You are on page 1of 23

LAPORAN PENDAHULUAN DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER

(DHF)

Disusun Oleh :

RANI JULIA

1720190029

PRODI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
JAKARTA
2022
A. Konsep Dasar DHF

1. Pengertian DHF

Dengue Haemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi virus akut

yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne virus, genus

flavivirus, famili flaviviridae. DHF ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes spp,

aedes aegypti, dan aedes albopictus merupakan vektor utama penyakit DHF.

Penyakit DHF dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh

kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku

masyarakat (Dinkes, 2015).

2. Klasifikasi DHF

a. Derajat 1 (ringan)

Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya uji perdarahan yaitu uji

tourniquet.

b. Derajat 2 (sedang)

Seperti derajat 1 disertai dengan perdarahan spontan pada kulit dan atau

perdarahan lainnya.

c. Derajat 3

Ditemukannya kegagalan sirkulasi seperti nadi cepat dan lemah, tekanan nadi

menurun.

d. Derajat 4

Terdapat Dengue Shock Sindrome (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan

darah tidak dapat diukur (Wijaya, 2013).


3. Etiologi DHF

Penyakit DHF merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus

dengue dan disebarkan oleh nyamuk terutama spesies nyamuk Aedes aegypti.

Nyamuk penular dengue tersebut hampir ditemukan di seluruh pelosok Indonesia,

kecuali di tempat yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut

(Rahayu & Budi, 2017).

Penyebab penyakit adalah virus dengue kelompok Arbovirus B, yaitu

arthropod-bornevirus atau virus yang disebabkan oleh artropoda. Virus ini

termasuk genus Flavivirus dan family Flaviviridae. Sampai saat ini dikenal ada 4

serotipe virus yaitu :

a. Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.

b. Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.

c. Dengue 3 diisolasi oleh Sather.

d. Dengue 4 diisolasi oleh Sather.

Keempat virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dan

yang terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di Indoneisa menunjukkan

Dengue tipe 3 merupakan serotipe virus yang dominan menyebabkan kasus DHF

yang berat (Masriadi, 2017). Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan

antibody terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody yang

terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan

perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain (Wijaya, 2013).

4. Patofisiologi DHF

Menurut Huda dan Kusuma 2015


Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia akan menyebabkan klien

mengalami viremia. Beberapa tanda dan gejala yang muncul seperti demam,

sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, timbulnya ruam dan

kelainan yang mungkin terjadi pada sistem vaskuler. Pada penderita DBD,

terdapat kerusakan yang umum pada sistem vaskuler yang mengakibatkan

terjadinya peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah. Plasma dapat

menembus dinding vaskuler selama proses perjalanan penyakit, dari mulai

demam hingga klien mengalami renjatan berat. Volume plasma dapat

menurun hingga 30%. Hal ini lah yang dapat mengakibatkan seseorang

mengalami kegagalan sirkulasi. Adanya kebocoran plasma ini jika tidak

segera di tangani dapat menyebabkan hipoksia jaringan, asidosis metabolik

yang pada akhirnya dapat berakibat fatal yaitu kematian. Viremia juga

menimbulkan agresi trombosit dalam darah sehingga menyebabkan

trombositopeni yang berpengaruh pada proses pembekuan darah. Perubahan

fungsioner pembuluh darah akibat kebocoran plasma yang berakhir pada

perdarahan, baik pada jaringan kulit maupun saluran cerna biasanya

menimbulkan tanda seperti munculnya purpura, petekie, hematemesis, atapun

melena.

5. Gejala/Tanda DHF

Diagnosis penyakit DHF bisa ditegakkan jika ditemukan tanda dan gejala

seperti :

a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus

selama 2-7 hari.

b. Manifestasi perdarahan :
1) Uji tourniket (Rumple leede) positif berarti fragilitas kapiler meningkat.

Dinyatakan positif apabila terdapat >10 petechie dalam diameter 2,8cm (1

inchi persegi) dilengan bawah bagian volar termasuk fossa cubiti.

2) Petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis.

3) Trombositopenia yaitu jumlah trombosit dibawah 150.000/mm3,

biasanya ditemukan antara hari ke 3-7 sakit.

4) Monokonsentrasi yaitu meningkatnya hematocrit, merupakan indicator yang

peka terhadap jadinya renjatan sehingga perlu dilaksanakan penekanan

berulang secara periodic. Kenaikan hematocrit 20% menunjang diagnosis

klinis DHF (Masriadi, 2017).

6. Penatalaksanaan Medik

Pada dasarnya pengobatan pada DB bersifat simtomatis dan suportif

 DHF tanpa renjatan

Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan

haus. Pada pasien ini perlu diberi banyak minum, yaitu 1,5 sampai 2 liter dalam

24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirup, susu, dan bila mau lebih baik oralit.

