You are on page 1of 6

Ringkasan Kuliah

Pengelolaan Bencana - 1
Semester 2/2022/FKUI 2021
Mukhlis Akmal Taher N
2106721181 – PB 28

Manajemen Psikososial pada Bencana

Kuliah ini merupakan refleksi dari pandemic yang sedang kita hadapi,
pandemic COVID-19. ISDR dan WHO mendefinisikan bahwa bencana
merupakan sebuah keadaan di mana adanya kerusakan yang sangat
overwhelmed dan tidak bisa mengatasi kerusakan tanpa ada bantuan.
Kejadian ini terjadi secara serius dan tiba-tiba. Bencana ini memiliki
dampak yang sangat fatal untuk banyak aspek kehidupan. Pandemi terjadi
ketika epidemic sudah terjadi secara global. Hal ini menyebabkan
dibutuhkannya penanganan secara global agar bisa menanggulangi
pandemic yang muncul di masyarakat.

Ada beberapa jenis bencana yang bisa terjadii di dalam kehidupan


manusia. Salah satu contohnya adalah bencana alam. Bencana alam
merupakan bencana yang betul-betul disebabkan secara natural dan
random contohnya seperti banjir, gempar, gunung meletus, dan yang
lainnya. Jenis bencana yang selanjutnya adalah bencana buatan manusia.
Bencana buatan manusia ini contohnya seperti konflik senjata, bom, dan
segala sesuatu yang disebabkan oleh manusia. Bencana teknologi
merupakan kecelekaan teknologi misalnya ada kejadian gedung runtuh
ataupun kecelakaan pesawat. Jenis bencana yang terakhir adalah bencana
yang sedang kita alami saat ini, pandemic. Semua bencana ini
membutuhkan respons manusia dan kepedulian manusia di dalamnya.

Ada beberapa jenis korban yang diakibatkan oleh bencana alam. Jenis
korban pertama adalah korban yang mengalami trauma (Korban secara
langsung). Korban yang kedua adalah pihak penyelamat / responder.
Pihak ini merupakan aspek yang diturunkan untuk melakukan bantuan
kepada korban, contohnya seperti dokter, ahli bencana, dan yang lainnya.
Responder juga harus bisa menolong dirinya sendiri karena dia akan
menyaksikan bencana secara langsung. Korban yang terakhir adalah
masyarakat luas. Masyarakat tidak terkena bencana secara langsung,

1
tetapi masyarakat akan mengikuti informasi mengenai banyak bencana
atau pandemic yang sedang terjadi.

Bencana atau pandemic akan mengakibatkan perubahan pada psikososial


masyarakat. Bencana alam dianggap sebagai ketentuan tuhan. Kita
sebagai manusia tidak bisa mencegah hal tersebut. Manusia seringkali
menyalahkan banyak aspek dalam kehidupan. Hal ini akan menimbulkan
luka emosional dan tentunya juga membutuhkan proses pemulihan yang
panjang. Salah satu contohnya adalah pandemi COVID-19. Pandemi ini
juga sudah merubah banyak aspek kehidupan. Adanya physical dan social
distancing menyebabkan banyak perubahan dalam kehidupan manusia,
bahkan menyebabkan keterpurukan ekonomi pada sebagian kelompok. Di
sisi lain, manusia juga memiliki rasa takut terinfeksi dan memiliki skeptis
yang tinggi terhadap keadaan yang sedang terjadi. Hal ini ketika tidak
ditangani secara baik, maka akan menimbulkan stress dan secara lebih
serius akan menimbulkan trauma. Trauma merupakan sebuah keadaan di
mana dia menimbulkan luka yang sangat dalam dan butuh pemulihan
yang sangat lama.

Ada beberapa respons holistik yang timbul ketika pandemic COVID-19 ini
muncul. Hal pertama yang bisa menjadi respons adalah pada aspek
kesehatan. Kita harus bisa mengikuti panduan dan banyak guideline yang
sudah diberikan oleh pemerintah untuk senantiasa menjaga kesehatan
dalam menjaga diri dari COVID – 19. Ada juga beberapa orang yang harus
memnuhi aspek survival. Aspek ini akan bertujuan untuk menjaga
ketersediaan makanan dan suplai lain untuk bertahan hidup. Aspek yang
terakhir adalah pada bidang ekonomi. Beberapa orang harus berjuang
untuk menghemat agar bisa mencukupi kehidupan.

