Professional Documents
Culture Documents
Uts Puk
Uts Puk
Kuliah-01
Pengantar
Program Studi Diploma-3 Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
VOKASI
Pendidikan vokasi merupakan Pendidikan
Tinggi program diploma yang menyiapkan Ahli Madya Farmasi
Mahasiswa untuk pekerjaan dengan
keahlian terapan tertentu sampai program Analis Farmasi
sarjana terapan.
PRAKTIK KEFARMASIAN yang
meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian obat, pelayanan
TENAGA obat atas resep dokter,
KEFARMASIAN pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional harus
1. Apoteker dilakukan oleh tenaga kesehatan
2. Tenaga Teknis Kefarmasian yang mempunyai keahlian dan
• Sarjana Farmasi kewenangan sesuai dengan
• Ahli Madya Farmasi ketentuan peraturan perundang-
• Analis Farmasi undangan. PRAKTIK
KEFARMASIAN
Pasal 108
FASILITAS SEDIAAN UU 36/2009
Yang dimaksud dengan “tenaga
KEFARMASIAN FARMASI kesehatan” dalam ketentuan ini
1. Obat adalah tenaga kefarmasian
2. Bahan Obat sesuai dengan keahlian dan
1. Produksi 3. Obat Tradisional kewenangannya. Dalam hal tidak
2. Distribusi 4. Obat Kuasi ada tenaga kefarmasian, tenaga
3. Pelayanan 5. Suplemen Kesehatan kesehatan tertentu dapat
6. Kosmetik melakukan praktik kefarmasian
secara terbatas, misalnya antara
lain dokter dan/atau dokter gigi,
bidan, dan perawat, yang
dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
1
TENAGA
PSIKOLOGI
11
KLINIS 2
TENAGA
TENAGA
KESEHATAN
KEPERAWATAN
TRADISIONAL
TENAGA KESEHATAN
10 3
TEKNIK setiap orang yang TENAGA
BIOMEDIKA KEBIDANAN
mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui
9 pendidikan di bidang 4
TENAGA kesehatan yang untuk jenis TENAGA
KETEKNISIAN
MEDIS tertentu memerlukan KEFARMASIAN
kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.
8 [UU 36/2014] 5
TENAGA TENAGA
KETERAPIAN KESEHATAN
FISIK MASYARAKAT
6
7
KESEHATAN
TENAGA GIZI
LINGKUNGAN
TENAGA KEFARMASIANUU 36/2014
Sarjana
Apoteker
Farmasi
Tenaga
Kefarmasian
Tenaga Teknis Ahli Madya
Kefarmasian Farmasi
Analis Farmasi
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga
yang membantu Apoteker dalam
menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang
terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
(PP 51/2009)
UU 36/2014 Tenaga Kesehatan
TENAGA APOTEKER
KEFARMASIAN Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai
[UU 36/2014] Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
[PP 51/2009]
INTERNAL
Setiap jenis Tenaga Kesehatan hanya dapat
membentuk 1 (satu) Organisasi Profesi. EKSTERNAL
TENAGA
TEKNIS
KEFARMASIAN
KOMUNITAS
KODE ETIK IPMG
(International Pharmaceutical Manufacturer Group)
Lanjutan…
Hak
Peraturan Perundang-
EKSTERNAL
undangan
Kewajiban
KEWENANGAN umum
Teman sejawat
Lingkungan
Komoditi
Hubungan antara Hukum
dan Peraturan Perundang-
undangan
DEFINISI HUKUM ?
PERSPEKTIF
YANG MELIHAT
HUKUM
SUATU HUKUM PIDANA
INTERNASIONAL
KEGIATAN DARI
CABANG ILMU
HUKUM
HUKUM
HUKUM TATA
ADMINISTRASI
NEGARA
NEGARA
PERSPEKTIF YG
HUKUM MELIHAT SUATU HUKUM PASAR
KESEHATAN KEGIATAN DARI MODAL
BERBAGAI
SPESIALISASI
HUKUM
KEFARMASIAN BIDANG HUKUM
HUKUM
HUKUM
KEKAYAAN
PERSAINGAN
INTELEKTUAL
ILMU
PENGETAHUAN
JALINAN
DISIPLIN
NILAI-NILAI
SIKAP TINDAK
KAEDAH
AJEG
HUKUM
PROSES TATA HUKUM
PEMERINTAHAN
KEPUTUSAN PETUGAS
PENGUASA
Pentingnya mengadakan identifikasi terhadap pelbagai arti hukum adalah,untuk mencegah terjadinya
kesimpangsiuran didalam melakukan studi terhadap hukum, maupun dalam penerapannya.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Ketetapan MPR
Perda Provinsi
Perda Kabupaten/Kota
Lanjutan…
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh:
MPR,
DPR,
DPD,
MA,
MK,
BPK,
KY,
BI,
Menteri,
Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-
Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,
DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa
atau yang setingkat.
Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan
kewenangan.
Ketentuan Pidana
DASAR HUKUM
DASAR HUKUM
PMK 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, & Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian sebagaimana telah diubah dengan PMK 31 Tahun 2016
KEFARMASIAN
TENAGA KESEHATAN
10 3
TEKNIK setiap orang yang TENAGA
BIOMEDIKA KEBIDANAN
mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui
9 pendidikan di bidang 4
TENAGA kesehatan yang untuk jenis TENAGA
KETEKNISIAN
MEDIS tertentu memerlukan KEFARMASIAN
kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.
8 [UU 36/2014] 5
TENAGA TENAGA
KETERAPIAN KESEHATAN
FISIK MASYARAKAT
6
7
KESEHATAN
TENAGA GIZI
LINGKUNGAN
APOTEKER
Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai
Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
[PP 51/2009]
TENAGA
KEFARMASIAN
[UU 36/2014] TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN
Sarjana Farmasi
Sarjana Farmasi
Ahli Madya Farmasi
TTK
TTK
UU PP UU Ahli Madya
23/1992 51/2009 36/2014
Farmasi
Analis Farmasi
Analis Farmasi
Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker
Asisten Tenaga
Kefarmasian
Pelimpahan Pekerjaan Kefarmasian
STR
STRTTK bagi TTK
REGISTRASI
ULANG peralihan jenis profesi Tenaga
STR
PMK 83/2019
Kesehatan
KTKI STR
hanya dapat
memiliki STR
pada 1 (satu)
STR STR Sementara jenis Tenaga
Kesehatan.