Cara memberikan minum sedikit demi sedikit dan orang tua yang menunggu

dilibatkan dalam kegiatan ini. Jika anak tidak mau minum sesuai yang dianjurkan

tidak dibenarkan pemasangan sonde karena merangsang resiko terjadi perdarahan.

Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat anti piretik dan kompres dingin. Jika

terjadi kejang diberi luminal atau anti konvulsan lainnya. Luminal diberikan

dengan dosis : anak umur kurang 1 tahun 50 mg IM, anak lebih 1 tahun 75 mg.

Jika 15 menit kejang belum berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kg

BB. Anak di atas 1 tahun diberi 50 mg, dan dibawah 1 tahun 30 mg, dengan
memperhatikan adanya depresi fungsi vital. Infus diberikan pada pasien DHF

tanpa renjatan apabila :

1) Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga

mengancam terjadinya dehidrasi.

2) Hematokrit yang cenderung meningkat.

Hematokrit mencerminkan kebocoran plasma dan biasanya mendahului

munculnya secara klinik perubahan fungsi vital (hipotensi, penurunan

tekanan nadi), sedangkan turunnya nilai trombosit biasanya mendahului

naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien yang diduga menderita

DHF harus diperiksa hemoglobin, hematokrit dan trombosit setiap hari

mulai hari ke-3 sakit sampai demam telah turun 1sampai 2 hari. Nilai

hematokrit itulah yang menentukan apabila pasien perlu dipasang infus

atau tidak.

 DHF disertai renjatan (DSS)

Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera dipasang infus sebagai

pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan

bisanya Ringer Laktat. Jika pemberian cairan tidak ada respon diberikan plasma

atau plasma ekspander, banyaknya 20 sampai 30 ml/kgBB. Pada pasien dengan

renjatan berat diberikan infus harus diguyur dengan cara membuka klem infus.

Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitudo nadi besar,

tekanan sistolik 80 mmHg / lebih, kecepatan tetesan dikurangi 10 liter/kgBB/jam.

Mengingat kebocoran plasma 24 sampai 48 jam, maka pemberian infus

dipertahankan sampai 1 sampai 2 hari lagi walaupun tanda-tanda vital telah baik.

Pada pasien renjatan berat atau renjatan berulang perlu dipasang Central Venous
Pressure (CVP) untuk mengukur tekanan vena sentral melalui vena magna atau

vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU. Tranfusi darah diberikan pada

pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang berat. Kadang-kadang perdarahan

gastrointestinal berat dapat diduga apabila nilai hemoglobin dan hematokrit

menurun sedangkan perdarahannya sedikit tidak kelihatan. Dengan

memperhatikan evaluasi klinik yang telah disebut, maka dengan keadaan ini

dianjurkan pemberian darah.

7. Asuhan Keperawatan Pada Pasien DHF

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien

Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang

dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan

orang tua, dan pekerjaan orang tua.

2. Keluhan Utama

Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah sakit

adalah panas tinggi dan anak lemah.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat

demam kesadaran composmentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 sampai

ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk,

pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri

otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta

adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau

hematesis.
4. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit apa saja yang pernah diderita pada DHF, anak bisa mengalami serangan

ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.

5. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit apa saja yang pernah di derita sama keluarga klien

6. Riwayat imunisasi

Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan

timbulnya komplikasi dapat dihindari

7. Riwayat gizi

Status gizi anak menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status gizi

baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya.Anak

yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan

menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan

nutrisi yang mencukupi, maka anak akan mengalami penurunan berat badan

sehingga status gizinya menjadi kurang.

8. Kondisi lingkungan

Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang

bersih (seperti air yang mengenang dan gantungan baju di kamar).

9. Pola kebiasaan

a. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang,

dan nafsu makan menurun.

b. Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami

diare/konstipasi. Sementara DHF pada Grade III-IV bisa terjadi melena.


c. Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing,

sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.

d. Tidur dan istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami

sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun

istirahat kurang.

e. Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan

cenderung terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.

f. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga

kesehatan.

10. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung

rambut sampai jung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum:

1) Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan

nadi lemah.

Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan

spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak

teratur.

Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil

dan tidak teratur, serta tensi menurun.

Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak teraba, tensi tidak

terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit.

2) Tanda-tanda vital (TTV) Tekanan nadi lemah dan kecil (gradeIII), nadi tidak

teraba (grade IV), tekanan darah menurun ( sistolik menurun sampai 80mmHg

atau kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC)


3) Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala terasa nyeri,

muka tampak kemerahan karena demam.

