You are on page 1of 6

Contoh Kasus Pelanggaran Hak

“Anggota Polisi Dilaporkan Aniaya Warga, Polda NTT Turun


Tangan”
 

 KEFAMENANU, KOMPAS.com — Aksi perusakan Pos Polisi Lalu Lintas


(Polantas) oleh ratusan warga Kefamenanu, yang dibalas pemukulan oleh anggota
kepolisian terhadap sejumah warga, ditanggapi serius oleh Kepolisian Daerah
(Polda) Nusa Tenggara Timur. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTT
Ajun Komisaris Besar Agus Santosa kepada Kompas.com, Sabtu (21/3/2015)
siang, mengatakan, pihaknya akan turun tangan untuk menyelesaikan kasus ini
dengan mengirim tim ke Kepolisian Resor Timor Tengah Utara (TTU). 

“Dalam hal ini Polda NTT, tentu tidak akan menyerahkan sepenuhnya kasus ini
kepada Polres TTU. Karena itu, pengawas internal Polda, baik itu dari Bidang
Profesi dan Pengamanan (Propam) maupun dari Inspektorat Pengawasan Daerah
(Itwasda), akan turun mengecek kasus tersebut. Dari hasil pengecekan baru bisa
ditentukan apakah kasus tersebut cukup ditangani oleh Polres atau harus diambil
alih oleh Polda,”
jelas Santosa. 
Sementara menunggu pemeriksaan, Polda mengimbau kepada masyarakat agar
tidak terprovokasi isu-isu yang tidak jelas sumbernya sehingga dapat menimbulkan
kerugian bagi masyarakat sendiri. “Percayalah bahwa pimpinan Polri akan
menindak dengan tegas siapa pun anggota Polri yang telah melakukan tindakan di
luar prosedur. Masyarakat agar tenang dan beraktivitas seperti biasa. Marilah kita
jaga bersama keamanan dan kenyamanan wilayah TTU khusus dan NTT umumnya
agar tetap kondusif,” ucap Santosa. 

Sementara itu, Kapolres TTU Robby Medianus Samban yang dihubungi secara
terpisah meminta warga yang jadi korban penganiayaan polisi untuk segera
melapor. ”Silakan yang bersangkutan melapor ke Polres TTU,” kata Robby
singkat. Diberitakan sebelumnya, aparat Kepolisian Resor TTU turun ke lokasi
pasca-perusakan Pos Polisi Lalu Lintas (Polantas) Tulip oleh ratusan warga Kota
Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur
(NTT), Jumat (20/3/2015) siang. Saat itu polisi disebut melakukan kekerasan
dengan memukul dan menganiaya sejumlah warga. Seorang nenek, Maharim
Radjab Mae (50), warga Fatuteke, Kelurahan Kefamenanu Selatan, melaporkan
dirinya dicekik oleh seorang anggota polisi. Baju Maharim ditarik oleh belasan
polisi lainnya karena berdiri di dekat lokasi kejadian.

Sementara Roby Kenjam, tukang ojek asal Kelurahan Bitefa, Kecamatan Miomafo
Timur, mengaku dipukul, ditendang, dan dihantam menggunakan popor senjata api
oleh sejumlah polisi. Waktu itu Roby sedang duduk di depan toko onderdil motor,
persis di samping Pos Polantas Tulip. Setelah dianiaya, Roby kemudian digotong
dan dibuang hingga melewati pagar, lalu terjatuh ke dalam selokan. Akibatnya,
Roby mengalami luka dan dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Kefamenanu untuk menjalani perawatan medis. Maharim Radjab Mae
mengatakan, penganiayaan terhadap dirinya bermula ketika ia hendak ke toko
untuk membeli keperluan rumah tangga. Saat melintas di dekat Pos Polantas Tulip,
ia melihat warga tumpah ruah di dekat pos tersebut sehingga dia pun bertanya. 

"Saya tanya ke salah seorang warga, ada apa kok ramai sekali. Begitu saya dikasih
tahu bahwa ada orang yang meninggal, saya pun dengan spontan kaget dan
langsung maki. Saat itu ada seorang polisi datang mendekat dan hendak memukul
saya sehingga saya pun bertengkar dengan dia (polisi). Begitu saya maju mau
berkelahi dengan dia, datanglah polisi lainnya dan ada seorang yang langsung
cekik hingga saya susah bernapas. Ada yang tarik baju, dan ada yang pukul, tetapi
tidak kena karena dihalangi oleh warga," kata Maharim kepada Kompas.com,
Jumat (20/3/2015) malam. 
Maharim mengaku bahwa kedua tangannya dipegang erat dan bajunya ditarik.
Oleh karena itu, dia hanya meronta dan berusaha melepaskan diri. Beruntung,
salah seorang polisi, Bripka Yos Gari, datang dan meminta polisi yang menyekap
Maharim untuk melepaskan sekapan itu. Maharim pun diantar pulang ke
rumahnya. "Malam ini juga, saya bersama keluarga dan LSM akan melaporkan
kejadian ini ke Polres TTU," kata Maharim. 

