You are on page 1of 27

LAPORAN PORTOFOLIO

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

Ketoasidosis Diabetik

DISUSUN OLEH:
dr. Rafri Dinda Berbudi Mulia

PENDAMPING:
dr. M. Nur Zulkarnaen

DOKTER INTERNSIP WAHANA RS SITI KHODIJAH PEKALONGAN


PERIODE 11 SEPTEMBER 2021 - 10 NOVEMBER 2021
KOTA PEKALONGAN
PROVINSI JAWA TENGAH
BAB I

LAPORAN KASUS

No. ID dan Nama Peserta : dr. Rafri Dinda Berbudi Mulia


Presenter : dr. Rafri Dinda Berbudi Mulia
No. ID dan Nama Wahana : RS Siti Khodijah, Kota Pekalongan
Pendamping Wahana : dr. M. Nur Zulkarnaen
Topik : KAD (Ketoasidosis Diabetik)
Tanggal (Kasus) : Kamis, 10 Februari 2022
Nama Pasien : Ny.S
No. RM : 233xxx
Pendamping Presentasi : dr. Faishol, SpPD
Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan RS Siti Khodijah

OBJEKTIF PRESENTASI
Deskripsi:
Pasien datang diantar keluarganya dengan keluhan lemas dan sulit diajak bicara sejak
satu minggu SMRS.

Tujuan:
Mengetahui segala aspek mengenai penyakit pasien dan penanganannya.

Bahan bahasan:
Kasus, Tinjauan pustaka.

Cara Membahas:
Presentasi dan diskusi
Data Pasien:

Nama : Ny. S

Tanggal lahir : 01/07/1961

Usia : 60 tahun

No. RM : 233.xxx

Alamat : Wonokerto, Pekalongan

Agama : Islam

HASIL PEMBELAJARAN:

1. Mengetahui segala aspek mengenai penyakit pasien.

2. Mengetahui tatalaksana pasien.

SUBJEKTIF/ANAMNESIS:

A. Keluhan Utama : Lemas

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang diantar keluarganya dengan keluhan lemas. Lemas dirasakan sudah
sejak 1 minggu yang lalu dan memberat sejak 1 hari ini. Pasien lemas hingga sulit di
ajak bicara oleh keluarganya. Keluarga juga menyampaikan bahwa pasien sulit untuk
mengonsumsi makanan dan minuman. Keluhan mual dan muntah disangkal. Pasien
tidak dapat buang air besar sejak 1 minggu ini.
Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah adanya rasa nyeri di bagian perut. Nyeri
dirasakan di bagian kanan atas dan bagian kanan belakang. Nyeri dirasakan sejak 3
bulan yang lalu. Keluarga pasien mengatakan bahwa di bagian pinggang kanan pasien
terdapat luka yang berisi cairan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat darah tinggi : (+) tidak terkontrol

- Riwayat kencing manis : (+) tidak terkontrol


- Riwayat penyakit jantung : (-) disangkal

- Riwayat alergi obat/makanan : (-) disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat darah tinggi : disangkal

- Riwayat kencing manis : disangkal

- Riwayat penyakit jantung dan ginjal : disangkal

- Riwayat alergi obat/makanan : disangkal

E. Riwayat sosial ekonomi

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dengan aktivitas terbatas di rumah. Pasien
menjadi jarang melakukan aktivitas dan lebih sering bersitirahat di kasur semenjak
menderita penyakit DM.
OBJEKTIF/PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Desember 2021 pukul 10.15 WIB.
Status Generalisata
Kesan Umum Tampak lemas
Kesadaran Apatis (GCS : E4V4M5)
IGD
Tekanan Darah : 170/120 mmhg
Vital Signs /
Nadi : 136x/menit
Tanda-Tanda
Respirasi : 24x/menit
Vital
Suhu :40.20C
SpO2: 93% on Room Air
Kepala dan Leher
Inspeksi Conjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), deviasi
trakea (-), JVP
Palpasi Pembesaran Limfonodi (-)

Thorax

Pulmo
Inspeksi Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis.
Palpasi Stem fremitus kanan dan kiri sama, nyeri tekan (-/-),
masa (-/-) jejas (-/-).
Perkusi Sonor
Auskultasi Suara vesikular dasar (SDV) : +/+
Suara ronkhi -/- ; Wheezing -/-
Cor
Inspeksi Iktus kordis tidak tampak.
Iktus kordis teraba di sela iga ke V, linea
Palpasi midclavicularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak
melebar.
Perkusi Redup, tidak ada pelebaran batas jantung.
Suara S1 dan S2 terdengar regular, gallop (-),
Auskultasi
murmur (-)
Abdomen
Inspeksi
Terdapat bullae ukuran 10 x 5 cm disertai dasar
hiperemi di regio flank dextra hingga regio inguinal
dextra
Auskultasi Bising usus (+) normal
Palpasi Supel, nyeri tekan (-), nyeri tekan pada bullae
nikolsky sign (-)

Perkusi Timpani
Ekstremitas
Inspeksi Ekstremitas atas (+/+)
Ekstremitas bawah (+/+)
Palpasi akral hangat, CRT <2 detik
Genitalia
VU tenang

Pemeriksaan GDS di IGD


Pukul 10.00 : High (>600)
Pukul 11.00 : High (>600)
Pukul 13.00 : High (>600)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (18 Desember 2021)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Leukosit 11.23 4.8 – 10.3 ribu/ul
Eritrosit 4.34 4.20 – 5.40 juta/ul
Hemoglobin 12.4 12 – 16 gr/dL
Hematokrit 36 37 – 47 vol%
MCV 83.4 79 – 99 Fl
MCH 28.6 27 – 31 Pg
MCHC 33.2 33 – 37 gr/dL
Trombosit 299 150 – 450 ribu/ul
Hitung Jenis
Eosinophil 0.0 2–4 %
Basophil 0.0 0–1 %
Limfosit 6.0 25 – 40 %
Monosit 5.1 2–8 %
Neutrofil Segmen 88.9 50 – 70 %
NLR 14.82 < 3.13
Golongan Darah
Golongan Darah O
Rhesus Positif
Hemostasis
PT 11.2 9.3-11.4 detik
APTT 30.70 24.5-32.8 detik
Kimia Klinik
Karbohidrat
mg/dl
GDS 16.00 276 75-150
GDS 19.00 mg/dl
181 75-150
HbA1c
8.8 4.5-6.3 %
Elektrolit Hasil Nilai Normal Satuan

Kalsium 4.34 3.50 – 5.50 mmol/L


Natrium 128.60 135.0 – 145.0 mmol/L
Klorida 100.20 96-108 mg/dL

Fungsi Ginjal Hasil Nilai Normal Satuan

Ureum 184.00 21 - 43 mg/dL


Kreatinin 2.10 0.6 – 1.1 mg/dL

Analisis Gas Darah Hasil Nilai Normal Satuan

pH 7.38 7.35 – 7.45


PCO2 20.4 35-45 mmHg
PO2 140.0 80-105 mmHg
Base Excess -13.1 -3 - +3 mmol/L
Total CO2 Plasma 13.0 24 – 29 mmol/L
HCO3 Actual 11.9 22 – 27 mmol/L
Saturasi O2 99.0 91.9 - 99 %
Suhu 38.0 Celcius
FiO2 34.0 %

Urine Lengkap Hasil Nilai Normal Satuan

Lekosit Esterase 15 Negatif /uL


Nitrit Negatif Negatif
pH 5.5 6-8
Protein Positif 1 Negatif mg%
Glukosa Negatif Negatif mg%
Keton Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif mg%
Bilirubin Negatif Negatif
Blood Urine 200 Negatif Ery/uL
Berat Jenis 1.020 1.010-1.020

Serologi
Sars COV-2
Non reaktif Non Reaktif
Rapid Antigen
USG :

Hasil Bacaan USG :


