You are on page 1of 8

Asuhan Keperawatan Medikal Bedah pada pasien Tn.

A
Dengan diagnosa medis CKD on HD diruangan Arjuna
RSUD BHAKTI DHARMA HUSADA

OLEH :

Samaniatul Fajriyah

Nim.P27820320044

Dosen Pembimbing :

Nikmatul Fadilah,S.Kep.Ns,M.Kep

Nip.197703012002122003

POLTEKKES KEMENKES SURABAYA JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D-III KEPERAWATAN SUTOPO SURABAYA


TAHUN AJARAN 2021/2022

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan
volume dan komposisi cairan tubuh dlam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal
biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut (Nurarif & Kusuma, 2013).
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah tidak
mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang biasanya
dieliminasi melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi
renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta
asam basa (Abdul, 2015)
Sedangkan menurut Black (2014) Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah gangguan
fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu
memelihara metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang
berakibat pada peningkatan ureum. Pada pasien gagal ginjal kronis mempunyai
karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan
berupa, trensplantasi ginjal, dialysis peritoneal, hemodialysis dan rawat jalan dalam
waktu yang lama (Desfrimadona, 2016).
B. Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR). Penyebab
gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013):
1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal.
2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis.
3. Infeksi : Bakteri ini mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering
secara ascenden dari traktus urinarius bagian bawah lewat ureter ke ginjal sehingga
dapat menimbulkan kerusakan ginjal yang disebut pielonefritis.
4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat
sehingga terjadi penebalan membrane kapiler di ginjal.
5. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.
6. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi
uretra.
Kelainan kongenital dan herediter : kondisi keturunan yang dikarakteristik oleh
terjadinya kista atau kantong berisi cairan didalam ginjal.

C. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan
metabolic (DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan
Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan
kongenital yang menyebabkan GFR menurun. Titik dimana timbulnya gejala-gejala
pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala pada pasien menjadi lebih
jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal. Fungsi renal menurun, produk
akhir metabolism protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun
dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011)

D. Pathway
(Sumber: Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016)
E. Manifestasi klinis
Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2009):
1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun
hingga 25% dari normal
2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan nokturia,
GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN sedikit
meningkat diatas normal.
3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai
dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN
meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.

F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah
komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :
1) Dialisis
Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius, seperti
hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas,
menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang bertujuan
untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan
dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih
dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka
perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialysis.
1. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang
berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk
kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun
melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis),
lalu setelah darah selesai di bersihkan, darah dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini
dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah salit dan setiap kalinya membutuhkan waktu
sekitar 2-4 jam.
2. Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan
membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari
tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.

3. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan
kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan menimbulkan
hiperkalemia.
4. Koreksi anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian mencari
apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada
keseluruhan akan dapat meninggikan Hb.
5. Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium
bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.
Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
6. Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan. Mengurangi
intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua
gagal ginjal disertai retensi natrium.
G. Pemeriksaan penunjang
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara
lain menurut Kinta, (2012). :
1.Pemeriksaan lab.darah
- hematologi Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
- RFT ( renal fungsi test ) ureum dan kreatinin
- LFT (liver fungsi test )
- Elektrolit Klorida, kalium, kalsium
- koagulasi studi PTT, PTTK
- BGA
2. Urine
- urine rutin
- urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. pemeriksaan kardiovaskuler
- ECG
- ECO
4. Radidiagnostik
- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
- RPG ( retio pielografi )

H. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare (2015) yaitu :
a. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan
diet berlebihan.
b. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem rennin-
angiostensin-aldosteron 15 Poltekkes Kemenkes Padang
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama
hemodialisis.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar alumunium.

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: ECG

Black, J & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang
Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban Patria
Desfrimadona, (2016). Kualitas Hidup pada Pasien Gagal ginjal Kronik dengan
Hemodialisa di RSUD Dr. M. Djamil Padang. Diploma Thesis Univesitas Andalas
KEMENKES (2018). Cegah dan Kendalikan Penyakit Ginjal Dengan CERDIK dan PATUH.
Diakses pada tanggal 07 Desember 2018 dari www.depkes.go.id
Kinta, (2012). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal
Kronik. Scribd. Diakses pada 30 November 2018
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keprawatan,
Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.
Smeltzer & Bare. (2011). Textbook of Medical Surgical Nursing volume 1).
Philladelphia: Lippincott Williams 7 Wilkins.

World Health Organization, (2013) The WOrld Organization Quality of Life. diakses pada
tanggal 2 Desember 2018. Dari http://www.whoqoi.breff.org

You might also like