You are on page 1of 25

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi

Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas

rongga perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat

badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua

karena kaya akan persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan

lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus kanan hati

lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus

kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates (Price & Wilson, 2005;

472)

Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu :

1. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya

akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut

dalam air, dan mineral.

2. Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.

Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatica dan arteri

hepatica mengalirkan darahnya ke sinusoid. Hematosit menyerap

nutrien, oksigen, dan zat racun dari darah sinusoid. Di dalam hematosit

zat racun akan dinetralkan sedangkan nutrien akan ditimbun atau

dibentuk zat baru, dimana zat tersebut akan disekresikan ke peredaran

darah tubuh.

6
7

Hati merupakan organ patemkim yang paling besar, hati juga

menduduki urutan pertama dalam hal jumlah, kerumitan dan ragam

fungsi.

Fungsi utama hati yaitu :

1. Untuk metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Bergantung

kepada kebutuhan tubuh, ketiganya dapat saling dibentuk.

2. Untuk tempat penyimpanan berbagai zat seperti mineral (Cu, Fe)

serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K),

glikogen dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dari

tubuh (contohnya : pestisida DDT).

3. Untuk detoksifikasi dimana hati melakukan inaktivasi hormon dan

detoksifikasi toksin dan obat.

4. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit, dan leukosit yang

sudah tua atau rusak.

5. Untuk sekresi, dimana hati memproduksi empedu yang berperan

dalam emulsifikasi dan absorbsi lemak.

B. Pengertian

Menurut Slusher (2013) Hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di

mana produksi bilirurin yang berlebihan di dalam darah. Menurut Lubis

(2013), Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis tersering

ditemukan pada bayi baru lahir, dapat disebabkan oleh proses fisiologis,

atau patologis, atau kombinasi keduanya.


8

Ikterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir

dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama

dengan ditandai adanya ikterus yang bersifat patologis (Alimun, 2005). Jadi,

dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa hiperbilirubin

merupakan suatu kondisi di mana kadar bilirubin yang berlebihan dalam

darah yang biasa terjadi pada neonatus baik secara fisologis, patologis

maupun keduanya.

Derajat Hiperbilirubin Menurut Kramer

RATA-RATA SERUM
ZONA BAGIAN TUBUH
INDIREK (Umol/L)

1 Kepala sampai leher 100

2 Kepala, leher, sampai umbilikus 150

3 Kepala, leher, pusar sampai paha 200

4 Lengan + tungkai 250

5 Kepala sampai ke tumit kaki >250

(Sumber : Pengantar Ilmu Kesehatan Anak I, 2005)

C. Klasifikasi

1. Ikterus Fisiologis.

Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan

ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati

kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi

“kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.

Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau

kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.


9

Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus

fisiologis adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut

(Schwats, 2005):

a. Timbul pada hari kedua - ketiga.

b. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg%

pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.

c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg%

perhari.

d. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.

e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.

f. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai

hubungan dengan keadaan patologis tertentu.

Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau

hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut Menurut (Surasmi,

2003) bila:

a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.

b. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.

c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus <

bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.

d. Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi

enzim G6PD dan sepsis).


10

e. Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu,

asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi,

hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.

2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.

Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar

konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai

potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi

dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang

patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin

mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang

bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

3. Kern Ikterus.

Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek

pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus,

hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.

Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan

pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20

mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan

bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan

syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.(Sumber: Pengantar Ilmu

Keperawatan Anak I, 2005)

D. Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi

karena keadaan sebagai berikut:


11

1. Polychetemia (Peningkatan jumlah sel darah merah)

2. Isoimmun Hemolytic Disease

3. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah

4. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)

5. Hemolisis ekstravaskuler

6. Cephalhematoma

7. Ecchymosis

8. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi

empedu (atresia biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia,

hipotiroid jaundice ASI

9. Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan

albumin; lahir prematur, asidosis.

(Sumber: IDAI, 2011)

E. Patofisiologi

Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari

pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya

kan masuk sirkulasi, diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin.

Gloobin {protein} digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan

diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.

Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat

penambahan bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu

berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran

eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya


12

bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi

enterohepatik.

Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z

dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis

atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar

(defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan

ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran

empedu intra/ekstra hepatika.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan

jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat

indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin

tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini

disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris.

Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak

hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada

keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah

otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah,

hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang

karena trauma atau infeksi.

Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa

keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat

penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat

ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.

Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan


13

peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein

Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis.

Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin

adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang

mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada

derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.

Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut

dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya

efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar

darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus.

Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut

mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.

Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak

hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah

melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR , hipoksia,

dan hipoglikemia.

(Sumber: IDAI, 2011)


14

F. Pathways

HEMOGLOBIN

GLOBIN HEME

Biliverdin Feco

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi billirubin/


gangguan transport billirubin/ peningkatan sirkulasi enteropetik) Hb
dan eritrosit abnormal

Pemecahan billirubin berlebih

Suplai billirubin melebihi tampungan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjungasi

Sebagian masuk kembali ke siklus emerohepatik

Peningkatan billirubin unkonjugata dalam darah

Ikterus neonatus Ikterus pada sclera, leher dan badan ,


peningkatan billirubin
indirect>12mg/dl

Fototherapi
Resiko kekurangan volume cairan

Sinar dengan intensitas


Resiko gangguan suhu tubuh tinggi
Resiko cidera
15

(Sumber : Duspt.b.ogspot.com)

G. Gejala Klinis

Gejala Klinis yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;

1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.

2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit

hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau

infeksi.

3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai

puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari

ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice

fisiologis.

4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang

cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe

obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau

keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.

5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti

dempul

6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati


16

7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar

8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap

9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental

10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,

epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.

(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)

a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin

lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl

merupakan keadaan yang tidak fisiologis.

b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.

c. Protein serum total.

2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.

3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan

hapatitis dan atresia billiari.

(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)

I. Komplikasi

1. Bilirubin encephahalopathi
17

2. Kernikterus ;kerusakan neurologis ; cerebral palis, retardasi mental,

hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinat otot dan tangisan yang

melengking.

3. Asfiksia

4. Hipotermi

5. Hipoglikemi

(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)

J. Penatalaksanaan Medik

Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi,

Transfusi tukar, Infus Albumin dan Therapi Obat.

1. Fototherapi

Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan

Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus

pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light

bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin

dalam kulit.

2. Tranfusi tukar / Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :

a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.

b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.

c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam

pertama.

d. Tes Coombs Positif

e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.

f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.


18

g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.

h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.

i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Tukar digunakan untuk :

1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)

terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.

2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi

(kepekaan)

3. Menghilangkan Serum Bilirubin

4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan

keterikatan dengan Bilirubin

Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O

segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih

tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8

jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap

hari sampai stabil.

3. Therapi Obat

Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan

enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat

ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai

beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada

post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya

(letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan

mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus

Enterohepatika.
19

K. Pencegahan

1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini

(pemberian ASI).

2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran,

misalnya sulfa furokolin.

3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.

4. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah

taruma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang

dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.

5. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai

dengan kebutuhan bayi baru lahir.

6. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.

L. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Dalam melakukan pengkajian pada anak dengan gangguan hiperbilirubin

adalah dilakukan sebagai berikut;

a. Pemeriksaan umum

1) Aktivitas/istirahat : letargi, malas

2) Sirkulasi : mungkin pucat, menandakan anemia

3) Eliminasi : Bising usus hipoaktif, vasase meconium mungkin

lambat, feces mungkin lunak atau coklat kehijauan selama

pengeluaran billirubin. Urine berwarna gelap.

4) Makanan cairan : Riwayat pelambatan (makanan oral buruk).


20

5) Palpasi abdomen : dapat menunjukkan pembesaran limpa,

hepar.

6) Neurosensori;

a) Chepalohaematoma besar mungkin terlihat pada satu atau

kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma

kelahiran.

b) Oedema umum, hepatosplenomegali atau hidrops fetalis,

mungkin ada dengan inkompathabilitas Rh.

c) Kehilanga refleks moro, mungkin terlihat.

d) Opistotonus, dengan kekakuan lengkung punggung,

menangis lirih, aktifitas kejang.

7) Pernafasan : krekels (oedema pleura), bercak merah muda.

8) Keamanan : Riwayat positif infeksi atau sepsis neonatus,

akimosis berlebihan, pteque, perdarahan intrakranial, dapat

tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada

bagian distal tubuh.

9) Seksualitas : mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi

(SGA), bayi dengan letardasio pertumbuhan intra uterus (IUGR),

bayi besar untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi dengan ibu

diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi pria daripada bayi wanita.

b. Pemeriksaan fokus

1. Pemeriksaan fisik, Inspeksi; warna sklera, konjungtiva, membran

mukosa mulut, kulit, urine dan tinja.

2. Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan

3. Tanyakan berapa lama jaundice muncul dan sejak kapan


21

4. apakah bayi ada demam

5. Bagaimana kebutuhan pola minum

6. Tanyakan tentang riwayat keluarga

7. Apakah anak sudah mendapat imunisasi hepatitis B

(Suriadi, 2001).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Ikterus neonatus b/d bilirubin tidak terkonjugasi didalam sirkulasi

b. Resiko kekurangan volume cairan b/d tidak adekuat intake cairan

c. Resiko cidera b/d efek fototherapy

d. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b/d pemajanan suhu

ekstreme

(Sumber: NANDA 2012-2014)


22

3. Intervensi keperarawatan

a. Ikterus neonatus

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Ikterik neonatus NOC NIC


Definisi : Kulit dan membran mukosa  Breasfeeding lnefektif Phothoterapy : Neonate
neonatus berwarna kuning yang terjadi  Breasfeeding Interupted  Meninjau sejarah ibu dan bayi untuk faktor
setelah 24 jam kehidupan sebagai akibat  Liver Function, Risk of Impaired risiko untuk hiperbilirubinemia (misalnya,
bilirubin tak terkonjugasi ada didalam  Blood Glucose, Risk for Unstable ketidakcocokan Rh atau ABO, polisitemia,
sirkulasi Kriteria Hasil : sepsis, prematuritas, mal presentasi)
 Menyusui secara mandiri  Amati tanda-tanda ikterus
Batasan Karakteristik  Tetap mempertahankan laktasi  Agar serum billirubin tingkat sebagai protokol
 Profil darah abnormal (hemolis;  Pertumbuhan dan perkembangan per yang sesuai atau permintaan praktisi
bilirubin serum total >2 mg/dl; bilirubin bayi dalam batas normal primer
serum total pada rentang  Mengetahui tanda-tanda  Melaporkan nilai laboratorium untuk praktisi
 resiko tinggi menurut usia pada penurunan suplai ASI primer
nomogram spesifik-waktu)  Ibu mampu mengumpulkan dan  Tempat bayi di Isolette
 Memar kulit abnormal menyimpan ASI secara aman  lnstruksikan keluarga pada prosedur
 Membran mukosa kuning  Penyapihan pemberian ASI fototerapi dan perawatan
 Kulit kuning sampai orange diskontinuitas progresif pemberian  Terapkan tambalan untuk menutup kedua
23

