You are on page 1of 37

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI


Pemeriksaan fisik neurologi merupakan pemeriksaan yang memerlukan ketelitian dan
sistimatik sehingga dapat menentukan diagnosis klinis dan topik, dari kemungkinan diagnosis
ini maka perencanaan pemeriksaan penunjang dapat dilaksanakan secara rasional dan
objektif.1
Pemeriksaan fisik neurologi mencakup hal-hal sebagai berikut : 1,2,3
- Pemeriksaan tingkat kesadaran
- Pemeriksaan tanda rangsangan meningeal
- Pemeriksaan saraf kranial
- Pemeriksaan fungsi motorik
- Pemeriksaan fungsi sensorik
- Pemeriksaan fungsi luhur
- Pemeriksaan fungsi otonom
- Pemeriksaan fungsi koordinasi
- Pemeriksaan reflek fisiologis
- Pemeriksaan reflek patologis

1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemeriksaan Tingkat Kesadaran


Kesadaran adalah produk neurofisiologik dimana seorang individu mampu berorientasi
secara wajar terhadap waktu, tempat dan orang. Kesadaran adalah keadaan sadar terhadap diri
sendiri dan lingkungan. Keadaan sadar adalah keadaan terjaga dan waspada dimana
sipenderita akan bereaksi sepenuhnya dan adekuat terhadap rangsangan visual, auditoris dan
sensibel.4
Koma adalah suatu keadaan tidak sadar total terhadap diri sendiri dan lingkungan
meskipun distimulasi dengan kuat. Diantara keadaan sadar dan koma terdapat berbagai
variasi keadaan/status gangguan kesadaran.4
2.2 Anatomi Kesadaran4
Keadaan sadar ditentukan oleh 2 komponen, yaitu:
a. Aspek “on‐off quality” atau “Arousibility”
Formasio retikularis terletak di rostral mid pons, midbrain (mesencephalon)
dan thalamus ke korteks serebri  ARAS (= Ascending Reticular Activating
System)
b. Aspek “Content” ( isi kesadaran) : Korteks Serebri

2.3 Pendekatan Diagnostik pada Pasien Tidak Sadar


Berbagai proses intrakranial maupun ekstrakranial dapat disertai gangguan kesadaran.
Dalam hal ini naik turunnya tingkat kesadaran dan lamanya gangguan kesadaran merupakan
salah satu petunjuk penting dari maju mundurnya suatu penyakit. Komponen yang harus
diperiksa pada pasien tidak sadar adalah:4

- Tingkat kesadaran (kualitatif dan kuantitatif)


- Pola pernafasan
- Ukuran dan reaksi pupil
- Pergerakan mata
- Respon dari okulovestibuler
Pemeriksaan kesadaran dapat dinyatakan secara kualitatif maupun kuantitatif.

2.4 Cara Pemeriksaan Kualitatif1,2


Tingkat kesadaran kualitatif yaitu :
 Composmentis : Keadaan sisitim sensorik utuh, ada waktu tidur dan sadar penuh
2
serta aktivitas yang teratur.
 Somnolen :Pasien dapat bangun spontan pada waktunya atau sesudah dirangsang
tapi kembali tidur setelah stimulasi dihilangkan.
 Sopor : Pasien terlihat tertidur tapi dapat dibangunkan dengan rangsang verbal
yang kuat, dapat spontan hanya waktu singkat, sistem sensorik berkabut, dapat
mengikuti beberapa perintah sederhana.

 Soporokoma : Pasien tidak ada respon dengan rangsang verbal, dengan rangsang
nyeri masih ada gerakan, reflek‐reflek (cornea, pupil dll) masih baik dan nafas
masih adekuat.
 Koma : Gerakan spontan negatif, reflek‐reflek negatif, fungsi nafas
terganggu atau negatif.
Tingkat kesadaran kualitatif kurang akurat karena merupakan hasil pemeriksaan
individual.
2.5 Cara Pemeriksaan Kuantitatif (Metoda Glasgow Coma Scale)
Aspek-aspek kesadaran yang dinilai secara kualitatif kurang seragam, kriterinya sering
kurang tegas sehingga bila digunakan untuk memonitor tingkat kesadaran seseorang
seringkali dilakukan oleh beberapa orang dengan hasil yang tidak konsisten. Untuk mengatasi
hal ini Prof. Dr. Bryan Jennet dan Teasdale, ahli bedah saraf dari universitas Glasgow pada
tahun 1974 menilai tingkat kesadaran secara objektif dari tiga aspek, yaitu kemampuan
membuka mata, kemampuan motorikdankemampuanberkomunikasi.1,5
Pemeriksaan fungsi membuka mata, respon verbal dan respon motorik terhadap
rangsangan yang diberikan. Rangsangan berupa suara atau rangsangan nyeri. Rangsangan
nyeri dapat diberikan pada supra orbita, ujung kuku, manubrium sternum, prosesus
stilomastoideus dan papilla mamae.1
2.6 Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)
2.6.1 Mata (EYE)
 Membuka mata spontan = 4
 Membuka mata dengan stimulus suara (panggilan) = 3
 Membuka mata dengan stimulus nyeri = 2
 Tidak membuka mata dengan stimulus apapun = 1

3
Lokasi memberikan rangsangan nyeri.1

2.6.2 Motor (Reaksi Motorik)1,2,4,5


 Mengikuti perintah , dapat melakukan gerak sesuai perintah = 6
 Reaksi setempat, ada gerakan menghindar terhadap rangsangan yang
diberikan di beberapa tempat = 5
 Menghindari nyeri, reaksi fleksi cepat disertai abduksi bahu = 4
 Reaksi fleksi abnormal, fleksi lengan disertai adduksi bahu = 3
 Reaksi ekstensi terhadap nyeri, ekstensi lengan disertai adduksi,
endorotasi bahu dan pronasi lengan bawah = 2
 Tak ada reaksi, tak ada gerakan dengan rangsangan cukup kuat = 1

4
2.6.3 Verbal4,5
 Orientasi baik, berorientasi baik terhadap tempat, waktu dan orang = 5
 Gelisah (confused), jawaban yang kacau terhadap pertanyaan = 4
 Kata tak jelas (inappropriate), seperti berteriak dan tidak menanggapi
pembicaraan orang lain = 3

5
 Suara yang tidak jelas artinya (unintelligible‐sounds), selalu ada suara rintihan
dan erangan = 2
 Tak ada suara = 1

Cara kwantitatif dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) dipandang


lebih baik karena beberapa hal, yaitu :1
 Dapat dipercaya
 Sangat teliti dan dapat membedakan kelainannya hingga tidak terdapat
banyak perbedaan antara dua penilai (obyektif )
 Dengan sedikit latihan dapat juga digunakan oleh perawat sehingga observasi
mereka lebih cermat
Hal-hal yang perlu diingat :1,4
 Nilai maksimum E4M6V5 = 15, nilai minimum E1MV1 = 3
 Hati- hati bila ada disfasia (untuk menilai verbal) dan kelumpuhan motorik
(untuk menilai motorik)
 Penilaian GCS untuk anak-anak berumur < 5 tahun berbeda nilainya dari
dewasa, terutama untuk penilaian verbal dan motorik, mengingat fungsi otak
belum maksimum.

2.7 PITTSBURGH BRAIN STEM SCORE1


Cara ini dapat digunakan untuk menilai refleks brainstem pada pasien koma.
2.7.1 Brainstem reflex
1. Refleks bulu mata positif kedua sisi: 2 , