“PERAWATAN DAN PENGOBATAN TRADISIONAL PADA IBU NIFAS”
Disusun Oleh : Puji Ariyanti (215401446122) C1-KEBIDANAN
PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN TAHUN 2021 1.1 Perawatan dan Pengobatan Tradisional Pada Ibu Nifas Masa nifas adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari (Ambarwati, 2015 ). Masa nifas atau puerperieum dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) (Prawirohardjo, 2014). Masyarakat didaerah saya meyakini dengan mengkonsumsi jamu selama masa nifas, mampu menjaga dan meningkatkan kesehatan ibu nifas, tidak hanya itu, jamu juga membantu produksi ASI selama ibu menyusui. Masyarakat banyak yang memilih jamu dengan alasan lebih mudah didapat dan ekonomis serta lebih manjur dibandingkan dengan obat modern. Perawatan dan pengobatan tradisional pada ibu nifas didaerah saya yaitu salah satunya dengan menggunakan daun katuk guna untuk memperbanyak produksi pada ASI. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi dibandingkan susu formula atau lainnya. Namun, pada beberapa ibu menyusui, pengeluaran ASI terhambat sehingga tidak lancar. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap asupan gizi, kesehatan, dan pertumbuhan bayi. Penyebab kurang lancarnya ASI kemungkinan karena faktor hormon atau makanan yang dikonsumsi, untuk memperlancar ASI salah satunya dapat dilakukan dengan mengkonsumsi obat tradisional. Obat tradisional dapat berasal dari sesuatu yang dijumpai di lingkungan sekitar kita (Sari, 2013).
1.2 Teori Daun Katuk
Banyak jenis-jenis tumbuhan yang digunakan untuk memperlancar Air Susu Ibu (ASI) salah satunya adalah daun katuk (Sauropus Androgynus) yang sejak dahulu telah terbukti dapat memperlancar produksi air susu ibu (ASI) karena mengandung asam seskuiterna. Katuk (Sauropus androgynus(L.) Merr)) merupakan tanaman sayuran yang banyak terdapat di Asia tenggara. Katuk (Sauropus Androgynus) di kenal dalam bahasa asing sebagai star goosberry atau sweet leaf (Inggris), mani cai (China), di Minangkabau di sebut simani. Tanaman ini amat populer di Asia Selatan atau Asia Tenggara, tumbuh subur mencapai 2,5 m dengan daun oval hijau tua sampai panjang 5- 6 cm. Pucuk tanaman disebut juga tropical asparagus. Di Malaysia diaduk dengan telur menjadi dadar telur. Daunnya mengandung 7% protein kadar tinggi betakarotei, vitamin C, Kalsium, Besi, dan Magnesium. Katuk termasuk tanaman langka yang mengandung vitamin K. Setiap 100 g zat daun katuk mengandung sekitar 2,7 mg zat besi, sementara kandungan kalsium daun katuk sebanyak 204 mg atau empat kali lebih tinggi dibandingkan kandungan mineral dari daun kol. Konsumsi daun katuk berlebihan (50 g sehari) sangat berbahaya karena tanaman ini mengandung alkoloid papaverin yang dapat merusak paru. Daun katuk juga sebaikya dikonsumsi setelah dimasak terlebih dahulu untuk mencegah efek samping yang tidak diinginkan. Daun katuk juga digunakan untuk menanggulangi penyakit kurang darah atau Anemia karena daun katuk termasuk punya kadar tinggi zat besi. 1.2.1 Manfaat Katuk Manfaat daun katuk yaitu sebagai pelancar Air Susu Ibu (ASI) Ekstrak daun katuk banyak digunakan sebagai bahan fortifikasi pada produk makanan yang diperuntukkan bagi ibu menyusui. Konsumsi sayur katuk oleh ibu menyusui dapat memperlama waktu menyusui bayi secara nyata dan untuk bayi pria hanya meningkatkan frekuensi dan lama menyusui. Kandungan yang terdapat dalam daun katuk untuk ibu menyusui adalah asam amino, saponin, dan tanin dan senyawa lainnya yang dapat memicu produksi ASI (Santoso, 2014). 1.2.2 Kandungan Daun Katuk Daun katuk dapat mengandung hampir 7% protein dan serat kasar sampai 19 %. Daun ini kaya vitamin K, selain pro- vitamin A ( beta- karoten ), B, dan C, protein, serat, efedrin, dan air. Mineral yang dikandungnya adalah kalsium (hingga 2,8%), besi, kalium, fosfor, dan magnesium. Warna daunnya hijau gelap karena kadar klorofil yang tinggi. Daun katuk dapat diolah seperti kangkung atau daun bayam. Ibu- ibu menyusui diketahui mengkonsumsi daunnya untuk memperlancar keluarnya ASI. Daun katuk mengandung papaverina, suatu alkaloid yang juga terdapat pada candu (opium). Konsumsi berlebihan dapat menyebabkan efek samping seperti keracunan papaverina. Ekstrak daun katuk yang akan diberikan kepada ibu nifas adalah dalam bentuk rebusan daun katuk. Rebusan daun katuk diambil 300 gram kemudian direbus dengan air 1,5 l, dan diberikan kepada ibu 3 kali dalam sehari dengan dosis 150cc.