 Sclera kuning  Kemampuan penyedia perawatan mata, menghindari tekanan yang berlebihan
Faktor Yang Berhubungan untuk mencairkan,  Hapus tambalan mata setiap 4 jam atau
 Penurunan berat badan abnormal menghangatkan, dan menyimpan ketika lampu mati untuk kontak orangtua dan
(>7-8% pada bayi baru lahir yang ASI secara aman makan
menyusui ASI; 15% pada bayi cukup  Menunjukkan teknik dalam  Memantau mata untuk edema, drainase, dan
bulan) memompa ASI warna
 Pola makan tidak ditetapkan dengan  Berat badan bayi = masa tubuh  Tempat fototerapi lampu di atas bayi pada
baik  Tidak ada respon alergi sistemik ketinggian yang sesuai
 Bayi menunjukkan kesulitan dalam  Respirasi status : jalan nafas,  Periksa intensitas lampu sehari-hari
transisi ke kehidupan ekstrauterin pertukaran gas, dan ventilasi  Memonitor tanda-tanda vital per protokol atau
 Usia neonatus 1-7 hari nafas bayi adekuat sesuai kebutuhan
 Feses (mekonium) terlambat keluar  Tanda-tanda vital bayi dalam  Ubah posisi bayi setiap 4 jam atau per
batas normal protokol
 Penerimaan : kondisi kesehatan  Memantau tingkat biIirubin serum per protokol
 Dapat mengontrol kadar glukosa atau permintaan praktisi
darah  MengevaIuasi status neurologis setiap 4 jam
 Dapat memanajemen, dan atau per protokol
mencegah penyakit semakin  Amati tanda-tanda dehidrasi (misalnya,
parah, depresi fontanel, turgor kulit mengerut,
 Tingkat pemahaman untuk dan kehilangan berat badan)
24

pencegahan komplikasi  Timbang setiap hari


 Dapat meningkatkan istirahat  Mendorong delapan kali menyusui perhari
 Status nutrisi adekuat  Dorong keluarga untuk berpartisipasi dalam
 Control resiko proses infeksi terapi cahaya
 Instruksikan keluarga pada fototerapi di
rumah yang sesuai

b. Resiko kekurangan volume cairan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Resiko kekurangan volume cairan NOC NIC


Definisi : Berisiko mengalami dehidrasi  Fluid balance Fluid management
vaskular, selular, atau intraselular.  Hydration  Timbang popok/pembalut jika diperlukan
 Nutritional Status: Food and Fluid  Pertahankan catatan intake dan output yang
Faktor Risiko : Intake akurat
 Kehilangan volume cairan aktif  Monitor status hidrasi (kelembaban membran
 Kurang pengetahuan Kriteria Hasil : mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
 Penyimpangan yang mempengaruhi  Mempertahankan urine output ortostatik ), jika diperlukan
absorbs cairan sesuai dengan usia dan BB, BJ  Monitor vital sign
25

 Penyimpangan yang mempengaruhi  Monitor masukan makanan / cairan dan


akses cairan urine normal, HT normal hitung intake kalori harian
 Penyimpangan yang mempengaruhi  Tekanan darah, nadi, suhu tubuh  Kolaborasikan pemberian cairan IV
asupan cairan dalam batas normal  Monitor status nutrisi
 Kehilangan bertebihan melalui rute  Tidak ada tanda-tanda dehidrasi,  Berikan cairan IV pada suhu ruangan
normal (mis, diare) Elastisitas turgor kulit baik,  Dorong masukan oral
 Usia lanjut membran mukosa lembab, tidak  Berikan penggantian nesogatrik sesuai
 Berat badan ekstrem ada rasa haus yang berlebihan output
 Faktor yang mempengaruhi  Dorong keluarga untuk membantu pasien
kebutuhan cairan (mis, status makan
hipermetabolik)  Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
 Kegagalan fungsi regulator  Kolaborasi dengan dokter
 Kehilangan cairan melalul rute  Atur kemungkinan tranfusi
abnormal (mis, slang menetap)  Persiapan untuk tranfusi
 Agens farmasutikal (mis., diuretik) Hypovolemia Management
 Monitor status cairan termasuk intake dan
ourput cairan
 Pelihara IV line
 Monitor tingkat Hb dan hematokrit
 Monitor tanda vital
26