STR Bersyarat
SIP
Apoteker
•SIP diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/ kota atas rekomendasi pejabat SIPTTK bagi TTK
Ps. 46 kesehatan yang berwenang di
ayat (3) kabupaten/kota tempat Tenaga
Kesehatan menjalankan praktiknya.
•Untuk mendapatkan, Tenaga Kesehatan
Ps. 46 harus memiliki;
•STR yang masih berlaku;
ayat (4) •Rekomendasi dari Organisasi Profesi;
•tempat praktik.
Lanjutan …
Ps. 46
• SIP berlaku hanya untuk
ayat
(5) 1 (satu) tempat.
Nomor HK.02.02/Menkes/24/2017
tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
31 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 Tentang
Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
Surat Izin Praktik Apoteker
TENAGA TEKNIS
KEFARMASIAN yang
menjalankan
pekerjaan kefarmasian
di fasilitas kefarmasian
dapat diberikan untuk
paling banyak 3 (tiga)
tempat fasilitas
•3 SIPTTK
kefarmasian, berupa:
1. SIPTTK Kesatu;
2. SIPTTK Kedua; dan/atau
3. SIPTTK Ketiga.
Permohonan SIPTTK
Yang bertanda tangan di bawah ini, Kepala Dinas Kesehatan/penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu*) Kabupaten/Kota
…………...................... memberikan Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian Kesatu/Kedua/Ketiga **) kepada:
Nama Lengkap : ....................................................................................
Tempat, tanggal lahir : ....................................................................................
Alamat Rumah : ...................................................................................
No. STRTTK : ..................................................................................
Masa berlaku STRTTK sampai : ............................................(tanggal/bulan/tahun)
Untuk melakukan praktik di:
Nama Fasilitas Kefarmasian : ...................................................................................
Alamat : ...................................................................................
Waktu Praktik**) : Hari : .................... Jam : .................... s.d. ................
Masa berlaku SIPTTK : ............................................(tanggal/bulan/tahun)
Dikeluarkan di : ………………………………
Pada tanggal : ………………………………
Pas Foto Kepala Dinas Kesehatan/penyelenggara
Pelayanan Terpadu Satu Pintu*)
4x6 Kabupaten / Kota ……………………………
(…………………………………..................)
NIP………………………………….............
Tembusan :
1. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2. Ketua Komite Farmasi Nasional
3. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi ……………………………
4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota …………………………… (jika Izin dikeluarkan oleh penyelenggara Pelayanan Terpadu
Satu Pintu) 5. Organisasi Profesi
• penilaian keabsahan ijazah oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendidikan;
• surat keterangan sehat flsik dan mental;
dan
• surat pernyataan untuk mematuhi dan
melaksanakan ketentuan etika profesi.
Penilaian
Kelengkapan
STR
WNI [WNI]
Tenaga Administratif
Kesehatan
EVALUASI
KOMPETENSI
Lulusan Penilaian
Luar Negari Kemampuan STR
WNA untuk Sementara
melakukan [WNA]
Praktik
KETUA
WAKIL KETUA
MERANGKAP
ANGGOTA
ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
Tugas & Wewenang
Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan
Pendidikan dan
Divisi Pendidikan dan
Pelatihan
berkelanjutan. Pelatihan berkelanjutan.
Pasal 198
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana
dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Ketentuan Pidana UU 36/2014
Dasar Hukum
Fasilitas Kefarmasian & Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi
Penanggung Jawab & Standar Prosedur Operasional
Industri Farmasi
Industri & Usaha Obat Tradisional
Industri Kosmetik
Ketentuan Pidana
DASAR HUKUM
PP 17/1986 Kewenangan Pengaturan, Pembinaan, dan Pengembangan
Industri
UU 5/1997 Psikotropika
UU 35/2009 Narkotika
Industri-industri : 1) penyulingan minyak bumi, 2) pencairan gas alam, 3) pengolahan bahan galian
bukan logam tertentu, 4) pengolahan bijih timah menjadi ingot timah, 5) pengolahan bauksit meniadi
alumina, 6) pengolahan bijih logam mulia menjadi logam mulia. 7) pengolahan bijih tembaga
menjadi ingot tembaga, 8) pengolahan bahan galian logam mulia lainnya menjadi ingot logam, 9)
pengolahan bijih nekel menjadi ingot nekel, diserahkan kepada MENTERI PERTAMBANGAN
DAN ENERGI
FASILITAS KEFARMASIAN
Fasilitas FASILITAS PRODUKSI
Kefarmasian SEDIAAN FARMASI
adalah
sarana yang
FASILITAS DISTRIBUSI
digunakan SEDIAAN FARMASI
untuk
melakukan
Pekerjaan FASILITAS PELAYANAN
SEDIAAN FARMASI
Kefarmasian.
Fasilitas Produksi Sediaan FarmasiPP 51/2009
FASILITAS
PRODUKSI Industri Farmasi
SEDIAAN Obat
FASILITAS PRODUKSI
FARMASI
adalah sarana Industri Bahan
yang
Baku Obat GMP
digunakan
untuk
memproduksi Industri Obat STANDAR
baku obat,
obat Pabrik Kosmetik
tradisional, dan
kosmetika.
STANDAR USAHA
1) Ruang Lingkup
Industri Farmasi
2) Istilah dan Definisi
3) Penggolongan Usaha
Industri Ekstrak Bahan Alam
4) Persyaratan Umum Usaha
5) Persyaratan Khusus Usaha
Industri Obat Tradisional
PMK 6) Sarana
14/2021 7) Struktur Organisasi SDM dan SDM
Usaha Kecil Obat Tradisioanl
8) Pelayanan
Usaha Mikro Obat Tradisional 9) Persyaratan Produk/Proses/Jasa
10)Sistem Manajemen Usaha
Industri Kosmetika 11)Penilaian kesesuaian dan
pengawasan
PENANGGUNG JAWAB
& STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
Penanggung Jawab Fasilitas Produksi
Apt. PJ
Produksi
Apt. PJ
Obat &
Pengawasan
Bahan Obat Mutu
Apt. PJ
Pemastian
Mutu
Golongan A Apoteker
Fasilitas Produksi Kosmetika
Golongan B TTK
IOT Apoteker
Obat
UKOT TTK
Tradisional
UMOT TTK
Penanggung Jawab & Standar Prosedur Operasional
Di Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi
(PP 51/2009)
Pasal 7
(1) Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki
Apoteker penanggung jawab.