- Fatty liver grade 2
- Selulitis regio flank dextra
EKG 18 Desember 2021
Chest Xray 18 Desember 2021
RESUME
Pasien Ny. S usia 30 tahun datang ke IGD RS Siti Khodijah diantar
keluarganya dengan keluhan lemas sejak 1 minggu ini dan memberat sejak 1 hari
SMRS. Pasien sulit di ajak komunikasi dan juga sulit untuk mengonsumsi
makanan dan minuman. Terdapat keluhan nyeri perut di bagian kanan yang
menjalar hingga ke pinggang belakang. Pasien memiliki Riwayat DM type 2 yang
tidak terkontrol. Riwayat social ekonomi baik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
adanya kondisi umum tampak lemas dengan kesadaran apatis. Suhu tubuh
meningkat dan terdapat bullae di bagian flank dekstra dengan dasar hiperemis
yang menyebar hingga regio inguinalis dextra. Hasil laboratorium menunjukkan
adanya tanda-tanda infeksi dari peningkatan jumlah leukosit 11.230, DM type II
dengan HbA1c8.8%, dan penurunan fungsi ginjal dengan perhitungan e-GFR 36
mL/ min (Cockroft-Gault). Selain itu dari hasil AGD didapatkan adanya asidosis
metabolik terkompensasi sempurna. Pada regio flank didapatkan tanda-tanda
infeksi pada jaringan kulit dengan lesi berupa bullae dan dasar kulit hiperemis.
Dari pemeriksaan USG didapatkan hasil bacaan berupa selulitis regio flank dextra.

DIAGNOSIS
- Ketoasidosis Diabetikum
- Celulitis Regio Flank Dextra
- Acute Kidney Injury

TATALAKSANA
IGD
Tatalaksana 18-12-2021
- Loading Nacl 500 cc, GDS tetap high
- Loading Nacl menjadi 1000 cc, GDS tetap high
- IV Novorapid 10 UI
- IV PCT 1 gram
- Konsul Spesialis Penyakit Dalam, advice dr. Faishol, Sp.PD :
• Loading RL 1000 cc lanjut 20 tpm
• O2 NRM 12 lpm
• IV Ondansentron 4 mg/12 jam
• IV Omeprazole 1 am/24 jam
• IV Meropenem 1 gr/12 jam
• IV Paracetamol 1 gr/8 jam
• PO Aminoral 3 x 1 caps
• Bolus novorapid 10 UI intravena, lanjut SP Novorapid 50 UI dalam 50 cc
nacl dengan kecepatan sesuai GDS,
• GDS <18 stop
• 180 - 200 jalan 0,5 cc/jam
• 201- 250 jalan 1 cc/jam
• 251 - 300 jalan 3 cc/jam
• 310 -350 jalan 4 cc/jam
• 351 - 400 jalan 5cc/jam
• >400 jalan 6 cc/jam
• Cek GDS per 3 jam
• Cek DR, Ur/Cr, HbA1c
• Cek BGA di IGD --> lapor
• Pasang DC NGT
• Kompres Rivanol untuk luka
• IV Metronidazole 500mg/ 8 jam
• Rawat ICU

PROGNOSIS

1. Quo Ad Vitam : dubia ad bonam


2. Quo Ad Fungsionam : dubia ad bonam
3. Quo Ad Sanam : dubia ad bonam
PROGRESS NOTE

Hari/Tanggal Minggu, 19 Desember 2021 (20.00)


S Lemas

O KU : tampak sakit sedang


Kesadaran CM, GCS : E4V5M6
TD : 160/80mmHg
HR : 98x/menit
RR : 20 x/menit
T : 37.1oC
SpO2 : 99% on NC 4 lpm

Kepala/ Leher : normocephal


Mata : conjungtiva anemi (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : Cor S1S2 regular, murmur (-). Pulmo SDV (V/V),
RH -/-, Wh -/-
Abdomen : soefl, BU (+) dbn, nyeri tekan (+) regio flank
dextra, tampak hiperemi melebar hingga ke inguinal
Ext : akral hangat, CRT <2s, pitting oedema (-/-)

GDS : 322
A Ketoasidosis Diabetik
Cellulitis regio Flank Dextra
Acute Kidney Injury
P IVFD NaCL 2500cc/ hari
O2 NC 4 lpm
IV Ondansentron 4 mg/12 jam
IV Omeprazole 1 am/24 jam
IV Meropenem 1 gr/12 jam
IV Metronidazole 500 mg/ 8 jam
IV Syringe Pump Novorapid jalan 4 cc/ jam
Cek GDS/ 3 jam
Kompres Rivanol untuk luka
Hari/Tanggal Senin, 20 Desember 2021 ( 04.00 )
S Lemas

