You are on page 1of 289

PERUNDANG-UNDANGAN KESEHATAN

Kuliah-01
Pengantar
Program Studi Diploma-3 Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila

Budi Djanu Purwanto, SH, MH

Semester Gasal 2021/2022


Curriculum Vitae
 BUDI DJANU PURWANTO, SH, MH
 Jakarta, 8 Januari 1956
 (1963-1968) SD Negeri Slipi Pagi II, Jakarta Barat
 (1969-1971) SMP Negeri 88 Slipi, Jakarta Barat
 (1972-1974) SMF Negeri Depkes Jakarta
 (1979-1984) Fakultas Hukum – Universitas Indonesia.
 (2003-2005) Fakultas Hukum – Universitas Indonesia, Pascasarjana
 RIWAYAT PEKERJAAN
 (1978-1980) Staf Urusan POM Dinas Kesehatan DKI Jakarta
 (1980-2000) Staf Sub Seksi Narkoba, Balai POM DKI Jakarta
 (2000-2001) Kepala Sub Bagian Hukum, Ditjen POM Depkes
 (2001-2008) Kepala Bagian Bantuan Hukum, Badan POM
 (2008-2010) Kepala Bidang Informasi Obat, Badan POM
 (2010-2011) Kepala Bagian Peraturan Perundang-undangan, Badan POM
 (2011-2012) Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif, Badan POM
 (2012-2016) Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Badan POM
 (2016-2017) Staf Khusus Kepala Badan POM
 LAIN-LAIN
 (2006-sekarang) Dosen Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
 (2014) Satyalancana Karya Satya 30 tahun
 (2016- sekarang) Ketua 1 Pengurus Pusat-Persatuan Ahli Farmasi Indonesia
SISTEMATIKA

Ahli Madya Farmasi

Organisasi Profesi dan Kode Etik Profesi

Pelindungan Hukum Tenaga Kesehatan

Hubungan antara Hukum dan Peraturan Perundang-undangan

Jenis dan Hirarki Peraturan Perundang-undangan

Asas-Asas Pemberlakuan Peraturan Perundang-undangan


AHLI MADYA FARMASI
Pendidikan Tinggi UU 12/2012
Pendidikan akademik merupakan
Pendidikan Tinggi program sarjana Sarjana Farmasi
dan/atau program pascasarjana yang
diarahkan pada penguasaan dan
Magister Farmasi
pengembangan cabang Ilmu Doktor Farmasi
Pengetahuan dan Teknologi.
AKADEMIK

Pendidikan profesi merupakan Pendidikan


PENDIDIKAN Tinggi setelah program sarjana yang
PROFESI Apoteker
TINGGI menyiapkan Mahasiswa dalam pekerjaan
yang memerlukan persyaratan keahlian
khusus.

VOKASI
Pendidikan vokasi merupakan Pendidikan
Tinggi program diploma yang menyiapkan Ahli Madya Farmasi
Mahasiswa untuk pekerjaan dengan
keahlian terapan tertentu sampai program Analis Farmasi
sarjana terapan.
PRAKTIK KEFARMASIAN yang
meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian obat, pelayanan
TENAGA obat atas resep dokter,
KEFARMASIAN pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional harus
1. Apoteker dilakukan oleh tenaga kesehatan
2. Tenaga Teknis Kefarmasian yang mempunyai keahlian dan
• Sarjana Farmasi kewenangan sesuai dengan
• Ahli Madya Farmasi ketentuan peraturan perundang-
• Analis Farmasi undangan. PRAKTIK
KEFARMASIAN

Pasal 108
FASILITAS SEDIAAN UU 36/2009
Yang dimaksud dengan “tenaga
KEFARMASIAN FARMASI kesehatan” dalam ketentuan ini
1. Obat adalah tenaga kefarmasian
2. Bahan Obat sesuai dengan keahlian dan
1. Produksi 3. Obat Tradisional kewenangannya. Dalam hal tidak
2. Distribusi 4. Obat Kuasi ada tenaga kefarmasian, tenaga
3. Pelayanan 5. Suplemen Kesehatan kesehatan tertentu dapat
6. Kosmetik melakukan praktik kefarmasian
secara terbatas, misalnya antara
lain dokter dan/atau dokter gigi,
bidan, dan perawat, yang
dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
1
TENAGA
PSIKOLOGI
11
KLINIS 2
TENAGA
TENAGA
KESEHATAN
KEPERAWATAN
TRADISIONAL

TENAGA KESEHATAN
10 3
TEKNIK setiap orang yang TENAGA
BIOMEDIKA KEBIDANAN
mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui
9 pendidikan di bidang 4
TENAGA kesehatan yang untuk jenis TENAGA
KETEKNISIAN
MEDIS tertentu memerlukan KEFARMASIAN
kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.

8 [UU 36/2014] 5
TENAGA TENAGA
KETERAPIAN KESEHATAN
FISIK MASYARAKAT

6
7
KESEHATAN
TENAGA GIZI
LINGKUNGAN
TENAGA KEFARMASIANUU 36/2014

Sarjana
Apoteker
Farmasi
Tenaga
Kefarmasian
Tenaga Teknis Ahli Madya
Kefarmasian Farmasi

Analis Farmasi
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga
yang membantu Apoteker dalam
menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang
terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
(PP 51/2009)
UU 36/2014 Tenaga Kesehatan

TENAGA APOTEKER
KEFARMASIAN Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai
[UU 36/2014] Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
[PP 51/2009]

Tenaga Kefarmasian adalah


TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN
tenaga yang melakukan
Pekerjaan Kefarmasian, yang
terdiri atas APOTEKER dan Tenaga yang membantu Apoteker dalam
TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN. menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri
atas SARJANA FARMASI, Ahli Madya Farmasi,
[PP 51/2009] Analis Farmasi, [UU 36/2014]
Organisasi ProfesiUU 36/2014

Tenaga Kesehatan harus membentuk Organisasi KODE ETIK


Profesi sebagai wadah untuk meningkatkan PROFESI
dan/atau mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan, martabat, dan etika profesi Tenaga
Kesehatan.

INTERNAL
Setiap jenis Tenaga Kesehatan hanya dapat
membentuk 1 (satu) Organisasi Profesi. EKSTERNAL

Pembentukan Organisasi Profesi dilaksanakan PERATURAN


sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- PERUNDANG
undangan.
-
UNDANGAN
PROFESI KODE ETIK AHLI FARMASI
(PAFI) INDONESIA

TENAGA
TEKNIS
KEFARMASIAN

KODE ETIK GPFI


(Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia)

KOMUNITAS
KODE ETIK IPMG
(International Pharmaceutical Manufacturer Group)
Lanjutan…

Hak
Peraturan Perundang-
EKSTERNAL
undangan
Kewajiban

KEWENANGAN umum

Teman sejawat

Pasien / Pemakai Jasa

INTERNAL Kode Etik Kewajiban Masyarakat

Tenaga Kesehatan lain

Lingkungan

Komoditi
Hubungan antara Hukum
dan Peraturan Perundang-
undangan
DEFINISI HUKUM ?

Kant; L.J. van Definisi hukum masih dicari-cari dan belum


Apeldorn, didapatkan, oleh karena hukum mencakup
1966 aneka macam segi dan aspek, dan karena
luasnya ruang lingkup hukum.

Hukum adalah suatu paham yang


mengandung banyak sekali sudut seginya
dan meliputi suatu bidang yang begitu luas,
Subekti, 1982 sehingga tiada suatu definisi pun yang
dapat menangkapnya dengan lengkap
dan sempurna.
HUKUM PERDATA

PERSPEKTIF
YANG MELIHAT
HUKUM
SUATU HUKUM PIDANA
INTERNASIONAL
KEGIATAN DARI
CABANG ILMU
HUKUM

HUKUM
HUKUM TATA
ADMINISTRASI
NEGARA
NEGARA

(Hikmahanto Juwana, 2002)


HUKUM
PERBANKAN

PERSPEKTIF YG
HUKUM MELIHAT SUATU HUKUM PASAR
KESEHATAN KEGIATAN DARI MODAL
BERBAGAI
SPESIALISASI
HUKUM
KEFARMASIAN BIDANG HUKUM

HUKUM
HUKUM
KEKAYAAN
PERSAINGAN
INTELEKTUAL

(Hikmahanto Juwana, 2002)


PENGERTIAN HUKUM YANG DIBERIKAN OLEH MASYARAKAT
(Purnadi Purbacaraka, 1975)

ILMU
PENGETAHUAN

JALINAN
DISIPLIN
NILAI-NILAI

SIKAP TINDAK
KAEDAH
AJEG
HUKUM
PROSES TATA HUKUM
PEMERINTAHAN

KEPUTUSAN PETUGAS
PENGUASA

Pentingnya mengadakan identifikasi terhadap pelbagai arti hukum adalah,untuk mencegah terjadinya
kesimpangsiuran didalam melakukan studi terhadap hukum, maupun dalam penerapannya.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

 Peraturan tertulis yang memuat norma


hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam
Peraturan Perundang-undangan.

(UU No. 12 Tahun 2011, Pasal 1 angka 2 )


Jenis dan Hirarki Peraturan
Perundang-undangan
JENIS & HIRARKI
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
(UU No. 12 Tahun 2011, Pasal 7 )

UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Ketetapan MPR

Kekuatan hukum Undang-Undang/Perppu


Peraturan
Perundang-
undangan sesuai Peraturan Pemerintah
dengan hirarkinya.
Peraturan Presiden

Perda Provinsi

Perda Kabupaten/Kota
Lanjutan…
 Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh:
 MPR,
 DPR,
 DPD,
 MA,
 MK,
 BPK,
 KY,
 BI,
 Menteri,
 Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-
Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,
 DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa
atau yang setingkat.
 Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan
kewenangan.

[UU 12/2011, Pasal 8 ayat (1)]


Lanjutan…

Semua Keputusan Presiden, Keputusan


Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan
Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat
lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 97 yang sifatnya mengatur, yang
sudah ada sebelum Undang-Undang ini
berlaku, harus dimaknai sebagai
peraturan, sepanjang tidak bertentangan
dengan Undang-Undang ini.
(UU 12/2011, Pasal 100)
PENGUNDANGAN
 Pengundangan adalah penempatan Peraturan Perundang-undangan
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia,
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah,
Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.
 Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia
dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum.
 Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran
Daerah dan Berita Daerah dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah.
 Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai
kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain
di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
Asas-asas Pemberlakuan Peraturan Perundang-undangan
(Stufenbau Theory, Hans Nawiasky, Hans Kelsen)

lex supperior Peraturan yang lebih tinggi tingkatannya


derogat legi mengenyampingkan Peraturan yang
inferior lebih rendah.

lex specialis Peraturan yang bersifat khusus


derogat legi mengenyampingkan Peraturan yang bersifat
generale umum.

Peraturan yang lahir kemudian


lex posterior mengenyampingkan Peraturan yang
derogat legi priori terdahulu, jika materi muatan peraturan
tersebut sama.
Terima Kasih
PERUNDANG-UNDANGAN KESEHATAN
Kuliah-02
Tenaga Kefarmasian

Program Studi Diploma-3 Farmasi


Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
Budi Djanu Purwanto, SH, MH

Semester Gasal 2021/2022


Sistematika
 Dasar Hukum
 Praktik Kefarmasian
 Tenaga Kesehatan, Tenaga Kefarmasian, Tenaga Teknis
Kefarmasian

 Registrasi & Izin Praktik Tenaga Kesehatan

 Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia

 Komite Farmasi Nasional

 Ketentuan Pidana
DASAR HUKUM
DASAR HUKUM

UU 36/2009 tentang Kesehatan

UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan

PP 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian

Perpres 90/2017 tentang KTKI sebagaimana telah diubah


dengan Perpres 86/2019
Lanjutan …

PMK 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, & Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian sebagaimana telah diubah dengan PMK 31 Tahun 2016

PMK 80/2016 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Asisten Tenaga


Kesehatan

PMK 83/2019 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan

SE HK.02.02-MENKES-24-2017 tentang Juklak Registrasi, dan Izin Praktik Tenaga


Kefarmasian
PRAKTIK KEFARMASIAN
PRAKTIK KEFARMASIAN yang
meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan
obat tradisional harus dilakukan oleh TENAGA
tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan sesuai
KEFARMASIAN
dengan ketentuan peraturan
PRAKTIK perundang-undangan.

KEFARMASIAN

Pasal 108 FASILITAS SEDIAAN


UU 36/2009 KEFARMASIAN FARMASI
Yang dimaksud dengan “tenaga
kesehatan” dalam ketentuan ini adalah
tenaga kefarmasian sesuai dengan
keahlian dan kewenangannya. Dalam
hal tidak ada tenaga kefarmasian,
tenaga kesehatan tertentu dapat
melakukan praktik kefarmasian secara
terbatas, misalnya antara lain dokter
dan/atau dokter gigi, bidan, dan
perawat, yang dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan.
Tenaga Kesehatan,
Tenaga Kefarmasian, &
Tenaga Teknis Kefarmasian
1
TENAGA
PSIKOLOGI
11
KLINIS 2
TENAGA
TENAGA
KESEHATAN
KEPERAWATAN
TRADISIONAL

TENAGA KESEHATAN
10 3
TEKNIK setiap orang yang TENAGA
BIOMEDIKA KEBIDANAN
mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui
9 pendidikan di bidang 4
TENAGA kesehatan yang untuk jenis TENAGA
KETEKNISIAN
MEDIS tertentu memerlukan KEFARMASIAN
kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.

8 [UU 36/2014] 5
TENAGA TENAGA
KETERAPIAN KESEHATAN
FISIK MASYARAKAT

6
7
KESEHATAN
TENAGA GIZI
LINGKUNGAN
APOTEKER
Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai
Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
[PP 51/2009]
TENAGA
KEFARMASIAN
[UU 36/2014] TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN

Tenaga yang membantu Apoteker dalam


menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri
atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten
Apoteker.
[PP 51/2009]
Tenaga Teknis Kefarmasian

Sarjana Farmasi

Sarjana Farmasi
Ahli Madya Farmasi

TTK

TTK
UU PP UU Ahli Madya
23/1992 51/2009 36/2014
Farmasi
Analis Farmasi
Analis Farmasi
Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker

Asisten Tenaga
Kefarmasian
Pelimpahan Pekerjaan Kefarmasian

 tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam


kemampuan dan keterampilan yang telah
Dalam melakukan dimiliki oleh penerima pelimpahan.
pekerjaan
kefarmasian, TTK  pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap
dapat menerima di bawah pengawasan pemberi pelimpahan.
pelimpahan  pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab
pekerjaan
atas tindakan yang dilimpahkan sepanjang
kefarmasian dari
tenaga apoteker. pelaksanaan tindakan sesuai dengan
pelimpahan yang diberikan.
[Ps 65 UU 36/2014]
 tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk
pengambilan keputusan sebagai dasar
pelaksanaan tindakan.
Registrasi & Izin Praktik
Tenaga Kesehatan
Registrasi Tenaga KesehatanUU 36/2014

Ps. 44 • Setiap Tenaga


Kesehatan yang
ayat menjalankan praktik
wajib memiliki Surat
(1) Tanda Registrasi (STR). STRA bagi
Apoteker

STR
STRTTK bagi TTK

Ps. 44 • STR diberikan oleh


konsil masing-masing
ayat Tenaga Kesehatan
setelah memenuhi
(2) persyaratan.
Persyaratan Registrasi Tenaga Kesehatan

• memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan


1

• memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi


2

• memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental


3

• memiliki surat pernyataan telah mengucapkan


4 sumpah/janji profesi

• membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan


5 ketentuan etika profesi
Lanjutan …

• STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat


diregistrasi ulang setelah memenuhi persyaratan.
1
• Persyaratan Registrasi Ulang:
• memiliki STR lama;
• memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
• memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
• membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan
2 etika profesi.
• telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau vokasi di
bidangnya; dan
• memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan,
pelatihan, dan/atau kegiatan ilmiah lainnya.
perpanjangan masa berlaku STR

REGISTRASI
ULANG peralihan jenis profesi Tenaga
STR
PMK 83/2019
Kesehatan

peningkatan level kompetensi


Surat Tanda RegistrasiPermenkes 83/2019
STRA
STR
STRTTK Setiap Tenaga
Kesehatan

KTKI STR
hanya dapat
memiliki STR
pada 1 (satu)
STR STR Sementara jenis Tenaga
Kesehatan.
STR Bersyarat

Permenkes 889/2011 jo. Permenkes 31//2016:


Sebelum • STR diberikan oleh Menkes.
Terbentuk • Menkes mendelegasikan pemberian:
KTKI a. STRA kepada Komite Farmasi Nasional; dan
b. STRTTK kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Perizinan Tenaga Kesehatan
• Setiap Tenaga Kesehatan yang
Ps. 46 menjalankan praktik di bidang
ayat (1) pelayanan kesehatan wajib
memiliki izin.

