You are on page 1of 23

TINJAUAN PUSTAKA

GAGAL JANTUNG

Oleh :
Nyoman Tri Paramita 1902611013
Ida Ayu Trisna Dewi 1902611035
Gede Gunawan Mahardika 1902611124
Adela Nathania 1902611142
I Komang Bintang Satria M 1902611138

Pembimbing :
dr. Hendy Wirawan, Sp.JP

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN/KSM KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa / Ida
Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat rahmat-Nya tinjauan pustaka yang
berjudul ”Gagal Jantung” dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Tinjauan
pustaka ini disusun dalam rangka menjalani jejaring kepaniteraan klinik madya di
Departemen/KSM Kardiologi RSUP Sanglah/ FK UNUD. Dalam penyusunan
tinjauan pustaka ini, berbagai bantuan, petunjuk serta saran dan masukan penulis
dapatkan dari banyak pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Hendy Wirawan, Sp.JP selaku Pembimbing di Departemen/KSM


Kardiologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
2. Rekan-rekan sejawat di Departemen/KSM Kardiologi FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar.
3. Semua pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu perssatu atas bantuan
dan saran dalam menyusun Tinjauan Pustaka ini
Penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karenanya, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan. Akhir kata,semoga tinjauan pustaka ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan dan kesehatan.

Denpasar, Juni 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR..........................................................................................................iv

BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................................1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................2

2.1 Definisi..................................................................................................................2

2.2 Epidemiologi.........................................................................................................3

2.3 Etiologi..................................................................................................................3

2.4 Klasifiaksi Gagal Jantung.....................................................................................4

2.4.1 Berdasarkan Onset........................................................................................4

2.4.2 Berdasarkan Lokasi.......................................................................................5

2.4.3 Berdasarkan Fraksi Ejeksi.............................................................................5

2.5 Patofisiologi..........................................................................................................6

2.6 Diagnosis...............................................................................................................7

2.7 Kompliaksi..........................................................................................................10

2.7.1 Aritmia........................................................................................................10

2.7.2 Stroke dan Emboli.......................................................................................11

2.8 Penatalaksanaan..................................................................................................11

2.9 Prognosis.............................................................................................................14

BAB III. KESIMPULAN...................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung adalah suata kondisi dimana jantung mengalami gangguan dalam
fungsinya untuk memompa darah meuju jaringan untuk memenuhi kebutuhan tubuh dalam
metabolisme. Gangguan pada pompa jantung ini dapat menyebabkan gangguan pada sistem
organ yang lain. Beberapa hal yang dapat menyebabkan gagal jantung diantaranya adalah
kebiasaan merokok, diabetes, hipertensi ,kolestrol, kelebihan berat badan, dan stress. Ada tiga
faktor lainnya yang tidak bisa dihindari oleh manusia yakni faktor keturunan dan latar belakang
keluarga, faktor usia dan jenis kelamin yang banyak ditemui pada kasus kegagalan jantung.
Selain hipertensi, penyebab gagal jantung adalah kelainan otot jantung, ateriosklerosis dan
peradangan pada miokardium. Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita gagal
jantung adalah sesak nafas, ortopneu, paroxysmal nocturnal dyspnoe (PND), lebih mudah lelah
terhadap aktivitas fisik, bengkak di pergelangan kaki dengan adanya tanda spesifik dari
pemeriksaan fisik dengan ditemukannya peningkatan JVP, reflux hepatojugular, suara jantung S3
gallop, dan apex jantung bergeser ke lateral dengan adanya bising jantung.

Walaupun merupakan kondisi yang umum, gagal jantung merupakan penyakit yang
membutuhkan uang relatif banyak dalam penanganannya dan memiliki potensi untuk menjadi
fatal. Angka kejadian di seluruh duni pada tahun 2014 berada di angka 40 juta kejadian. Penyakit
kardiovaskuler khususnya gagal jantung berkontribusi pada 27% dari jumlah kematian di seluruh
dunia. Angka kejadian gagal jantung meningkat dengan bertambahnya usia dengan angka
kejadian rata-rata 3-20 per 1000 orang menjadi 100 per 1000 orang dengan usia di atas 60 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Framingham pada tahun 2000 menunjukan angka kematian
akibat gagal jantung dalam 5 tahun terakhir sebesar 62% pada pria dan 42% pada wanita. Untuk
indonesia sendiri, gagal jantung menjadi penyebab kematian nomor satu.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat dada. Bagian kanan
dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang sebelah atas (atrium yang mengumpulkan darah
dan ruang sebelah bawah (ventrikel) yang mengeluarkan darah. Agar darah hanya mengalir
dalam satu arah, maka ventrikel memiliki satu katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan
keluar. Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan
tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan
mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam
paruparu, dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida. Jantung
kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan
di seluruh tubuh

Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana jantung tidak dapat lagi memompa darah ke
jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh, walaupun darah balik masih dalam
keadaan normal. Dengan kata lain, gagal jantung merupakan suatu ketidakmampuan jantung
untuk memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh (forward failure) atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian
2
jantung yang tinggi (backward failure) atau keduanya.3,4 Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya gagal jantung adalah kontraktilitas miokard, denyut jantung (irama dan kecepatan/
menit) beban awal dan beban akhir.
2.2 Epidemiologi
Gagal jantung merupakan kondisi penyakit yang umum, menghabiskan uang yang
banyak, dan berpotensi fatal. Pada tahun 2015, di seluruh dunia diperkirakan terjadi 40 juta
kejadian di seluruh dunia. Kematian akibat penyakit kardiovaskuler khususnya gagal jantung
adalah 27 %. Sekitar 3 - 20 per 1000 orang mengalami gagal jantung, angka kejadian gagal
jantung meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia di atas 60 tahun).
Dari hasil penelitian Framingham pada tahun 2000 menunjukkan angka kematian dalam 5 tahun
terakhir sebesar 62% pada pria dan 42% wanita, berdasarkan data dari di Amerika terdapat 3 juta
penderita gagal jantung dan setiap tahunnya bertambah dengan 400.000 orang, sedangkan untuk
di Indonesia angka kejadian gagal jantung menyebab kematian nomor satu, padahal sebelumnya
menduduki peringkat ketiga.1,2
2.3 Etiologi
Menurut beberapa penelitian penyakit jantung disebabkan oleh beberapa hal yaitu5:
• usia,
• jenis kelamin,
• konsumsi garam berlebihan,
• keturunan,
• hiperaktivitas system syaraf simpatis,
• stress,
• obesitas,
• olahraga tidak teratur,
• merokok,
• konsumsi alcohol dan kopi berlebihan,
• hipertensi,
• ischaemic heart disease,
• konsumsi alkohol,
• Hypothyroidsm,
• penyakit jantung kongenital
3
• Kardiomiopati (dilatasi, hipertropik, restriktif), dan
• infeksi juga dapat memicu timbulnya gagal jantung.

2.4 Klasifikasi Gagal Jantung


2.4.1 Berdasarkan Onset
a. Gagal Jantung Akut
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-gejala atau tanda-
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya sakit jantung
sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik . Diagnosis
gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan gejala dan penilaian klinis, didukung oleh
pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto thoraks, biomarker dan ekokardiografi Doppler.
Pasien segera diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau disfungsi diastolic 7,8.
Acute Decompensated Heart Failure merupakan perburukan gejala dari gagal jantung kronis
yang dirasakan secara tiba-tiba. Gejala dari gagal jantung dapat berupa dyspnea, bengkak pada
kaki, dan kelelahan. ADHF dapat berpotensi meyebabkan terjadinya gagal nafas. Kondisi ini
disebabkan oleh kongesti berat dari banyak organ oleh cairan gagal di sirkulasikan oleh jantung.
Serangan dari ADHF dapat disebabkan oleh penyakit lain yaitu : Infark miokard, aritmia, infeksi,
atau penyakit tiroid. ADHF dapat dibagi menjadi beberapa karakteristik yaitu profil A,B,C,dan D

4
b. Gagal Jantung Kronik
Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologi, dimana terdapat kegagalan jantung
memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Gagal jantung kronis juga didefinisikan
sebagai sindroma klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatigue
baik dalam keadaan istirahat maupun beraktifitas.

