Professional Documents
Culture Documents
Dokumen - Tips Makalah Pemeliharaan Dan Perkandangan Ulat Sutera
Dokumen - Tips Makalah Pemeliharaan Dan Perkandangan Ulat Sutera
Makalah
Kelompok IV
1. Shandy Kurniawan Hadi 135050107111004
2. Soraya Rizki Sanidita 135050107111005
3. Mursyid Aam Ikhwanul 135050107111007
4. Fajar Romadhon E. Pribadi 135050107111010
5. Bayu Aji Pradikdo 135050107111011
6. Devita Nur Amalia 135050107111012
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Manajemen Perkandangan Dan Pemeliharaan Ulat
Sutera” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah
satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu matakuliah Ilmu Produksi Aneka
Ternak.
2
DAFTAR ISI
Halaman Sampul 1
Kata Pengantar 2
Daftar isi 3
BAB 1 Pendahuluan 4
Daftar Pustaka 19
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui kualitas sanitasi ruangan pemeliharaan ulat sutera yang
baik.
1.2.2 Mengetahui tahapan pemeliharaan ulat sutera yang baik.
1.2.3 Mengetahui faktor-faktor keberhasilan pemeliharaan ulat sutera.
4
5
BAB II
PEMBAHASAN
rapat).
6
7
a) Morus alba, m.
b) Multicaulis, m.
c) Cathayana
d) Bnk-3
2.2.2 Ruangan peralatan dalam cara beternak ulat sutera yang baik.
2.2.2.1 Ruangan diusahakan mempunyai sirkulasi udara yang baik
dengan beberapa jendela dan pintu. Melalui jendela dan pintu
inilah pertukaran udara dapat diatur dengan lancar. Agar lebih
mudah mengontrol suhu dan kelembapan, di dalam ruangan
dapat dipasang termometer (untuk mengukur suhu) dan
higrometer (untuk mengukur kelembapan udara). Jika sengatan
matahari terlalu kuat atau tiupan angin terlalu kencang, di
sekitar bangunan dapat ditanami pepohonan. Pohon-pohon ini
dapat berfungsi sebagai peneduh sekaligus pelindung.
2.2.2.2 Di ruang pemeliharaan disediakan rak-rak bertingkat untuk
menyusun sasak-sasak tempat ulat. Rak ini dapat dibuat dari
kayu atau dari besi dengan ukuran 0,6 m x 2 m. Agar ulat yang
8
9
a. Pesanan bibit ulat sutera sesuai dengan jumlah daun yang ada dan
kapasitas ruangan dan peralatan pemeliharaan.
c. Seandainya bibit atau telur sudah diterima, kerjakan penanganan telur
(inkubasi) dengan baik supaya penetasannya seragam.
Selain itu juga, pada saat pengambilan bibit dilakukan setiap satu
bulan sekali. Jumlah ulat sutera yang dipelihara disesuaikan dengan produksi
daun yang tersedia. Selanjutnya dilakukan inkubasi, yaitu penyimpanan telur
ulat sutera untuk ditetaskan dalam ruangan yang suhu, kelembaban, dan
cahayanya dapat diatur. Proses penetasan telur ulat sutera ini memerlukan
ketelitian dan kecermatan
a. Menyebarkan telur pada kotak penetasan dan tutup dengan kertas putih
yang tidak tebal.
10
b. Menyimpannya pada area sejuk dan terhindari dari penyinaran matahari
segera (pada suhu ruangan 25 o sampai 28oC dengan kelembapan 75
sampai 85%.
c. Sesudah tampak bintik biru pada telur, bungkus dengan kain hitam selama
2 hari. Tujuan pembungkusan ini adalah agar telur menetas secara serentak
sehingga ukuran ulat akan seragam.
d. Setelah telur menetas, ulat-ulat kemudian dipindahkan ke brak atau kotak
pemeliharaan dan selanjutnya dilakukan pemeliharaan ulat.
a. Instar I, adalah fase ketika ulat berumur 1-4 hari. Pada fase ini ulat
kecil memerlukan suhu dan kelembaban yang sesuai dengan
kebutuhan ulat yaitu 27° sampai 28°C dan kelembaban 90%.
b. Instar II, adalah fase ketika ulat berumur 5-7 hari. Pada fase ini ulat
kecil memerlukan suhu dan kelembaban yang sesuai dengan
kebutuhan ulat yaitu 26° sampai 27°C dan kelembaban 85%.
c. Instar III, adalah fase ketika ulat berumur 8-10 hari. Pada fase ini
ulat kecil memerlukan suhu dan kelembaban yang sesuai dengan
kebutuhan ulat yaitu 25°C dan kelembaban 80%.