Ps. 46 • Izin diberikan dalam bentuk


ayat (2) Surat Izin Praktik (SIP). SIPA bagi

SIP
Apoteker
•SIP diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/ kota atas rekomendasi pejabat SIPTTK bagi TTK
Ps. 46 kesehatan yang berwenang di
ayat (3) kabupaten/kota tempat Tenaga
Kesehatan menjalankan praktiknya.
•Untuk mendapatkan, Tenaga Kesehatan
Ps. 46 harus memiliki;
•STR yang masih berlaku;
ayat (4) •Rekomendasi dari Organisasi Profesi;
•tempat praktik.
Lanjutan …

Ps. 46
• SIP berlaku hanya untuk
ayat
(5) 1 (satu) tempat.

• SIP masih berlaku sepanjang:


Ps. 46 • STR masih berlaku; dan
ayat • tempat praktik masih sesuai
(6) dengan yang tercantum dalam
SIP.
Surat Edaran Menkes

Nomor HK.02.02/Menkes/24/2017
tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
31 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 Tentang
Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
Surat Izin Praktik Apoteker

Fasilitas PRODUKSI • 1 SIPA

Fasilitas DISTRIBUSI • 1 SIPA

Fasilitas PELAYANAN • 3 SIPA


Surat Izin Praktik TTK

TENAGA TEKNIS
KEFARMASIAN yang
menjalankan
pekerjaan kefarmasian
di fasilitas kefarmasian
dapat diberikan untuk
paling banyak 3 (tiga)
tempat fasilitas
•3 SIPTTK
kefarmasian, berupa:
1. SIPTTK Kesatu;
2. SIPTTK Kedua; dan/atau
3. SIPTTK Ketiga.
Permohonan SIPTTK

1) fotokopi STRTTK dengan menunjukkan STRTTK asli;


2) surat pernyataan apoteker atau pimpinan tempat pemohon
melaksanakan pekerjaan kefarmasian;
3) surat persetujuan dari atasan langsung bagi tenaga teknis
kefarmasian yang akan melaksanakan pekerjaan
kefarmasian di fasilitas kefarmasian.;
4) surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun
Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
5) pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 3 (tiga) lembar.
Lanjutan ...

 Dalam hal tenaga teknis kefarmasian mengajukan permohonan untuk:


1) SIPTTK Kedua melampirkan fotokopi SIPTTK Kesatu; dan
2) SIPTTK Ketiga melampirkan fotokopi SIPTTK Kesatu dan SIPTTK Kedua.
 Dalam mengajukan permohonan SIPTTK harus dinyatakan secara tegas permintaan
SIPTTK untuk tempat pekerjaan kefarmasian kesatu, kedua, atau ketiga.
 Kepala Dinas Kesehatan atau penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
kabupaten/kota harus menerbitkan SIPTTK paling lama 20 (dua puluh) hari kerja
sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.
Lanjutan ...

 Untuk mendapat surat izin, Tenaga Kefarmasian harus memiliki:


a. STRA, STRA Khusus, atau STRTTK yang masih berlaku;
b. tempat atau ada tempat untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian atau
fasilitas kefarmasian atau Fasilitas Kesehatan yang memiliki izin; dan
c. rekomendasi dari Organisasi Profesi setempat.
 Surat Izin batal demi hukum apabila Pekerjaan Kefarmasian dilakukan
pada tempat yang tidak sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin.
Formulir 13
SURAT IZIN PRAKTIK TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN (SIPTTK) KESATU/KEDUA/KETIGA **)
NOMOR .................................................................................

Yang bertanda tangan di bawah ini, Kepala Dinas Kesehatan/penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu*) Kabupaten/Kota
…………...................... memberikan Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian Kesatu/Kedua/Ketiga **) kepada:
Nama Lengkap : ....................................................................................
Tempat, tanggal lahir : ....................................................................................
Alamat Rumah : ...................................................................................
No. STRTTK : ..................................................................................
Masa berlaku STRTTK sampai : ............................................(tanggal/bulan/tahun)
Untuk melakukan praktik di:
Nama Fasilitas Kefarmasian : ...................................................................................
Alamat : ...................................................................................
Waktu Praktik**) : Hari : .................... Jam : .................... s.d. ................
Masa berlaku SIPTTK : ............................................(tanggal/bulan/tahun)

Dengan ketentuan sebagai berikut :


1. Penyelenggaraan pekerjaan/praktik kefarmasian di fasilitas kefarmasian harus mengikuti standar dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta ketentuan peraturan perundangundangan.
2. SIPTTK ini batal demi hukum apabila bertentangan dengan angka 1 di atas dan pekerjaan/praktik kefarmasian dilakukan tidak
sesuai dengan yang tercantum dalam SIPTTK.

Dikeluarkan di : ………………………………
Pada tanggal : ………………………………
Pas Foto Kepala Dinas Kesehatan/penyelenggara
Pelayanan Terpadu Satu Pintu*)
4x6 Kabupaten / Kota ……………………………

(…………………………………..................)
NIP………………………………….............
Tembusan :
1. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2. Ketua Komite Farmasi Nasional
3. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi ……………………………
4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota …………………………… (jika Izin dikeluarkan oleh penyelenggara Pelayanan Terpadu
Satu Pintu) 5. Organisasi Profesi
• penilaian keabsahan ijazah oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendidikan;
• surat keterangan sehat flsik dan mental;
dan
• surat pernyataan untuk mematuhi dan
melaksanakan ketentuan etika profesi.

Penilaian
Kelengkapan
STR
WNI [WNI]
Tenaga Administratif
Kesehatan
EVALUASI
KOMPETENSI
Lulusan Penilaian
Luar Negari Kemampuan STR
WNA untuk Sementara
melakukan [WNA]
Praktik

uji kompetensi sesuai dengan


ketentuan Peraturan Perundang-
undangan
KTKI
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia UU 36/2014

Untuk meningkatkan mutu Praktik Tenaga Kesehatan serta untuk


memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Tenaga
Kesehatan dan masyarakat, dibentuk Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.

Keanggotaan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia merupakan


pimpinan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.

Keanggotaan Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan terdiri atas unsur:


• Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan;
• Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan;
• Organisasi Profesi;
• Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan;
• Asosiasi institusi pendidikan Tenaga Kesehatan;
• Asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan; dan
• Tokoh masyarakat.

KETUA

WAKIL KETUA
MERANGKAP
ANGGOTA

ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
Tugas & Wewenang
Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan

melakukan registrasi Tenaga Kesehatan menyetujui atau menolak permohonan


sesuai dengan bidang tugasnya; registrasi Terraga Kesehatan;

melakukan pembinaan Tenaga


menerbitkan atau mencabut surat
Kesehatan dalam menjalankan praktik tanda registrasi;
Tenaga Kesehatan;
menyelidiki dan menangani
menyusun Standar Nasional masalah yang berkaitan dengan
TUGAS WEWENANG
Pendidikan Tenaga Kesehatan; pelanggaran disiplin profesI Tenaga
Kesehatan;
menetapkan dan memberikan sanksi
menyusun standar praktik dan standar disiplin profesi Tenaga Kesehatan;
kompetensi Tenaga Kesehatan; dan dan

memberikan pertimbangan pendirian


menegakkan disiplin praktik Tenaga atau penutupan institusi pendidikan
Kesehatan. Tenaga Kesehatan.
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan sebanyak I (satu) orang;
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pendidikan tinggi sebanyak 1 (satu) orang;

Organisasi profesi sebanyak 2 (dua) orang;


Anggota
Konsil Kolegium sebanyak 2 (dua) orang;

Kefarmasian Asosiasi institusi pendidikan sebanyak I (satu) orang;

Asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan sebanyak 1(satu) orang;


dan

Tokoh masyarakat sebanyak 1 (satu) orang.


Masa Transisi
➢ Berdasarkan ketentuan Pasal 89 UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan, ditetapkan bahwa MAJELIS TENAGA KESEHATAN INDONESIA dan
KOMITE FARMASI NASIONAL sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan tetap melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya sampai
terbentuknya Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia;
➢ Berdasarkan ketentuan Pasal 18 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 83
Tahun 2019 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, ditetapkan bahwa
Penyelenggaraan Registrasi Tenaga Kesehatan tetap dilaksanakan oleh KOMITE
FARMASI NASIONAL dan MAJELIS TENAGA KESEHATAN INDONESIA sampai
dengan diangkatnya anggota konsil masing-masing Tenaga Kesehatan dan dapat
melaksanakan tugas.
➢ Penyelenggaraan Registrasi Tenaga Kefarmasian mengikuti prosedur sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian sampai dengan
diangkatnya anggota konsil masing-masing Tenaga Kesehatan dan dapat
melaksanakan tugas.
KFN
Anggota Komite
Farmasi Nasional
dan Majelis Tenaga
Kesehatan
Indonesia tetap
melaksanakan
tugasnya sampai  Komite Farmasi Nasional, yang
dengan selanjutnya disingkat KFN adalah
diangkatnya lembaga yang dibentuk oleh Menteri
anggota konsil Kesehatan yang berfungsi untuk
masing-masing meningkatkan mutu APOTEKER dan
tenaga kesehatan. TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN dalam
melakukan pekerjaan kefarmasian pada
Pasal 89 UU 36/2014 fasilitas kefarmasian.
Tugas & Susunan Organisasi KFN

Divisi Sertifikasi dan


Sertifikasi dan Registrasi.
Registrasi.

Pendidikan dan
Divisi Pendidikan dan
Pelatihan
berkelanjutan. Pelatihan berkelanjutan.

Pembinaan dan Divisi Pembinaan dan


Pengawasan. Pengawasan.
KETENTUAN PIDANA
Ketentuan Pidana UU 36/2009

Pasal 198
 Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana
dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Ketentuan Pidana UU 36/2014

 Setiap Tenaga Kesehatan yarg dengan sengaja menjalankan praktik tanpa


memiliki STR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dipidana
dengan pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah). (Pasal 85 ayat 1)

 Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang dengan sengaja


memberikan pelayanan kesehatan tanpa memiliki STR Sementara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dipidana dengan pidana
denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 85 ayat 2)

 Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik tanpa memiliki izin


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dipidana dengan pidana
denda paling banyak Rp100.000,000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 86 ayat 1)

 Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang dengan sengaja


memberikan pelayanan kesehatan tanpa memiliki SIP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 86 ayat 2)
Ketentuan Pidana UU 36/2014

 Setiap orang yang bukan Tenaga Kesehatan melakukan praktik


seolah-olah sebagai Tenaga Kesehatan yang telah memiliki izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun. (Pasal 83)

 Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang


mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
(Pasal 84 ayat 1)

 Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Kesehatan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. (Pasal 84
ayat 2)
Terima Kasih
PERUNDANG-UNDANGAN KESEHATAN
Kuliah-03
Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi

Program Studi Diploma-3 Farmasi


Fakultas Farmasi Universitas Pancasila

Budi Djanu Purwanto, SH, MH

Semester Gasal 2021/2022


Sistematika

 Dasar Hukum
 Fasilitas Kefarmasian & Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi
 Penanggung Jawab & Standar Prosedur Operasional
 Industri Farmasi
 Industri & Usaha Obat Tradisional
 Industri Kosmetik
 Ketentuan Pidana
DASAR HUKUM
PP 17/1986 Kewenangan Pengaturan, Pembinaan, dan Pengembangan
Industri

UU 5/1997 Psikotropika

UU 35/2009 Narkotika

DASAR UU 36/2009 Kesehatan


PP 51/2009 Pekerjaan Kefarmasian
HUKUM
UU 11/2020 Cipta Kerja
PP 5/2021 Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko

PMK 1175/Menkes/Per/VIII/2010 Izin Produksi Kosmetik


PMK 1799/Menkes/Per/XII/2010 Industri Farmasi
PMK 006/2012 Industri dan Usaha Obat Tradisional
PMK 26/2018 Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor
Kesehatan
PMK 14/2021 Standar Kegiatan Usaha Dan Produk Pada Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan
PP
Pelaksanaan Kewenangan Pembinaan
17/1986 dan Pengembangan Industri Tertentu

Industri-industri : 1) penyulingan minyak bumi, 2) pencairan gas alam, 3) pengolahan bahan galian
bukan logam tertentu, 4) pengolahan bijih timah menjadi ingot timah, 5) pengolahan bauksit meniadi
alumina, 6) pengolahan bijih logam mulia menjadi logam mulia. 7) pengolahan bijih tembaga
menjadi ingot tembaga, 8) pengolahan bahan galian logam mulia lainnya menjadi ingot logam, 9)
pengolahan bijih nekel menjadi ingot nekel, diserahkan kepada MENTERI PERTAMBANGAN
DAN ENERGI

Industri-industri : 1) gula pasir dari tebu, 2) ekstraksi kelapa sawit, 3)


penggilingan padi dan penyosohan beras, 4) pengolahan ikan di laut, 5)
teh hitam dan teh hijau, 6) vaksin, sera, dan bahan-bahan diagnostika
biologis untuk hewan, diserahkan kepada MENTERI PERTANIAN

Industri bahan obat dan obat jadi termasuk obat


asli Indonesia, diserahkan kepada MENTERI
KESEHATAN
FASILITAS
KEFARMASIAN
Fasilitas KefarmasianPP 51/2009

FASILITAS KEFARMASIAN
Fasilitas FASILITAS PRODUKSI
Kefarmasian SEDIAAN FARMASI
adalah
sarana yang
FASILITAS DISTRIBUSI
digunakan SEDIAAN FARMASI
untuk
melakukan
Pekerjaan FASILITAS PELAYANAN
SEDIAAN FARMASI
Kefarmasian.
Fasilitas Produksi Sediaan FarmasiPP 51/2009

FASILITAS
PRODUKSI Industri Farmasi
SEDIAAN Obat

FASILITAS PRODUKSI
FARMASI
adalah sarana Industri Bahan
yang
Baku Obat GMP
digunakan
untuk
memproduksi Industri Obat STANDAR

obat, bahan Tradisional PROSEDUR


OPERASIONAL

baku obat,
obat Pabrik Kosmetik
tradisional, dan
kosmetika.
STANDAR USAHA

1) Ruang Lingkup
Industri Farmasi
2) Istilah dan Definisi
3) Penggolongan Usaha
Industri Ekstrak Bahan Alam
4) Persyaratan Umum Usaha
5) Persyaratan Khusus Usaha
Industri Obat Tradisional
PMK 6) Sarana
14/2021 7) Struktur Organisasi SDM dan SDM
Usaha Kecil Obat Tradisioanl
8) Pelayanan
Usaha Mikro Obat Tradisional 9) Persyaratan Produk/Proses/Jasa
10)Sistem Manajemen Usaha
Industri Kosmetika 11)Penilaian kesesuaian dan
pengawasan
PENANGGUNG JAWAB
& STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
Penanggung Jawab Fasilitas Produksi
Apt. PJ
Produksi
Apt. PJ
Obat &
Pengawasan
Bahan Obat Mutu
Apt. PJ
Pemastian
Mutu

Golongan A Apoteker
Fasilitas Produksi Kosmetika
Golongan B TTK

IOT Apoteker

Obat
UKOT TTK
Tradisional

UMOT TTK
Penanggung Jawab & Standar Prosedur Operasional
Di Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi
(PP 51/2009)

Pasal 7
(1) Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki
Apoteker penanggung jawab.
(2) Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.

Pasal 11
(1) Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 harus menetapkan Standar Prosedur Operasional.

(2) Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui
secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
di bidang farmasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
INDUSTRI FARMASI
Cara Pembuatan Obat yang Baik

OBAT adalah bahan


atau paduan bahan, Cara Pembuatan
termasuk produk Obat yang Baik yang
biologi, yang
selanjutnya disingkat
digunakan untuk
mempengaruhi atau CPOB adalah cara
menyelidiki sistem pembuatan obat
fisiologi atau dan/atau bahan obat
keadaan patologi PBPOM No.
yang bertujuan untuk 34/2018 ttg
dalam rangka
penetapan memastikan agar Pedoman
diagnosis, mutu obat dan/atau CPOB
pencegahan, bahan obat yang
penyembuhan, dihasilkan sesuai
pemulihan,
dengan persyaratan
peningkatan
kesehatan dan dan tujuan
kontrasepsi untuk penggunaan
manusia.
Izin Usaha Industri Farmasi
dan
Izin Usaha Industri Farmasi Bahan Obat
Pasal 5
(1) Industri Farmasi dan Industri Farmasi Bahan Obat diselenggarakan
oleh Pelaku Usaha nonperseorangan berupa perseroan terbatas.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bagi pemohon Izin Usaha Industri Farmasi dan Izin Usaha
Industri Farmasi Bahan Obat milik Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3) Persyaratan untuk memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi dan
Izin Usaha Industri Farmasi Bahan Obat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan huruf b yaitu Sertifikat Produksi
Industri Farmasi atau Sertifikat Produksi Industri Farmasi Bahan
Obat.
UU 5/1997

Psikotropika hanya dapat


diproduksi oleh pabrik obat
yang telah memiliki izin
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
UU 35/2009

Menteri memberi izin khusus


untuk memproduksi Narkotika
kepada Industri Farmasi tertentu
yang telah memiliki izin sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan setelah
dilakukan audit oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
INDUSTRI & USAHA
OBAT TRADISIONAL
Dalam rangka
memberikan iklim
usaha yang kondusif IOT
(Industri Obat
bagi produsen obat Tradisional)
INDUSTRI
tradisional perlu IEBA
dilakukan (Industri Ekstrak
Bahan Alam)
pengaturan industri
PEMBUATAN UKOT
dan usaha obat OBAT (Usaha Kecil Obat
TRADISIONAL
tradisional dengan Tradisional)

memperhatikan UMOT

keamanan, (Usaha Mikro Obat


Tardisional)
USAHA
khasiat/manfaat,
Usaha Jamu
dan mutu obat Racikan
tradisional yang
dibuat. Usaha Jamu
Gendong
PMK 006/2012
IOT, industri yang membuat semua bentuk
INDUSTRI sediaan obat tradisional.

DI BIDANG
OBAT
TRADISIONAL IEBA, industri yang khusus membuat sediaan
dalam bentuk ekstrak sebagai produk akhir
UKOT, usaha yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional,
kecuali bentuk sediaan tablet dan efervesen, suppositoria, dan kapsul
lunak

USAHA UMOT, usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam
bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan
DI BIDANG USAHA JAMU RACIKAN, usaha yang dilakukan oleh depot jamu
OBAT atau sejenisnya yang dimiliki perorangan dengan melakukan
pencampuran sediaan jadi dan/atau sediaan segar obat tradisional
TRADISIONAL untuk dijajakan langsung kepada konsumen

USAHA JAMU GENDONG, usaha yang dilakukan oleh perorangan


dengan menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk cairan yang
dibuat segar dengan tujuan untuk dijajakan langsung kepada konsumen
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik

OBAT TRADISIONAL CPOTB adalah


adalah bahan atau seluruh aspek
ramuan bahan yang kegiatan
berupa bahan PBPOM HK.03.1.23.06.11.5629
pembuatan obat
tumbuhan, bahan Tahun 2011 ttg Persyaratan
hewan, bahan
tradisional yang Teknis CPOTB.
mineral, sediaan bertujuan untuk
sarian (galenik), menjamin agar
atau campuran dari produk yang
bahan tersebut yang dihasilkan
secara turun senantiasa
temurun telah memenuhi PBPOM 26/2018 ttg Pelayanan
digunakan untuk Perizinan Berusaha Terintegrasi
persyaratan mutu
pengobatan, dan Secara Elektronik Sektor Obat
dapat diterapkan yang ditetapkan Dan Makanan – CPOTB
sesuai dengan sesuai dengan Bertahap.
norma yang berlaku tujuan
di masyarakat. penggunaannya.
Sanitasi & Higiene,
Dokumentasi
Izin UKOTPMK 26/2018

 UKOT diselenggarakan oleh Pelaku Usaha non perseorangan sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Persyaratan untuk memperoleh Izin UKOT yaitu Sertifikat Produksi UKOT.
 Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi UKOT terdiri atas:
a. Rencana Produksi UKOT; dan
b. memiliki paling rendah Tenaga Teknis Kefarmasian berkewarganegaraan
Indonesia sebagai penanggung jawab teknis atau memiliki paling rendah
tenaga teknis kefarmasian yang memiliki sertifikat pelatihan atau apoteker
berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung jawab teknis bagi UKOT
yang memproduksi kapsul dan/atau cairan obat.
Lanjutan…

 Rencana Produksi UKOT adalah dokumen yang diajukan oleh Pelaku


Usaha yang berisi antara lain penjabaran dari produk dan pengembangan,
sarana produksi, serta kegiatan penyelenggaraan UKOT.

 Sertifikat Produksi UKOT dan Sertifikat Produksi UMOT adalah persetujuan


untuk melakukan produksi, pengembangan produk dan sarana produksi
dan/atau riset yang digunakan untuk pelaksanaan percepatan
pengembangan UKOT dan UMOT.
Izin UMOTPMK 26/2018

 UMOT diselenggarakan oleh Pelaku Usaha perseorangan atau


nonperseorangan.
 Pelaku Usaha non perseorangan sebagaimana dimaksud dikecualikan
untuk perseroan terbatas.
 Persyaratan untuk memperoleh Izin UMOT yaitu Sertifikat Produksi UMOT.
 Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi UMOT terdiri atas:
a. daftar sediaan Obat Tradisional yang akan diproduksi; dan
b. memiliki paling rendah tenaga teknis kefarmasian atau tenaga kesehatan
tradisional jamu berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung jawab
teknis.
INDUSTRI KOSMETIK
Golongan A, Industri Kosmetik yang dapat
membuat semua bentuk dan jenis kosmetik.

Golongan B, Industri kosmetik yang dapat


membuat bentuk dan jenis kosmetik tertentu
dengan menggunakan teknologi sederhana.
Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik
KOSMETIKA adalah
bahan atau sediaan
yang dimaksudkan
untuk digunakan
Cara Pembuatan
pada bagian luar
Kosmetika yang Baik
tubuh manusia seperti
yang selanjutnya
epidermis, rambut,
disingkat CPKB adalah
kuku, bibir dan organ
seluruh aspek kegiatan
genital bagian luar,
atau gigi dan
pembuatan Kosmetika PBPOM No.
yang bertujuan untuk 25/2019 ttg
membran mukosa
menjamin agar produk
mulut terutama untuk
yang dihasilkan
Pedoman
membersihkan,
senantiasa memenuhi CPKB
mewangikan,
persyaratan mutu yang
mengubah ditetapkan sesuai
penampilan dan/atau dengan tujuan
memperbaiki bau penggunaannya.
badan atau
melindungi atau
memelihara tubuh
pada kondisi baik.
Sertifikat Produksi Kosmetika

 SERTIFIKAT PRODUKSI KOSMETIKA adalah persetujuan untuk


melakukan produksi atau pemanfaatan sumber daya produksi,
melaksanakan pendidikan dan pelatihan, dan/atau penelitian dan
pengembangan sesuai dengan rencana produksi yang digunakan
untuk pelaksanaan percepatan pengembangan Industri
Kosmetika.

 RENCANA PRODUKSI KOSMETIKA adalah dokumen yang diajukan


oleh Pelaku Usaha yang berisi antara lain penjabaran dari produk
dan pengembangan, sarana produksi, serta kegiatan
penyelenggaraan Industri Kosmetika.
Lanjutan ...

Pasal 13
(1) Sertifikat Produksi Kosmetika diajukan oleh Industri Kosmetika.
(2) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi Kosmetika golongan A
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf h terdiri atas:
a. Rencana Produksi Kosmetika; dan
b. memiliki paling rendah 1 (satu) orang apoteker berkewarganegaraan Indonesia
sebagai penanggung jawab teknis;
(3) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi Kosmetika golongan B
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf h terdiri atas:
a. Rencana Produksi Kosmetika; dan
b. memiliki paling rendah 1 (satu) orang tenaga teknis kefarmasian
berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung jawab teknis.
PEMBUATAN
SUPLEMEN KESEHATAN
Harus
industri farmasi
memenuhi
Cara CPOB
INDUSTRI
YANG Pembuatan
yang Baik
DAPAT industri dan usaha sesuai CPOTB
MEMBUAT obat tradisional dengan
SUPLEMEN ketentuan
KESEHATAN peraturan
perundang CPPOB
industri pangan -undangan
PEMBUATAN OBAT
KUASI
Harus
memenuhi
Industri Cara
INDUSTRI Farmasi Pembuatan CPOB
YANG yang Baik
DAPAT sesuai
MEMBUAT dengan
OBAT KUASI ketentuan
Industri Obat
peraturan CPOTB
perundang
Tradisional -undangan
KETENTUAN PIDANA
KETENTUAN PIDANA
(UU Kesehatan36/2009)

Pasal • Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara

196 paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).

Pasal •Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan


sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana

197
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal • Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan


untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda
198 paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
UU 11/2020 ttg Cipta Kerja

Pasal 1 angka 4
Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk
memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.

Pasal 106
(1) Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi dan
alat kesehatan harus memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(2) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Terima Kasih
PERUNDANG-UNDANGAN KESEHATAN
Kuliah-04
Fasilitas Distribusi Sediaan Farmasi
Program Studi Diploma-3 Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
Budi Djanu Purwanto, SH, MH

Semester Gasal 2021/2022


SISTEMATIKA
1. Dasar Hukum
2. Fasilitas Distribusi Sediaan Farmasi
3. Standar Usaha
4. Pedagang Besar Farmasi & Pedagang Besar Farmasi Cabang
5. Perizinan
6. Apoteker Penanggung Jawab dan Standar Prosedur Operasional
7. Pengadaan
8. Penyimpanan
9. Penyaluran
10. Dokumentasi
11. Larangan, Pembatasan, Ketentuan Lain
12. Pembinaan dan Pengawasan
13. Cara Distribusi Obat yang Baik
14. Sanksi Administratif & Ketentuan Pidana
15. Pedoman Teknis CDOB
DASAR HUKUM
 UU 5/1997 Psikotropika.

 UU 35/2009 Narkotika.
 PP 40/2013 Pelaksanaan UU No. 35/2009

 UU 36/2009 Kesehatan.
 PP 51/2009 Pekerjaan Kefarmasian.

 UU 11/2020 Cipta Kerja


 PP 5/2021 Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
 PMK 1148/Menkes/Per/VI/2011 Pedagang Besar Farmasi.
 PMK 34/2014 Perubahan Atas Permenkes 1148/Menkes/Per/VI/2011 Pedagang Besar
Farmasi.
 PMK 30/2017 Perubahan Kedua Atas Permenkes 1148/Menkes/Per/VI/2011 Pedagang Besar
Farmasi.
 PMK 26/2018 Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor
Kesehatan.
 PBPOM 9/2019 Pedoman Teknis CDOB sebagaimana telah diubah dengan PBPOM
6/2020.
 PMK 14/2021 Standar Kegiatan Usaha Dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan
Fasilitas Distribusi Sediaan Farmasi PP 51/2009

PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF)

FASILITAS DISTRIBUSI Perusahaan berbentuk badan hukum yang


memiliki izin untuk pengadaan,
atau Penyaluran penyimpanan, penyaluran obat dan/atau
Sediaan bahan obat dalam jumlah besar sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
Farmasi adalah
sarana yang
undangan.
PMK 26/2018 CDOB
digunakan untuk
mendistribusikan atau
menyalurkan Sediaan
Farmasi, yaitu STANDAR
INSTALASI SEDIAAN FARMASI PROSEDUR
Pedagang Besar OPERASIONAL
Farmasi dan
Milik Pemerintah
Instalasi Sediaan Milik Pemda Provinsi
Farmasi. Milik Pemda Kabupaten/Kota
STANDAR USAHA

1) Ruang Lingkup
2) Istilah dan Definisi
3) Penggolongan Usaha
4) Persyaratan Umum Usaha
PEDAGANG 5) Persyaratan Khusus Usaha
6) Sarana
BESAR 7) Struktur Organisasi SDM dan SDM
FARMASI 8) Pelayanan
9) Persyaratan Produk/Proses/Jasa
10)Sistem Manajemen Usaha
11)Penilaian kesesuaian dan
pengawasan
Sertifikat Distribusi Farmasi diajukan oleh PBF.

PBF sebagaimana dimaksud diselenggarakan oleh Pelaku Usaha


nonperseorangan berupa perseroan terbatas atau koperasi.

PMK SERTIFIKAT DISTRIBUSI FARMASI adalah persetujuan untuk melakukan


26/2018 pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam
jumlah besar oleh PBF.

SERTIFIKAT DISTRIBUSI CABANG FARMASI adalah persetujuan untuk melakukan


pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam
jumlah besar oleh PBF Cabang.
PERIZINAN

(Sertifikat Distribusi PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan dari PBF pusat
Farmasi)
untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau
bahan obat dalam jumlah besar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan

Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Distribusi Farmasi yaitu


memiliki secara tetap Apoteker berkewarganegaraan Indonesia
sebagai penanggung jawab.
Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan
terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Sertifikat Distribusi
Farmasi.

Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat


PMK (1) paling lama 4 (empat) tahun.
26/2018

Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat


(1), Pelaku Usaha melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang
terintegrasi dengan sistem OSS menyampaikan:
a. rencana penyaluran; dan
PERIZINAN b. data apoteker penanggung jawab, yang meliputi Kartu Tanda
Penduduk, ijazah, STRA, surat pernyataan sanggup bekerja
(Komitmen)
penuh waktu, dan surat perjanjian kerja sama apoteker
penanggung jawab dengan Pelaku Usaha.

Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dan verifikasi paling


lama 3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan
Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
PMK 26/2018
OSS www.elic.
binfar.kem
kes.go.id
PBF
Pusat
Evaluasi
&
Verifikasi

IZIN KOMERSIAL
/OPERASIONAL
SERTIFIKAT DISTRIBUSI
FARMASI/CABANG PENDAFTARAN
NOMOR INDUK
IZIN USAHA
KOMITMEN
BERUSAHA 4 Tahun

PBF / PBF Cabang


PENOLAKAN

Evaluasi &
Verifikasi
PBF
Cabang

Pemda
Provinsi
Masa Berlaku Perizinan Berusaha
Pasal 86
(1) Izin Usaha berlaku selama Pelaku Usaha menjalankan usaha
dan/atau kegiatannya.
(2) Izin Komersial atau Operasional berlaku untuk jangka waktu 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikecualikan untuk Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi.
(4) Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi berlaku mengikuti
pemberlakuan Sertifikat Distribusi Farmasi.
Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung
jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat. Pasal 14
ayat (1)

PP 51/2009 Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana dimaksud


dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan/atau Tenaga Teknis
Kefarmasian. Pasal 14 ayat (2)

APOTEKER Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana


PENANGGUNG dimaksud dalam Pasal 14 harus menetapkan STANDAR PROSEDUR
JAWAB OPERASIONAL. Pasal 16 ayat (1)

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL harus dibuat secara tertulis dan


diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 16 ayat (2)
Apoteker penanggung jawab bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat.

Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan


peraturan perundang-undangan.
PMK
1148/2011
Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai
direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang.

Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF atau PBF


Cabang wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas
APOTEKER Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari
PENANGGUNG kerja
JAWAB
Dalam hal apoteker penanggung jawab tidak dapat melaksanakan tugas, PBF
atau PBF Cabang harus menunjuk apoteker lain sebagai pengganti sementara
yang bertugas paling lama untuk waktu 3 (tiga) bulan.

PBF atau PBF Cabang yang menunjuk apoteker lain sebagai pengganti
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
setempat dengan tembusan kepada Kepala Balai POM.
PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi
persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri.

PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri


farmasi dan/atau sesama PBF.

PMK
1148/2011 PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri
farmasi, sesama PBF dan/atau melalui importasi.

Pengadaan bahan obat melalui importasi dilaksanakan sesuai


ketentuan peraturan perundang-undangan.
PENGADAAN
PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau
bahan obat dari PBF pusat atau PBF Cabang lain yang ditunjuk oleh
PBF pusatnya.

PBF dan PBF Cabang dalam melaksanakan pengadaan obat atau


bahan obat harus berdasarkan SURAT PESANAN yang ditandatangani
apoteker penanggung jawab dengan mencantumkan nomor SIPA.
Gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang dapat berada pada lokasi yang
terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan intern oleh
direksi/pengurus dan penanggung jawab.

Dalam hal gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang berada dalam
lokasi yang terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki
Apoteker.
PMK
1148/2011
PBF dan PBF Cabang dapat melakukan penambahan gudang atau
perubahan gudang.

Setiap penambahan atau perubahan gudang PBF harus memperoleh


persetujuan dari Direktur Jenderal.
PENYIMPANAN

Setiap penambahan atau perubahan gudang PBF Cabang


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperoleh
persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

Gudang tambahan hanya melakukan kegiatan penyimpanan dan


penyaluran sebagai bagian dari PBF atau PBF Cabang.
PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berdasarkan SURAT
PESANAN yang ditandatangani apoteker pemegang SIA, apoteker penanggung
jawab, atau tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab untuk toko obat
dengan mencantumkan nomor SIPA atau SIPTTK.

Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud, penyaluran obat


berdasarkan pembelian secara elektronik (E-Purchasing) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PMK
1148/2011 PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras
berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek
atau apoteker penanggung jawab.

PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan bahan obat kepada industri
farmasi, PBF dan PBF Cabang lain, apotek, instalasi farmasi rumah sakit dan
lembaga ilmu pengetahuan.
PENYALURAN

Penyaluran sebagaimana dimaksud berdasarkan SURAT PESANAN


yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker
penanggung jawab.

Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud, surat pesanan


untuk lembaga ilmu pengetahuan ditandatangani oleh pimpinan
lembaga.
Penyaluran PSIKOTROPIKA dalam rangka peredaran hanya dapat dilakukan
oleh Pabrik Obat, Pedagang Besar Farmasi, dan Sarana Penyimpanan Sediaan
Farmasi Pemerintah.

Pedagang Besar Farmasi hanya dapat menyalurkan PSIKOTROPIKA kepada:


a. pedagang besar farmasi lainnya,
b. apotek,
• UU 5/1997
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah,
• UU 35/2009
d. rumah sakit, dan
• PMK 1148/2011
e. lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.

NARKOTIKA hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, Pedagang Besar


Farmasi, dan Sarana Penyimpanan Sediaan Farmasi Pemerintah sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang ini.

PENYALURAN
Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, dan Sarana Penyimpanan Sediaan
Farmasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin
khusus penyaluran Narkotika dari Menteri.

Pedagang Besar Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan NARKOTIKA


kepada:
a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya;
b. apotek;
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu;
d. rumah sakit; dan
e. lembaga ilmu pengetahuan.
Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan
setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kepala Balai POM.

Selain laporan kegiatan, Direktur Jenderal setiap saat dapat meminta


PMK laporan kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan
1148/2011
obat.

Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika
wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan
psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

PELAPORAN
Laporan kegiatan dan laporan narkotika dapat dilakukan secara
elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi.

Laporan setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang


berwenang.
Setiap PBF atau PBF Cabang wajib melaksanakan
dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di
tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB.
PMK
1148/2011

Dokumentasi dapat dilakukan secara elektronik.

DOKUMENTASI
Dokumen setiap saat harus dapat diperiksa oleh
petugas yang berwenang.
Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara
eceran.

Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani resep
dokter.

PMK
1148/2011 PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF
Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Fasilitas pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud meliputi:


• apotek;
• instalasi farmasi rumah sakit;
LARANGAN • puskesmas;
• klinik; atau
& • toko obat.
PEMBATASAN
PBF dan PBF Cabang tidak dapat menyalurkan obat keras
kepada toko obat.

Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan PBF Cabang dapat


menyalurkan obat dan bahan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap PBF dan PBF Cabang yang melakukan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

PMK
1148/2011
Setiap PBF atau PBF Cabang yang melakukan pengubahan kemasan
bahan obat dari kemasan atau pengemasan kembali bahan obat
dari kemasan aslinya wajib melakukan pengujian laboratorium

Dalam hal dilakukan pengubahan kemasan atau pengemasan


KETENTUAN LAIN
kembali bahan obat, PBF atau PBF Cabang wajib memiliki ruang
pengemasan ulang sesuai persyaratan CDOB.

Selain menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan


penyaluran obat dan/atau bahan obat, PBF mempunyai
fungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan
PMK pembinaan secara berjenjang terhadap segala
1148/2011 kegiatan yang berhubungan dengan peredaran
obat atau bahan obat.

PEMBINAAN Pembinaan untuk:


a. menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan
obat dan bahan obat untuk pelayanan kesehatan; dan
b. melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat atau
bahan obat yang tidak tepat dan/atau tidak memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
Pengawasan terhadap PBF dan
PMK
1148/2011
PBF Cabang oleh Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan.

Pengawasan diarahkan untuk:


PENGAWASAN
• menjamin obat dan bahan obat yang beredar
memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan; dan
• menjamin terselenggaranya penyaluran obat dan
bahan obat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
1. Peringatan.
2. Penghentian sementara kegiatan.
➢ Penghentian sementara kegiatan berlaku paling lama 21 hari
kerja.
➢ Dalam hal PBF atau PBF Cabang diberikan sanksi administratif
PMK
berupa penghentian sementara kegiatan, pengaktifan
1148/2011
kembali izin atau pengakuan dapat dilakukan jika PBF atau
PBF Cabang telah membuktikan pemenuhan seluruh
persyaratan administratif dan teknis.

SANKSI
ADMINISTRATIF
3. Pencabutan Pengakuan.
4. Pencabutan izin.
KETENTUAN PIDANA UU 36/2009

Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan


farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau
Pasal persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana
196 dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan


Pasal farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki perizinan berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana
197 penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk


Pasal melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam
198 Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
KETENTUAN PIDANA KUHP

Barangsiapa menjual, menawarkan atau menyerahkan


Pasal 386
barang makanan, minuman, atau obat-obatan yang
ayat (1) diketahuinya bahwa itu dipalsukan, sedangkan hal itu
disembunyikannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.

Barang makanan, minuman, atau obat-obatan itu


Pasal 386
ayat (2) dipalsukan, bila nilainya atau faedahnya menjadi berkurang
karena sudah dicampur dengan bahan lain.
Cara Distribusi Obat yang Baik adalah cara
distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang
bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur
distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya.

PEDOMAN
TEKNIS CDOB Sertifikat CDOB adalah dokumen sah yang merupakan
PBPOM 9/2019 bukti bahwa PBF telah memenuhi persyaratan CDOB
Jo dalam mendistribusikan obat atau bahan obat.
PBPOM 6/2020

PBF dan PBF Cabang dalam menyelenggarakan


pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman
Teknis CDOB.
Prinsip-prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) berlaku untuk
aspek pengadaan, penyimpanan, penyaluran termasuk pengembalian
obat dan/atau bahan obat dalam rantai distribusi.

Semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat dan/atau bahan obat
bertanggungjawab untuk memastikan mutu obat dan/atau bahan obat Dokumen ini
dan mempertahankan integritas rantai distribusi selama proses distribusi. menetapkan
pedoman
untuk
PRINSIP UMUM Prinsip-prinsip CDOB berlaku juga untuk obat donasi, baku pembanding distribusi obat,
CDOB dan obat uji klinis. bahan obat
PBPOM 9/2019 dan produk
Jo.
biologi
PBPOM 6/2020 Semua pihak yang terlibat dalam proses distribusi harus menerapkan termasuk
prinsip kehati-hatian (due diligence) dengan mematuhi prinsip CDOB, vaksin yang
misalnya dalam prosedur yang terkait dengan kemampuan telusur dan digunakan
identifikasi risiko.
untuk
manusia.
Harus ada kerja sama antara semua pihak termasuk pemerintah, bea
dan cukai, lembaga penegak hukum, pihak yang berwenang, industri
farmasi, fasilitas distribusi dan pihak yang bertanggung jawab untuk
penyediaan obat, memastikan mutu dan keamanan obat serta
mencegah paparan obat palsu terhadap pasien.
Manajemen Mutu

Organisasi, Manajemen, &


Personalia

Bangunan & Peralatan

Operasional

Inspeksi Diri

Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat


Kembalian, Diduga Palsu dan Penarikan
Kembali

PBF Penyelenggaraan CDOB


Transportasi

Fasilitas Distribusi Berdasar


Kontrak

Dokumentasi

Ketentuan Khusus Bahan Obat

Ketentuan Khusus PRD/CCP

Ketentuan Khusus NPP


PENANGGUNG JAWAB (1)

 Manajemen puncak di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang


penanggung jawab.
 Penanggung jawab harus memenuhi tanggung jawabnya, bertugas purna
waktu dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
 Jika penanggung jawab fasilitas distribusi tidak dapat melaksanakan
tugasnya dalam waktu yang ditentukan, maka harus dilakukan
pendelegasian tugas kepada tenaga teknis kefarmasian.
 Tenaga kefarmasian yang mendapat pendelegasian wajib melaporkan
kegiatan yang dilakukan kepada penanggung jawab.
Lanjutan …
 Penanggung jawab mempunyai uraian tugas yang harus memuat
kewenangan dalam hal pengambilan keputusan sesuai dengan tanggung
jawabnya.
 Manajemen fasilitas distribusi harus memberikan kewenangan, sumber daya
dan tanggung jawab yang diperlukan kepada penanggung jawab untuk
menjalankan tugasnya.
 Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan
kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Di samping itu, telah
memiliki pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek
keamanan, identifikasi obat dan/atau bahan obat, deteksi dan pencegahan
masuknya obat dan/atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi.
 Penanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya harus memastikan bahwa
fasilitas distribusi telah menerapkan CDOB dan memenuhi pelayanan publik.
Lanjutan …
Penanggung jawab memiliki tanggung jawab antara lain:
a) menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen mutu;
b) fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga akurasi dan
mutu dokumentasi;
c) menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan lanjutan mengenai
CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan distribusi;
d) mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan obat dan/atau
bahan obat;
e) memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif;
f) melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan;
g) meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok obat
dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual;
Lanjutan …
h) turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima
kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak yang
berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat dan/atau bahan obat;
i) memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan tersedia
tindakan perbaikan yang diperlukan;
j) mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang telah
mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak berada di
tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang terkait dengan
setiap pendelegasian yang dilakukan;
k) turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau
memusnahkan obat dan/atau bahan obat kembalian, rusak, hasil penarikan kembali
atau diduga palsu;
l) memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat dan/atau
bahan obat tertentu sesuai peraturan perundang-undangan.
OPERASIONAL
 Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus
dapat memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat
tidak hilang dan distribusinya ditangani sesuai dengan
spesifikasi yang tercantum pada kemasan.

 Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat dan


cara yang tersedia untuk memastikan bahwa sumber obat
dan/atau bahan obat yang diterima berasal dari industri
farmasi dan/atau fasilitas distribusi lain yang mempunyai izin
sesuai peraturan perundang-undangan untuk meminimalkan
risiko obat dan/atau bahan obat palsu memasuki rantai
distribusi resmi.
Kualifikasi Pemasok
1. Fasilitas distribusi harus memperoleh pasokan obat dan/atau bahan obat dari pemasok
yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari fasilitas distribusi lain, maka fasilitas
distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan
prinsip dan Pedoman CDOB.
3. Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari industri farmasi, maka fasilitas distribusi
wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip
dan Pedoman CPOB.
4. Jika bahan obat diperoleh dari industri non-farmasi yang memproduksi bahan obat
dengan standar mutu farmasi, maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok
tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip CPOB.
5. Pengadaan obat dan/atau bahan obat harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan
rantai pasokan harus diidentifikasi serta didokumentasikan.
Lanjutan …

6. Harus dilakukan kualifikasi yang tepat sebelum pengadaan dilaksanakan. Pemilihan


pemasok, termasuk kualifikasi dan persetujuan penunjukannya, merupakan hal
operasional yang penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis
dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala.
7. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur kegiatan administratif dan teknis terkait
wewenang pengadaan dan pendistribusian, guna memastikan bahwa obat hanya
diperoleh dari pemasok yang memiliki izin dan didistribusikan oleh fasilitas distribusi resmi.
8. Sebelum memulai kerjasama dengan pemasok baru, fasilitas distribusi harus melakukan
pengkajian guna memastikan calon pemasok tersebut sesuai, kompeten, dan dapat
dipercaya untuk memasok obat dan/atau bahan obat. Dalam hal ini Pendekatan
berbasis risiko harus dilakukan dengan mempertimbangkan:
a) reputasi atau tingkat keandalan serta keabsahan operasionalnya.
b) obat dan/atau bahan obat tertentu yang rawan terhadap pemalsuan.
c) penawaran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar yang biasanya hanya tersedia
dalam jumlah terbatas.
d) harga yang tidak wajar.
Kualifikasi Pelanggan

 Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat hanya
disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang untuk menyerahkan obat
ke masyarakat. Bukti kualifikasi pelanggan harus didokumentasikan dengan baik.
 Pemeriksaan dan pemeriksaan ulang secara berkala dapat mencakup tetapi
tidak terbatas pada permintaan salinan surat izin pelanggan.
 Fasilitas distribusi harus memantau tiap transaksi yang dilakukan dan melakukan
penyelidikan jika ditemukan penyimpangan pola transaksi obat dan/atau bahan
obat yang berisiko terhadap penyalahgunaan, serta untuk memastikan
kewajiban pelayanan distribusi obat dan/atau bahan obat kepada masyarakat
terpenuhi.
 Dalam melaksanakan penyelidikan, fasilitas distribusi dapat memastikan
kebenaran penyaluran melalui mekanisme pembayaran yang dilakukan oleh
pemesan.
Terima Kasih
PERUNDANG-UNDANGAN KESEHATAN

Kuliah-05
FASILITAS PELAYANAN SEDIAAN FARMASI©

Program Studi Diploma-3 Farmasi


Fakultas Farmasi Universitas Pancasila

Budi Djanu Purwanto, SH, MH


Semester Gasal 2021-2022

© Hak Cipta dilindungi Undang-Undang


DASAR HUKUM
DASAR HUKUM
 Ordonansi Obat Keras (Staatsblad 1949 No. 419);
 UU 36/2009 Kesehatan;
 UU 44/2009 Rumah Sakit
 UU 11/2020 Cipta Kerja
 PP 51/2009 Pekerjaan Kefarmasian
 PP 5/2021 Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
 PP 47/2021 Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan
 PMK 167/Kab/B.VII/72 Pedagang Eceran Obat sebagaimana telah diubah dengan KMK 1331/Menkes/SK/X/2002
 PMK 9/2014 Klinik
 PMK 72/2016 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
 PMK 73/2016 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
 PMK 74/2016 Standar Pelayanann Kefarmasian di Puskesmas sebagaimana telah diubah dengan PMK 26/2020
 PMK 9/2017 Apotek
 PMK 26/2018 Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan.
 PMK 43/2019 Pusat Kesehatan Masyarakat
 PMK 3/2020 Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
 PMK 14/2021 Standar Kegiatan Usaha Dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Sektor Kesehatan
FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN,
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN,
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL, &
STANDAR USAHA.
FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN PP 51/2009

PELAYANAN
APOTEK
KEFARMASIAN
FASILITAS adalah suatu
PELAYANAN pelayanan
KEFARMASIAN langsung dan IFRS STANDAR
adalah sarana bertanggung PELAYANAN
yang digunakan jawab kepada KEFARMASIAN
untuk pasien yang
menyelenggarakan berkaitan dengan PUSKESMAS
pelayanan Sediaan Farmasi
kefarmasian dengan maksud STANDAR
mencapai hasil PROSEDUR
yang pasti untuk KLINIK OPERASIONAL
meningkatkan
mutu kehidupan
pasien.
TOKO OBAT
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN PP 51/2009

STANDAR APOTEK PMK 73/2016


KEFARMASIAN adalah
pedoman untuk
melakukan Pekerjaan
Kefarmasian pada STANDAR
fasilitas produksi, PELAYANAN IFRS PMK 72/2016
distribusi atau KEFARMASIAN
penyaluran, dan
pelayanan
PMK 74/2016 Jo.
kefarmasian. PUSKESMAS PMK 26/2020
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Di Fasilitas Kefarmasian
[PP 51/2009]

Dalam menjalankan Pekerjaan Dalam melakukan Pekerjaan


kefarmasian pada Fasilitas Kefarmasian, Apoteker
Kefarmasian, Apoteker dapat sebagaimana dimaksud dalam
dibantu oleh Apoteker Pasal 7 (2), Pasal 14 (2), dan
pendamping dan/ atau Tenaga Pasal 20 (2) harus menetapkan
Teknis Kefarmasian. Standar Prosedur Operasional

[Ps. 7 (2); Ps. 14 (2); Ps. 20 (2)] [Ps. 11 (1); Ps 16 (1); Ps 21 (1)]
STANDAR USAHA
FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN
[PMK 14/2021]

1) Ruang Lingkup
2) Istilah dan Definisi
PMK 14/2021 3) Penggolongan Usaha
STANDAR USAHA 4) Persyaratan Umum Usaha
PP 5/2021
STANDAR KEGIATAN 5) Persyaratan Khusus Usaha
USAHA DAN PRODUK 1. TOKO OBAT 6) Sarana
PENYELENGGARAAN PADA 2. APOTEK 7) Struktur Organisasi SDM dan
PERIZINAN BERUSAHA
PENYELENGGARAAN 3. RUMAH SAKIT SDM
BERBASIS RISIKO 8) Pelayanan
PERIZINAN BERUSAHA 4. PUSKESMAS
9) Persyaratan
BERBASIS RISIKO 5. KLINIK Produk/Proses/Jasa
SEKTOR KESEHATAN 10) Sistem Manajemen Usaha
11) Penilaian kesesuaian dan
pengawasan
APOTEK
APOTEK PMK 9/2017

KHUSUS
APOTEK
adalah sarana Lokasi
pelayanan UMUM
kefarmasian
MODAL
tempat Bangunan
dilakukan
praktek APOTEKER PEMILIK MODAL Sarana, Prasarana,
kefarmasian & Peralatan
oleh Apoteker
Ketenagaan
Perizinan PMK 9/2017

Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin


dari Menteri Kesehatan.
Surat Izin Apotek
(SIA)
Menteri melimpahkan kewenangan adalah bukti tertulis
pemberian izin kepada Pemerintah sebagai izin kepada
Daerah Kabupaten/Kota.
apoteker untuk
menyelenggarakan
Izin sebagaimana dimaksud berupa Surat Izin Apotek.
Apotek (SIA).
Perizinan PMK 26/2018

Pasal 30
 Apotek diselenggarakan oleh Pelaku Usaha perseorangan.
 Pelaku Usaha perseorangan sebagaimana dimaksud yaitu Apoteker.
 Persyaratan untuk memperoleh Izin Apotek terdiri atas:
a. STRA;
b. SIPA:
c. denah bangunan;
d. daftar sarana dan prasarana; dan
e. berita acara pemeriksaan.
PenyelenggaraanPMK 9/2017 jo. PMK 73/2016
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)

PENGELOLAAN SEDIAAN
FARMASI, ALKES, & BMHP & PELAYANAN
FARMASI KLINIK

PENERIMAAN RESEP
PERENCANAAN DISPENSING
PENGADAAN PIO
PENERIMAAN KONSELING
PENYIMPANAN YANFAR DI RUMAH
PEMUSNAHAN PTO
PENGENDALIAN MESO
PENCATATAN & PELAPORAN
Lanjutan …

1) Apotek hanya dapat menyerahkan Sediaan Farmasi,


Alkes, dan BMHP kepada:
a. Apotek lainnya;
b. Puskesmas;
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
d. Instalasi Farmasi Klinik;
e. dokter;
f. bidan praktik mandiri;
g. pasien; dan
h. masyarakat.
Lanjutan …
2) Penyerahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai
dengan huruf d hanya dapat dilakukan untuk memenuhi
kekurangan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai dalam hal:
a. terjadi kelangkaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai di fasilitas distribusi; dan
b. terjadi kekosongan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai di fasilitas pelayanan kesehatan.
3) Penyerahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e sampai
dengan huruf h hanya dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Lanjutan …

 Apotek wajib memasang papan nama yang terdiri atas:


a. papan nama Apotek, yang memuat paling sedikit informasi mengenai
nama Apotek, nomor SIA, dan alamat; &

b. papan nama praktik Apoteker, yang memuat paling sedikit informasi


mengenai nama Apoteker, nomor SIPA, dan jadwal praktik Apoteker.

 Papan nama harus dipasang di dinding bagian depan


bangunan atau dipancangkan di tepi jalan, secara jelas
dan mudah terbaca.
 Jadwal praktik Apoteker harus berbeda dengan jadwal
praktik Apoteker yang bersangkutan di fasilitas
kefarmasian lain.
Lanjutan …
 APOTEKER pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat dibantu oleh:
 Apoteker lain,
 Tenaga Teknis Kefarmasian,
 Asisten Tenaga Kefarmasian dan/atau
 Tenaga Administrasi.

 Jika Apotek membuka layanan 24 (dua puluh empat) jam, maka harus memiliki paling sedikit
2 (dua) orang Apoteker

 Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin praktik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Setiap Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus bekerja sesuai dengan
standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi,
menghormati hak pasien dan mengutamakan kepentingan pasien.

 Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Apotek harus menjamin ketersediaan


Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu,
bermanfaat, dan terjangkau.
Lanjutan …
(1) Apoteker wajib melayani Resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian
profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.

(2) Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat merek dagang, maka Apoteker
dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.

(3) Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di Apotek atau pasien tidak mampu
menebus obat yang tertulis di dalam Resep, Apoteker dapat mengganti obat
setelah berkonsultasi dengan dokter penulis Resep untuk pemilihan obat lain.

(4) Apabila Apoteker menganggap penulisan Resep terdapat kekeliruan atau tidak
tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis Resep.

(5) Apabila dokter penulis Resep sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tetap pada
pendiriannya, maka Apoteker tetap memberikan pelayanan sesuai dengan Resep
dengan memberikan catatan dalam Resep bahwa dokter sesuai dengan
pendiriannya.
Lanjutan …
(1) Pasien berhak meminta salinan Resep.
(2) Salinan Resep harus disahkan oleh Apoteker.
(3) Salinan Resep harus sesuai aslinya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Resep bersifat rahasia.
(5) Resep harus disimpan di Apotek dengan baik paling singkat 5
(lima) tahun.
(6) Resep atau salinan Resep hanya dapat diperlihatkan kepada
dokter penulis Resep, pasien yang bersangkutan atau yang
merawat pasien, petugas kesehatan atau petugas lain yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Lanjutan …
(1) Pengadaan obat dan/atau bahan obat di Apotek
menggunakan surat pesanan yang mencantumkan
SIA.
(2) Surat pesanan harus ditandatangani oleh Apoteker
pemegang SIA dengan mencantumkan nomor SIPA.
(3) Apotek dapat bekerja sama dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan asuransi
lainnya.
(4) Kerja sama dilakukan berdasarkan rekomendasi dinas
kesehatan kabupaten/kota.
Pengalihan Tanggung Jawab PMK 9/2017
(1) Apabila Apoteker pemegang SIA meninggal dunia, ahli waris
Apoteker wajib melaporkan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
(2) Pemerintah Daerah kabupaten/kota harus menunjuk Apoteker lain
untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan.
(3) Apoteker lain tersebut wajib melaporkan secara tertulis terjadinya
pengalihan tanggung jawab kepada Pemerintah Daerah
kabupaten/kota dalam jangka waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh
empat) jam dengan menggunakan Formulir 7.
(4) Pengalihan tanggung jawab disertai penyerahan dokumen Resep
Apotek, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci
penyimpanan narkotika dan psikotropika.
Pembinaan PMK 9/2017

Pembinaan dilakukan oleh Menteri,


kepala dinas kesehatan provinsi dan
kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
secara berjenjang sesuai dengan
kewenangannya terhadap segala
kegiatan yang berhubungan dengan
pelayanan kefarmasian di Apotek.
Pengawasan PMK 9/2017
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh
Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
melibatkan Organisasi Profesi.
(3) Pengawasan selain dilaksanakan oleh Menteri, kepala dinas kesehatan
provinsi, dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, khusus terkait
dengan pengawasan sediaan farmasi dalam pengelolaan sediaan farmasi
dilakukan juga oleh Kepala BPOM sesuai dengan tugas dan fungsi masing-
masing.
(4) Selain pengawasan sebagaimana dimaksud, Kepala BPOM dapat
melakukan pemantauan, pemberian bimbingan, dan pembinaan
terhadap pengelolaan sediaan farmasi di instansi pemerintah dan
masyarakat di bidang pengawasan sediaan farmasi.
Sanksi Administratif PMK 9/2017

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam


Peraturan Menteri ini dapat dikenai sanksi
administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan; dan
c. pencabutan SIA.
Lanjutan …
(1) Pencabutan SIA dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
berdasarkan:
a. hasil pengawasan; dan/atau

b. rekomendasi Kepala Balai POM.

(2) Pelaksanaan pencabutan SIA dilakukan setelah dikeluarkan teguran


tertulis berturut-turut sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu
masing-masing 1 (satu) bulan.
(3) Dalam hal Apotek melakukan pelanggaran berat yang membahayakan
jiwa, SIA dapat dicabut tanpa peringatan terlebih dahulu.
(4) Keputusan Pencabutan SIA oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
disampaikan langsung kepada Apoteker dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal, kepala dinas kesehatan provinsi, dan Kepala Badan.
(5) Dalam hal SIA dicabut selain oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, selain
ditembuskan kepada sebagaimana dimaksud pada ayat (4), juga
ditembuskan kepada dinas kabupaten/kota.
INSTALASI FARMASI
RUMAH SAKIT
Instalasi Farmasi Rumah Sakit UU 44/2009

harus menjamin ketersediaan sediaan


Lokasi farmasi dan alat kesehatan yang
bermutu, bermanfaat, aman dan
terjangkau.

Bangunan
Prasarana harus mengikuti STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN.

Persyaratan
RUMAH SAKIT RS Sumber Daya
Manusia
Kefarmasian
Pengelolaan alat kesehatan, sediaan
farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah
Sakit harus dilakukan oleh INSTALASI
FARMASI SISTEM SATU PINTU.
Kefarmasian

Besaran harga perbekalan farmasi pada


instalasi farmasi Rumah Sakit harus wajar
Peralatan dan berpatokan kepada harga patokan
yang ditetapkan Pemerintah.
Lanjutan …

Tenaga Tetap

Tenaga Medis
Tenaga Tenaga Tenaga Tenaga
& Penunjang
Keperawatan Kefarmasian Manajemen RS Nonkesehatan
Medis

Jumlah dan kualifikasi tenaga disesuaikan dengan hasil


analisis beban kerja, kebutuhan, dan kemampuan
pelayanan Rumah Sakit.
pelayanan medik
Kelas A dan penunjang
medik
Berdasarkan Kelas B
jenis RSU
pelayanan
pelayanan Kelas C keperawatan dan
yang kebidanan
diberikan, Kelas D
Kelas D Pelayanan
Rumah Sakit RS Pratama Kesehatan
dikategorikan pelayanan
dalam Rumah Kelas A
kefarmasian
Sakit umum
dan Rumah RSK Kelas B
Sakit khusus.
pelayanan
Kelas C
penunjang
Penyelenggaraan PMK 72/2016
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)

PENGELOLAAN SEDIAAN
FARMASI, ALKES, & BMHP & PELAYANAN
FARMASI KLINIK

PENGKAJIAN & PELAYANAN RESEP


PEMILIHAN PENELUSURAN RIWAYAT
PERENCANAAN KEBUTUHAN PENGGUNAAN OBAT
REKONSILIASI OBAT
PENGADAAN PIO
PENERIMAAN KONSELING
PENYIMPANAN VISITE
PENDISTRIBUSIAN
PEMUSNAHAN & PENARIKAN PTO
PENGENDALIAN MESO
ADMINISTRASI EPO
DISPENSING SEDIAAN STERIL
PKOD
KLINIK
KEFARMASIAN
Pasal 21
(1) Klinik rawat jalan tidak wajib
melaksanakan pelayanan farmasi.
Rawat (2) Klinik rawat jalan yang
Jalan menyelenggarakan pelayanan
PRATAMA kefarmasian wajib memiliki apoteker
Rawat yang memiliki Surat Izin Praktik Apoteker
Inap (SIPA) sebagai penanggung jawab atau
KLINIK pendamping.
Rawat
Jalan Pasal 22
UTAMA (1) Klinik rawat inap wajib memiliki instalasi
Rawat farmasi yang diselenggarakan apoteker.
Inap
(2) Instalasi farmasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) melayani resep dari dokter
Klinik yang bersangkutan, serta dapat
melayani resep dari dokter praktik
perorangan maupun Klinik lain.
PUSKESMAS
Pasal 6
(1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas dilaksanakan pada unit pelayanan
berupa ruang farmasi.
(2) Ruang farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai
penanggung jawab.
(3) Dalam penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas, Apoteker sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat dibantu oleh Apoteker, Tenaga Teknis
Kefarmasian dan/atau tenaga kesehatan lainnya
berdasarkan kebutuhan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
RUANG Pelayanan (4) Dalam hal Puskesmas belum memiliki Apoteker
PUSKESMAS
FARMASI kefarmasian sebagai penanggung jawab, penyelenggaraan
Pelayanan Kefarmasian secara terbatas dilakukan
oleh Tenaga Teknis Kefarmasian di bawah
pembinaan dan pengawasan Apoteker yang
ditunjuk oleh kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota.
(5) Pelayanan Kefarmasian secara terbatas
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai; dan
b. pengkajian dan pelayanan resep, pelayanan
informasi Obat, dan monitoring efek samping
Obat.
Penyelenggaraan PMK 74/2016
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)

PENGELOLAAN SEDIAAN
FARMASI & BMHP & PELAYANAN
FARMASI KLINIK

PERENCANAAN KEBUTUHAN PENGKAJIAN RESEP, PENYERAHAN


PERMINTAAN OBAT, & PEMBERIAN INFORMASI
PENERIMAAN PIO
OBAT
PENDISTRIBUSIAN KONSELING
Ronde/visite pasien (khusus
PENGENDALIAN
PENCATATAN, PELAPORAN, & Pemantauan dan pelaporan
Puskesmas rawat inap
PEMANTAUAN & EVALUASI
PENGARSIPAN efek samping Obat;
Pemantauan terapi Obat
PENGELOLAAN Evaluasi penggunaan Obat.
TOKO OBAT
Permenkes No. 167/Kab/B.VII/7267/Kab/B.VII/72 tentang Pedagang Eceran
Obat sebagaimana telah diubah dengan Kepmenkes No.
1331/Menkes/SK/X/2002.

 Pedagang Eceran Obat adalah Orang atau Badan Hukum


Indonesia yang nemiliki izin untuk menyimpan Obat-obat Bebas
dan Obat-obat Bebas Terbatas (Daftar W) untuk dijual secara
TOKO eceran di tempat tertentu sebagaimana tercantum dalam surat izin.
OBAT  Pedagang Eceran Obat menjual obat-obatan bebas dan obat-
obatan bebas terbatas dalam bungkusan dari pabrik yang
membuatnya secara eceran.
 Pedagang Eceran Obat harus menjaga agar obat-obat yang dijual
bermutu baik dan berasal dari pabrik-pabrik farmasi atau
pedagang besar farmasi yang mendapat izin dari Menteri
Kesehatan.
Lanjutan …
 Pedagang Eceran Obat harus memasang papan nama
dengan tulisan “Toko Obat Berizin” “Tidak Menerima
Resep Dokter” dan namanya didepan tokonya, dan
tulisan tersebut harus mudah dilihat umum dan di
bagian bawah pojok kanan harus dicantumkan nomor
izin.
 Tulisan harus berwarna hitam di atas dasar putih; tinggi
huruf paling sedikit 5 cm dan tebalnya paling sedikit 5
mm.
 Ukuran papan nama paling sedikit lebar 40 cm dan
panjang 50 cm.
Lanjutan …

Pedagang Eceran Obat dilarang menerima atau


melayani resep dokter.

Pedagang Eceran Obat dilarang membuat obat,


membungkus atau membungkus kembali obat.

Obat-obat yang masuk Daftar Obat Bebas


Terbatas harus disimpan dalam almari khusus dan
tidak boleh dicampur dengan obat-obat atau
barang-barang lain.
Izin Toko Obat PMK 26/2018

Pasal 31
 Toko Obat diselenggarakan oleh Pelaku Usaha perseorangan.
 Pelaku Usaha perseorangan sebagaimana dimaksud yaitu paling rendah
tenaga teknis kefarmasian.
 Persyaratan untuk memperoleh Izin Toko Obat terdiri atas:
a. STRTTK;
b. SIPTTK sebagai penanggung jawab teknis;
c. denah bangunan;
d. daftar sarana dan prasarana; dan
e. berita acara pemeriksaan.
IZIN APOTIK & IZIN TOKO OBAT
(OSS)

PMK 26/2018
TATA CARA
PERIZINAN

Izin Komersial atau Operasional


IZIN KOMERSIAL berlaku untuk jangka waktu 5
/OPERASIONAL (lima) tahun dan dapat
diperpanjang selama
[5 tahun] memenuhi persyaratan.