 Monitor respon pasien terhadap penambahan


cairan
 Monitor berat badan
 Dorong pasien untuk menambah intake oral
 Pemberian cairan IV monitor adanya tanda
dan gejala kelebihan volume cairan
 Monitor adanya tanda gagal ginjal

c. Resiko cidera

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Risiko cidera NOC NIC


Definisi : Beresiko mengalami cedera Environment Management (Manajemen
27

sebagai akibat kondisi lingkungan yang lingkungan)


berinteraksi dengan sumber adaptif dan  Risk Kontrol  Sediakan Iingkungan yang aman untuk
sumber defensif individu pasien
Kriteria Hasil :  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
Faktor Resiko :  Klien terbebas dari cedera sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif
Eksternal  Klien mampu menjelaskan pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
 Biologis (mis, tingkat imunisasi cara/metode untuk mencegah  Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
komunitas, mikroorganisme) injury/cedera (misalnya memindahkan perabotan)
 Zat kimia (mis, racun, polutan, obat,  Klien mampu menjelaskan faktor  Memasang side rail tempat tidur
agenens farmasi, alkohol, nikotin, resiko dari lingkungan/perilaku  Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan
pengawet, kosmetik, pewarna) personal bersih
 Manusia (mis, agens nosokomial,  Mampu memodifikasi gaya hidup  Menempatkan saklar lampu ditempat yang
pola ketegangan, atau faktor untuk mencegah injury mudah dijangkau pasien.
kognitif, afektif, dan psikomotor)  Menggunakan fasilitas kesehatan  Membatasi pengunjung
 Cara pemindahan/transpor yang ada  Menganjurkan keluarga untuk menemani
 Nutrisi (mis, desain, struktur, dan  Mampu mengenali perubahan pasien.
pengaturan komunitas, bangunan, status kesehatan  Mengontrol lingkungan dari kebisingan
dan/atau peralatan)  Memindahkan barang-barang yang dapat
Internal membahayakan
 Profil darah yang abnormal (mis,  Berikan penjelasan pada pasien dan
28

keluarga atau pengunjung adanya perubahan


leukositosis / leukopenia, gangguan status kesehatan dan penyebab penyakit
faktor Koagulasi, trombositopenia,
sel sabit, talasemia, penurunan
hemoglobin)
 Disfungsi biokimia
 Usia perkembangan (fisiologis,
psikososial)
 Disfungsi efektor
 Disfungsi imun-autoimun
 Disfungsi integratif
 Malnutrisi
 Fisik (mis, integritas kulit tidak utuh,
gangguan mobilitas)
 Psikologis (orientasi afektif)
 Disfungsi sensorik
 Hipoksia jaringan
29

4. Evaluasi

Evaluasi dalam keperawtan merupakan kegiatan dalam menilai

tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui

pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari

proses keperawatan.

Jenis-jenis evaluasi sebagai berikut :

a. Evaluasi structural difokuskan pada kelengkapan tatacara atau

keadaan sekeliling tempat pelayananan keperawatan diberikan.

Aspek lingkungan secara langsung dan tidak langsung

mempengaruhi dalam pemberian pelayanan.

b. Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah

perawat dalam memberikan pelayanan kepearawatan merasa cocok,

tanpa tekanan dan sesuai wewenang. Area proses yang mencakup

jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan

fisik, validasi dari perumusan diagnose kepearwatan, dan

kemampuan teknikal perawat.

c. Evaluasi hasil berfokus pada respons prilaku klien merupakan

pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada

pencapaian tujuan dan kriteria hasil.

5. Dokumentasi

Pendokumentasian dilakukan setelah pelaksanaan setelah tahap

proses keperawatan keluarga dilakukan dan disesuaikan urutan waktu.

Adapun manfaat dari pendokumentasian antara lain sebagai alat

komunikasi antar anggota tim kesehatan lainnya, sebagai alat


30

pertanggung jawabaan, dan pertanggung gugatan asuahan

kepearawatan yang diberikan kepada pasien. (Salam. 2001).

You might also like