You are on page 1of 12

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM 8

ILMU PENGETHUAN BUMI DAN ANTARIKSA


PENDARATAN LUNAR

Disusun Oleh :
Jiddiyah Nur Izzati
19312241046
PENDIDIKAN IPA C 2019

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2020
A. Judul
Pendaratan Lunar

B. Tujuan
Setelah melakukan kegiatan ini, diharapkan mahasiswa dapat :
1. Mendeskripsikan bagaimana proses pendaratan yang terjadi pada bulan.
2. Menjelaskan tipe pendaratan pada bulan yang sering terjadi.
3. Menentukan nilai kecepatan rata-rata mendarat pada bulan.
4. Mengidentifikasi kendala yang sering terjadi ketika akan melakukan pendaratan.

C. Dasar Teori
Bulan adalah satu-satunya benda langit pengikut Bumi berdiameter 3.480 km.
Bulan beredar mengelilingi Bumi pada jarak rata-rata 384.421 km (Muhyiddin, 2004:
133). Keadaan di Bulan ini dingin dan kering, temperatur terendahnya bisa mencapai 177
derajat di bawah nol dan suhu panasnya ketika Matahari memancarkan pada sebagian
daerahnya bisa mencapai 184 derajat di atas nol. Karena perbedaan yang sangat ekstrim
inilah sehingga secara lahiriyah planet ini tidak dapat dihuni oleh makhluk hidup (Slamet
2012, 133-134). Massa jenis Bulan ( 3.4 g/cm3 ) adalah lebih ringan dibandingkan dengan
massa jenis Bumi ( 5.5 g/cm3 ), sedangkan massa Bulan hanya 0.012 massa Bumi. Bulan
yang ditarik oleh gaya gravitasi Bumi tidak jatuh ke Bumi disebabkan oleh gaya sentrifugal
yang timbul dari orbit Bulan yang mengelilingi Bumi, jarak Bulan dan Matahari:
149.615.600 km, sedangkan umur Bulan adalah 4.420.000.000 tahun (Slamet, 2012: 135).
Rotasi Bulan adalah perputaran Bulan pada porosnya dari arah Barat ke Timur.
Satu kali berotasi memerlukan waktu sama dengan satu kali revolusinya mengelilingi
Bumi. Akibatnya permukaan Bulan yang terlihat dari Bumi relatif tetap. Adanya sedikit
perubahan permukaan Bulan yang menghadap ke Bumi juga diakibatkan oleh adanya
gerak angguk bulan pada porosnya (Muhyiddin, 2005: 133).
Revolusi Bulan adalah peredaran Bulan mengelilingi Bumi dari satu arah Barat ke
Timur. Satu kali penuh revolusi Bulan memerlukan waktu rata-rata 27 hari 7 jam 43 menit
12 detik. Periode waktu ini disebut satu bulan Sideris atau Syahr Nujumi (Muhyiddin, 2005
: 134). Gerakan Bulan inilah yang dijadikan perbandingan antara gerakan semua harian
Matahari yang diakibatkan oleh gerakan revolusi Bumi dengan gerakan hakiki harian
Bulan. Gerakan semu harian Matahari memakan waktu 0o 59’ 5.83” perharinya 360o :
365.5 hari, sedangkan gerakan hakiki harian Bulan adalah 360o : 27.321661 = 13o 10’
34.89”. dengan demikian gerakan hakiki Bulan lebih cepat +12o per harinya dari pada
gerakan semu Matahari (Slamet, 2012: 220).
The lunar phase is the location among the Earth, the Moon, and the sun. The
gravitation of the Moon depends on the locations between the Earth and the Moon (Wake,
2010 :66). The gravitation of the Moon related to the occurrence of acute myocardial
infarction, although lunar phase did not relate to the occurrence according to previous
studies (Wake, 2007 :25). Berdasarkan kutipan tersebut fase bulan adalah lokasi di antara
Bumi, Bulan, dan Matahari. Gravitasi Bulan bergantung pada lokasi antara Bumi dan
Bulan. Gravitasi Bulan berhubungan dengan terjadinya infark miokard akut, meskipun
fase bulan tidak berhubungan dengan kejadian tersebut menurut penelitian sebelumnya.
Upon arrival at the moon the lander or landers will receive final landing
information update and then become fully autonomous. The solid rocket motor (SRM) will
provide the initial and largest delta V to slow the spacecraft prior to the lunar descent
phase. The braking burn begins at 17 km above the lunar surface and provides about 2.5
km/s of delta V. After the solid stage is spent, the empty casing is separated and the lander
will use the bi-propellant descent thrusters to provide controlled descent to the surface. At
SRM casing separation, the relative velocity of the lander is just over 100 m/s. The ACS
thrusters will control the attitude while the descent thrusters reduce the vertical and lateral