PENDAFTARAN
NOMOR INDUK IZIN KOMITMEN
BERUSAHA USAHA [6 bulan]

PENOLAKAN

Evaluasi &
Izin Usaha berlaku selama BAP
Pelaku Usaha [3 hari]
menjalankan usaha
dan/atau kegiatannya.

Pemeriksaan
Lapangan

Pemda
Kabupaten
/Kota
PENYELENGGARA SISTEM ELEKTRONIK FARMASI

 UU 11/2008 Informasi dan Transaksi Elektronik


 PP 82/2012 Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik
 Permenkominfo 36/2014 Tata Cara Pendaftaran Penyelenggara
DASAR Sistem Elektronik
HUKUM
 Permenkominfo 7/2018 Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi
Secara Elektronik Bidang Komunikasi dan Informatika sebagaimana
telah diubah dengan Permenkominfo 7/2019
 Permenkes 26/2018 Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi
Secara Elektronik Sektor Kesehatan
Tanda Terdaftar Penyelenggara Sistem ElektronikPermenkominfo 36/2014

1. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Komunikasi dan


Informatika Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pendaftaran
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE),
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo)
memastikan setiap perusahaan yang melakukan transaksi
elektronik untuk melakukan pendaftaran.
2. Proses permohonan pendaftaran, pengesahan, dan seluruh proses
administrasi dilaksanakan secara online melalui
portal https://pste.kominfo.go.id
3. Pendaftaran Tidak dipungut Biaya.
PENDAFTARAN PENYELENGGARA SISTEM ELEKTRONIK

Peraturan
Menteri Melengkapi Masa berlaku
Proses
Kominfo Melengkapi data Tanda Terdaftar
pendaftaran
36/2014 Mengisi form dokumen gambaran Penyelenggara
selesai,
tentang teknis
pengajuan (Profil usaha, Pendaftar Sistem Elektronik
Tata Cara hardware,
pendaftaran Domisili, KTP, software,
akan selama 5 (lima)
Pendaftaran
PSE TDP, domain tenaga ahli, dipublish tahun sejak
Penyelengga
.id) lingkup pada website tanggal
raan Sistem
layanan) e-business diterbitkan.
dan Transaksi
Elektronik
TANDA
TERDAFTAR IZIN PSEF
PSE
[KEMENKES]
[KOMINFO]
PENYELENGGARA SISTEM ELEKTRONIK FARMASI

1. Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi, yang


Pemenkes
selanjutnya disingkat PSEF, adalah badan hukum yang
26/2018 menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan E-
tentang
Pelayanan Farmasi untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan
Perizinan
Berusaha
pihak lain.
Terintegrasi
Secara 2. E-Farmasi adalah sistem elektronik yang digunakan
Elektronik
Sektor dalam penyelenggaraan kefarmasian.
Kesehatan
3. PSEF termasuk jenis perizinan berusaha sektor
kesehatan.
Persyaratan PSEF

1. PSEF diselenggarakan oleh Pelaku Usaha non perseorangan berbadan


hukum.
2. Persyaratan untuk memperoleh Pendaftaran PSEF terdiri atas:
a. STRA;

b. surat izin praktik apoteker;

c. dokumen proses bisnis aplikasi E-Farmasi;

d. perangkat untuk akses data ketersediaan sediaan farmasi, Alat Kesehatan, dan
BMHP dengan disertai petunjuk manualnya; dan

e. data Industri Farmasi, PBF dan/atau Apotek yang bekerjasama dengan PSEF.
Lanjutan …

1. Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi
secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Pendaftaran PSEF.
2. Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
lama 20 (dua puluh) Hari.
3. Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha
menyampaikan dokumen pemenuhan Komitmen melalui sistem OSS.
4. Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi atas pemenuhan Komitmen Pendaftaran
PSEF paling lama 3 (tiga) Hari.
5. Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan tidak
terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan
Komitmen Pendaftaran PSEF paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.
6. Dalam hal hasil evaluasi diperlukan perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan
hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.
Lanjutan …

1. Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Kementerian


Kesehatan melalui sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya hasil
evaluasi.
2. Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan
menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Pendaftaran PSEF paling lama 1 (satu)
Hari melalui sistem OSS.
3. Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Pendaftaran PSEF sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Pendaftaran
PSEF.
4. Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi
Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan menyampaikan
notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

5. Izin Komersial atau Operasional Pendaftaran PSEF berlaku mengikuti pemberlakuan


tanda terdaftar penyelenggara sistem elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Proses Perizinan PSEFPMK 26/2018

www.elic.binfar
.kemkes.go.id

IZIN KOMERSIAL
/OPERASIONAL

NOMOR INDUK KOMITMEN


PENDAFTARAN IZIN USAHA
BERUSAHA 30 Hari
PENOLAKAN

Evaluasi &
Verifikasi
3 Hari
Terima Kasih
PERUNDANG-UNDANGAN KESEHATAN
Kuliah-06
Izin Edar Sediaan Farmasi & Pangan Olahan©

Program Studi Diploma-3 Farmasi


Fakultas Farmasi Universitas Pancasila

Budi Djanu Purwanto, SH, MH

Semester Gasal 2021/2022


SITEMATIKA
1. Dasar Hukum
2. Izin Edar Obat
3. Izin Edar Obat Tradisional
4. Izin Edar Obat Kuasi
5. Izin Edar Suplemen Kesehatan
6. Izin Edar Kosmetika
7. Izin Edar Pangan Olahan
DASAR HUKUM
DASAR HUKUM
 UU 36/2009 Kesehatan.
 UU 11/2020 Cipta Kerja.
 PP 72/1998 Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
 PP 5/2021 Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
 PKBPOM HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 Kriteria dan Tata Laksana
Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka.
 PKBPOM 12/2020 Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika.
 PBPOM 24/2017 Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan PBPOM 3/2021.
Lanjutan …

 PBPOM 27/2017 Pendaftaran Pangan Olahan sebagaimana telah


diubah dengan PBPOM 7/2021.
 PBPOM 26/2018 Pelayanan Perizinan Berusaha Secara Elektronik Sektor
Obat dan Makanan.
 PBPOM 27/2018 Standar Pelayanan Publik di Lingkungan BPOM.
 PBPOM 16/2019 tentang Pengawasan Suplemen Kesehatan.
 PBPOM 10/2021 Standar Kegiatan Usaha dan Produk Pada
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Obat dan
Makanan.
PP 72/1998

▪ Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin edar dari
Menteri.
▪ Dikecualikan dari ketentuan tersebut diatas bagi sediaan farmasi yang berupa obat tradisional yang
diproduksi oleh perorangan.
▪ Izin edar sediaan farmasi dan alat kesehatan diberikan atas dasar permohonan secara tertulis
kepada Menteri.
▪ Permohonan secara tertulis tersebut disertai dengan keterangan dan/atau data mengenai sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang dimohonkan untuk memperoleh izin edar serta contoh sediaan
farmasi dan alat kesehatan.
▪ Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimohonkan untuk memperoleh izin edar diuji dari segi
mutu, keamanan, dan kemanfaatan.

▪ Pengujian sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan melalui:


▪ pengujian laboratoris berkenaan dengan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan;
▪ penilaian atas keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
▪ Menteri menjaga kerahasiaan keterangan dan/atau data sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
disampaikan serta hasil pengujian sediaan farmasi dan alat kesehatan.
UU 5/1997 Psikotropika
DASAR HUKUM

Permenkes 1010/Menkes/Per/X/2008
Registrasi Obat sebagaimana telah
UU 35/2009 Narkotika diubah dengan Permenkes
1120/Menkes/Per/XII/2008.

PP 72/1998 Pengamanan Permenkes


UU 36/2009 Kesehatan Sediaan Farmasi dan Alat 1176/Menkes/Per/VIII/2010
Notifikasi Kosmetika.
MENKES
Kesehatan

PP 86/2019 Keamanan Permenkes 007/2012


UU 18/2012 Pangan Pangan. Registrasi Obat Tradisional

Kepala
BPOM
IZIN
EDAR UU 11/2020
Pasal 60 angka 4
Pasal 106 PP 5/2021
(1) Setiap orang yang memproduksi dan Lampiran II
atau mengedarkan sediaan farmasi a. kode KBLI/KBLI terkait, judul KBLI,
dan alat kesehatan harus memenuhi ruang lingkup kegiatan,
Perizinan Berusaha dari Pemerintah parameter Risiko, tingkat Risiko,
UU 36/2009
Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai Perizinan Berusaha, jangka
Pasal 106 ayat (1) waktu, masa berlaku, dan
dengan kewenangannya berdasarkan
norma, standar, prosedur, dan kriteria kewenangan Perizinan
Sediaan farmasi dan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Berusaha;
alat kesehatan hanya b. persyaratan dan/atau
dapat diedarkan (2) Sediaan farmasi dan alat kesehatan
kewajiban Perizinan Berusaha
setelah mendapat izin hanya dapat diedarkan setelah
Berbasis Risiko;
edar. memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat atau Pemerintah c. pedoman Perizinan Berusaha
Daerah sesuai dengan Berbasis Risiko; dan
kewenangannya berdasarkan norma, d. standar kegiatan usaha
standar, prosedur, dan kriteria yang dan/atau standar produk.
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

IZIN EDAR
IZIN EDAR PERIZINAN BERUSAHA IZIN EDAR

 Pasal 9 (1) UU 5/1997, Psikotropika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan
setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
 Pasal 106 (1) UU 36/2009, Setiap orang yang memproduksi dan latau mengedarkan
sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
 Penjelasan Pasal 106 Ayat (1) UU 36/2009, Yang dimaksud dengan "sediaan farmasi" adalah
Obat, Bahan Obat, Obat Tradisional, dan Kosmetik. Termasuk dalam sediaan farmasi adalah
suplemen kesehatan dan obat kuasi.
 Pasal 106 (2) UU 36/2009, Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat
diedarkan setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Lanjutan …

 Pasal 36 (1) UU 35/2009, Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat
diedarkan setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
 Pasal 91 (1) UU 18/2012, Dalam hal pengawasan keamanan, mutu, dan Gizi,
setiap Pangan Olahan yang dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk
diperdagangkan dalam kemasan eceran, Pelaku Usaha Pangan wajib
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan
kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
 Pasal 91 (2) UU 18/2012, Kewajiban memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap produk Pangan Olahan tertentu
yang diproduksi oleh Usaha Mikro dan Kecil.
PP 5/2021
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko;

Obat

Obat Tradisional
Izin Edar Obat Kuasi
Sediaan Farmasi
& Pangan
Olahan Suplemen Kesehatan

Kosmetika

Pangan Olahan
Narkotika

Psikotropika
Obat
Prekursor
UNTUK MENJAMIN Farmasi
ASPEK Bahan Obat

KEAMANAN, Non-NPP

KHASIAT/ Safety/Keamanan
MANFAAT, DAN Jamu Obyektif
MUTU, SEDIAAN
SEDIAAN FARMASI IZIN
FARMASI
Obat Obat Herbal Penandaan
HANYA DAPAT
Tradisional Terstandar REGISTRASI Efficacy/Khasiat & Lengkap
Informasi EDAR
DIEDARKAN
Obat Kuasi Fitofarmaka
SETELAH Tidak
menyesatkan
MENDAPAT Suplemen Quality/Mutu
IZIN EDAR Kesehatan
Golongan A
Kosmetika
Golongan B
IZIN EDAR OBAT
OBAT adalah obat jadi termasuk Produk Biologi, yang
merupakan bahan atau paduan bahan digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan
kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia.

PRODUK BIOLOGI adalah produk yang mengandung bahan biologi


yang berasal dari manusia, hewan atau mikroorganisme yang dibuat
dengan cara konvensional meliputi ekstraksi, fraksinasi, reproduksi,
kultivasi, atau melalui metode bioteknologi yang meliputi fermentasi,
rekayasa genetika, kloning, termasuk tetapi tidak terbatas pada
enzim, antibodi monoklonal, hormon, sel punca, terapi gen, vaksin,
produk darah, produk rekombinan DNA dan immunosera.
REGISTRASI OBAT
Permenkes 1010/Menkes/Per/X/2008

 OBAT yg memiliki izin edar harus memenuhi kriteria:


a. Efikasi atau khasiat yg meyakinkan dan keamanan yg
memadai dibuktikan melalui uji preklinik dan uji klinik
atau bukti-bukti lain sesuai dengan status
perkembangan ilmu pengetahuan yg bersangkutan.
b. Mutu yg memenuhi syarat yg dinilai dari proses
produksi sesuai CPOB, spesifikasi dan metoda
pengujian terhadap semua bahan yg digunakan serta
produk jadi dg bukti yg sahih.
c. Penandaan berisi informasi yg lengkap dan obyektif yg
dapat menjamin penggunaan obat secara tepat,
rasional, dan aman.
Lanjutan …

d. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.


e. Kriteria lain adalah khusus untuk psikotropika harus
memiliki keunggulan kemanfaatan dan keamanan
dibandingkan dengan obat standar dan obat yang
telah disetujui beredar di Indonesia untuk indikasi yang
diklaim.
f. Khusus kontrasepsi untuk program nasional dan obat
program lainnya yang akan ditentukan kemudian, harus
dilakukan uji klinik di Indonesia.
Lanjutan …
Pasal 2
(1) Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus dilakukan
registrasi untuk memperoleh Izin Edar,
(2) Izin Edar diberikan oleh Menteri;
(3) Menteri melimpahkan pemberian Izin Edar kepada Kepala Badan;
(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
a. Obat penggunaan khusus atas permintaan dokter;
b. Obat Donasi;
c. Obat untuk Uji Klinik;
d. Obat Sampel untuk Registrasi.
Pasal 3
(1) Obat sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (4) dapat dimasukkan ke
wilayah Indonesia, melalui Mekanisme Jalur Khusus.
(2) Ketentuan tentang Mekanisme Jalur Khusus ditetapkan oleh Menteri.
Pengecualian Izin Edar
Mekanisme Jalur Khusus - Special Access Scheme

Obat Penggunaan Khusus atas


Permintaan Dokter
Pemasukan Obat melalui
Mekanisme Jalur Khusus
Penggunaan Khusus (special
Donasi access scheme)
Pengecualian Pengecualian
Izin Edar Izin Edar

PBPOM
PMK 1010/2008 Penggunaan darurat Obat
13/2021
Obat untuk Uji Klinik selama kondisi kedaruratan
kesehatan masyarakat melalui
pemberian persetujuan
penggunaan darurat (emergency
use authorization)
Obat sampel untuk Registrasi
Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri

Pasal 6

(1)Registrasi obat produksi dalam negeri hanya dilakukan oleh industri


farrnasi yang memiliki izin industri farmasi yang dikeluarkan oleh
Menteri.
(2)Industri farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memenuhi persyaratan CPOB.
(3)Pemenuhan persyaratan CPOB sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh
Kepala Badan.
Registrasi Obat Narkotika

Pasal 7

(1)Khusus untuk registrasi obat narkotika hanya dapat dilakukan oleh


industri farmasi yang memiliki izin khusus untuk memproduksi
narkotika dari Menteri.
(2)Industri farmasi sebagaimana dimaksud pada avat (1) wajib
memenuhi persyaratan CPOB.
(3)Pemenuhan persyaratan CPOB sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh
Kepala Badan.
Registrasi Obat Kontrak

Pasal 8
(1) Registrasi obat Kontrak hanya dapat dilakukan oleh pemberi kontrak, dengan
melampirkan dokumen kontrak;
(2) Pernberi kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah industri farmasi;
(3) Industri farmasi pemberi kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
memiliki izin industri farmasi dan sekurang-kurangnya memiliki 1 (satu) fasilitas
produksi sediaan lain yang telah memenuhi persyaratan CPOB;
(4) Industri farmasi pemberi kontrak bertanggung jawab atas mutu obat jadi yang
diproduksi berdasarkan kontrak;
(5) Penerima kontrak adalah industri farmasi dalam negeri yang wajib memiliki izin
industri farmasi dan telah menerapkan CPOB untuk sediaan yang dikontrakkan.
Registrasi Obat Impor
Pasal 9
 Obat Impor diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat, obat penemuan baru dan
obat yang dibutuhkan tapi tidak dapat diproduksl di dalam negerl.
Pasal 10
(1) Registrasi Obat Impor dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri yang mendapat persetujuan
tertulis dari industri farmasi di luar negeri
(2) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencakup alih teknologi
dengan ketentuan paling lambat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun harus sudah dapat
diproduksi di dalam negeri.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) obat yang masih dilindungi
paten.
(4) Industri farmasi di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
persyaratan CPOB
(5) Pemenuhan persyaratan CPOB bagi industri farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dibuktikan dengan dokumen yang sesuai atau jika diperlukan dilakukan pemeriksaan setempat
oleh petugas yang berwenang.
(6) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dilengkapi dengan data inspeksi terakhir
paling lama 2 (dua) tahun yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang setempat.
Registrasi Obat Khusus Ekspor