(2) Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
Pasal 11
(1) Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 harus menetapkan Standar Prosedur Operasional.
(2) Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui
secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
di bidang farmasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
INDUSTRI FARMASI
Cara Pembuatan Obat yang Baik
memperhatikan UMOT
DI BIDANG
OBAT
TRADISIONAL IEBA, industri yang khusus membuat sediaan
dalam bentuk ekstrak sebagai produk akhir
UKOT, usaha yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional,
kecuali bentuk sediaan tablet dan efervesen, suppositoria, dan kapsul
lunak
USAHA UMOT, usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam
bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan
DI BIDANG USAHA JAMU RACIKAN, usaha yang dilakukan oleh depot jamu
OBAT atau sejenisnya yang dimiliki perorangan dengan melakukan
pencampuran sediaan jadi dan/atau sediaan segar obat tradisional
TRADISIONAL untuk dijajakan langsung kepada konsumen
Pasal 13
(1) Sertifikat Produksi Kosmetika diajukan oleh Industri Kosmetika.
(2) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi Kosmetika golongan A
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf h terdiri atas:
a. Rencana Produksi Kosmetika; dan
b. memiliki paling rendah 1 (satu) orang apoteker berkewarganegaraan Indonesia
sebagai penanggung jawab teknis;
(3) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi Kosmetika golongan B
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf h terdiri atas:
a. Rencana Produksi Kosmetika; dan
b. memiliki paling rendah 1 (satu) orang tenaga teknis kefarmasian
berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung jawab teknis.
PEMBUATAN
SUPLEMEN KESEHATAN
Harus
industri farmasi
memenuhi
Cara CPOB
INDUSTRI
YANG Pembuatan
yang Baik
DAPAT industri dan usaha sesuai CPOTB
MEMBUAT obat tradisional dengan
SUPLEMEN ketentuan
KESEHATAN peraturan
perundang CPPOB
industri pangan -undangan
PEMBUATAN OBAT
KUASI
Harus
memenuhi
Industri Cara
INDUSTRI Farmasi Pembuatan CPOB
YANG yang Baik
DAPAT sesuai
MEMBUAT dengan
OBAT KUASI ketentuan
Industri Obat
peraturan CPOTB
perundang
Tradisional -undangan
KETENTUAN PIDANA
KETENTUAN PIDANA
(UU Kesehatan36/2009)
Pasal • Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
196 paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
197
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 1 angka 4
Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk
memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
Pasal 106
(1) Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi dan
alat kesehatan harus memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(2) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Terima Kasih
PERUNDANG-UNDANGAN KESEHATAN
Kuliah-04
Fasilitas Distribusi Sediaan Farmasi
Program Studi Diploma-3 Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
Budi Djanu Purwanto, SH, MH
UU 35/2009 Narkotika.
PP 40/2013 Pelaksanaan UU No. 35/2009
UU 36/2009 Kesehatan.
PP 51/2009 Pekerjaan Kefarmasian.
1) Ruang Lingkup
2) Istilah dan Definisi
3) Penggolongan Usaha
4) Persyaratan Umum Usaha
PEDAGANG 5) Persyaratan Khusus Usaha
6) Sarana
BESAR 7) Struktur Organisasi SDM dan SDM
FARMASI 8) Pelayanan
9) Persyaratan Produk/Proses/Jasa
10)Sistem Manajemen Usaha
11)Penilaian kesesuaian dan
pengawasan
Sertifikat Distribusi Farmasi diajukan oleh PBF.
(Sertifikat Distribusi PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan dari PBF pusat
Farmasi)
untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau
bahan obat dalam jumlah besar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
IZIN KOMERSIAL
/OPERASIONAL
SERTIFIKAT DISTRIBUSI
FARMASI/CABANG PENDAFTARAN
NOMOR INDUK
IZIN USAHA
KOMITMEN
BERUSAHA 4 Tahun
Evaluasi &
Verifikasi
PBF
Cabang
Pemda
Provinsi
Masa Berlaku Perizinan Berusaha
Pasal 86
(1) Izin Usaha berlaku selama Pelaku Usaha menjalankan usaha
dan/atau kegiatannya.
(2) Izin Komersial atau Operasional berlaku untuk jangka waktu 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikecualikan untuk Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi.
(4) Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi berlaku mengikuti
pemberlakuan Sertifikat Distribusi Farmasi.
Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung
jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat. Pasal 14
ayat (1)
PBF atau PBF Cabang yang menunjuk apoteker lain sebagai pengganti
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
setempat dengan tembusan kepada Kepala Balai POM.
PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi
persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri.
PMK
1148/2011 PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri
farmasi, sesama PBF dan/atau melalui importasi.
Dalam hal gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang berada dalam
lokasi yang terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki
Apoteker.
PMK
1148/2011
PBF dan PBF Cabang dapat melakukan penambahan gudang atau
perubahan gudang.
PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan bahan obat kepada industri
farmasi, PBF dan PBF Cabang lain, apotek, instalasi farmasi rumah sakit dan
lembaga ilmu pengetahuan.
PENYALURAN
PENYALURAN
Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, dan Sarana Penyimpanan Sediaan
Farmasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin
khusus penyaluran Narkotika dari Menteri.
Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika
wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan
psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
PELAPORAN
Laporan kegiatan dan laporan narkotika dapat dilakukan secara
elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi.
DOKUMENTASI
Dokumen setiap saat harus dapat diperiksa oleh
petugas yang berwenang.
Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara
eceran.
Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani resep
dokter.
PMK
1148/2011 PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF
Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
PMK
1148/2011
Setiap PBF atau PBF Cabang yang melakukan pengubahan kemasan
bahan obat dari kemasan atau pengemasan kembali bahan obat
dari kemasan aslinya wajib melakukan pengujian laboratorium
SANKSI
ADMINISTRATIF
3. Pencabutan Pengakuan.
4. Pencabutan izin.
KETENTUAN PIDANA UU 36/2009
PEDOMAN
TEKNIS CDOB Sertifikat CDOB adalah dokumen sah yang merupakan
PBPOM 9/2019 bukti bahwa PBF telah memenuhi persyaratan CDOB
Jo dalam mendistribusikan obat atau bahan obat.