Sementara Roby Kenjam mengatakan, dia dihajar oleh segerombolan polisi ketika
tengah memarkir sepeda motornya. Saat itu, dia duduk di depan toko onderdil
motor sambil melihat warga yang menumpuk di lokasi perusakan Pos Polantas
Tulip. "Saya dari Pasar Lama mau antar penumpang ke terminal. Sampai di depan
toko onderdil motor di samping toko Victory, di situ warga sudah berkumpul dan
kendaraan menumpuk sehingga saya tidak bisa lewat. Saya lalu katakan ke
penumpang untuk turun di sini saja karena tidak bisa lewat. Setelah itu, saya parkir
motor dan duduk di depan toko onderdil motor," kata Roby. 

"Ketika saya sementara duduk, datanglah segerombolan polisi, tanpa banyak bicara
langsung pukul di kepala, pundak dan tendang di sekujur tubuh. Bahkan ada yang
pukul pakai senjata api. Setelah itu saya digotong dan dibuang lewati pagar toko
onderdil hingga jatuh di selokan. Tak puas, sebagian polisi datang dan pukul saya
lagi. Untung ada polisi senior yang datang dan selamatkan saya, lalu saya dibawa
ke Unit Gawat Darurat RSUD Kefamenanu," tutur Roby. 

Direktur Lembaga Antikekerasan Masyarakat Sipil (Lakmas) Cendana Wangi NTT


Viktor Manbait, yang terus mendampingi kedua korban, mengatakan bahwa
Lakmas bersama keluarga Roby Kenjam sudah mendatangi Markas Polres TTU
untuk melaporkan kejadian penganiayaan itu. 

"Tadi sore bersama keluarga Roby Kenjam, kami sudah laporkan ke Markas Polres
TTU. Malam ini, kami juga bersama korban lainnya, Maharim Radjab Mae, datang
lagi ke Polres TTU untuk lapor kejadian tadi siang. Kami perkirakan korban akibat
kebrutalan polisi tadi sekitar 20 orang," ujar Viktor. 

Menurut Viktor, polisi berlebihan dan menggunakan kewenangan secara


berlebihan. Kapolres TTU dituding sebagai pihak paling bertanggung jawab atas
tindakan brutal polisi dalam mengamankan situasi. "Apa pun alasannya, tindakan
brutal polisi dengan cara memukul dan menghajar warga sipil yang tidak tahu-
menahu, bahkan dipopor dengan menggunakan senjata dan dibuang melewati
pagar hingga terjerembab ke dalam got, adalah perbuatan keji. Terlebih lagi,
seorang nenek dicekik dan diperlakukan dengan cara tidak manusiawi," ucap
Viktor. Karena itu, dirinya meminta kepada Kepala Polda NTT untuk turun tangan
dan mendisiplinkan anggota Polres TTU yang bertindak di luar batas. Apa yang
telah dilakukan anggota Polres TTU, kata Viktor, sudah menjerumus pada
pelanggaran hak asasi manusia. 

Kompas.com sudah berusaha menghubungi Kepala Sub-Bagian Hubungan


Masyarakat Polres TTU Ipda I Ketut Suta melalui telepon seluler, tetapi hingga
kini belum ada tanggapan, juga balasan dari pesan singkat yang dikirim. 

Pos polisi dirusak 

Awal dari semua peristiwa ini bermula ketika Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor
TTU menggelar operasi di Jalan Sisingamangaraja. Saat itu, salah satu pengendara
sepeda motor yang diketahui bernama Martinus Elu (30), warga Desa Kiusili,
Kecamatan Bikomi Selatan, melintas dan dipukul oleh salah seorang anggota polisi
lalu lintas yang sedang memberikan tilang. Massa yang tidak terima kemudian
menyerbu dan merusak Pos Polantas Tulip di Jalan Basuki Rachmad, Kelurahan
Benpasi, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten TTU, NTT.) 

"Kapolres TTU mengimbau seluruh masyarakat untuk tidak terprovokasi oleh


informasi yang tidak benar. Kapolres juga meminta untuk menindak tegas warga
yang melakukan tindakan brutal itu," kata Kepala Sub-Bagian Hubungan
Masyarakat Polres TTU Ipda I Ketut Suta kepada Kompas.com, Jumat.
 
 
Contoh Kasus Pengingkaran
Kewajiban
“Dua Kasus Pembunuhan Mahasiswa UMI Belum
Terungkap”
 

 
Laporan Wartawan Tribun Timur, Hasan Basri TRIBUN-
TIMUR.COM, MAKASSAR -Dua kasus pembunuhan mahasiswa
Universitas Mahasiswa Islam (UMI) di Makassar sampai saat ini belum
terungkap. Kedua kasus itu yakni pembunuhan yang menewaskan Andi
Fadhil Arkam (19) di Jl Talasalapang, Kecamatan Rappocini, Makassar,
Jumat (26/12/2014) beberapa bulan lalu. Dan kasus kedua adalah
pembunuhan yang terjadi di Jl Paccerakkang Mangga Tiga, kecamatan
Biringkanaya Makassar, Kamis (19/3/2015) sore beberapa hari lalu.
Korbanya juga adalah mahasiswa dari kampus yang sama, atas nama
Iman Rahmat Taufi (21). Almarhum mengalami luka sabetan parang
dibagian dua lengan tangannya.
Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resort Kota Besar
Makassar, Kompol Agus Chaerul mengatakan, pihaknya telah
melakukan upaya keras untuk mengusut kasus itu.

"Kita sudah bentuk tim Unit Reaksi Cepat (URC). Dalam tim itu, terdiri
12 personil kepolisian," kata Agus Chaerul. (*)

You might also like