O KU : tampak sakit sedang


Kesadaran CM, GCS : E4V5M6
TD : 160/80mmHg
HR : 98x/menit
RR : 20 x/menit
T : 37.0oC
SpO2 : 99% on NC 4 lpm

Kepala/ Leher : normocephal


Mata : conjungtiva anemi (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : Cor S1S2 regular, murmur (-). Pulmo SDV (V/V),
RH -/-, Wh -/-
Abdomen : soefl, BU (+) dbn, nyeri tekan (+) regio flank
dextra, tampak hiperemi melebar hingga ke inguinal
Ext : akral hangat, CRT <2s, pitting oedema (-/-)

GDS : 200
A Ketoasidosis Diabetik
Cellulitis regio Flank Dextra
Acute Kidney Injury
P IVFD NaCl 2500cc/ hari
O2 NC 4 lpm
IV Ondansentron 4 mg/12 jam
IV Omeprazole 1 am/24 jam
IV Meropenem 1 gr/12 jam
IV Metronidazole 500 mg/ 8 jam
SC Novorapid 3 x 10 UI
Cek GDS/ 6 jam
Kompres Rivanol untuk luka
Hari/Tanggal Selasa, 21 Desember 2021 (06.00)
S Lemas

O KU : tampak sakit sedang


Kesadaran CM, GCS : E4V5M6
TD : 152/62mmHg
HR : 98x/menit
RR : 20 x/menit
T : 37.0oC
SpO2 : 98% on NC 4 lpm

Kepala/ Leher : normocephal


Mata : conjungtiva anemi (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : Cor S1S2 regular, murmur (-). Pulmo SDV (V/V),
RH -/-, Wh -/-
Abdomen : soefl, BU (+) dbn, nyeri tekan (+) regio flank
dextra, tampak hiperemi melebar hingga ke inguinal
Ext : akral hangat, CRT <2s, pitting oedema (-/-)

GDS : 336

A Ketoasidosis Diabetik
Cellulitis regio Flank Dextra
Acute Kidney Injury
P IVFD NaCl 2500cc/ hari
O2 NC 4 lpm
IV Ondansentron 4 mg/12 jam
IV Omeprazole 1 am/24 jam
IV Meropenem 1 gr/12 jam
IV Metronidazole 500 mg/ 8 jam
SC Novorapid 3 x 10 UI
SC Lantus 0-0-10 UI
Cek GDS/ 6 jam
Kompres Rivanol untuk luka
Pindah ruangan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KETOASIDOSIS DIABETIK

1. Definisi
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes
melitus yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah
yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai tanda dan gejala asidosis dan plasma
keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/ml) dan terjadi
peningkatan anion gap.

KAD termasuk di dalam spektrum krisis hiperglikemia yang


merupakan komplikasi metabolic akut dari Diabetes Melitus. Manifestasi
utamanya adalah defisiensi insulin dan hiperglikemia yang berat. KAD terjadi bila
terdapat defisiensi insulin yang berat sehingga tidak hanya menyebabkan
hiperglikemia dan dehidrasi berat, tapi juga mengakibatkan peningkatan produksi
keton dan mencetuskan kondisi asidosis.

2. Etiologi

Pencetus tersering terjadinya KAD adalah infeksi. Pencetus lain


diantaranya adalah menghentikan atau mengurangi insulin, infark miokard,
stroke akut, pankreatitis, dan obat-obatan. Awitan baru atau penghentian
pemakaian insulin seringkali menjadi sebab DM tipe 1 jatuh pada keadaan
KAD. Pada beberapa pasien yang dianggap DM tipe 2, kadang-kadang tidak
ditemukan pencetus yang jelas dan setelah diberikan insulin dalam periode
pendek keadaannya cepat membaik, bahkan tidak membutuhkan medikasi
sama sekali. Varian diabetes seperti tersebut dalam literatur disebut diabetes
tipe 1,5.