PBPOM 6/2020
Semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat dan/atau bahan obat
bertanggungjawab untuk memastikan mutu obat dan/atau bahan obat Dokumen ini
dan mempertahankan integritas rantai distribusi selama proses distribusi. menetapkan
pedoman
untuk
PRINSIP UMUM Prinsip-prinsip CDOB berlaku juga untuk obat donasi, baku pembanding distribusi obat,
CDOB dan obat uji klinis. bahan obat
PBPOM 9/2019 dan produk
Jo.
biologi
PBPOM 6/2020 Semua pihak yang terlibat dalam proses distribusi harus menerapkan termasuk
prinsip kehati-hatian (due diligence) dengan mematuhi prinsip CDOB, vaksin yang
misalnya dalam prosedur yang terkait dengan kemampuan telusur dan digunakan
identifikasi risiko.
untuk
manusia.
Harus ada kerja sama antara semua pihak termasuk pemerintah, bea
dan cukai, lembaga penegak hukum, pihak yang berwenang, industri
farmasi, fasilitas distribusi dan pihak yang bertanggung jawab untuk
penyediaan obat, memastikan mutu dan keamanan obat serta
mencegah paparan obat palsu terhadap pasien.
Manajemen Mutu
Operasional
Inspeksi Diri
Dokumentasi
Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat hanya
disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang untuk menyerahkan obat
ke masyarakat. Bukti kualifikasi pelanggan harus didokumentasikan dengan baik.
Pemeriksaan dan pemeriksaan ulang secara berkala dapat mencakup tetapi
tidak terbatas pada permintaan salinan surat izin pelanggan.
Fasilitas distribusi harus memantau tiap transaksi yang dilakukan dan melakukan
penyelidikan jika ditemukan penyimpangan pola transaksi obat dan/atau bahan
obat yang berisiko terhadap penyalahgunaan, serta untuk memastikan
kewajiban pelayanan distribusi obat dan/atau bahan obat kepada masyarakat
terpenuhi.
Dalam melaksanakan penyelidikan, fasilitas distribusi dapat memastikan
kebenaran penyaluran melalui mekanisme pembayaran yang dilakukan oleh
pemesan.
Terima Kasih
PERUNDANG-UNDANGAN KESEHATAN
Kuliah-05
FASILITAS PELAYANAN SEDIAAN FARMASI©
PELAYANAN
APOTEK
KEFARMASIAN
FASILITAS adalah suatu
PELAYANAN pelayanan
KEFARMASIAN langsung dan IFRS STANDAR
adalah sarana bertanggung PELAYANAN
yang digunakan jawab kepada KEFARMASIAN
untuk pasien yang
menyelenggarakan berkaitan dengan PUSKESMAS
pelayanan Sediaan Farmasi
kefarmasian dengan maksud STANDAR
mencapai hasil PROSEDUR
yang pasti untuk KLINIK OPERASIONAL
meningkatkan
mutu kehidupan
pasien.
TOKO OBAT
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN PP 51/2009
[Ps. 7 (2); Ps. 14 (2); Ps. 20 (2)] [Ps. 11 (1); Ps 16 (1); Ps 21 (1)]
STANDAR USAHA
FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN
[PMK 14/2021]
1) Ruang Lingkup
2) Istilah dan Definisi
PMK 14/2021 3) Penggolongan Usaha
STANDAR USAHA 4) Persyaratan Umum Usaha
PP 5/2021
STANDAR KEGIATAN 5) Persyaratan Khusus Usaha
USAHA DAN PRODUK 1. TOKO OBAT 6) Sarana
PENYELENGGARAAN PADA 2. APOTEK 7) Struktur Organisasi SDM dan
PERIZINAN BERUSAHA
PENYELENGGARAAN 3. RUMAH SAKIT SDM
BERBASIS RISIKO 8) Pelayanan
PERIZINAN BERUSAHA 4. PUSKESMAS
9) Persyaratan
BERBASIS RISIKO 5. KLINIK Produk/Proses/Jasa
SEKTOR KESEHATAN 10) Sistem Manajemen Usaha
11) Penilaian kesesuaian dan
pengawasan
APOTEK
APOTEK PMK 9/2017
KHUSUS
APOTEK
adalah sarana Lokasi
pelayanan UMUM
kefarmasian
MODAL
tempat Bangunan
dilakukan
praktek APOTEKER PEMILIK MODAL Sarana, Prasarana,
kefarmasian & Peralatan
oleh Apoteker
Ketenagaan
Perizinan PMK 9/2017
Pasal 30
Apotek diselenggarakan oleh Pelaku Usaha perseorangan.
Pelaku Usaha perseorangan sebagaimana dimaksud yaitu Apoteker.
Persyaratan untuk memperoleh Izin Apotek terdiri atas:
a. STRA;
b. SIPA:
c. denah bangunan;
d. daftar sarana dan prasarana; dan
e. berita acara pemeriksaan.
PenyelenggaraanPMK 9/2017 jo. PMK 73/2016
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)
PENGELOLAAN SEDIAAN
FARMASI, ALKES, & BMHP & PELAYANAN
FARMASI KLINIK
PENERIMAAN RESEP
PERENCANAAN DISPENSING
PENGADAAN PIO
PENERIMAAN KONSELING
PENYIMPANAN YANFAR DI RUMAH
PEMUSNAHAN PTO
PENGENDALIAN MESO
PENCATATAN & PELAPORAN
Lanjutan …
Jika Apotek membuka layanan 24 (dua puluh empat) jam, maka harus memiliki paling sedikit
2 (dua) orang Apoteker
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin praktik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus bekerja sesuai dengan
standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi,
menghormati hak pasien dan mengutamakan kepentingan pasien.
(2) Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat merek dagang, maka Apoteker
dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.
(3) Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di Apotek atau pasien tidak mampu
menebus obat yang tertulis di dalam Resep, Apoteker dapat mengganti obat
setelah berkonsultasi dengan dokter penulis Resep untuk pemilihan obat lain.
(4) Apabila Apoteker menganggap penulisan Resep terdapat kekeliruan atau tidak
tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis Resep.
(5) Apabila dokter penulis Resep sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tetap pada
pendiriannya, maka Apoteker tetap memberikan pelayanan sesuai dengan Resep
dengan memberikan catatan dalam Resep bahwa dokter sesuai dengan
pendiriannya.
Lanjutan …
(1) Pasien berhak meminta salinan Resep.
(2) Salinan Resep harus disahkan oleh Apoteker.
(3) Salinan Resep harus sesuai aslinya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Resep bersifat rahasia.
