian Pertimbangan


USG Kandung Empedu
Cepat, sensitivitas tinggi Terganggu oleh gas usus, Prosedur pilihan dalam
(95%), real-time sehingga obesitas, dan ascites. mendeteksi batu kandung
bisa langsung menilai empedu.
volume dan kontraktilitas,
tidak terbatas oleh
jaundice dan kehamilan,
bisa mendeteksi batu
yang kecil.
Foto Polos Abdomen
Biaya murah dan banyak Sensitivitas rendah Bisa mendeteksi batu
tersedia. kecuali pada batu yang kalsium, kalsifikasi
memiliki komponen kandung empedu, dan
kalsium tinggi dan ileus batu kandung
kontraindikasi pada empedu.
kehamilan.
Radioisotop Scan
Dapat mendeteksi Kontraindikasi pada Indikasi pada akut

9
obstruksi pada ductus kehamilan, serum kolesistitis.
cysticus dan pemeriksaan bilirubin >103-205
seluruh ductus biliaris. µmol/L, buruk untuk
menlai kandung empedu.

2.8 Penatalaksanaan

2.8.1 Farmakoterapi

Asam ursodeoksikolat menurunkan saturasi kolesterol pada empedu dan


membantu dalam pemecahan batu kolesterol secara mekanik maupun kimiawi.
UDCA juga dapat membalikan proses nukleasi kristal kolesterol. Terdapat penelitian
dimana 50% pasien dengan batu empedu diameter <10 mm mengalami disolusi batu
komplit setelah pengobatan dengan UDCA selama 6 bulan sampai 2 tahun. Dosis
UDCA yang digunakan adalah 10-15 mg/kgBB per hari. Batu dengan ukuran lebih
dari 15mm jarang bisa mengalami disolusi. Pengobatan ini digunakan pada pasien
dengan batu empedu simtomatik dan pasien yang sudah menjalani kolesistektomi
namun mengalami batu empedu berulang.

2.8.2 Terapi Bedah

Pada pasien asimtomatik kemungkinan untuk menjadi simtomatik maupun


mengalami komplikasi sangat kecil (1-2% per tahun). Maka dari itu pada pasien
asimtomatik resiko komplikasi akibat pembedahan lebih tinggi dibandingkan
keuntungannya dan pembedahan tidak dilakukan pada pasien asimtomatik.
Pembedahan pada penderita batu empedu diindikasikan pada pasien yang mengalami
gejala yang cukup parah sehingga mengganggu kegiatan sehari-hari pasien, adanya
komplikasi akibat batu empedu seperti kolesistitis, pankreatitis, fistula batu empedu,
dan adanya kondisi lain yang menimbulkan kemungkinan munculnya komplikasi
(kalsifikasi kandung empedu atau adanya riwayat kolesistitis akut). Pasien dengan
ukuran batu yang besar >3 cm atau memiliki kandung empedu abnormal juga dapat
dipertimbangkan untuk menjalani pembedahan.4

10
Kolesistektomi laparoskopi dilakukan pada pasien dengan batu empedu
simtomatik dengan gejala berat, frekuensi sering, ukuran batu >3 cm, atau disertai
komplikasi. Kolesistektomi laparoskopi seharusnya menjadi pilihan utama untuk
pasien yang akan mengeluarkan batu dari kandung empedu. Beberapa pasien
memberikan tantangan dalam operasi seperti pasien dengan obesitas morbid
dikarenakan lapisa lemak yang tebal dan kemungkinan adanya pergerakan pada meja
operasi akibat berat pasien sehingga pasien harus difiksasi dengan erat ke meja
operasi. Pasien dengan riwayat operasi abdomen atas harus diberikan informasi
bahwa adanya kemungkinan untuk dilakukannya open kolesistektomi. Namun hal tini
bukanlah kontraindikasi untuk kolesistektomi laparoskopi.

Pasien diposisikan supine dengan lengan terlentang. Orogastrik tube


digunakan untuk dekompresi agar abdomen tidak terlalu kembung untuk
mempermudah visualisasi. Teknik yang digunakan biasanya adalah teknik Hasson.
Teknik ini menempatkan operator di sebelah kiri pasien dengan posisi trocar seperti
gambar berikut:

Gambar 2.3 Tempat Pemasangan Trocar

11
Operasi dimulai dengan retraksi kandung empedu menuju arah sefalik. Hal ini
harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak melukai duodenum dan dan kolon
transveral karena posisinya yang berada di bawah kandung empedu. Setelah collum
dari kandung empedu terlihat dilakukan retraksi ke arah lateral kanan untuk melihat
segitiga Calot. Jika diperlukan kandung empedu yang mengalami distensi dapat
dilakukan darinase agar mengecil menggunakan jarum laparoskopi. Diseksi tumpul
digunakan untuk memisahkan antara ductus cysticus dan cystic arteri. Penggunaan
elektrokauter pada fase ini harus dilakukan dengan pertimbangan yang matang agar
tidak melukai jaringan di sekitarnya. Visualisasi yang jelas pada area ini adalah hal
yang harus didapatkan sebelum melakukan ligasi. Visualisasi yang jelas ditandai saat
collum kandung empedu terlepas dari dasar hati dan memperlihatkan gambaran hati
melalui bidang yang dibentuk oleh ductus cysticus dan cystic arteri. Hal ini penting
untuk menghindari terjadinya perlukaan pada ductis choledocus dan ductus hepaticus
communis. Ligasi dilakukan setelah mendapatkan visualisasi yang baik.