11
a. Ulat yang baru menetas didesinfeksi dengan bubuk campuran kapur dan
kaporit (95:5), lalu diberi daun murbei yang muda dan segar yang dipotong
kecil-kecil. Kecocokan daun murbei sebagai pakan ulat kecil berdasarkan
posisi tunasnya. Dengan mengambil daun terbesar yang mengkilap di
dekat pucuk tunas di antara semua daun yang mengkilap, maka sampai dua
daun di bawahnya baik untuk ulat instar I, sampai daun ketiga dan
keempat daun acuan tadi, baik untuk instar II dan samapai daun kelima
dan keenam dibawahnya, baik untuk instar III.
b. Pindahkan ulat ke sasak lantas ditutup dengan kertas minyak atau parafin.
c. Pemberian makanan dikerjakan 3 kali 1 hari yaitu pada pagi, siang, dan
sore hari. Jumlah daun yang diberikan pada ulat kecil sebanyak 48 kg
daun. Pemberian pakan dilakukan dengan rajangan secara halus dan
ditaburkan secara merata pada tempat pemeliharaan. Ukuran rajangan
daun antara 0,5 sampai 1 cm untuk instar I. Kemudian 1,5 sampai 2 cm
untuk instar II. Lalu 3 sampai 4 cm untuk instar III. Bila yang diberikan
potongan tunas maka seluruh tunas yang digunakan harus dipotong-potong
sepanjang 1 cm untuk instar I, dan potongan sepanjang 2 sampai 4 cm
untuk instar II dan III. Menjelang pergantian kulit, pakan yang diberikan
dirajang lebih halus agar daun cepat mongering.
d. Pada tiap-tiap instar ulat akan alami waktu istirahat (eksidis) dan
pergantian kulit. Seandainya sebagian besar ulat tidur kurang lebih
persentasenya adalah 90%, pemberian makan dihentikan dan ditaburi
kapur. Namun secara nyata, studi di lapangan mengatakan bahwa ulat kecil
aktif makan selama ± 12 hari dan mengalami 3 x masa tidur (eksidis).
e. Pada waktu ulat tidur, jendela ataupun ventilasi di buka supaya hawa
dapat mengalir secara sempurna.
12
f. Pada tiap-tiap cara beternak ulat sutera pada akhir instar dikerjakan
penjarangan dan daya tampung area sesuai dengan perubahan ulat
g. Pembersihan area ulat dan pencegahan hama dan penyakit kudu dikerjakan
dengan teratur. Penyaluran ulat baiknya dikerjakan pada pagi atau sore
hari.
a. Ulat besar membutuhkan ruangan atau tempat pemeliharaan yang lebih
luas dibanding dengan ulat kecil.
b. Daun yang disiapkan untuk ulat besar, disimpan pada area yang bersih dan
sejuk dan ditutup dengan kain basah.
13
c. Daun murbei yang diberikan pada ulat sutera tak akan dipotong-potong
tetapi dengan utuh berbarengan dengan cabangnya sekaligus. Penempatan
pakan diselang-selingi dengan teratur pada bagian ujung dan pangkalnya.
d. Pemberian makanan pada cara beternak ulat sutera besar dikerjakan 3
sampai 4 kali 1 hari yakni pada pagi, siang, sore dan malam hari. Ulat
besar aktif makan selama ± 14 sampai 16 hari sebelum akhirnya ulat mulai
mengokon dan mengalami 1x eksidis. Jumlah daun ditambah dengan
ranting yang diberikan pada ulat besar ± 1,2 ton/boks. Pemberian pakan
dilaksanakan 4x sehari dengan mengindahkan kemungkinan layu daun,
efisiensi produksi kokon dan efisiensi pengelolaan tenaga kerja.
e. Menyambut ulat tidur, pemberian makan dikurangi atau dihentikan. pada
waktu ulat tidur ditaburi kapur dengan merata, dan jangan lupa untuk
melakukan proses desinfeksi tubuh ulat dikerjakan tiap-tiap pagi sebelum
saat pemberian makan menggunakan campuran kapur dan kaporit (90:10)
ditaburi dengan merata. Pada instar IV, pembersihan area pemeliharaan
dikerjakan sekurang-kurangnya 3 kali, yakni pada hari ke-2 dan ke-3 dan
menyambut ulat tidur, pada instar V, pembersihan area dikerjakan tiap-tiap
hari.
f. Layaknya pada ulat kecil, rak atau sasag diletakkan tidak menempel pada
dinding ruangan dan pada kaki rak dipasang kaleng yang diisi
air.seandainya lantai ruangan pemeliharaan tidak berlantai semen supaya
ditaburi kapur buat menghindari kelembaban tinggi. Mengokonkan ulat
dalam cara beternak ulat sutera.
14
ini bagian badan mulai tampak agak transparan. Pada fase ini ulat dikatakan
matang dan siap untuk mengokon. Bila pengokonan dilakukan pada ulat yang
belum matang atau dilakukan terlambat setelah ulat matang maka daya pintal
ulat menjadi kurang dan panjang filamen yang didapat akan berkurang. Selain
itu ulat sutera yang kelewat dewasa cenderung membuat kokon yang dobel
atau rangkap. Proses pengokonan dilakukan selama 2 hari penuh. Pada saat
ulat mengeluarkan serat sutera diusahakan tidak terganggu karena akan
menyebabkan daya pintal yang menurun.