Ketika adanya karantina dan isolasi mandiri jangka panjang menimbulkan


banyak dampak . Dampak yang pertama adalah meningkatknya ansietas
dan tingginya angka stress dan depresi. Hal yang selanjtunya bisa muncul
adalah rasa cemas terhadap kondisi keluarga yang rentan, seperti lansia
dan anak anak. Selain itu, adanya risiko orang tua yang bekerja untuk
mencari nafkah. Dampak selanjutnya adalah erjadinya pengurangan
efektivitas ekonomi.

Ada beberapa jenis respons fisik – biologic yang terjadi pada masyarakat.
Pola yang pertama disebut dengan Fight response. Pola ini adalah secara
fisiologi kita sudah siap untuk mengalahkan ancaman yang datang kepada

2
diri kita. Pola yang kedua adalah Flight response. Flight response memiliki
arti kita menghindari ancaman yang datang kepada kita, tetapi masih
menyisakan ancaman yang kapan saja bisa lagi datang kepada kita. Ada
beberapa gejala yang ditimbulkan dari respons fisik dan biologik, di
antaranya insomnisa, palpitasi, kelelahan, nyeri dada, nausea, hilang
nafsu makan, sakit kepala ringan, pusing, gangguan lambung, nadi cepat,
tremor, keluhan somatic, dan gangguan lainnya.

Manusia juga bisa memperlihatkan respons psikologis, yaitu respons yang


berhubungan dengan perilaku dan penampilan. Respons ini terdiri dari
curiga dan mudah tersinggung, berdebat dengan orang yang dicintai,
menarik diri dan takut keluar rumah, humor yang tidak pada waktunya,
makan berlebihan ataupun kurang, perubahan fungsi seksual, dan juga
adanya perilaku adiktif seperti merokok.

Selain respons psikologis, manusia juga memiliki respons fisiologis.


Respons Fisiologis yang berhubungan dengan Pikiran, Keyakinan, dan
Persepsi terdiri dari mimpi buruk yang berulang, selalu terpikirkan tentang
bencana, memiliki konsentrasi buruk, merasa bingung, memiliki gejala
disorientasi, memiliki daya perhatian pendek dan pelupa, mengingat hal
yang tidak diinginkan, dan sulit dalam membuat keputusan.

Respons psikososial dan spiritual juga seringkali muncul pada korban


bencana. Respons ini terdiri dari adanya rasa kedekatan dengan penyintas
lain ataupun responder, merasa terpisah dari keluarga dan teman,
menarik diri secara sosial, menghindari penyintas lain karena takut
melukai emosi, juga mempertanyakan keyakinan spiritual. Respons
psikologis dipengaruhi oleh berbagai hal seperti, kepribadian seseorang,
pola koping yang normal, dan ketersediaan sistem pendukung.

Tenaga kesehatan dan relawan juga senantiasa memiliki respons terhadap


bencana alam tersebut. Respons yang mungkin dimiliki oleh tenaga
kesehatan/relawan di antaranya adalah cemas terhadap keselamatan diri
sendiri ataupun orang lain, merasakan simpati terhadap korban, merasa
cemas terhadap situasi yang sedang dihadapi, merasa bersalah
meninggalkan keluarga sendiri, dan juga merasa terbebani dengan
tanggung jawab yang dimiliki. Tidak sedikit relawan atau tenaga
kesehatan yang merasa perlu menjauh dair bencana.

3
Manajemen tidak berfokus hanya dalam bencana, tetapi pada dampak
yang ditimbulkan oleh bencana tersebut. Risk management bersifat
pencegahan yang terdiri dari preparedness dan protection. Pada hal ini
kita harus memitigasi dan mencegah terjadinya dampak yang terlalu
berlebihan. Oleh karena itu kita harus bisa memprediksi dan bisa
memberikan peringatan dini. Tahap persiapan ini tidak hanya
diperuntukkan untuk tenaga kesehatan, tetapi untuk masyarakat secara
umum. Ketika terjadi sebuah bencana, dilakukan sebuah proses pemulihan
yang terdiri dari penilaian dampak kemudian kitabisa melakukan
rekonstruksi. Hal ini adalah yang dinamakan dengan crisis management

Tujuan Manajemen Psikososial adalah Meningkatkan kesehatan jiwa,


mencegah gangguan jiwa, meningkatkan akses pelayanan kesehatan jiwa.
Ada sebuah konsep di mana sehat Risiko  Sakit. Kita sebagai tenaga
kesehatan harus bisa selalu melihat risiko terjadinya sebuah gangguan
kesehatan mental yang terjadi pada masyarakat.