Setelah ligasi dilakukan dilanjutkan dengan ekstraksi dari kandung empedu.


Ekstraksi dilakukan dengan cara menarik kandung empedu sejajar dengan bidang
tempelnya dengan hati karena daerah ini avaskular. Lalu kandung empedu dimasukan
ke dalam kantung ekstraksi dan dikeluarkan. Pengecekan dilakukan untuk
memastikan lokasi ligasi sudah terjahit, terikat, atau di klip dengan baik. Pastikan
tidak ada perdarahan pada lokasi pemasangan trocar lalu dilakukan penutupan tempat
masuknya trocar. Konversi selama pembedahan untuk menjadi open kolesistektomi
dilakukakn dengan beberapa pertimbangan seperti anatomi dari pasien yang tidak
bisa diidentifikasi, perdaraha yang banyak, atau saat inflamasi dan adhesi
menyebabkan diseksi dengan laparoskopi menjadi sulit.

Manajemen post operasi pada pasien yang menjalani kolesistektomi


laparoskopi berbeda dengan open kolesistektomi. Sekitar 90% pasien yang menjalani
kolesistektomi laparoskopi bisa pulang pada hari yang sama dan dirawat jalan.
Mayoritas pasien bisa melakukan aktivitas seperti biasa dan mengkonsumsi makanan
seperti biasa. Jika pasien mengalami nyeri post operasi yang berlebihan maka perlu

12
dilakukan investigasi apakah terdapat komplikasi post operasi yang terjadi. ada
beberapa tanda bahaya yang bisa diperhatikan untuk menduga bahwa terjadi
komplikasi seperti nyeri presisten pada kuadran kanan atas, jaundice, atau mual dan
muntah presisten.6

2.9 Komplikasi
Kurang lebih 15% pasien dengan batu simtomatik mengalami kolesistitis akut.
Gejalanya meliputi nyeri perut kanan atas dengan kombinasi mual, muntah, dan
demam. Kolesistitis akalkulous juga dapat terjadi pada 5-10% pasien, namun hal ini
tidak disebabkan oleh batu empedu namun oleh lumpur batu empedu yang nantinya
bisa berkembang menjadi batu empedu. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah
kolangitis akut dan pankreatitis bilier akibat batu saluran empedu yang terjepit di
muara ampula Vater.5

2.10 Prognosis

Jika ditangani dengan cepat pada batu empedu simtomatik maka


progonosisnya baik namun jika tidak ditangani akan menimbulkan banyak
komplikasi.

13
BAB III

KESIMPULAN

Batu empedu adalah penyakit dimana terbentuk batu di kandung empedu yang
disebabkan oleh beberapa faktor terutama genetik dimana terjadi peningkatan saturasi
kolesterol yang disekresi oleh empedu sehinggu memicu agregasi kolesterol dan
terbentuk batu. Batu empedu dapat bergejala maupun tidak. Batu empedu
asimtomatik tidak memerlukan penanganan karena kemungkinan untuk munculnya
gejala atau komplikasi sangatlah kecil. Batu empedu simtomatik perlu penananganan
berupa kolesistektomi jika gejala yang dirasakan sangat berat, ukuran batu > 3cm,
dan memiliki faktor resiko untuk terjadinya komplikasi. Pemberian obat pada pasien
batu empedu berupa asam ursodeoksikolat untuk batu empedu yang berulang bahkan
setelah operasi. Prognosis pasien baik jika segera ditangani dan akan menyebabkan
komplikasi jika tidak ditangani dengan cepat.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Tanaja J, Lopez R, Meer J. Cholelithiasis [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov. 2020 [cited


26 November 2020]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470440/

2. Valerie S. Essentials of Anatomy and Physiology. 5th ed. Philadelphia: E.A Davis
Company; 2007.

3. Moore K, Agur A. Anatomi Klinis Dasar. 1st ed. Jakarta: Penerbit Hipokrates;
2015.

4. Harrison Principle's of Internal Medicine. 18th ed. New York: McGgraw Hill;
2012.

5. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:1132-53.

6. Lillemoe K, Jarnagin W. Hepatobiliary and Pancreatic Surgery. 1st ed.


Philadelphia: Wolters Kluwer; 2013.

15

You might also like