3. Epidemiologi
Kekerapan KAD berkisar 4-8 kasus pada setiap 1000 pengidap
diabetes dan masih menjadi problem yang merepotkan di rumah sakit
terutama rumah sakit dengan fasilitas minimal. Angka kematian berkisar
0,5-7% tergentung dari kualitas pusat pelayanan yang mengelola KAD
tersebut. Di negara Barat yang banyak pengidap diabetes tipe 1, kematian
banyak diakibatkan oleh edema serebri, sedangkan di negara yang sebagian
besar pengidap adalah diabetes tipe 2, penyakit penyerta dan pencetus KAD
sering menjadi penyebab kematian.

4. Patogenesis
Kombinasi dari defisiensi insulin absolut atau relatif dan
peningkatan kadar hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin,
kortisol, hormon pertumbuhan, dan somatostatin) akan mengakibatkan
akselerasi kondisi katabolik dan inflamasi berat dengan akibat
peningkatan produksi glukosa oleh hati dan ginjal (via glikogenolisis dan
glukoneogenesis) dan gangguan utilisasi glukosa di perifer yang berakibat
hiperglikemia dan hiperosmolaritas. Defisiensi insulin dan peningkatan
hormon kontra regulator terutama epinefrin juga mengaktivasi hormon
lipase sensitif pada jaringan lemak yang mengakibatkan peningkatan
lipolisis. Peningkatan lipolisis dan ketogenesis akan memicu ketonemia
dan asidosis metabolik. Populasi benda keton utama terdiri dari 3-beta
hidroksibutirat, asetoasetat, dan aseton. Sekitar 75-85% benda keton
terutama adalah 3-beta hidroksibutirat, sementara aseton sendri
sebenarnya tidak terlalu penting. Walaupun sudah dibentuk banyak benda
keton untuk sumber energi, sel-sel tubuh tetap masih lapar dan terus
membentuk glukosa.

Hiperglikemia dan hiperketonemia mengakibatkan diuresis


osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Perubahan tersebut akan
memicu lebih lanjut hormon stres sehingga akan terjadi perburukan
hiperglikemia dan hiperketonemia. Jika lingkaran setan tersebut tidak
diinterupsi dengan pemberian insulin dan cairan, maka akan terjadi
dehidrasi berat dan asidosis metabolik yang fatal. Ketoasidosis akan
diperburuk oleh asidosis laktat akibat perfusi jaringan yang buruk.
Defisiensi insulin relatif terjadi akibat konsentrasi hormon kontra regulator
yang meningkat sebagai respon terhadap kondisi stres seperti sepsis,
trauma, penyakit gastrointestinal yang berat, infark miokard akut, stroke,
dan lain-lain. Dengan adanya kondisi stres metabolik tertentu, keberadaan
insulin yang biasanya cukup untuk menekan lipolisis menjadi tidak cukup
secara relatif karena dibutuhkan lebih banyak insulin untuk metabolisme
dan untuk menekan lipolisis

5. Diagnosis
Penegakkan diagnosis KAD selalu dimulai dengan anamnesis
yang detail, pemeriksaan fisik yang teliti, dan dibantu dengan pemeriksaan
penunjang yang diperlukan. Dari anamnesis bisa ditemukan riwayat
seorang pengidap diabetes atau bukan dengan keluhan poliuria, polidipsi,
rasa lelah, kram otot, rnual muntah, dan nyeri perut. Pada keadaan yang
berat dapat ditemukan keadaan penurunan kesadaran sarnpai koma.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda dehidrasi,


nafas Kussmaul jika asidosis berat, takikardi, hipotensi atau syok, flushing,
penurunan berat badan, dan tentunya adalah tanda dari masing-masing
penyakit penyerta.

Trias biokimiawi pada KAD adalah hiperglikemia, ketonemia dan


atau ketonuria, serta asidosis metabolik dengan beragarn derajat. Pada awal
evaluasi tentu kebutuhan pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan
keadaan klinis, umumnya dibutuhkan pemeriksaan dasar gula darah,
elektrolit, analisis gas darah, keton darah dan urin, osrnolalitas serum,
darah perifer lengkap dengan hitung jenis, anion gap, EKG, dan foto polos
dada.