velocity to 1 m/s or less (D.G. Chavers, 2015).
Setelah tiba di bulan, pendarat atau pendarat akan menerima pembaruan informasi
pendaratan akhir dan kemudian menjadi otonom penuh. Motor roket padat (SRM) akan
menyediakan delta V awal dan terbesar untuk memperlambat pesawat ruang angkasa
sebelum fase penurunan bulan. Pembakaran pengereman dimulai pada 17 km di atas
permukaan bulan dan menghasilkan sekitar 2,5 km / d dari delta V. Setelah tahap padat
dihabiskan, selubung kosong dipisahkan dan pendarat akan menggunakan pendorong
turunan bi-propelan untuk memberikan penurunan terkontrol ke permukaan. Pada pemisah
selubung SRM, kecepatan relatif pendarat lebih dari 100 m / s. Pendorong ACS akan
mengontrol sikap sedangkan pendorong turunan mengurangi kecepatan vertikal dan lateral
hingga 1 m / s atau kurang.
Gerak dengan percepatan tidak tetap adalah gerak dimana benda mengalami
perubahan percepatan. Dalan fisika, perubahan percepatan ini disebut sebagai sentakan
(jerk). Sentakan ini dapat bernilai oknstan ataupun berubah-ubah. Kecepatan merupakan
turunan pertama perpindahan terhadap waktu, percepatan merupakan turunan kedua jarak
terhadap waktu dan sentakan merupakan turunan ketiga jarak terhadap waktu. Dalam
gerak roket, berlaku tiga hukum fisika, yakni Hukum II dan Hukum III Newton tentang
gerak dan hukum kekekalan momentum. Berdasarkan hukum ini, gerak roket erupakan
gerak dengan percepatan tidak tetap (Tipler, 2008).
Roket dan udara merupakan dua benda yang berinterakasi disini. Ketika bahan
bakar terakar, roket melakukan gaya terhadap udara. Sebaliknya udara juga melakukan
gaya terhadap roket. Akibatnya roket terdorong naik. Dalam gerak roket, massa benda
tidaklah konstan karena bahan bakar terbakar dan berkurang hingga roket padam. Dengan
kata lai, massa benda berkurang secara beraturan. Akibatnya, karena percepatan bbenda
berbanding terbalik dengan massanya, percepatan akan semakin besar (Anggoro, 2018: 8-
10).
In general, the lunar landing stage can be divided into two distinct phases: de-orbit
and descent, and the descent phase usually comprises two sub-phases: braking and
approach. And many optimization problems of minimal energy are usually focused on
descent phases. In these approaches, the energy of de-orbit burning is not considered.
Therefore, a possible low perilune altitude can be chosen to save fuel for the descent phase.
Perilune altitude is typically specified between 10 and 15km because of the mountainous
lunar terrain and possible guidance errors. However, it requires more de-orbit burning
energy for the lower perilune altitude. Therefore, in this paper, the perilune altitude of the
intermediate orbit is also considered with optimal thrust programming for minimal energy.
Furthermore, the perilune altitude and optimal thrust programming can be expressed by
a function of the radius of a parking orbit by using continuation method and co-state
estimator (Johnson, 2008).
Berdasarkan teori di atas Secara umum, tahap pendaratan bulan dapat dibagi
menjadi dua tahap yang berbeda: de-orbit dan descent, dan tahap penurunan biasanya
terdiri dari dua sub-tahap: pengereman dan pendekatan. Dan banyak masalah
pengoptimalan dengan energi minimal biasanya difokuskan pada fase penurunan. Dalam
pendekatan ini, energi pembakaran de-orbit tidak dipertimbangkan. Oleh karena itu,
ketinggian perilune rendah yang mungkin dapat dipilih untuk menghemat bahan bakar
untuk fase penurunan. Ketinggian bahaya biasanya ditentukan antara 10 dan 15 km karena
medan pegunungan bulan dan kemungkinan kesalahan panduan. Namun, hal ini
membutuhkan lebih banyak energi pembakaran de-orbit untuk ketinggian bahaya yang
lebih rendah. Oleh karena itu, ketinggian perilune pada orbit antara juga dipertimbangkan
dengan pemrograman daya dorong optimal untuk energi minimal. Selanjutnya, perilune
altitude dan program thrust optimal dapat diekspresikan melalui fungsi radius orbit parkir
dengan menggunakan metode continuation dan co-state estimator.