Tenaga kesehatan memiliki banyak peran dalam menghadapi bencana


atau pandemic yang sedang dihadapi. Hal tersebut terdiri dari edukasi,
motivasi, memastikan keselamatan masyakarat, memberikan pertolongan
pertama, memberikan asuhan gawat darurat, dan juga harus bisa
mengintgrasikan aspek psikososial. Aspek ini terdiri dari memberikan
asuhan dan dukungan praktis, mengkaji kebutuhan dan hal penting,
membantu memenuhi kebutuhan dasar, memberikan rasa nyaman,
menolong dan juga menghubungkan masyarakat dalam aspek informasi,
layanan, dan juga dukungan sosial, melindungi dari bahaya yang bisa
muncul lebih parah dalam waktu yang akan datang.

Ada tiga prinsip yang harus dipegang dalam memberikan dukungan


kesehatan jiwa dan psikososial. Prinsip yang pertama adalah look. Prinsip
ini mengharuskan kita sebagai tenaga ksehatan melakukan observasi
terhadap tanda dan gejala yang bisa saja muncul. Prinsip yang kedua
adalah listen. Kita harus senantiasa mendengarkan segala keluhan yang
dialami oleh korban. Prinsip yang ketiga adalah link. Kita harus bisa
merujuk dan menghubungkan korban dengan sistem pendukung yang
sesuai dengan keadaan.

Kita secara mandiri ataupun berkolaborasi harus bisa memberikan


pelayanan dan asuhan secara langsung. Kta juga harus bisa memberikan

4
dukungan sesuai dengan gejala dan usia yang dimiliki oleh pasien. Dalam
menangani pasien, kita harus bisa mengintegrasikan dengan dukungan
psikososial dan juga perawatan fisik yang sesuai. Jika dibutuhkan kita
harus melakukan CBT atau CT untuk mengubah proses pemikiran negative
menjadi positif.

Untuk masyarakat secara umum, bisa melakukan beberapa hal yang


sudah dianjurkan seperti, berpegang pada informasi yang jelas dan
terpercaya, membatasi masukan media – media yang bisa menjatuhkan
mental, menciptakan rutinitas harian misalkan dengan berkebun dan yang
lainnya, merawat tubuh dengan baik, mengurangi minum kafein,
menhindari kecapean yang berlebih, dan masih banyak cara yang bisa
dilaksanakan oleh masyarakat secara umum.

Orang tua dan keluarga bisa membicarakan dengan anaknya tentang


pandemic COVID -19 agar bisa menjadi wawasan dan pengetahuan.
Selain itu orang tua juga harus meyakinkan anak mereka bahwa mereka
aman dan harus segera lapor ketika ada hal yang tidak sesuai dengan
harapan mereka. Orang tua juga harus bisa mengatasi stress yang dimiliki
agar bisa menenangkan anak-anak mereka. Hal yang paling utama adalah
menjadi contoh yang baik untuk anak-anak nya di rumah.

Tenaga kesehatan memiliki misi yang mulia. Kita harus menyadari bahwa
pekerjaan kita sebagai tenaga kesehatan sangat penting dan krusial
sehingga kita harus senantiasa bersemangat. Kita harus bisa membangun
ketangguhan diri supaya bisa menangani korban dengan baik. Kita harus
bisa memberikan yang terbaik dan jangan memikirkan apa yang di luar
kendali, karena hal tersebut akan membuat kita menjadi stress dan
depresi.

Bagi orang yang sedang mengalami isolasi mandiri harus tetap


mempertahankan komunikasi dengan banyak orang, yang terpenting
adalah keluarga dan teman-teman. Hal ini juga dipenuhi untuk memenuhi
kebutuhan perasaan dan psikis orang yang sedang melakukan isolasi
mandiri. Mereka juga harus menjauhi berita yang dapat membuat pikiran
menjadi negative, seperti media sosial dan jejaring lainnya.

5
Referensi

1.

You might also like