(5) Resep harus disimpan di Apotek dengan baik paling singkat 5
(lima) tahun.
(6) Resep atau salinan Resep hanya dapat diperlihatkan kepada
dokter penulis Resep, pasien yang bersangkutan atau yang
merawat pasien, petugas kesehatan atau petugas lain yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Lanjutan …
(1) Pengadaan obat dan/atau bahan obat di Apotek
menggunakan surat pesanan yang mencantumkan
SIA.
(2) Surat pesanan harus ditandatangani oleh Apoteker
pemegang SIA dengan mencantumkan nomor SIPA.
(3) Apotek dapat bekerja sama dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan asuransi
lainnya.
(4) Kerja sama dilakukan berdasarkan rekomendasi dinas
kesehatan kabupaten/kota.
Pengalihan Tanggung Jawab PMK 9/2017
(1) Apabila Apoteker pemegang SIA meninggal dunia, ahli waris
Apoteker wajib melaporkan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
(2) Pemerintah Daerah kabupaten/kota harus menunjuk Apoteker lain
untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan.
(3) Apoteker lain tersebut wajib melaporkan secara tertulis terjadinya
pengalihan tanggung jawab kepada Pemerintah Daerah
kabupaten/kota dalam jangka waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh
empat) jam dengan menggunakan Formulir 7.
(4) Pengalihan tanggung jawab disertai penyerahan dokumen Resep
Apotek, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci
penyimpanan narkotika dan psikotropika.
Pembinaan PMK 9/2017
Bangunan
Prasarana harus mengikuti STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN.
Persyaratan
RUMAH SAKIT RS Sumber Daya
Manusia
Kefarmasian
Pengelolaan alat kesehatan, sediaan
farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah
Sakit harus dilakukan oleh INSTALASI
FARMASI SISTEM SATU PINTU.
Kefarmasian
Tenaga Tetap
Tenaga Medis
Tenaga Tenaga Tenaga Tenaga
& Penunjang
Keperawatan Kefarmasian Manajemen RS Nonkesehatan
Medis
PENGELOLAAN SEDIAAN
FARMASI, ALKES, & BMHP & PELAYANAN
FARMASI KLINIK
PENGELOLAAN SEDIAAN
FARMASI & BMHP & PELAYANAN
FARMASI KLINIK
Pasal 31
Toko Obat diselenggarakan oleh Pelaku Usaha perseorangan.
Pelaku Usaha perseorangan sebagaimana dimaksud yaitu paling rendah
tenaga teknis kefarmasian.
Persyaratan untuk memperoleh Izin Toko Obat terdiri atas:
a. STRTTK;
b. SIPTTK sebagai penanggung jawab teknis;
c. denah bangunan;
d. daftar sarana dan prasarana; dan
e. berita acara pemeriksaan.
IZIN APOTIK & IZIN TOKO OBAT
(OSS)
PMK 26/2018
TATA CARA
PERIZINAN
PENDAFTARAN
NOMOR INDUK IZIN KOMITMEN
BERUSAHA USAHA [6 bulan]
PENOLAKAN
Evaluasi &
Izin Usaha berlaku selama BAP
Pelaku Usaha [3 hari]
menjalankan usaha
dan/atau kegiatannya.
Pemeriksaan
Lapangan
Pemda
Kabupaten
/Kota
PENYELENGGARA SISTEM ELEKTRONIK FARMASI
Peraturan
Menteri Melengkapi Masa berlaku
Proses
Kominfo Melengkapi data Tanda Terdaftar
pendaftaran
36/2014 Mengisi form dokumen gambaran Penyelenggara
selesai,
tentang teknis
pengajuan (Profil usaha, Pendaftar Sistem Elektronik
Tata Cara hardware,
pendaftaran Domisili, KTP, software,
akan selama 5 (lima)
Pendaftaran
PSE TDP, domain tenaga ahli, dipublish tahun sejak
Penyelengga
.id) lingkup pada website tanggal
raan Sistem
layanan) e-business diterbitkan.
dan Transaksi
Elektronik
TANDA
TERDAFTAR IZIN PSEF
PSE
[KEMENKES]
[KOMINFO]
PENYELENGGARA SISTEM ELEKTRONIK FARMASI
d. perangkat untuk akses data ketersediaan sediaan farmasi, Alat Kesehatan, dan
BMHP dengan disertai petunjuk manualnya; dan
e. data Industri Farmasi, PBF dan/atau Apotek yang bekerjasama dengan PSEF.
Lanjutan …
1. Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi
secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Pendaftaran PSEF.
2. Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
lama 20 (dua puluh) Hari.
3. Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha
menyampaikan dokumen pemenuhan Komitmen melalui sistem OSS.
4. Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi atas pemenuhan Komitmen Pendaftaran
PSEF paling lama 3 (tiga) Hari.
5. Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan tidak
terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan
Komitmen Pendaftaran PSEF paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.
6. Dalam hal hasil evaluasi diperlukan perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan
hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.
Lanjutan …
www.elic.binfar
.kemkes.go.id
IZIN KOMERSIAL
/OPERASIONAL
Evaluasi &
Verifikasi
3 Hari
Terima Kasih
PERUNDANG-UNDANGAN KESEHATAN
Kuliah-06
Izin Edar Sediaan Farmasi & Pangan Olahan©
▪ Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin edar dari
Menteri.
▪ Dikecualikan dari ketentuan tersebut diatas bagi sediaan farmasi yang berupa obat tradisional yang
diproduksi oleh perorangan.
▪ Izin edar sediaan farmasi dan alat kesehatan diberikan atas dasar permohonan secara tertulis
kepada Menteri.
▪ Permohonan secara tertulis tersebut disertai dengan keterangan dan/atau data mengenai sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang dimohonkan untuk memperoleh izin edar serta contoh sediaan
farmasi dan alat kesehatan.
▪ Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimohonkan untuk memperoleh izin edar diuji dari segi
mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
Permenkes 1010/Menkes/Per/X/2008
Registrasi Obat sebagaimana telah
UU 35/2009 Narkotika diubah dengan Permenkes
1120/Menkes/Per/XII/2008.