Kunci diagnosis pada KAD adalah adanya peningkatan total


benda keton di sirkulasi. Metode lama untuk rnendeteksi adanya benda
keton di darah dan urin adalah dengan rnenggunakan reaksi nitropruside
yang meng-estimasi kadar asetoasetat dan aseton secara semikuantitatif.
Walaupun sensitif tetapi metode tersebut tidak dapat mengukur keberadaan
beta hidroksibutirat, benda keton utama sebagai produk ketogenesis.
Peningkatan benda-benda keton tersebut akan rnengakibatkan peningkatan
anion gap.
Gula darah lebih dari 250 mg/dl dianggap sebagai kriteria
diagnosis utarna KAD, walaupun ada istilah KAD euglikemik, dengan
dernikian setiap pengidap diabetes yang gula darahnya lebih dari 250 mg/dl
harus dipikirkan kernungkinan ketosis atau KAD jika disertai dengan
keadaan klinis yang sesuai. Derajat keasaman darah (pH) yang kurang dari
7,35 dianggap sebagai ambang adanya asidosis, hanya saja pada keadaan
yang terkornpensasi seringkali pH menunjukkan angka normal. Pada
keadaan seperti itu jika angka HC03 kurang dari 18 mEq/l ditambah dengan
keadaan klinis lain yang sesuai, maka sudah cukup untuk menegakkan
KAD.

Pada saat rnasuk rumah sakit seringkali terdapat lekositosis pada


pasien KAD karena stres metabolik dan dehidrasi, sehingga jangan terburu-
buru memberikan antibiotik jika jumlah lekosit antara 10.000-15.000 m3.

6. Diagnosis Banding

Ketoasidosis harus dibedakan dengan status hiperglikemi


hiperosmolar (SHH), walaupun pengelolaannya hampir sama tetapi
prognosisnya sangat berbeda. Pada SHH hiperglikernia biasanya lebih
berat, dehidrasi juga berat, selalu disertai gangguan kesadaran tanpa
ketoasidosis yang berat.

Beberapa keadaan ketoasidosis karena sebab lain juga harus


dipikirkan saat berhadapan dengan pasien yang dicurigai KAD. Ketosidosis
alkoholik dan ketosis starvasi dapat disingkirkan dengan anamnesis yang
baik dan hasil gula darah yang rendah sampai meningkat ringan saja.
Biasanya hasil HC03 jarang di bawah 18 mEq/l. Asidosis metabolik anion
gap tinggi karena sebab lain harus disingkirkan seperti karena obat-obatan
(salisilat, ethylene glycol, dan paraldehyde), asidosis laktat, dan juga
asidosis rnetabolik pada gagal ginjal akut atau kronik.
7. Tatalaksana

Terapi krisis hiperglikemia bertujuan untuk mengoreksi


patofisiologis yang mendasari, yaitu gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit, kadar glukosa darah, gangguan asam basa, serta mengatasi
faktor pencetus. Tujuan utama pengobatan KAD adalah mengentikan
proses ketosis. Bagian utama dari terapi KAD dan HHS yaitu pemberian
cairan, koreksi elektrolit dan asam basa, serta terapi insulin.

Hal pertama yang harus dilakukan pada kasus hiperglikemi


adalah terapi cairan untuk memperbaiki deplesi volume cairan dalam
tubuh. Terapi cairan ditujukan untuk ekspansi cairan intraselular,
intravaskular, interstisial, dan restorasi perfusi ginjai. .lika tidak ada
masalah kardiak atau penyakit ginjal kronik berat, cairan salin isotonik
(NaCI 0,9%) diberikan dengan dosis 15-20 cc/kg BB/jarn pertarna atau
satu sampai satu setengah liter pada jam pertama. Tindak lanjut cairan
pada jam-jam berikutnya tergantung pada keadaan hernodinamik, status
hidrasi, elektrolit, dan produksi urin. Penggantian cairan dapat dilakukan
sampai dengan 24 jam, dan penggantian cairan sangat rnempengaruhi
pencapaian target gula darah, hilangnya benda keton, dan perbaikan
asidosis.