2.4.2 Berdasarkan Lokasi


a. Gagal Jantung Kiri
Jantung bagian kiri menerima darah kaya oksigen dari paru-paru lalu memompa darah itu
ke seluruh tubuh (kecuali paru). Gagal jantung kiri menyebabkan terjadinya backflow darah
kembali ke paru-paru, ini dapat menyebabkan terjadinya kongesti pada paru dan terjadinya
edema paru. Gejala umum dari gagal jantung kiri yaitu kesulitan bernafas, meningkatnya laju
nafas, ronki basah pada bagian bawah paru. Gejala lain dapat berupa perpindahan denyut pada
apex jantung akibat pergeseran jantung oleh pembesaran ventrikel kiri. Dapat ditemukan juga
irama gallop akibat peningkatan aliran darah di jantung. Murmur juga dapat ditemukan jika
terdapat kelainan katup ; mumur dapat berupa stenosis aorta (penyebab), dan regurgitasi mitral
(akibat) dari gagal jantung.
b. Gagal Jantung Kanan
Gagal jantung kanan dapat disebabkan oleh penyakit jantung paru (cor pulmonale), yang
biasanya disebabkan oleh masalah pada sirkulasi paru yang disebebakn oleh hipertensi pulmonal
atau stenosis katup pulmonal. Pada pemeriksaan fisik gagal jantung kanan dapat ditemukan
edema pada tungkai, ascites, pembesaran liver, dan pembesaran spleen. Jugular Venous Pressure
(JVP) sering digunakan untuk mengevaluasi gagal jantung kanan. Backward flow dari jantung
kanan menyebabkan kongesti pada pembuluh darah kapiler, ini menyebabkan terjadinya
ekstravasasi cairan pada lokasi terbawah dari pasien, dapat berupa kaki dan abdomen.

2.4.3 Berdasarkan Fraksi Ejeksi


Klasifikasi dari gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan fraksi ejeksi, atau
bagian dari darah yang dikeluarkan dari ventrikel selama satu kali kontraksi. Nilai normal fraksi
ejeksi berkisar antara 50-75%, terdapat 2 tipe klasifikasi dengan fraksi ejeksi yaitu:

5
a. Heart Failure with Reduced Ejection Fraction
Gagal jantung HFrEF atau gagal jantung sistolik merupakan gagal jantung dengan
berkurangnya jumlah darah yang dikeluarkan dari ventrikel akibat kelemahan otot ventrikel.
Nilai Fraksi ejeksi pada HFrEF berkisar dibawah 40%
b. Heart Failure with Preserved Ejection Fraction
Gagal jantung HFpEF atau gagal jantung diastolic merupakan gagal jantung tanpa
pengurangan fraksi ejeksi. Ini dapat disebebakn oleh ventrikel kiri yang berkontraksi secara
normal saat fase sistolik, namun ventrikel menjadi kaku dan tidak terjadi relaksasi yang
sempurna saat diastolic, yang menyebabkan terjadinya kelainan pada pengisian ventrikel.

2.5 Patofisiologi
Pada gagal jantung terjadi suatu kelainan multisistem dimana terjadi gangguan pada
jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan
neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang
menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme
kompensasi neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (system RAA) serta kadar
vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung
sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.7,8
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output
dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer
(peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyebabkan gangguan
pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis
miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.7,8
Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma
dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan
sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis,
menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan
retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek
pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yang memiliki
efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
6
dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan
vasodilatsi. Pada manusia, Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung,
khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada
endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi
minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume
dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi
aldosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada
gagal jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik
dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung. Vasopressin
merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat.
Kadar yang tinggi juga didpatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan
hiponatremia
Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide
vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang
bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin
meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung.
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan
dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada
pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi
dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti
infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 %
penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal
jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic yang timbul bersamaan meski dapat
timbul sendiri.6,7,8
2.6 Diagnosis
Diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dengan pemeriksaan
fisik dan penunjang. Gejala klinis gagal jantung yang tipikal adalah sesak nafas, ortopneu,
paroxysmal nocturnal dyspnoe (PND), toleransi aktivitas berkurang, cepat lelah, bengkak di
pergelangan kaki dengan tanda spesifik dari pemeriksaan fisik berupa peningkatan JVP, reflux
hepatojugular, suara jantung S3 gallop, apex jantung yang bergeser ke lateral dengan bising
jantung.9
7
Diagnosis gagal jantung berdasarkan penilaian klinis dapat dilakukan dengan kriteria
Framingham sebagai berikut10 :
1. Kriteria Mayor
PND, distensi vena leher, ronki paru, kardiomegali, edema paru akut, S3 gallop,
peninggian tekanan vena jugularis > 16 cm H20, waktu sirkulasi ≥ 25 detik, refluks
hepatojugular, edema pulmonal, kongesti visceral, atau kardiomegali saat autopsy
2. Kriteria Minor
Edema ekstremitas, batuk malam hari, dyspnea on effort, hepatomegali, efusi plera,
penurunan kapasitas vital 1/3 normal, takikardia (>120 x / menit)
3. Kriteria mayor atau minor berupa penurunan berat badan ≥ 4.5 kg dalam 5 hari
pengobatan.
Berdasarkan gejala tersebut diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan bila pada pasien terdapat 1
kriteria mayor dan 2 kriteria minor dari kriteria Framingham.10
Algoritma diagnosis gagal jantung adalah9 :