Kepala
BPOM
IZIN
EDAR UU 11/2020
Pasal 60 angka 4
Pasal 106 PP 5/2021
(1) Setiap orang yang memproduksi dan Lampiran II
atau mengedarkan sediaan farmasi a. kode KBLI/KBLI terkait, judul KBLI,
dan alat kesehatan harus memenuhi ruang lingkup kegiatan,
Perizinan Berusaha dari Pemerintah parameter Risiko, tingkat Risiko,
UU 36/2009
Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai Perizinan Berusaha, jangka
Pasal 106 ayat (1) waktu, masa berlaku, dan
dengan kewenangannya berdasarkan
norma, standar, prosedur, dan kriteria kewenangan Perizinan
Sediaan farmasi dan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Berusaha;
alat kesehatan hanya b. persyaratan dan/atau
dapat diedarkan (2) Sediaan farmasi dan alat kesehatan
kewajiban Perizinan Berusaha
setelah mendapat izin hanya dapat diedarkan setelah
Berbasis Risiko;
edar. memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat atau Pemerintah c. pedoman Perizinan Berusaha
Daerah sesuai dengan Berbasis Risiko; dan
kewenangannya berdasarkan norma, d. standar kegiatan usaha
standar, prosedur, dan kriteria yang dan/atau standar produk.
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
IZIN EDAR
IZIN EDAR PERIZINAN BERUSAHA IZIN EDAR
Pasal 9 (1) UU 5/1997, Psikotropika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan
setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
Pasal 106 (1) UU 36/2009, Setiap orang yang memproduksi dan latau mengedarkan
sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
Penjelasan Pasal 106 Ayat (1) UU 36/2009, Yang dimaksud dengan "sediaan farmasi" adalah
Obat, Bahan Obat, Obat Tradisional, dan Kosmetik. Termasuk dalam sediaan farmasi adalah
suplemen kesehatan dan obat kuasi.
Pasal 106 (2) UU 36/2009, Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat
diedarkan setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Lanjutan …
Pasal 36 (1) UU 35/2009, Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat
diedarkan setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
Pasal 91 (1) UU 18/2012, Dalam hal pengawasan keamanan, mutu, dan Gizi,
setiap Pangan Olahan yang dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk
diperdagangkan dalam kemasan eceran, Pelaku Usaha Pangan wajib
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan
kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Pasal 91 (2) UU 18/2012, Kewajiban memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap produk Pangan Olahan tertentu
yang diproduksi oleh Usaha Mikro dan Kecil.
PP 5/2021
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko;
Obat
Obat Tradisional
Izin Edar Obat Kuasi
Sediaan Farmasi
& Pangan
Olahan Suplemen Kesehatan
Kosmetika
Pangan Olahan
Narkotika
Psikotropika
Obat
Prekursor
UNTUK MENJAMIN Farmasi
ASPEK Bahan Obat
KEAMANAN, Non-NPP
KHASIAT/ Safety/Keamanan
MANFAAT, DAN Jamu Obyektif
MUTU, SEDIAAN
SEDIAAN FARMASI IZIN
FARMASI
Obat Obat Herbal Penandaan
HANYA DAPAT
Tradisional Terstandar REGISTRASI Efficacy/Khasiat & Lengkap
Informasi EDAR
DIEDARKAN
Obat Kuasi Fitofarmaka
SETELAH Tidak
menyesatkan
MENDAPAT Suplemen Quality/Mutu
IZIN EDAR Kesehatan
Golongan A
Kosmetika
Golongan B
IZIN EDAR OBAT
OBAT adalah obat jadi termasuk Produk Biologi, yang
merupakan bahan atau paduan bahan digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan
kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia.
PBPOM
PMK 1010/2008 Penggunaan darurat Obat
13/2021
Obat untuk Uji Klinik selama kondisi kedaruratan
kesehatan masyarakat melalui
pemberian persetujuan
penggunaan darurat (emergency
use authorization)
Obat sampel untuk Registrasi
Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
(1) Registrasi obat Kontrak hanya dapat dilakukan oleh pemberi kontrak, dengan
melampirkan dokumen kontrak;
(2) Pernberi kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah industri farmasi;
(3) Industri farmasi pemberi kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
memiliki izin industri farmasi dan sekurang-kurangnya memiliki 1 (satu) fasilitas
produksi sediaan lain yang telah memenuhi persyaratan CPOB;
(4) Industri farmasi pemberi kontrak bertanggung jawab atas mutu obat jadi yang
diproduksi berdasarkan kontrak;
(5) Penerima kontrak adalah industri farmasi dalam negeri yang wajib memiliki izin
industri farmasi dan telah menerapkan CPOB untuk sediaan yang dikontrakkan.
Registrasi Obat Impor
Pasal 9
Obat Impor diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat, obat penemuan baru dan
obat yang dibutuhkan tapi tidak dapat diproduksl di dalam negerl.
Pasal 10
(1) Registrasi Obat Impor dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri yang mendapat persetujuan
tertulis dari industri farmasi di luar negeri
(2) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencakup alih teknologi
dengan ketentuan paling lambat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun harus sudah dapat
diproduksi di dalam negeri.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) obat yang masih dilindungi
paten.
(4) Industri farmasi di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
persyaratan CPOB
(5) Pemenuhan persyaratan CPOB bagi industri farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dibuktikan dengan dokumen yang sesuai atau jika diperlukan dilakukan pemeriksaan setempat
oleh petugas yang berwenang.
(6) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dilengkapi dengan data inspeksi terakhir
paling lama 2 (dua) tahun yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang setempat.
Registrasi Obat Khusus Ekspor
Pasal 11
(1)Registrasi obat khusus untuk ekspor hanya dilakukan oleh industri
farmasi.
(2)Obat khusus untuk ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf a dan huruf b,
(3)Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
bila ada persetujuan tertulis dari negara tujuan.
Registrasi Obat
Obat Produksi
Dalam Negeri
Registrasi Obat
Izin Khusus
Narkotika
Registrasi Obat
Registrasi
Kontrak INDUSTRI FARMASI
Registrasi Obat
Impor
Registrasi Obat
Khusus Ekspor
Registrasi Obat Yang Dilindungi Paten
Pasal 12
(1) Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia
hanya dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri pemegang hak paten, atau
industri farmasi lain yang ditunjuk oleh pemegang hak paten.
(2) Hak paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan
sertifikat paten.
Pasal 13
(1) Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia dapat
dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri bukan pemegang hak paten.
(2) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan mulai 2 (dua)
tahun sebelum berakhirnya perlindungan hak paten.