C. Metodologi Percobaan
1. Alat dan Bahan
- Aplikasi Adobe flash player
- Aplikasi PhET Simulation
- Laptop/Hp
- Literatur

2. Langkah Kerja

Mendownload adobe flash player


Membuka aplikasi phet simulation


Memilih percobaan “Pendaratan Lunar”


Menekan tombol suara dan vektor


Menekan tombol mulai


Menekan tombol kanan pada keyboard untuk bergerak ke arah kanan


Menekan tombol kiri pada keyboard untuk bergerak ke kiri


Menekan tombol keatas (more thrust) pada keyboard untuk mempercepat


kecepatan

Menekan tombol ke bawah (less thrust) pada keyboard untuk memperlambat


kecepatan

Menekan tombol space bar untuk mengendalikan kecepatan


Mengontrol pendaratan dengan kelima tombol diatas


Melakukan pendaratan pada lokasi yang berbeda-beda


Mengamati pergerakan arah vektor, kecepatan, dan pendaratan


Menuliskan pada tabel data hasil


Mengulangi langkah-langkah diatas untuk lokasi pendaratan yang berbeda

D. Data Hasil
Pendaratan Kecepatan Arah
No Gambar
Mulus Sulit Kecelakaan (m/s) vektor

1 15 1,4 Ke atas

Sedikit
miring
2 5 4,4
ke
kanan

3 15 1,3 Ke atas

Lurus
4 0 4
ke atas
Lurus
5 15 0,8
ke atas

6 15 1,6 Ke atas

Sedikit
7 15 1,6 serong
kanan

Lurus
8 0 1,9
ke atas

Lurus
9 15 1,4
ke atas

Lurus
10 5 2,2
ke atas

E. Analisis Data
Total pendaratan mulus :7
Total nilai kecepatan : 1,4 + 1,3 + 0,8 + 1,6 + 1,6 + 1,9 + 1,4 = 10
10
Rata-rata kecepatan pendaratan : = 1,43 𝑚/𝑠
7
1,43 1 1,43 3600
(=) ÷ = × = 5,148 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚
1000 3600 1000 1
F. Pembahasan
Praktikum yang berjudul “Pendarata Lunar” ini bertujuan untuk mendeskripsikan
bagaimana proses pendaratan yang terjadi pada bulan, menjelaskan tipe pendaratan pada
bulan yang sering terjadi, menentukan nilai kecepatan rata-rata mendarat pada bulan, serta
mengidentifikasi kendala yang sering terjadi ketika akan melakukan pendaratan. Alat yang
praktikan gunkan yaitu adobe flash, simulasi PhET, laptop atau handphone serta literatur.
Pendaratan lunar yang praktikan dapatkan yaitu pendaratan mulus, pendaratan sulit
dan kecelakaan pendaratan. Pendaratan dapat dikatakan mulus apabila roket dapat
mendarat dengan tepat serta tidak terjadi kerusakan. Pendaratan dikatakan sulit apabila
roket mendarat kurang tepat karena kecepatan terlalu cepat sehingga terkadang
menyebabkan terjadinya sedikit kerusakan. Kecepatan pendaratan sulit biasanya >2 m/s.
Kerusakan yang terjadi biasanya yaitu kerusakan pada kaki roket. Kecelakaan pendaratan
terjadi apabila roket menabrak batu, mendarat pada permukaan yang tidak rata serta
terjadinya kerusakan.
Kendala-kendala yang dialami untuk mendapatkan pendaratan mulus diantaranya
karena kecepatan roket terlalu cepat. Walaupun tidak ada kerusakan yang tampak, apabila
kecepatan roket terlalu tinggi pendaratan yang terjadi adalah pendaratan sulit. Kecepatan
yang kurang stabil ini juga menyebabkan roket menabrak bebatuan sehingga terjadi
kecelakaan pendaratan. Pada beberapa kasus juga terjadi kehabisan bahan bakar. Dimana
praktikan kurang bisa mengarahkan roket dan tidak mampu untuk mendapatkan lokasi
pendartan yang baik.
Agar pendaratan yang didapat adalah pendaratan mulus,praktikan harus perlahan
dalam memberikan dorogan pada roket. Jangan memberi dorongan yang berlebihan
sehingga roket melayang terlalu jauh ata bahkan menabrak bebatuan. Pastikan vektor atau
arah gerak roket keatas, sehingga roket tidak melayang /terbang bergeser menyamping saat
akan mendarat. Pemanfaatan bahan bakar dengan baik juga sangat dibutuhkan agar tidak
terjadi kekurangan bahan bakar.
Hal tersebut seuai dengan dasar teori Jacob (2008) yang menyataka bahwa Oleh
karena itu, ketinggian perilune rendah yang mungkin dapat dipilih untuk menghemat
bahan bakar untuk fase penurunan. Ketinggian bahaya biasanya ditentukan antara 10 dan
15 km karena medan pegunungan bulan dan kemungkinan kesalahan panduan. Namun, hal
ini membutuhkan lebih banyak energi pembakaran de-orbit untuk ketinggian bahaya yang
lebih rendah. Oleh karena itu, dalam makalah ini, ketinggian perilune pada orbit antara
juga dipertimbangkan dengan pemrograman daya dorong optimal untuk energi minimal.
Selanjutnya, perilune altitude dan program thrust optimal dapat diekspresikan melalui
fungsi radius orbit parkir dengan menggunakan metode continuation dan co-state
estimator.
Pada data hasil yang diperoleh, dapat terlihat bahwa pada pendaratan mulus rata-
rata semua roket memiliki arah vektor yang lurus. Nilai pada pendaratan mulus mayoritas
adalah 15. Niali untuk pendaratan sulit adalah 5. Sedangkan untuk pendaratan dengan
kecelakaan adalah 0. Terdapat pendaratan mulu yang bernilai 0 karena pendaratan
dilakukan di luar area yang semestinya (area dibalik batu besar). Kecepatan pendaratan
tiap lunar berbeda. Kecepatan pendaratan rata-rata yaitu 1,43 m/s.
Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan, kesalahan atau kendala-kendala yang
ada terjadi karena faktor gaya gravitasi bulan serta kecepatan roket. Kecepatan roket tidak
tetap sehingga diperlukan kesabaran dalam memberi dorongan terhadap roket. Hal ini
sesuai dengan teori Anggoro (2018: 8-10) bahwa dalam gerak roket, massa benda tidaklah
konstan karena bahan bakar terbakar dan berkurang hingga roket padam. Dengan kata lai,
massa benda berkurang secara beraturan. Akibatnya, karena percepatan benda berbanding
terbalik dengan massanya, percepatan akan semakin besar.