Pasal 11
(1)Registrasi obat khusus untuk ekspor hanya dilakukan oleh industri
farmasi.
(2)Obat khusus untuk ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf a dan huruf b,
(3)Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
bila ada persetujuan tertulis dari negara tujuan.
Registrasi Obat

Obat Produksi
Dalam Negeri

Registrasi Obat
Izin Khusus
Narkotika

Registrasi Obat
Registrasi
Kontrak INDUSTRI FARMASI

Registrasi Obat
Impor

Registrasi Obat
Khusus Ekspor
Registrasi Obat Yang Dilindungi Paten

Pasal 12
(1) Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia
hanya dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri pemegang hak paten, atau
industri farmasi lain yang ditunjuk oleh pemegang hak paten.
(2) Hak paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan
sertifikat paten.
Pasal 13
(1) Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia dapat
dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri bukan pemegang hak paten.
(2) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan mulai 2 (dua)
tahun sebelum berakhirnya perlindungan hak paten.
(3) Dalam hal registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, obat yang
bersangkutan hanya boleh diedarkan setelah habis masa perlindungan paten
obat inovator.
KETENTUAN FARMASI
dalam UU 13/2016 Paten Pasal 167

Dikecualikan Impor suatu produk farmasi yang dilindungi paten di Indonesia dan produk
dari farmasi dimaksud telah dipasarkan di suatu negara secara sah dengan
ketentuan syarat produk farmasi itu diimpor sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. [Impor Paralel]
pidana
sebagaimana
dimaksud
dalam BAB Produksi produk farmasi yang dilindungi paten di Indonesia dalam jangka
XVII dan waktu 5 (lima) tahun sebelum berakhirnya pelindungan paten dengan
gugatan tujuan untuk proses perizinan kemudian melakukan pemasaran setelah
pelindungan Paten dimaksud berakhir. [Bolar Provision]
perdata
IMPOR PARALEL UU 13/2016 Pasal 167 huruf a

 Dikecualikannya importasi produk farmasi adalah untuk


menjamin adanya harga yang wajar dan memenuhi rasa
keadilan dari produk farmasi yang sangat dibutuhkan
bagi kesehatan manusia.

 Ketentuan ini dapat digunakan apabila harga suatu


produk di Indonesia sangat mahal dibandingkan dengan
harga yang telah beredar secara sah di pasar
internasional.
BOLAR PROVISION UU 13/2016 Pasal 167 huruf b
 Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam huruf b pada pasal
ini adalah untuk menjamin tersedianya produk farmasi oleh pihak
lain setelah berakhirnya masa pelindungan paten.

 Dengan demikian, harga produk farmasi yang wajar dapat


diupayakan.

 Yang dimaksud dengan proses perizinan dalam huruf ini adalah


proses untuk pengurusan izin edar dan izin produksi atas suatu
produk farmasi pada instansi terkait.

 Tindakan impor paralel (parallel import) dan provisi bolar (bolar


provision) dikecualikan dari ketentuan pidana dan gugatan
perdata sehingga tidak ada keraguan untuk pihak yang akan
melakukan tindakan tersebut.
Berdasarkan penelitian dan pemantauan dalam penggunaannya setelah
beredar tidak memenuhi kriteria;

Penandaan dan promosi menyimpang dari persetujuan izin edar;

Tidak memproduksi atau mengimpor dan mengedarkan obat ybs paling


lama 12 bulan setelah tanggal persetujuan izin edar dikeluarkan;
Pembatalan
Izin Edar Selama 12 bulan berturut-turut obat ybs Tidak diproduksi, diimpor atau
diedarkan;

Izin Industri Farmasi yang mendaftarkan, memproduksi atau mengedarkan


dicabut;

Pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang produksi dan/atau


peredaran.
IZIN EDAR OBAT TRADISIONAL

OBAT TRADISIONAL adalah bahan atau ramuan bahan yang


berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut
yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma
yang berlaku di masyarakat.
JAMU adalah obat tradisional Indonesia.

OBAT HERBAL TERSTANDAR adalah sediaan obat bahan alam


OBAT yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
TRADISIONAL ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah
distandarisasi.

FITOFARMAKA adalah sediaan obat bahan alam yang telah


dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah
distandarisasi.
REGISTRASI OBAT TRADISIONAL

Dikecualikan dari ketentuan


memiliki Izin Edar bagi:
a. obat tradisional yang dibuat
Industri & Usaha

oleh usaha jamu racikan


Obat Trdisional

IOT Semua bentuk sediaan obat


tradisional.
dan usaha jamu gendong;
b. simplisia dan sediaan
Semua bentuk sediaan obat galenik untuk keperluan
UKOT tradisional, kecuali bentuk
sediaan tablet, efervesen,
suppositoria, dan kapsul lunak..
industri
layanan
dan keperluan
pengobatan
tradisional;

UMOT
hanya sediaan obat tradisional
dalam bentuk param, tapel, pilis,
cairan obat luar dan rajangan.
c. obat tradisional yang
digunakan untuk penelitian,
sampel untuk registrasi dan
pameran dalam jumlah
terbatas dan tidak
diperjualbelikan.
berdasarkan penelitian atau pemantauan setelah beredar tidak memenuhi
kiteria sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 4;

penandaan tidak sesuai dengan yang teiah disetujui;

promosi menyimpang dari ketentuan yang berlaku;

Pembatalan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31;


Izin Edar
selama 2 (dua) tahun berturut-turut obat tradisional, obat herbal
terstandar dan fitofarmaka tidak dibuat atau obat tradisional tidak
diimpor;
izin industri di bidang obat tradisional, izin industri farmasi atau badan usaha
dicabut;

pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang pembuatan obat tradisional,


obat herbal terstandar dan fitofarmaka atau impor obat tradisional.
IZIN EDAR
OBAT KUASI

OBAT KUASI adalah sediaan yang mengandung


bahan aktif dengan efek farmakologi untuk
mengatasi keluhan ringan.
Registrasi Obat Kuasi

Industri Farmasi

Industri Obat Tradisional

Usaha Kecil Obat Tradisional


PENDAFTAR

Usaha Mikro Obat Tradisional

Importir adalah badan hukum yang bergerak di bidang perdagangan


obat atau obat bahan alam, yang memiliki izin Importir sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
IZIN EDAR
SUPLEMEN KESEHATAN

SUPLEMEN KESEHATAN adalah produk yang dimaksudkan


untuk melengkapi kebutuhan zat gizi, memelihara,
meningkatkan dan/atau memperbaiki fungsi kesehatan,
mempunyai nilai gizi dan/atau efek fisiologis, mengandung
satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino
dan/atau bahan lain bukan tumbuhan yang dapat
dikombinasi dengan tumbuhan.
Registrasi Suplemen Kesehatan

Industri Farmasi

Industri Obat Tradisional

Usaha Kecil Obat Tradisional


PENDAFTAR

Industri Pangan

Importir dan/atau badan usaha di bidang pemasaran


Suplemen Kesehatan sebagai pemilik atau pemegang izin
edar.
peringatan tertulis.

penarikan produk dari peredaran.

Sanksi
pemusnahan produk.
Administratif

penghentian sementara kegiatan produksi dan importasi.

pencabutan izin edar.


IZIN EDAR KOSMETIKA

KOSMETIKA adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk


digunakan pada bagian luar tubuh manusia seperti epidermis, rambut,
kuku, bibir dan organ genital bagian luar, atau gigi dan membran mukosa
mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau
memelihara tubuh pada kondisi baik.
NOTIFIKASI KOSMETIK
Pasal 3
(1) Setiap kosmetika hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dari Menteri.
(2) Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa NOTIFIKASI.
(3) Dikecualikan dari ketentuan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi
kosmetika yang digunakan untuk penelitian dan sampel kosmetika untuk pameran
dalam jumlah terbatas dan tidak diperjualbelikan.
Pasal 4
(1) Notifikasi dilakukan sebelum kosmetika beredar oleh pemohon kepada Kepala
Badan POM.
(2) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. industri kosmetika yang berada di wilayah Indonesia yang telah memiliki izin
produksi;
b. importir kosmetika yang mempunyai Angka Pengenal Impor (API) dan surat
penunjukkan keagenan dari produsen negara asal; dan/atau
c. usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan
industri kosmetika yang telah memiliki izin produksi.
Lanjutan …

 Sebelum dilakukan notifikasi, Pemohon Notifikasi harus memiliki


Dokumen Informasi Produk (DIP) untuk setiap kosmetika yang akan
dinotifikasi.
 Notifikasi berlaku selama 3 (tiga) tahun.
 DIP terdiri atas:
 Dokumen Administrasi dan Ringkasan Produk;
 Data Mutu dan Keamanan Bahan Kosmetika;
 Data Mutu Kosmetika; dan
 Data Keamanan dan Kemanfaatan Kosmetika.
berdasarkan hasil penilaian kembali, Kosmetika yang telah beredar
tidak memenuhi persyaratan keamanan;

perjanjian kerja sama antara pemohon notifikasi dengan


industri penerima kontrak produksi, atau surat penunjukan
keagenan dari produsen negara asal sudah berakhir;

Pencabutan Kosmetika yang telah beredar tidak sesuai dengan data pada
template dan/atau dokumen yang disampaikan pada saat
Notifikasi permohonan notifikasi;
pemohon notifikasi tidak memproduksi, atau mengimpor dan
mengedarkan Kosmetika dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
setelah dinotifikasi;

Kosmetika yang beredar tidak memiliki DIP;


Lanjutan …

alamat industri/importir/Usaha Perorangan/badan usaha tidak sesuai


dengan data notifikasi;

terjadi sengketa dan putusan pengadilan yang telah mempunyai


kekuatan hukum tetap;
ada pihak lain yang lebih berhak atas Nama Kosmetika yang
tercantum dalam notifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan
Pencabutan perundang-undangan;
Notifikasi rekomendasi persetujuan impor ditolak;

direksi dan/atau pimpinan perusahaan dari pemohon notifikasi


atau penerima kontrak terlibat dalam tindak pidana di bidang
Kosmetika; dan/atau
penerima kontrak yang mengalihkan pembuatan Kosmetika yang
dikontrakkan kepada industri Kosmetika lain
IZIN EDAR
PANGAN OLAHAN
UU Kesehatan UU 36/2009

MAKANAN DAN MINUMAN yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan


pada standar dan/atau persyaratan kesehatan.
Pasal 111
Pengamanan MAKANAN DAN MINUMAN hanya dapat diedarkan setelah memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan
Makanan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat.
dan
Minuman MAKANAN DAN MINUMAN yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan
kesehatan, danf atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilarang untuk diedarkan, serta harus ditarik dari peredaran, dicabut Perrzinan
Berusaha, dan diamankan/disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
UU Pangan UU 18/2012

PANGAN OLAHAN adalah MAKANAN ATAU MINUMAN hasil proses dengan cara atau
metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. (Pasal 1 angka 19)

Pangan Dalam hal pengawasan keamanan, mutu, dan Gizi, setiap Pangan Olahan yang dibuat
di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran,
Pelaku Usaha Pangan wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
Olahan prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat(Pasal 91 ayat 1)

Kewajiban memiliki perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dikecualikan terhadap Pangan Olahan tertentu yang diproduksi oleh industri rumah
tangga. (Pasal 91 ayat 2)
Pengawasan Keamanan Pangan

Kementerian
Pertanian
PANGAN SEGAR
Kementerian
Kelautan &
Perikanan

Kementerian
BAHAN BAKU
Perindustrian

PANGAN
PANGAN SIAP Pemerintah
SAJI Kabupaten/Kota

Pemerintah
Skala RT
Kabupten/Kota
PANGAN
OLAHAN
Skala Industri BPOM
PP 86/2019

Setiap Pangan Olahan yang diproduksi di dalam negeri atau yang


diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum
diedarkan wajib memiliki izin edar, kecuali Pangan Olahan tertentu
yang diproduksi oleh industri rumah tangga.

lzin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh


Pasal Kepala Badan berdasarkan hasil penilaian Keamanan Pangan,
34 Mutu Pangan, dan Gizi Pangan Olahan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian izin edar untuk
Pangan Olahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Kepala Badan.
PP 86/2019

"Industri Rumah
Pangan Olahan tertentu yang diproduksi Tangga"
oleh industri rumah tangga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) wajib adalah perusahaan
memiliki rzin produksi Pangan Olahan
industri rumah tangga.
Pangan yang memiliki
tempat usaha di
Pasal tempat tinggal
35 Izin produksi Pangan Olahan yang dengan peralatan
diproduksi oleh industri rumah tangga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengolahan Pangan
diberikan dalam bentuk sertifikat produksi
Pangan Olahan industri rumah tangga manual hingga semi
yang diterbitkan oleh bupati/wali kota. otomatis.
Lanjutan …
Pasal 36

Kewajiban rnemiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34


dan kewajiban memiliki izin produksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 dikecualikan terhadap Pangan Oiahan yang:
a. memiliki umur simpan kurang dari 7 (tujuh) hari;
b. digunakan lebih lanjut sebagai bahan baku Pangan dan tidak dijual
secara langsung kepada konsumen akhir; dan
c. dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam jumlah terbatas untuk keperluan:
1. permohonan surat persetujuan pendaftaran;
2. penelitian; atau
3. konsumsi sendiri.
Lanjutan …

Berdasarkan hasil penilaian kembali ditemukan hal yang tidak memenuhi persyaratan
keamanan;

Dalam hal diketahui bahwa dokumen/data yang diajukan saat Pendaftaran


merupakan dokumen/data yang diduga palsu atau yang dipalsukan atau tidak benar
PENCABUTAN IZIN EDAR
Dalam hal Pangan Olahan yang beredar tidak sesuai dengan data yang disetujui
Sanksi administratif pada waktu memperoleh Izin Edar atau persetujuan Pendaftaran Variasi;
berupa pencabutan
dapat dikenai Berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian Pangan Olahan yang beredar
berdasarkan atau tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;

dalam hal:
Dalam hal Pangan Olahan diiklankan melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan;

Berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap yang berkaitan
dengan Pangan Olahan;
Lanjutan …

Dalam perusahaan melakukan pelanggaran di bidang produksi dan/atau


distribusi Pangan;

Dalam hal importir atau Distributor pemegang Izin Edar sudah tidak
mendapat penunjukan dari pabrik asal di luar negeri;

Dalam hal izin usaha Pangan untuk memproduksi, izin Importir, dan/atau
izin Distributor dicabut atau sudah tidak berlaku;
Pencabutan
Izin Edar Dalam hal lokasi Importir tidak sesuai dengan yang tertera pada Izin Edar
atau persetujuan pendaftaran variasi;

Dalam hal lokasi sarana produksi tidak sesuai dengan yang tertera pada
Izin Edar atau persetujuan Pendaftaran Variasi; dan/atau

Berdasarkan atas permohonan pemegang Izin Edar.


KETENTUAN PIDANA UU 36/2009

Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan


farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau
Pasal persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana
196 dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan


Pasal farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki perizinan berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana
197 penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk


Pasal melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam
198 Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
KETENTUAN PIDANA KUHP

Barangsiapa menjual, menawarkan atau menyerahkan


Pasal 386
barang makanan, minuman, atau obat-obatan yang
ayat (1) diketahuinya bahwa itu dipalsukan, sedangkan hal itu
disembunyikannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.