Gambar 2.1 Algoritma diagnosis gagal jantung1

8
Uji diagnostik biasanya lebih sensitif pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
rendah dibandingkan fraksi ejeksi normal. Untuk evaluasi disfungsi sistolik dan diastolik maka
metode yang paling berguna adalah ekokardiografi.9
1. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiografi harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal
jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung berupa sinus takikardia
dan bradikardia, atrial takikardia, flutter, fibrilasi, aritmia ventrikel, iskemia atau infark,
gelombang Q, hipertrofi ventrikel kiri, blok atrioventricular, mikrovoltase, durasi QRS >
0.12 detik dengan morfologi LBBB. Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang
kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal jantung
khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).9
2. Foto toraks
Foto toraks harus dilakukan secepatnya karena dapat mendeteksi kardiomegali, derajat
kongesti paru, efusi pleura, penyakit atau infeksi paru yang memperberat kondisi sesak
nafas.9
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer
lengkap (hemoglobin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus
(GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan lain
dipertimbangkan sesuai tampilan klinis pasien. Anemia ringan, hiponatremia,
hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan
terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor),
ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosteron.9
a. Peptida Natriuretik
Konsentrasi peptida natriuretik menentukan nilai prediktif terhadap prognosis gagal
jantung. Peptida natriuretik meningkat sebagai respon peningkatan tekanan dinding
ventrikel. Peptida natriuretik memiliki waktu paruh yang panjang, sehingga penurunan
tiba – tiba tekanan ventrikel tidak langsung menyebabkan perubahan kadar peptide
natriuretik.9
b. Troponin I atau T

9
Pemeriksaan troponin dilakukan apabila gambaran klinis disertai dugaan sindroma
koroner akut. Peningkatan kadar troponin kardiak sering terjadi pada gagal jantung berat
atau selama dekompensasi gagal jantung pada pasien tanpa iskemia miokardia.9
4. Ekokardiografi
Ekokardiografi meliputi semua teknik pencitraan ultrasound jantung termasuk pulsed and
continuous wave doppler, color doppler, dan tissue doppler imaging (TDI).
Ekokardiografi dilakukan sebagai konfirmasi diagnosis gagal jantung dan harus
dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pada pemeriksaan ini
dilakukan pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan pasien disfungsi sistolik
dengan fungsi sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri > 45 – 50%.9
a. Ekokardiografi transesofagus
Ekokardiografi transesofagus dilakukan pada pasien yang tidak bisa dilakukan
ekokardiografi transtorakal (obesitas, dengan ventilator), pasien dengan kelainan
katup, endocarditis, penyakit jantung bawaan atau untuk mengeksklusi thrombus di
left atrial appendage pada pasien dengan fibrilasi atrial.9
b. Ekokardiografi beban
Dilakukan dengan dobutamine atau latihan untuk mendeteksi disfungsi ventrikel yang
disebabkan oleh iskemia dan menilai viabilitas miokard pada keadaan hypokinesis
atau akinesis berat.9
Diagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (Heart Failure with Preserved
Ejection Fraction/ HPFEF) harus memenuhi 3 kriteria9 :
1. Terdapat tanda dan atau gejala gagal jantung
2. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikit terganggu (fraksi ejeksi > 45 –
50%)
3. Terdapat bukti disfungsi diastolk (Relaksasi ventrikel kiri abnormal / kekakuan
diastolik)

2.7 Komplikasi
2.7.1 Aritmia
a. Fibrilasi atrial

10
Fibrilasi atrial muncul pada 1/3 pasien dengan gagal jantung kronis dan bisa muncul
akibat komplikasi dari gagal jantung sendiri. Kondisi ini dapat memperburuk kondisi
gagal jantung, di mana kondisi yang mendasari harus ditelusuri lebih lanjut seperti
penyakit katup mitral, tirotoksikosis, penyakit node sinus. Pasien dengan fibrilasi atrial
memiliki prognosis yang buruk dan menyebabkan peningkatan risiko stroke dan
komplikasi tromboemboli lain.11

b. Aritmia ventrikular
Aritmia ventrikular maligna merupakan kondisi akhir dari gagal jantung. Gagal jantung
dengan ventrikular takikardia menetap mengindikasikan risiko tinggi terhadap ventrikular
aritmia berulang dan kematian mendadak.11