Selain itu perlu dilakukan koreksi terhadap gangguan elektrolit


yang ada. Bila kadar kalium awal kurang dari 3.3 mEq/L, suplemen kalium
harus diberikan lebih dahulu sebelum infus insulin dimulai. Gangguan
asam basa yang berat juga memerlukan penanganan khusus. Karena
spektrurn klinis sangat beragam maka tidak semua kasus KAD harus
dirawat di ICU, hanya saja karena kasus yang ringan sekalipun
membutuhkan monitor yang intensif, maka sebaiknya minimal perawatan
adalah di ruangan yang bisa dilakukan monitor intensif (high care unit).

a. Insulin

Insulin merupakan farmakoterapi kausatif utama KAD.


Pemberian insulin intravena kontinyu lebih disukai karena waktu
paruhnya pendek dan rnudah dititrasi. Dari beberapa studi prospektif
dengan randomisasi didapatkan bahwa pemberian insulin regular dosis
rendah intravena merupakan cara yang efektif dan terpilih. Jika dosis
insulin intravena yang diberikan sekitar 0,l-1,15 unit/jam, maka
sebenarnya tidak diperlukan insulin bolus (priming dose) di awal.
Dengan pemberian insulin intravena dosis rendah diharapkan terjadi
penurunan glukosa plasma dengan kecepatan 50-100 mg/dl setiap jam
sampai glukosa turun ke sekitar 200 mg/dl, lalu kecepatan insulin
diturunkan rnenjadi 0,02-0,05 unit/kgBB/jam. Jika glukosa sudah
berada di sekitar 150-200 mg/dl maka pemberian infus dekstrose
dianjurkan untuk mencegah hipoglikemia. Sasaran kendali glukosa
pada pasien DM dengan kondisi krisis hiperglikemi adalah 140 – 200
mg/dl3.

b. Kalium

Sejatinya pasien KAD akan mengalarni hiperkalemia rrelalui


rnekanisme asidemia, defisiensi insulin, dan hipertonisitas. Jika saat
masuk kalium pasien normal atau rendah, maka sesungguhnya terdapat
defisiensi kalium yang berat di tubuh pasien sehingga butuh pemberian
kalium yang adekuat karena terapi insulin akan menurunkan kaliurn
lebih lanjut. Monitorjantung perlu dilakukan pada keadaan tersebut
agar jangan terjadi aritrnia. Untuk mencegah hipokalemia rnaka
pemberian kaliurn sudah dimulai rnanakala kadar kalium di sekitar
batas atas nilai normal.

c. Bikarbonat

lika asidosis memang murni karena KAD, maka koreksi


bikarbonat tidak direkomendasikan diberikan rutin, kecuali ika pH
darah kurang dari 6,9. Hanya saja pada keadaan dengan gangguan
fungsi ginjal yang signifikan, seringkali sulit rnembedakan apakah
asidosisnya karena KAD atau karena gagal ginjalnya. Efek buruk dari
koreksi bikarbonat yang tidak pada tempatnya adalah rneningkatnya
risiko hipokalemia, menurunnya asupan oksigen jaringan, edema
serebri, dan asidosis susunan saraf pusat paradoksal

d. Fosfat

Meskipun terjadi hipopasfaternia pada KAD, serum fosfat sering


ditemukan dalam keadaan normal atau rneningkat saat awal. Kadar
fosfat akan turun dengan pemberian insulin. Dari beberapa studi tidak
ditemukan manfaat yang nyata pemberian fosfat pada KAD, bahkan
pernberian fosfat yang berlebihan akan rnencetuskan hipokalsemia
berat. Pada keadaan konsentrasi serum fosfat kurang dari 1 mg/dl dan
disertai dengan disfungsi kardiak, anemia, atau depresi nafas akibat
kelemahan otot, rnaka koreksi fosfat menjadi pertimbangan penting.