Barang makanan, minuman, atau obat-obatan itu


Pasal 386
ayat (2) dipalsukan, bila nilainya atau faedahnya menjadi berkurang
karena sudah dicampur dengan bahan lain.
Terima Kasih
PERUNDANG-UNDANGAN KESEHATAN
Kuliah-07
Penandaan dan Informasi Sediaan Farmasi & Pangan Olahan

Program Studi Diploma III Farmasi


Fakultas Farmasi Universitas Pancasila

Budi Djanu Purwanto, SH, MH

Semester Gasal 2021/2022


Sistematika

 Dasar Hukum
 Penandaan dan Informasi
 Penggolongan dan Penandaan Obat
 Penggolongan Obat terkait Status Hak Paten
 Pencantuman Nama Generik Obat
 Nomor Izin Edar Sediaan Farmasi
 Kewajiban Penyertaan Brosur Dalam Bahasa Indonesia pada Penjualan Obat Bebas Dan
Obat Bebas Terbatas
 Pencantuman Informasi Harga Eceran Tertinggi Obat
 Pencantuman Informasi Bahan Tertentu
 Keterangan Halal Produk Pangan
 Jaminan Produk Halal
DASAR HUKUM
DASAR HUKUM
 Ordonansi Obat Keras (Staatsblad Tahun 1949 No. 419)
 UU 5/1997 Psikotropika
 UU 35/2009 Narkotika
 UU 36/2009 Kesehatan
 PP 72/1998 Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
 PP 69/1999 Label dan Iklan Pangan
 SE Dirjen POM Nomor 5256/E/SE/1975 5 Nopember 1975 Tanda Peringatan pada Obat-obat yang
termasuk Obat Bebas Terbatas jo. Kepmenkes 6355/Dirjend/SK/1969 Daftar Obat Bebas Terbatas
Nomor 1
 Kepmenkes 2380/A/SK/VI/1983 Tanda Khusus Obat Bebas dan Bebas Terbatas
 Kepmenkes 02396/A/SK/VIII/86 Tanda Khusus Obat Keras Daftar G
 Kepmenkes 068/Menkes/SK/II/2006 Pedoman Pelaksanaan Pencantuman Nama Generik Pada
Label Obat
 Permenkes 98 Tahun 2015 Pemberian Informasi Harga Eceran Tertinggi Obat
 Perka BPOM HK.03.1.23.06.10.5166 Tahun 2010 Pencantuman Informasi Asal Bahan Tertentu,
Kandungan Alkohol, dan Batas Kedaluwarsa Pada Penandaan/Label Obat, Obat Tradisional,
Suplemen Makanan, dan Pangan
Penandaan & Informasi
SEDIAAN FARMASI
• Label psikotropika adalah setiap • Label pada kemasan Narkotika
keterangan mengenai sebagaimana dimaksud pada
psikotropika yang dapat ayat (1) dapat berbentuk tulisan,
berbentuk tulisan, kombinasi gambar, kombinasi tulisan dan Penandaan dan
gambar dan tulisan, atau bentuk
lain yang disertakan pada
gambar, atau bentuk lain yang informasi sediaan
disertakan pada kemasan atau
kemasan atau dimasukkan dimasukkan ke dalam farmasi harus memenuhi
dalam kemasan, ditempelkan,
atau merupakan bagian dari
kemasan, ditempelkan, atau persyaratan objektivitas
merupakan bagian dari wadah,
wadah dan/atau kemasannya. dan/atau kemasannya. dan kelengkapan serta
• Setiap tulisan berupa keterangan • Setiap keterangan yang
tidak menyesatkan
yang dicantumkan pada label dicantumkan dalam label pada
psikotropika harus lengkap dan kemasan Narkotika harus [UU 36/2009 KESEHATAN]
tidak menyesatkan. lengkap dan tidak menyesatkan.

[UU 5/1997 PSIKOTROPIKA] [UU 35/2009 NARKOTIKA]

PP 72/1998

Penandaan dan informasi sediaan


Penandaan dan informasi farmasi dan alat kesehatan dapat
sediaan farmasi dan alat berbentuk gambar, warna, tulisan atau
kesehatan harus memenuhi kombinasi antara atau ketiganya atau
persyaratan objektivitas dan bentuk lainnya yang disertakan pada
kelengkapan serta tidak kemasan atau dimasukkan dalam
kemasan, atau merupakan bagian dari
menyesatkan.
wadah dan/atau kemasannya.
Lanjutan …
 Penandaan dan informasi sediaan farmasi yang dicantumkan harus
memenuhi persyaratan berbentuk tulisan yang berisi keterangan
mengenai sediaan farmasi secara obyektif, lengkap serta tidak
menyesatkan.
 Keterangan tersebut sekurang-kurangnya berisi:
◦ nama produk dan/atau merek dagang;
◦ nama badan usaha yang memproduksi atau memasukkan sediaan farmasi
ke dalam wilayah Indonesia;
◦ komponen pokok sediaan farmasi;
◦ tata cara penggunaan;
◦ tanda peringatan atau efek samping;
◦ batas waktu kadaluwarsa untuk sediaan farmasi tertentu.
 Keterangan tambahan yang dicantumkan selain yang ditentukan
dalam ketentuan tersebut diatas, hanya dapat dilakukan apabila
keterangan tambahan yang dicantumkan sesuai dengan keterangan
yang ada dalam izin edar sediaan farmasi.
Penandaan & Informasi Sediaan Farmasi

OBYEKTIF TEPAT

PENANDAAN
& LENGKAP PENGGUNAAN RASIONAL
INFORMASI

TIDAK
MENYESATKAN AMAN
PENGGOLONGAN
DAN
PENANDAAN OBAT
Penggolongan & Penandaan OBAT

Narkotika

K Psikotropika HARUS DENGAN RESEP DOKTER

OBAT KERAS

Non Narkotika
OBAT OBAT BEBAS
&
TERBATAS Non Psikotropika

OBAT BEBAS
TANDA PERINGATAN OBAT BEBAS TERBATAS

P.No. 2
P.No. 1
Awas! Obat Keras
Awas! Obat Keras
Hanya untuk kumur, jangan
Bacalah aturan memakainya
ditelan

P.No. 3
P.No. 4
Awas! Obat Keras
Awas! Obat Keras
Hanya untuk bagian luar dari
Hanya untuk dibakar
badan

P.No. 5 P.No. 6
Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras
Tidak boleh ditelan Obat wasir, jangan ditelan
Penggolongan Obat Terkait Status Hak Paten

OBAT PATEN

20 Tahun

Generik

OFF PATENT

Branded Generic

UU Nomor 13 Tahun 2016 ttg Paten


Pencantuman Nama Generik
Nama Generik

Nama Generik sesuai dengan INN

Pencantuman diterapkan sampai


pada kemasan terkecil.

Ukuran huruf 80% lebih kecil dari ukuran


huruf nama dagang

https://www.who.int/medicines/services/inn/FINAL_WHO_PHARM_S_NOM_1570_web.pdf?ua=1
Nomor Izin Edar
Sediaan Farmasi
NOMOR IZIN EDAR OBAT
Huruf 12 Digit

A A A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 A 12

I : Obat Impor
L : Obat Produksi Dalam Negeri/Lokal
Huruf
E : Obat Untuk Keperluan Ekspor
X : Obat Untuk Keperluan Khusus
(misalnya untuk program)

N : Obat Narkotika
P : Obat Psikotropika
K : Obat Keras NonNarkotika & NonPsikotropika
T : Obat Bebas Terbatas
B : Obat Bebas

D : Nama Dagang
G : Nama Generik
NOMOR IZIN EDAR
Obat Tradisional, Obat Kuasi, & Suplemen Kesehatan

Huruf Angka 9 Digit

A A 1 2 3 4 5 6 7 8 9
TR : Obat Tradisional Lokal
TI : Obat Tradisional Impor
TL : Obat Tradisional Lisensi
HT : Obat Herbal Terstandar
FF : Fitofarmaka
QD : Obat Kuasi Lokal
QI : Obat Kuasi Impor
QL : Obat Kuasi Lisensi
SD : Suplemen Kesehatan Lokal
SI : Suplemen Kesehatan Impor
SL : Suplemen Kesehatan Lisensi
Logo Obat Tradisional
NOMOR NOTIFIKASI KOSMETIKA

Huruf 11 Digit Angka

A A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

A, B, C, D, E
Kode Benua
N : Notifikasi
NOMOR IZIN EDAR PANGAN OLAHAN

Huruf Angka 12 Digit

A A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

BPOM RI MD : Pangan Olahan Dalam Negeri


BPOM RI ML : Pangan Olahan Impor

Pangan Olahan Industri Rumah Tangga


P-IRT + 12/15 Digit Angka
Kewajiban Penyertaan Brosur
Dalam Bahasa Indonesia
Pada Penjualan Obat Bebas
Dan Obat Bebas Terbatas
Kepmenkes 2780/A/SK/71
KEWAJIBAN PENYERTAAN BROSUR DALAM BAHASA INDONESIA
PADA PENJUALAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS

apabila tidak disertai


dengan brosur yang Selambat-lambatnya pd tanggal 1 Januari 1972 semua
menerangkan cara obat yang tergolong dalam Obat Bebas & Obat Bebas
Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 harus
pemakaiannya, telah disertai dengan brosur sebagaimana dimaksud dlm
Semua obat berbungkus jumlah takarannya Pasal 1
sebagai obat jadi atau (dosis), kontra
obat patent yang indikasinya dan
tergolong dalam obat
bebas dan obat bebas
peringatan terhadap Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas yang tidak
memenuhi persyaratan Pasal 2 hanya boleh dijual-
terbatas DINYATAKAN kemungkinan belikan oleh Pedagang Besar Farmasi dan dijual
SEBAGAI OBAT KERAS dalam gangguan-gangguan oleh Apotik dengan resep dokter.
arti Undang-Undang Obat akibat allergi
Keras Pasal 1 ayat (1) sub terhadap obat yang
k, jo. Pasal 2 ayat (2) bersangkutan serta Pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban di dalam
peraturan ini, selain mengakibatkan hukuman di bidang
gejala-gejala, ditulis pidana dan penyitaan terhadap obat-obat yang dimaksud
dalam huruf latin sesuai dengan Undang-Undang Obat Keras (St. 1949 No. 419),
akan mengakibatkan hukuman di bidang administratif.
dalam bahasa
Indonesia
PEMBERIAN INFORMASI
HARGA ECERAN TERTINGGI
OBAT
Harga Eceran Tertinggi

 Harga Eceran Tertinggi Obat (HET) adalah harga jual


tertinggi obat di apotek, toko obat dan instalasi farmasi
rumah sakit/klinik.
 Harga Netto Apotek (HNA) adalah harga jual termasuk
pajak pertambahan nilai (PPN) dari Pedagang Besar
Farmasi (PBF) kepada apotek, toko obat dan instalasi
farmasi rumah sakit/klinik.
 Pemberian informasi HET berupa nilai nominal dilakukan
dengan cara mencantumkan HET pada label obat
sampai pada satuan kemasan terkecil.
Lanjutan …

 Apotek, toko obat, dan instalasi farmasi rumah sakit/klinik hanya dapat
menjual obat dengan harga yang sama atau lebih rendah dari HET.
 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
apotek, toko obat, dan instalasi farmasi rumah sakit/klinik dapat
menjual obat dengan harga lebih tinggi dari HET apabila harga yang
tercantum pada label sudah tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
 Dalam hal apotek, toko obat, dan instalasi farmasi rumah sakit/klinik
menjual obat dengan harga lebih tinggi dari HET sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), maka apotek, toko obat, dan instalasi farmasi
rumah sakit/klinik harus memberikan penjelasan kepada masyarakat.
PENCANTUMAN INFORMASI
BAHAN TERTENTU
PENCANTUMAN INFORMASI BAHAN TERTENTU
(Perka BPOM HK. 03.1.23.06.10.5166 Tahun 2010)

 BAHAN TERTENTU adalah bahan yang bersumber atau


mengandung atau berasal dari HEWAN, baik dalam bentuk
tunggal atau campuran atau produk olahan atau
turunannya.
 Obat, Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan Pangan
yang mengandung BAHAN TERTENTU wajib mencantumkan
informasi kandungan bahan tertentu pada
penandaan/label.
Lanjutan …

Selain informasi sebagaimana dimaksud pada ayat


(1), untuk OBAT, OBAT TRADISIONAL, dan SUPLEMEN
MAKANAN, yang mengandung BAHAN TERTENTU yang
berasal dari babi harus mencantumkan tanda khusus
berupa tulisan “Mengandung Babi” berwarna hitam
dalam kotak berwarna hitam di atas dasar putih,
seperti contoh berikut:

MENGANDUNG BABI
Lanjutan …
Tanda khusus untuk OBAT yang proses
pembuatannya bersinggungan dengan bahan
tertentu yang berasal dari babi harus mencantumkan
tulisan “Pada proses pembuatannya bersinggungan
dengan bahan bersumber babi”
Berupa tulisan berwarna hitam dalam kotak dengan
warna hitam di atas dasar putih, seperti contoh
berikut:

Pada Proses Pembuatannya


Bersinggungan Dengan Bahan
Bersumber Babi
Lanjutan …

Informasi BAHAN TERTENTU untuk pangan harus


mencantumkan tanda khusus berupa tulisan
“mengandung babi + (gambar babi)” berwarna
merah dalam kotak berwarna merah di atas dasar
putih, seperti contoh berikut:
KETERANGAN HALAL
PRODUK PANGAN
KETERANGAN HALAL PRODUK PANGAN
(PP 69/1999 Label dan Iklan Pangan)
KETERANGAN HALAL PRODUK PANGAN
 Pencantuman tulisan halal pada dasarnya bersifat sukarela.
 Namun setiap orang yang memproduksi dan atau memasukkan pangan ke dalam
wilayah Indonesia untuk diperdagangkan menyatakannya sebagai produk yang
halal, sesuai ketentuan ia wajib mencantumkan tulisan halal pada label
produknya.
 Untuk menghindarkan timbulnya keraguan di kalangan umat Islam terhadap
kebenaran pernyataan halal tadi, dan dengan demikian juga untuk kepentingan
kelangsungan atau kemajuan usahanya, sudah pada tempatnya bila pangan
yang dinyatakannya sebagai halal tersebut diperiksakan terlebih dahulu pada
lembaga yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).

 Dalam ketentuan ini, benar tidaknya suatu pernyataan halal dalam label atau iklan
tentang pangan tidak hanya dapat dibuktikan dari segi bahan baku pangan,
bahan tambahan pangan, atau bahan bantu lain yang dipergunakan dalam
memproduksi pangan, tetapi mencakup pula proses pembuatannya.
 Lembaga keagamaan dimaksud adalah Majelis Ulama Indonesia.
Jaminan Produk Halal
Jaminan Produk Halal

UU 33/2014 Jaminan Produk Halal


PP 31/2019 Pelaksanaan UU 33/2014
Jaminan Produk Halal
Jaminan Produk Halal

PRODUK adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik,
produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai,
digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.

PRODUK HALAL adalah Produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.

PROSES PRODUK HALAL yang selanjutnya disingkat PPH adalah rangkaian kegiatan untuk
menjamin kehalalan Produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan,
pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian Produk.

BAHAN adalah unsur yang digunakan untuk membuat atau menghasilkan Produk.

JAMINAN PRODUK HALAL yang selanjutnya disingkat JPH adalah kepastian hukum terhadap
kehalalan suatu Produk yang dibuktikan dengan SERTIFIKAT HALAL.
Lanjutan …

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal yang selanjutnya disingkat BPJPH


adalah badan yang dibentuk oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan JPH.

SERTIFIKAT HALAL adalah pengakuan kehalalan suatu Produk yang dikeluarkan


oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI.

LABEL HALAL adalah tanda kehalalan suatu Produk.


Kerja Sama
BPJPH dengan Lembaga Terkait

Kementerian

Dalam
melaksanakan Lembaga terkait
wewenangnya,
BPJPH bekerja Lembaga Pemeriksa Halal
sama dengan

Majelis Ulama Indonesia


Lanjutan …

pengawasan obat dan makanan;


Kerja sama BPJPH dengan
lembaga terkait dilakukan
sesuai dengan tugas dan standardisasi dan penilaian
fungsi lembaga terkait,
meliputi lembaga
kesesuaian;
pemerintah
nonkementerian atau
lembaga nonstruktural akreditasi; dan
yang menyelenggarakan
tugas pemerintahan di
bidang:
yang terkait dengan penyelenggaraan
JPH.
Penahapan Jenis Produk Yang Bersertifikat Halal

Makanan & Minuman

Obat
Produk yang
wajib kosmetik;
bersertifikat halal
terdiri atas produk kimiawi;
barang
dan/atau jasa produk biologi;
[Pasal 68 ayat 2]
produk rekayasa genetik; dan
barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau
dimanfaatkan.
Lanjutan …

 Makanan, minuman, obat, dan kosmetik sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 68 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d ditetapkan
masing-masing jenisnya oleh Menteri setelah berkoordinasi
dengan kementerian terkait, lembaga terkait, dan MUI.
 Pelaksanaan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
difasilitasi oleh BPJPH.
Terima Kasih

You might also like