(3) Dalam hal registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, obat yang
bersangkutan hanya boleh diedarkan setelah habis masa perlindungan paten
obat inovator.
KETENTUAN FARMASI
dalam UU 13/2016 Paten Pasal 167
Dikecualikan Impor suatu produk farmasi yang dilindungi paten di Indonesia dan produk
dari farmasi dimaksud telah dipasarkan di suatu negara secara sah dengan
ketentuan syarat produk farmasi itu diimpor sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. [Impor Paralel]
pidana
sebagaimana
dimaksud
dalam BAB Produksi produk farmasi yang dilindungi paten di Indonesia dalam jangka
XVII dan waktu 5 (lima) tahun sebelum berakhirnya pelindungan paten dengan
gugatan tujuan untuk proses perizinan kemudian melakukan pemasaran setelah
pelindungan Paten dimaksud berakhir. [Bolar Provision]
perdata
IMPOR PARALEL UU 13/2016 Pasal 167 huruf a
UMOT
hanya sediaan obat tradisional
dalam bentuk param, tapel, pilis,
cairan obat luar dan rajangan.
c. obat tradisional yang
digunakan untuk penelitian,
sampel untuk registrasi dan
pameran dalam jumlah
terbatas dan tidak
diperjualbelikan.
berdasarkan penelitian atau pemantauan setelah beredar tidak memenuhi
kiteria sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 4;
Industri Farmasi
Industri Farmasi
Industri Pangan
Sanksi
pemusnahan produk.
Administratif
Pencabutan Kosmetika yang telah beredar tidak sesuai dengan data pada
template dan/atau dokumen yang disampaikan pada saat
Notifikasi permohonan notifikasi;
pemohon notifikasi tidak memproduksi, atau mengimpor dan
mengedarkan Kosmetika dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
setelah dinotifikasi;
PANGAN OLAHAN adalah MAKANAN ATAU MINUMAN hasil proses dengan cara atau
metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. (Pasal 1 angka 19)
Pangan Dalam hal pengawasan keamanan, mutu, dan Gizi, setiap Pangan Olahan yang dibuat
di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran,
Pelaku Usaha Pangan wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
Olahan prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat(Pasal 91 ayat 1)
Kementerian
Pertanian
PANGAN SEGAR
Kementerian
Kelautan &
Perikanan
Kementerian
BAHAN BAKU
Perindustrian
PANGAN
PANGAN SIAP Pemerintah
SAJI Kabupaten/Kota
Pemerintah
Skala RT
Kabupten/Kota
PANGAN
OLAHAN
Skala Industri BPOM
PP 86/2019
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian izin edar untuk
Pangan Olahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Kepala Badan.
PP 86/2019
"Industri Rumah
Pangan Olahan tertentu yang diproduksi Tangga"
oleh industri rumah tangga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) wajib adalah perusahaan
memiliki rzin produksi Pangan Olahan
industri rumah tangga.
Pangan yang memiliki
tempat usaha di
Pasal tempat tinggal
35 Izin produksi Pangan Olahan yang dengan peralatan
diproduksi oleh industri rumah tangga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengolahan Pangan
diberikan dalam bentuk sertifikat produksi
Pangan Olahan industri rumah tangga manual hingga semi
yang diterbitkan oleh bupati/wali kota. otomatis.
Lanjutan …
Pasal 36
Berdasarkan hasil penilaian kembali ditemukan hal yang tidak memenuhi persyaratan
keamanan;
dalam hal:
Dalam hal Pangan Olahan diiklankan melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan;
Berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap yang berkaitan
dengan Pangan Olahan;
Lanjutan …
Dalam hal importir atau Distributor pemegang Izin Edar sudah tidak
mendapat penunjukan dari pabrik asal di luar negeri;
Dalam hal izin usaha Pangan untuk memproduksi, izin Importir, dan/atau
izin Distributor dicabut atau sudah tidak berlaku;
Pencabutan
Izin Edar Dalam hal lokasi Importir tidak sesuai dengan yang tertera pada Izin Edar
atau persetujuan pendaftaran variasi;
Dalam hal lokasi sarana produksi tidak sesuai dengan yang tertera pada
Izin Edar atau persetujuan Pendaftaran Variasi; dan/atau
Dasar Hukum
Penandaan dan Informasi
Penggolongan dan Penandaan Obat
Penggolongan Obat terkait Status Hak Paten
Pencantuman Nama Generik Obat
Nomor Izin Edar Sediaan Farmasi
Kewajiban Penyertaan Brosur Dalam Bahasa Indonesia pada Penjualan Obat Bebas Dan
Obat Bebas Terbatas
Pencantuman Informasi Harga Eceran Tertinggi Obat
Pencantuman Informasi Bahan Tertentu
Keterangan Halal Produk Pangan
Jaminan Produk Halal
DASAR HUKUM
DASAR HUKUM
Ordonansi Obat Keras (Staatsblad Tahun 1949 No. 419)
UU 5/1997 Psikotropika
UU 35/2009 Narkotika
UU 36/2009 Kesehatan
PP 72/1998 Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
PP 69/1999 Label dan Iklan Pangan
SE Dirjen POM Nomor 5256/E/SE/1975 5 Nopember 1975 Tanda Peringatan pada Obat-obat yang
termasuk Obat Bebas Terbatas jo. Kepmenkes 6355/Dirjend/SK/1969 Daftar Obat Bebas Terbatas
Nomor 1
Kepmenkes 2380/A/SK/VI/1983 Tanda Khusus Obat Bebas dan Bebas Terbatas
Kepmenkes 02396/A/SK/VIII/86 Tanda Khusus Obat Keras Daftar G
Kepmenkes 068/Menkes/SK/II/2006 Pedoman Pelaksanaan Pencantuman Nama Generik Pada
Label Obat
Permenkes 98 Tahun 2015 Pemberian Informasi Harga Eceran Tertinggi Obat
Perka BPOM HK.03.1.23.06.10.5166 Tahun 2010 Pencantuman Informasi Asal Bahan Tertentu,
Kandungan Alkohol, dan Batas Kedaluwarsa Pada Penandaan/Label Obat, Obat Tradisional,
Suplemen Makanan, dan Pangan
Penandaan & Informasi
SEDIAAN FARMASI
• Label psikotropika adalah setiap • Label pada kemasan Narkotika
keterangan mengenai sebagaimana dimaksud pada
psikotropika yang dapat ayat (1) dapat berbentuk tulisan,
berbentuk tulisan, kombinasi gambar, kombinasi tulisan dan Penandaan dan
gambar dan tulisan, atau bentuk
lain yang disertakan pada
gambar, atau bentuk lain yang informasi sediaan
disertakan pada kemasan atau
kemasan atau dimasukkan dimasukkan ke dalam farmasi harus memenuhi
dalam kemasan, ditempelkan,
atau merupakan bagian dari
kemasan, ditempelkan, atau persyaratan objektivitas
merupakan bagian dari wadah,
wadah dan/atau kemasannya. dan/atau kemasannya. dan kelengkapan serta
• Setiap tulisan berupa keterangan • Setiap keterangan yang
tidak menyesatkan
yang dicantumkan pada label dicantumkan dalam label pada
psikotropika harus lengkap dan kemasan Narkotika harus [UU 36/2009 KESEHATAN]
tidak menyesatkan. lengkap dan tidak menyesatkan.