4) Mata : Konjungtiva anemis

5) Hidung : Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada gradeII,III,

IV.

6) Telinga tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak ada serumen,

tidak ada gangguan pendengaran.

7) Mulut

Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan

nyeri telan. Sementara tenggorokkan hyperemia pharing.

8) Leher : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami pembesaran

9) Dada / thorak

I : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.

Pal : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama

Per : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru

A : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III, dan IV.

10) Abdomen

I : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.

Pal :Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)

Per : Terdengar redup

A : Adanya penurunan bising usus

11) Sistem integument

Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan uji tourniquet. Turgor

kuit menurun, dan muncul keringat dingin,dan lembab. Pemeriksaan uji tourniket
dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah anak. Selanjutnya

diberikan 24 tekanan antara sistolik dan diastolic pada alat ukur yang dipasang

pada tangan. Setelah dilakukan tekananselama 5 menit, perhatikan timbulnya

petekie di bagian volarlenga bawah.

12) Genitalia : Biasanya tidak ada masalah

13) Ekstremitas

Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada kuku sianosis.

14) Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :

 Hb dan PCV meningkat (> dari 20 %).

 Trobositopenia (< dari 100.000/ml).

 Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis).

 Ig. D. dengue positif.

 Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia,

dan hiponatremia.

 Urium dan pH darah mungkin meningkat.

 Asidosis metabolik : pCO2< 35 – 40 mmHg dan HCO3 rendah.

 SGOT / SGPT mungkin meningkat.

B. Diagnosa Keperawatan

a. Kekurangan volume cairan ( Hipovolemia ) berhubungan dengan peningkatan

permeabilitas kapiler dibuktikan dengan mukosa bibir kering

b. Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk makan)

makanan dibuktikan dengan berat badan menurun


c. Resiko Perdarahan dibuktikan dengan gangguan koagulasi (penurunan

trombosit)

d. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue dibuktikan dengan

suhu tubuh diatas nilai normal

C. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

1. Kekurangan volume Setelah dilakukan Manajemen hipovolemia

cairan ( Hipovolemia ) tindakan keperawatan (I.03116)

berhubungan dengan selama 2x24 jam Observasi :

peningkatan permeabilitas diharapkan status cairan - Periksa tanda dan gejala

kapiler ditandai dengan membaik dengan kriteria hipovolemia (mis.

mukosa bibir kering hasil yaitu : frekuensi nadi

-membran mukosa meningkat, nadi teraba

membaik lemah, tekanan darah

-turgor kulit meningkat menurun, tekanan nadi

-frekuensi nadi membaik menyempit,turgor kulit

menurun, membrane

mukosa kering, volume

urine menurun,

hematokrit meningkat,

haus dan lemah)

-Monitor intake dan

output cairan

Terapeutik :
- Hitung kebutuhan

cairan

-Berikan posisi modified

trendelenburg

-Berikan asupan cairan

oral

Edukasi :

-Anjurkan

memperbanyak asupan

cairan oral

-Anjurkan menghindari

perubahan posisi

mendadak

Kolaborasi :

-Kolaborasi pemberian

cairan IV issotonis (mis.

cairan NaCl, RL)

-Kolaborasi pemberian

cairan IV hipotonis (mis.

glukosa 2,5%, NaCl

0,4%)

-Kolaborasi pemberian

cairan koloid (mis.

albumin, plasmanate)
-Kolaborasi pemberian

produk darah

2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi

berhubungan dengan tindakan keperawatan (I.03119)

psikologis (keengganan selama 2x24 jam Observasi :

untuk makan) makanan diharapkan status nutrisi -Identifikasi status nutrisi

ditandai dengan berat membaik dengan kriteria -Identifikasi alergi dan

badan menurun hasil yaitu : intoleransi makanan

-berat badan membaik -Identifikasi makanan

-porsi makanan yang yang disukai

dihabiskan meningkat -Identifikasi kebutuhan

kalori dan jenis nutrient

-Identifikasi perlunya

penggunaan selang

nasogastrik

-Monitor asupan

makanan

-Monitor berat badan

-Monitor hasil

pemeriksaan

laboratorium

Terapeutik :

- Lakukan oral hygiene

sebelum makan, jika


perlu

-Fasilitasi menentukan

pedoman diet (mis.