G. Kesimpulan
Berdasarkan data yang ada, praktikan dapat menyimpulkan bahwa :
1. Pendaratan pada permukaan bulan dilakukan dengan menetukan letak akan medarat
terlebih dahulu. Selanjutnya yaitu dengan memastikan roket bergerak lurus kebawah.
Pendaratan dilakukan dengan mengurangi dorongan sedikit dmi sedikit agar
didapatkan pendaratan mulus.
2. Pendaratan mulus, pendaratan berhasil dan tidak terjadi kerusakan.
Pendaratan sulit, pendaran yang berhasil namun terjadi beberapa kerusakan.
Crash landing (kecelakaan pendaratan), terjadi kerusakan secara keselurahan bahkan
tewasnya pilot atau crew roket.
3. Rata-rata kecepatan pendaratan nya yaitu 1,43 m/s atau 5,148 km/jam
4. Kendala pada pendaratan yaitu pemiliha lokasi pendaratan yang kurang tepat
(permukaan tidak rata/tidak cocok untuk pendaratan), menabrak bebatuan, kecepatan
terlalu tinggi, arah roket tidak stabil (masih bergerak kesamping kanan maupun kiri).
DAFTAR PUSTAKA

Anggoro Wahyu Dwi. 2018. Pengukuran Posisi Pada Gerak Roketuntuk Menghitung Nilai
Kecepatan dan Percepatannya dengan Kamera Video dan Software Loggerpro.
Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.
D.G. Chavers, et al. 2015. Robotic Lunar Landers For Science And Exploration. USA :
NASA.
Johnson, A. Et al. 2008. Analysis Of On-Board Hazard Detection And Avoidance For Safe
Lunar Landing. In 2008 IEEE Aerospace Conference (pp. 1-9). IEEE.
Muhyiddin Khazin.2004. Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik: Perhitungan Arah Kiblat,
Waktu Shalat, Awal Bulan dan Gerhana. Yogyakarta: Buana Pustaka
Muhyiddin Khazin.2005. Kamus Ilmu Falak. Yogyakarta: Buana Pustaka.
Slamet Hambali. 2011. Ilmu Falak 1: Penentuan Awal Waktu Shalat & Arah Kiblat Seluruh
Dunia. Semarang: Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang.
Slamet Hambali. 2012. Pengantar Ilmu Falak (Menyimak Proses Pembentukan Alam).
Yogyakarta: Etos Digital Publishing.
Tipler, Paul A. and Gene Mosca. 2008. Physics For Scientists And Enegineers With Modern
Phyics. New York: W.H. Freeman and Company.
Wake Ryotaro, et al. 2007. The Effect Of The Gravitation Of The Moon On Acute Myocardial
Infarction. The American Journal of Emergency Medicine. 2007;25:256–8.
Wake Ryotaro, et al. 2010. The Effect of the Gravitation of The Moon on Frequency of Births.
Osaka : Osaka City University. Environmental Health Insights Journal.
LAMPIRAN

You might also like