PP 72/1998
OBYEKTIF TEPAT
PENANDAAN
& LENGKAP PENGGUNAAN RASIONAL
INFORMASI
TIDAK
MENYESATKAN AMAN
PENGGOLONGAN
DAN
PENANDAAN OBAT
Penggolongan & Penandaan OBAT
Narkotika
OBAT KERAS
Non Narkotika
OBAT OBAT BEBAS
&
TERBATAS Non Psikotropika
OBAT BEBAS
TANDA PERINGATAN OBAT BEBAS TERBATAS
P.No. 2
P.No. 1
Awas! Obat Keras
Awas! Obat Keras
Hanya untuk kumur, jangan
Bacalah aturan memakainya
ditelan
P.No. 3
P.No. 4
Awas! Obat Keras
Awas! Obat Keras
Hanya untuk bagian luar dari
Hanya untuk dibakar
badan
P.No. 5 P.No. 6
Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras
Tidak boleh ditelan Obat wasir, jangan ditelan
Penggolongan Obat Terkait Status Hak Paten
OBAT PATEN
20 Tahun
Generik
OFF PATENT
Branded Generic
https://www.who.int/medicines/services/inn/FINAL_WHO_PHARM_S_NOM_1570_web.pdf?ua=1
Nomor Izin Edar
Sediaan Farmasi
NOMOR IZIN EDAR OBAT
Huruf 12 Digit
A A A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 A 12
I : Obat Impor
L : Obat Produksi Dalam Negeri/Lokal
Huruf
E : Obat Untuk Keperluan Ekspor
X : Obat Untuk Keperluan Khusus
(misalnya untuk program)
N : Obat Narkotika
P : Obat Psikotropika
K : Obat Keras NonNarkotika & NonPsikotropika
T : Obat Bebas Terbatas
B : Obat Bebas
D : Nama Dagang
G : Nama Generik
NOMOR IZIN EDAR
Obat Tradisional, Obat Kuasi, & Suplemen Kesehatan
A A 1 2 3 4 5 6 7 8 9
TR : Obat Tradisional Lokal
TI : Obat Tradisional Impor
TL : Obat Tradisional Lisensi
HT : Obat Herbal Terstandar
FF : Fitofarmaka
QD : Obat Kuasi Lokal
QI : Obat Kuasi Impor
QL : Obat Kuasi Lisensi
SD : Suplemen Kesehatan Lokal
SI : Suplemen Kesehatan Impor
SL : Suplemen Kesehatan Lisensi
Logo Obat Tradisional
NOMOR NOTIFIKASI KOSMETIKA
A A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
A, B, C, D, E
Kode Benua
N : Notifikasi
NOMOR IZIN EDAR PANGAN OLAHAN
A A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Apotek, toko obat, dan instalasi farmasi rumah sakit/klinik hanya dapat
menjual obat dengan harga yang sama atau lebih rendah dari HET.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
apotek, toko obat, dan instalasi farmasi rumah sakit/klinik dapat
menjual obat dengan harga lebih tinggi dari HET apabila harga yang
tercantum pada label sudah tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Dalam hal apotek, toko obat, dan instalasi farmasi rumah sakit/klinik
menjual obat dengan harga lebih tinggi dari HET sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), maka apotek, toko obat, dan instalasi farmasi
rumah sakit/klinik harus memberikan penjelasan kepada masyarakat.
PENCANTUMAN INFORMASI
BAHAN TERTENTU
PENCANTUMAN INFORMASI BAHAN TERTENTU
(Perka BPOM HK. 03.1.23.06.10.5166 Tahun 2010)
MENGANDUNG BABI
Lanjutan …
Tanda khusus untuk OBAT yang proses
pembuatannya bersinggungan dengan bahan
tertentu yang berasal dari babi harus mencantumkan
tulisan “Pada proses pembuatannya bersinggungan
dengan bahan bersumber babi”
Berupa tulisan berwarna hitam dalam kotak dengan
warna hitam di atas dasar putih, seperti contoh
berikut:
Dalam ketentuan ini, benar tidaknya suatu pernyataan halal dalam label atau iklan
tentang pangan tidak hanya dapat dibuktikan dari segi bahan baku pangan,
bahan tambahan pangan, atau bahan bantu lain yang dipergunakan dalam
memproduksi pangan, tetapi mencakup pula proses pembuatannya.
Lembaga keagamaan dimaksud adalah Majelis Ulama Indonesia.
Jaminan Produk Halal
Jaminan Produk Halal
PRODUK adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik,
produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai,
digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
PRODUK HALAL adalah Produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.
PROSES PRODUK HALAL yang selanjutnya disingkat PPH adalah rangkaian kegiatan untuk
menjamin kehalalan Produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan,
pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian Produk.
BAHAN adalah unsur yang digunakan untuk membuat atau menghasilkan Produk.
JAMINAN PRODUK HALAL yang selanjutnya disingkat JPH adalah kepastian hukum terhadap
kehalalan suatu Produk yang dibuktikan dengan SERTIFIKAT HALAL.
Lanjutan …
Kementerian
Dalam
melaksanakan Lembaga terkait
wewenangnya,
BPJPH bekerja Lembaga Pemeriksa Halal
sama dengan
Obat
Produk yang
wajib kosmetik;
bersertifikat halal
terdiri atas produk kimiawi;
barang
dan/atau jasa produk biologi;
[Pasal 68 ayat 2]
produk rekayasa genetik; dan
barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau
dimanfaatkan.
Lanjutan …