Piramida makanan)

-Sajikan makanan secara

menarik dan suhu yang

sesuai

-Berikan makanan tinggi

serat untuk mencegah

konstipasi

-Berikan makanan tinggi

kalori dan tinggi protein

-Berikan suplemen

makanan, jika perlu

-Hentikan pemberian

makan melalui selang

nasogastrik jika asupan

oral dapat ditoleransi

Edukasi :

-Anjurkan posisi duduk,

jika mampu

-Ajarkan diet yang

diprogramkan

Kolaborasi :
-Kolaborasi pemberian

medikasi sebelum makan

(mis. Pereda nyeri,

antiemetik), jika perlu

-Kolaborasi dengan ahli

gizi untuk menentukan

jumlah kalori dan jenis

nutrient yang

dibutuhkan, jika perlu

3. Resiko Perdarahan Setelah dilakukan Pencegahan perdarahan

dibuktikan dengan tindakan keperawatan Observasi :

gangguan koagulasi selama 2x24 jam -Monitor tanda dan

(penurunan trombosit) diharapkan tingkat gejala perdarahan

perdarahan menurun -Monitor nilai

dengan kriteria hasil hematokrit/hemoglobin

yaitu : sebelum dan setelah

-kelembaban kulit kehilangan darah

meningkat -Monitor tanda-tanda

-keluhan nyeri menurun vital ortostatik

-frekuensi nadi membaik -Monitor koagulasi (mis.

Prothombin time (TM),

partial thromboplastin

time (PTT), fibrinogen,

degradsi fibrin dan atau


platelet)

Terapeutik :

- Pertahankan bed rest

selama perdarahan

-Batasi tindakan invasif,

jika perlu

-Gunakan kasur

pencegah dikubitus

-Hindari pengukuran

suhu rektal

Edukasi :

-Jelaskan tanda dan

gejala perdarahan

-Anjurkan mengunakan

kaus kaki saat ambulasi

-Anjurkan meningkatkan

asupan cairan untuk

menghindari konstipasi

-Anjurkan menghindari

aspirin atau antikoagulan

-Anjurkan meningkatkan

asupan makan dan

vitamin K

-Anjrkan segera melapor


jika terjadi perdarahan

Kolaborasi :

-Kolaborasi pemberian

obat dan mengontrol

perdarahan, jika perlu

-Kolaborasi pemberian

produk darah, jika perlu

-Kolaborasi pemberian

pelunak tinja, jika perlu

4. Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan Manajemen hipertermia

dengan proses infeksi tindakan keperawatan Observasi :

virus dengue dibuktikan selama 2x24 jam -Identifkasi penyebab

dengan suhu tubuh diatas diharapkan hipertermi (mis.

nilai normal termoregulasi membaik dehidrasi terpapar

dengan kriteria hasil lingkungan panas

yaitu : penggunaan incubator)

- -Monitor suhu tubuh

-Monitor kadar elektrolit

-Monitor haluaran urine

Terapeutik :

-Sediakan lingkungan

yang dingin

-Longgarkan atau

lepaskan pakaian
-Basahi dan kipasi

permukaan tubuh

-Berikan cairan oral

-Ganti linen setiap hari

atau lebih sering jika

mengalami hiperhidrosis

(keringat berlebih)

-Lakukan pendinginan

eksternal (mis. selimut

hipotermia atau kompres

dingin pada dahi, leher,

dada, abdomen,aksila)

-Hindari pemberian

antipiretik atau aspirin

-Batasi oksigen, jika

perlu

Edukasi :

- Anjurkan tirah baring

Kolaborasi :

- Kolaborasi cairan dan

elektrolit intravena, jika

perlu
4. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan atau implementasi adalah tindakan yang direncanakan dalam

rencana keperawatan (Tarwoto Wartonah, 2015). Perawat melakukan pengawasan

terhadap efektifitas intervensi yang dilakukan, bersamaan pula menilai

perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan.

Pelaksanaan atau implementasi keperawatan adalah suatu komponen dari

proses keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan di mana t

indakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari

asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan (Perry & Potter, 2005).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan

untuk mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien

ke arah pencapaian tujuan (Potter & Perry, 2010).

Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang terjadi pada setiap langkah dari

proses keperawatan dan pada kesimpulan (Herdman, 2015). Evaluasi

keperawatan dicatat disesuaikan dengan setiap diagnosa keperawatan. Evaluasi

untuk setiap diagnosa keperawatan meliputi data subyektif (S), data obyektif (O),

analisa permasalahan (A) klien berdasarkan S dan O, serta perencanaan ulang (P)

berdasarkan hasil analisa data diatas. Evaluasi ini juga disebut evaluasi proses.

Semua itu dicatat pada formulir catatan perkembangan.


DAFTAR PUSTAKA

Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta:

Sagung Seto

Potter, P.A, Perry, A.G, 2015 Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep

Proses, dan Praktik. Edisi . Volume 2. Alin Bahasa :Renata Komalasari,

dkk. Jakarta : EGC


Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia

(SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

(SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

You might also like