Kondisi iklim seperti suhu, kelembaban, arus udara selama
pengokonan berpengaruh terhadap kualitas filamen kokon terutama kepada
kualitas pemintalan. Sebaiknya ulat sutera yang sedang mengokon mendapat
perlakuan suhu 23° sampai 25°C, kelembaban 60 sampai 75%, sirkulasi udara
0,2 sampai 1m/s dan cahaya remang-remang dengan intensitas 10 sampai 20
lux. Suhu, kelembaban dan arus udara berpengaruh pada persentase daya
pintal kokon secara timbal balik. Bila ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi,
dapat menurunkan daya pintal ulat. Sedangkan jika salah satu dari syarat
tersebut dipenuhi dapat meningkatkan daya pintal dari ulat secara drastis.
Jenis dan struktur tempat pengokonan sangat berpengaruh pada
kualitas kokon yang dihasilkan. Oleh karena itu diperlukan persyaratan
tempat pengokonan seperti kekuatan dan sruktur yang cocok untuk
mengokonkan, mampu mengontrol kelembaban, memberi kemudahan untuk
memperlakukan ulat pada waktu mengokon dan kemudahan pada saat panen
kokon. Menurut bentuk dan strukturnya tempat pengokonan diklasifikasikan
kedalam: tempat pengokonan yang berputar (rotary), yang berombak, bambu,
spiral, yang terbuat dari plastik. Mengenai pengaruh alat pengokonan
“Mukade” (daun kelapa kering), bambu, “Seriframe” (plastik) dan “Rotary”
(dari karton) dan teknik pemasakan terhadap kualitas serat sutera.
Kesimpulannya adalah bahwa alat pengokonan Rotary dan Mukade memberi
hasil yang baik untuk semua parameter kualitas serat sutera yang diamati
yaitu panjang serat, daya gulung, dan rendemen serat. Untuk alat pengokonan
rotary masing-masing ditemukan 940,96 m; 77,69% dan 19,36%. Sedangkan
untuk alat mukade masing-masing ditemukan 902,75 m; 75,73% dan 19,58%.
15
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada awal tahap manajemen perkandangan yang baik bagi usaha ulat
sutera yang perlu disiapkan adalah alat dan juga bahan sebagai penunjang
usaha tersebut.
Sedangkan konsep perkandangan yang baik itu sendiri, seperti berikut:
a. Rak pemeliharaan dibuat dari kayu atau dari besi dengan ukuran 0,6 m x 2
m. Agar ulat yang ada di atas sasak tidak dimangsa oleh serangga seperti
semut, misalnya, setiap kaki rak diolesi vaselin atau diberi alas kaleng
yang diisi air.
b. Sasak sebagai tempat pemeliharaan ulat dapat dibuat dengan ukuran 0,6 m
x 1 m. Bahan yang dipakai bisa berupa papan, bambu atau kawat anyaman.
Tiap tingkat rak dengan ukuran di atas dapat menampung 3 sasak. Jika 1
rak dibuat 5 tingkat, dengan jarak antar tingkat 30 cm, berarti rak setinggi
1,5 m dengan 5 tingkat tersebut mampu menampung sebanyak 15 buah
sasak.
c. Untuk memelihara ulat dari satu boks bibit (20.000 butir telur) dibutuhkan
tempat sekitar 18 meter persegi. Dengan demikian, kira-kira dibutuhkan 30
sasak dengan ukuran 0,6 m x 1 m untuk kebutuhan tempat seluas itu.
Sasak sebanyak ini dapat ditampung dalam 2 rak.
d. Selain ruangan untuk pemeliharaan, perlu disediakan pula ruangan untuk
penyimpanan daun. Ruang ini harus mempunyai suhu rendah dengan
kelembapan yang tinggi agar daun murbei yang disimpan tidak cepat layu.
Terkait dengan manajemen perkandangan, terdapat satu hal penting
lainnya yakni sanitasi ruangan yang terbagi menjadi:
a. Desinfeksi ruangan
b. Desinfeksi alat-alat pemeliharaan
c. Desinfeksi ruangan sekitar ruangan pemeliharaan
d. Menghindarkan ulat dari serangan hama
Sedangkan pada tahapan pemeliharaan ulat sutera, terdiri atas:
17
3.2 Saran
Dengan mempelajari manajemen perkandangan dan pemeliharaan ulat
sutera yang baik dan benar, maka proses pembelajaran, pemahaman, dan
pendalaman materi terkait akan hal-hal yang menjadi lingkup pembelajaran
akan menjadi lebih mudah. Untuk itu pelajarilah segala ilmu yang ada
didalamnya dengan sungguh-sungguh agar dapat dimengerti dan dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
18
DAFTAR PUSTAKA
Nunuh, Agus. 2012. Budidaya Sutera Alam ( Bombyx mori Lin). Bandung:
Serikultur.
Nurjayanti, Dewi Eka. 2011. Budidaya Ulat Sutera Dan Produksi Benang Sutera
Melalui Sistem Kemitraan Pada Pengusahaan Sutera Alam (Psa) Regaloh
Kabupaten Pati. MEDIAGRO. Vol 7 (2) : 1 – 10.
Suprio, Guntoro. 2010. Budidaya Ulat Sutera. Jakarta: Lembaga Ilmu Penelitian
Indonesia.
19