2.7.2 Stroke dan Tromboemboli


Stroke dan tromboemboli dapat terjadi pada 2% pasien dengan gagal jantung. Risiko
komplikasi ini terjadi akibat rendahnya kardiak output sehingga darah cenderung stasis di
ventrikel, pembentukan aneurisma pada ventrikel kiri, dan berhubungan juga dengan
terjadinya fibrilasi atrial. Selain itu kondisi pasien yang immobile juga meningkatkan
risiko thrombosis termasuk thrombosis vena dalam dan emboli paru.11
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan umum penanganan gagal jantung adalah: meniadakan tanda klinik seperti batuk
dan dispne, memperbaiki kinerja jantung sebagai pompa, menurunkan beban kerja jantung, dan
mengontrol kelebihan garam dan air. Obat yang digunakan untuk penanganan gagal jantung
bervariasi tergantung pada etiologi, keparahan gagal jantung, spesies penderita, dan faktor
lainnya.12

Untuk mencapai tujuan dalam penanganan gagal jantung dapat dilakukan dengan cara13:

1. Membatasi aktivitas fisik. Latihan atau aktivitas akan meningkatkan beban jantung dan
juga meningkatkan kebutuhan jaringan terhadap oksigen. Pada pasien yang fungsi
jantungnya mengalami tekanan, latihan dapat menimbulkan kongesti. Karena itu maka
kerja jantung harus diturunkan dengan istirahat atau membatasi aktivitas.
2. Membatasi masukan garam. Pada pasien yang mengalami CHF, aktivitas renin-
angiotensi-aldosteron mengalami peningkatan. Hal tersebut akan merangsang ginjal

11
untuk menahan natrium dan air, sehingga ekskresi natrium dan air akan berkurang. Bila
ditambah dengan konsumsi yang mengandung natrium tinggi, maka retensi air dan
peningkatan volume darah akan semakin parah dan pada akhirnya akan menimbulkan
kongesti dan edema.
3. Menghilangkan penyebab atau faktor pemicu gagal jantung. Menghilangkan penyebab
gagal jantung merupakan tindakan yang paling baik. Malformasi kongenital seperti patent
ductus arteriosus dapat diperbaiki dengan cara operasi dengan tingkat keberhasilan yang
tinggi. Ballon valvuloplasti telah berhasil digunakan untuk menangani stenosis katup
pulmonik. CHF yang disebabkan oleh penyakit perikardium dapat ditangani sementara
atau permanen dengan perikardiosentesis atau perikardektomi. Tetapi sayangnya hal
tersebut sering tidak mungkin dilakukan oleh kearena berbagai alasan.
4. Menurunkan preload. Karena adanya retensi garam dan air oleh ginjal pada pasien CHF,
maka preload jantung pada umumnya tinggi. Hal tersebut akan mengakibatkan kongesti
pada sistem sirkulasi. Oleh karena itu, penurunan preload akan menurunkan kongesti dan
edema pulmoner, yang akan memperbaiki pertukaran gas pada paru-paru pada kasus CHF
jantung kiri, dan menurunkan kongesti vena sistemik dan asites pada CHF jantung kanan.
Preload ditentukan oleh volume cairan intravaskular dan tonus vena sistemik.

Pengobatan dilakukan agar penderita merasa lebih nyaman dalam melakukan berbagai
aktivitas fisik, dan bisa memperbaiki kualitas hidup serta meningkatkan harapan hidupnya.
Pendekatannya dilakukan melalui 3 segi, yaitu mengobati penyakit penyebab gagal jantung,
menghilangkan faktor-faktor yang bisa memperburuk gagal jantung dan mengobati gagal
jantung. Tujuan pengobatan gagal jantung adalah untuk mengurangi gejala-gejala gagal jantung
sehingga memperbaiki kualitas hidup penderita. Cara dan golongan obat yang dapat diberikan
antara lain mengurangi penumpukan cairan (dengan pemberian diuretik), menurunkan resistensi
perifer (pemberian vasodilator), memperkuat daya kontraksi miokard (pemberian inotropik).12,13

1. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan pengeluaran


air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung. Diuterik yang sering digunakan
golongan diuterik loop dan thiazide. Diuretik Loop (bumetamid, furosemid)
meningkatkan ekskresi natrium dan cairan ginjal dengan tempat kerja pada ansa henle
asenden, namun efeknya bila diberikan secara oral dapat menghilangkan pada gagal
12
jantung berat karena absorbsi usus. Diuretik ini menyebabkan hiperurisemia. Diuretik
Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid, hidroklorotiazid, mefrusid, metolazon).
Menghambat reabsorbsi garam di tubulus distal dan membantu reabsorbsi kalsium.
Diuretik ini kurang efektif dibandingkan dengan diuretik loop dan sangat tidak efektif
bila laju filtrasi glomerulus turun dibawah 30%. Penggunaan kombinasi diuretik loop
dengan diuretik thiazide bersifat sinergis. Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung
pada arterior perifer dan dapat menyebabkan intoleransi karbohidrat.
2. Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham menemukan
penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida seperti digoksin
meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkan inotropisme positif yaitu
memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume pukulan, volume menit dan dieresis
diperbesar serta jantung yang membesar menjadi mengecil. Digoksin tidak
meneyebabkan perubahan curah jantung pada subjek normal karena curah jantung
ditentukan tidak hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh beban dan denyut jantung.
Pada gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki kontraktilitas dan menghilangkan
mekanisme kompensasi sekunder yang dapat menyebabkan gejala.
3. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding ventrikel, yang
merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard, menurunkan konsumsi
oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung. Vasodilator dapat bekerja pada sistem
vena (nitrat) atau arteri (hidralazin) atau memiliki efek campuran vasodilator dan dilator
arteri (penghambat ACE, antagonis reseptor angiotensin, prazosin dan nitroprusida).
Vasodilator menurukan preload pada pasien yang mengonsumsi diuterik dosis tinggi,
dapat menurunkan curah jantung dan menyebabkan hipotensi postural. Namun pada
gagal jantung kronis, penurunan tekanan pengisian yang menguntungkan biasanya
mengimbangi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Pada gagal jantung sedang
atau berat, vasodilator arteri juga dapat menurunkan tekanan darah.
4. Antikoagulan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan jalan
menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan pada keadaan
dimana terdapat kecenderungan terjadi pembekuan darah, misalnya pada trombosis. Pada
trobosis koroner (infark), sebagian obat jantung menjadi mati karena penyaluran darah

13
kebagian ini terhalang oleh trombus disalah satu cabangnya. Obat-obatan ini sangat
penting untuk meningkatkan harapan hidup penderita.
5. Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta adrenoreseptor biasanya
dihindari pada gagal jantung karena kerja inotropik negatifnya. Namun, stimulasi
simpatik jangka panjang yang terjadi pada gagal jantung menyebabkan regulasi turun
pada reseptor beta jantung. Dengan memblok paling tidak beberapa aktivitas simpatik,
penyekat beta dapat meningkatkan densitas reseptor beta dan menghasilkan sensitivitas
jantung yang lebih tinggi terhadap simulasi inotropik katekolamin dalam sirkulasi. Juga
mengurangi aritmia dan iskemi miokard. Penggunaan terbaru dari metoprolol dan
bisoprolol adalah sebagai obat tambahan dari diuretic dan ACE-blokers pada
dekompensasi tak berat. Obat- obatan tersebut dapat mencegah memburuknya kondisi
serta memperbaiki gejala dan keadaan fungsional. Efek ini bertentangan dengan kinerja
inotrop negatifnya, sehingga perlu dipergunakan dengan hati-hati.
6. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan jalan
menormalisasi frekuensi dan ritme kontraksi jantung. Kerjanya berdasarkan penurunan
frekuensi jantung. Perlu pula diperhatikan bahwa obat-obatan ini juga dapat
memperburuk atau justru menimbulkan aritmia. Obat antiaritmia mempertahankan irama
sinus pada gagal jantung, memberikan keuntungan simtomatik, dan amiodaron
merupakan obat yang paling efektif dalam mencegah AF dan memperbaiki kesempatan
keberhasilan kardioversi bila AF tetap ada.