e. Transisi Insulin ke Subkutan

Setelah krisis hiperglikemia teratasi dengan pemberian insulin


intravena dosis rendah, maka langkah selanjutnya adalah memasiikan
bahwa KAD sudah memasuki fase resolusi dengan kriteria gula darah
kurang dari 200 rngl dl dan dua dari keadaan berikut: serum bikarbonat
lebih atau sama dengan 15 mEq/l, pH vena >7,3, dan anion gap hitung
kurang atau sama dengan 12 mEq/l. Agar tidak terjadi hiperglikemia
atau KAD berulang maka sebaiknya penghentian insulin intravena
dilakukan 2 jam setelah suntikan subkutan pertama. Asupan nutrisi
rnerupakan pertimbangan penting saat transisi ke subkutan, jika pasien
masih puasa karena sesuatu ha1 atau asupan masih sangat kurang rnaka
lebih baik insulin intravena diteruskan. Jika pasien sudah terkontrol
regimen insulin tertentu sebelum rnengalami KAD, maka pemberian
insulin dapat diberikan ke regimen awal dengan tetap
mempertimbangkan kebutuhan insulin pada keadaan terakhir. Pada
pasien yang belum pernah mendapat insulin maka pemberian injeksi
subkutan terbagi lebih dianjurkan. Jika kebutuhan insulin masih tinggi
maka regimen basal bolus akan lebih menyerupai insulin fisiologis
dengan risiko hipoglikemia yang lebih rendah. Dosis insulin subkutan
diberikan antara 75-80 % dari dosis total harian kontinyu yang
kemudian dibagi secara proporsional menjadi komponen pos prandial
dan basal.
8. Komplikasi

Komplikasi tersering adalah hipoglikemia, hipokalemia, dan


hiperglikernia berulang. Hiperklorernia juga s.ering didapatkan hanya saja
biasanya sernentara dan tidak rnernbutuhkan terapi khusus. Agar jangan terjadi
kornplikasi tersebut rnaka diperlukan monitoring yang ketat (gula darah
diperiksa tiap 1 -2jarn) dan penggunaan insulin dosis rendah. Harus rnenjadi
catatan bahwa pasien KAD yang rnengalarni hipoglikernia seringkali tidak
rnenunjukkan gejala hiperadrenergik. Kornplikasi lain yang juga harus rnenjadi
perhatian adalah kelebihan cairan, terrnasuk edema paru, sehingga pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal dan gagal jantung, pernberian cairan
dimodifiksasi sesuai dengan risiko terjadinya kelebihan cairan. Hal lain yang
jarang rnendapatkan perhatian edalah kornplikasi edema serebri, walaupun
jarang didapatkan pada usia dewasa. Keadaan ini tetap harus rnenjadi perhatian
jika kita rnendapatkan pasien KAD yang kesadarannya tidak membaik dengan
terapi standar atau bahkan mernburuk. Pada kasus seperti ini evaluasi
neurologis rnutlak diperlukan karena membutuhkan pengelolaan tambahan
BAB III
KESIMPULAN

DIAGNOSIS
Anamnsesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Trias Biokimia KAD
Hiperglikemia (kadar glukosa darah >200 mg/dL (>11 mmol/L)
Asidosis yaitu pH<7.35 dan/ atau HCO3 <15 meQ/dL
Ketonemia atau ketonuria

Klasifikasi derajat KAD


KAD Ringan
KAD Sedang
KAD Berat

Tatalaksana

Terapi Cairan
Koreksi elektrolit dan asam basa
Terapi Insulin
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam Jilid I. Interna Publishing. Jakarta :
2014.
2. Panduan Praktik Klinis Ikatan Dokter Anak Indonesia : Ketoasidosis Diabetik dan
Edema Serebri pada Diabetes Melitus Tipe-1. IDAI : 2017
3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Petunjuk Praktis: Terapi Insulin Pada Pasien
Diabetes Melitus, PB. PERKENI. Jakarta. 2011. 82
4. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Konsensus Pengendalian dan Pencegahan
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, PB. PERKENI. Jakarta. 201
5. The Management of Diabetic Ketoacidosis in Adults. Joint British Diabetes Societies
for Inpatient Care. 2021
6. Kitabchi, A. Hyperglycemic Crises in Adult Patient with Diabetes. Diabetic
Care, Volume 32 no 7. July 2009

You might also like