Diet Rendah Garam

Di Indonesia menurut data dari Indonesian Society of Hypertension asupan garam harian
mencapai 15 gr hingga dua kali lipat yang direkomendasikan WHO yaitu 5 sampai 6 gr per hari.
Ada tiga tahap diet rendah garam yakni terdiri dari diet ringan (konsumsi garam 3,75-7,5 gram
per hari), menengah (1,25-3,75 gram per hari) dan berat (kurang dari 1,25 gram per hari). 14,15
Yang dimaksud disini adalah diet tanpa penggunaan garam dapur baik dalam proses pengolahan
makanan maupun saat makanan tersebut akan dikonsumsi. Selain itu, konsumsi makanan dengan
kandungan Natrium yang tinggi juga dikurangi. Bahan makanan yang diolah dengan
menggunakan garam seperti kecap, margarin, mentega, keju, terasi, petis dan sebagainya tidak
boleh dikonsumsi. Demikian juga dengan bahan makanan awetan yang menggunakan garam
14
seperti ikan asin, sarden, corned beef, sosis dan sebagainya. Konsumsi bahan makanan yang
kandungan natriumnya tinggi baik bahan makanan hewani maupun nabati harus dibatasi
jumlahnya karena kandungan natrium didalamnya cukup tinggi.16

2.9 Prognosis
Prognosis gagal jantung bergantung pada derajat beratnya dan penyebab gagal
jantungnya, gagal jantung yang penyebabnya non-struktural jantung prognosisnya bergantung
pada keberhasilan dalam menangani penyakit dasarnya. Sedangkan gagal jantung akibat
malformasi jantung, tindakan operasi akan memberikan prognosis lebih baik. 17 Secara umum,
mortalitas setelah rawat inap pada pasien dengan gagal jantung adalah 10,4% pada 30 hari, 22%
pada 1 tahun, dan 42,3% pada 5 tahun.18

15
BAB III

KESIMPULAN

Gagal jantung adalah suatu ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah dalam
jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (forward failure) atau
kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi
(backward failure) atau keduanya. Hal-hal yang dapat menyebabkan gagal jantung ada beberapa
antara lain usia, pola hidup, infeksi, penyakit jantung kongenital, endokrin, hipertensi, dan stress.
Angka kejadian di seluruh dunia pada 2015 adalah 40 juta dan kematian akibat gagal jantung
adalah 27%. Sekitar 3-20 per 100 orang mengalami gagal jantung dengan meningkat seiring
bertambah usia dimana 100 per 1000 orang mengalami gagal jantung pada usia di atas 60 tahun.
Untuk Indionesia, gagal jantung merupakan penyebab kematian nomor satu.

Klasifikasi gagal jantung dibagi menjadi tiga berdasarkan onset, lokasi, dan fraksi ejeksi.
Berdasarkan onset gagal jantung dapat dibagi menjadi akut dan kronik dengan akut adalah
serangan cepat dari gejala atau tanda fungsi jantung yang abnormal dengan atau tanpa adanya
sakit jantung sebelumnya. Gagal jantung kronis adalah sindroma yang komplek dengan keluhan
gagal jantung berupa sesak, fatigue dalam keadaan istirahat maupun beraktvitas. Berdasarkan
lokasi gagal jantung dapat dibagi menjadi kiri dan kanan. Gagal jantung kiri menyebabkan
terjadinya backflow darah ke paru-paru memicu kongesti paru, dan edema paru. Gagal jantung
kanan menyebabkan terjadinya edema pada tungkai, ascites, pembesaran liver, dan peningkatan
jugular venous pressure. Berdasarkan fraksi ejeksi terdapat gagal jantung dengan penurunan
fraksi ejeksi dan gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang normal.

16
Diagnosis gagal jantung berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Gejala klinis melalui anamnesis menggunakan kriteria Framingham sebagai acuan
untuk menentukan apakah pasien mengalami gagal jantung atau tidak. Dengan pemeriksaan
penunjang dengan EKG, laboratorium, chest X-ray, dan ekokardiografi.

Tatalaksana pada gagal jantung secara umum ada empat yaitu membatasi aktivitas fisik
untuk mencegah meningkatnya kebutuhan oksigen dan beban jantung, membatasi konsumsi
garam untuk mencegah retensi cairan sehingga preload meningkat, menghilangkan penyebab
seperti pada malformasi kongenital atau penggunaan balon valvuloplasti untuk katup pulmonal,
dan menurunkan preload dengan menurunkan konsumsi cairan dan diuretik jika kelebihan cairan
bertahan lama.

Komplikasi dari gagal jantung adalah aritmia, stroke, dan eeoi dengan prognosis
bergantung pada berat dan penyebab dari gagal jantung yang dialami oleh pasien. Sedangkan
gagal jantung akibat malformasi jantung, tindakan operasi akan memberikan prognosis lebih baik

17
DAFTAR PUSTAKA
1. Oxford textbook of heart failure. Oxford: Oxford University Press. p. 3. ISBN 978-0-19-

957772-9.

2. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, McMurray JJ, Ponikowski P, Poole-Wilson

PA, et al. (October 2008). "ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and

chronic heart failure 2008:". European Heart Journal. 29 (19): 2388–442.

3. National Clinical Guideline Centre (UK) (August 2010). "Chronic heart failure: National

clinical guideline for diagnosis and management in primary and secondary care: Partial

update". National Clinical Guideline Centre: 19–24. PMID 22741186

4. McMurray JJ, Pfeffer MA (2005). "Heart failure". Lancet. 365 (9474): 1877–89.

doi:10.1016/S0140-6736(05)66621-4. PMID 15924986.

5. Fonarow GC, Abraham WT, Albert NM, Stough WG, Gheorghiade M, Greenberg BH, et

al. (April 2008). "Factors identified as precipitating hospital admissions for heart failure

and clinical outcomes: findings from OPTIMIZE-HF". Archives of Internal Medicine.

168 (8): 847–54. doi:10.1001/archinte.168.8.847. PMID 18443260

18
6. National Clinical Guideline Centre (UK) (August 2010). "Chronic heart failure: National
clinical guideline for diagnosis and management in primary and secondary care: Partial
update". National Clinical Guideline Centre: 19–24. PMID 22741186
7. McMurray JJ, Pfeffer MA (2005). "Heart failure". Lancet. 365 (9474): 1877–89.
doi:10.1016/S0140-6736(05)66621-4. PMID 15924986.
8. Fonarow GC, Abraham WT, Albert NM, Stough WG, Gheorghiade M, Greenberg BH, et
al. (April 2008). "Factors identified as precipitating hospital admissions for heart failure
and clinical outcomes: findings from OPTIMIZE-HF". Archives of Internal Medicine.
168 (8): 847–54. doi:10.1001/archinte.168.8.847. PMID 18443260
9. Siswanto BB, Hersunanti N, Erwinanto, et al. 2015. Pedoman tatalaksana gagal jantung.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Pusat penerbitan departemen ilmu penyakiit dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. P. 1513.
11. Watson, R. D., Gibbs, C. R., & Lip, G. Y. (2000). ABC of heart failure. Clinical features
and complications. BMJ (Clinical research ed.), 320(7229), 236–239. Diakses melalui
https://doi.org/10.1136/bmj.320.7229.236 pada 28 Juni 2020
12. Bashi N, Karunanithi M, Fatehi F, Ding H, Walters D (January 2017). "Remote

Monitoring of Patients With Heart Failure: An Overview of Systematic Reviews".

Journal of Medical Internet Research. 19 (1): e18. doi:10.2196/jmir.6571. PMC 5291866.

PMID 28108430

13. Mahtani KR, Heneghan C, Onakpoya I, Tierney S, Aronson JK, Roberts N, et al.

(November 2018). "Reduced Salt Intake for Heart Failure: A Systematic Review". JAMA

Internal Medicine. 178 (12): 1693–1700. doi:10.1001/jamainternmed.2018.4673. PMID

30398532

14. Feltner C, Jones CD, Cené CW, Zheng ZJ, Sueta CA, Coker-Schwimmer EJ, et al. (June

2014). "Transitional care interventions to prevent readmissions for persons with heart

19
failure: a systematic review and meta-analysis". Annals of Internal Medicine. 160 (11):

774–84. doi:10.7326/M14-0083. PMID 24862840.14

15. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, et al. (October

2013). "2013 ACCF/AHA guideline for the management of heart failure: a report of the

American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on

practice guidelines". Circulation. 128 (16): e240–327

16. Feltner C, Jones CD, Cené CW, Zheng ZJ, Sueta CA, Coker-Schwimmer EJ, et al. (June

2014). "Transitional care interventions to prevent readmissions for persons with heart

failure: a systematic review and meta-analysis". Annals of Internal Medicine. 160 (11):

774–84. doi:10.7326/M14-0083. PMID 24862840

17. Bernstein D, Robert M, et al. 2007. The Cardiovascular System. In: Kliegman

18. Dumitru I, Baker M. Heart Failure [Internet]. Medscape. 2018 [cited 28 June 2020]

20

You might also like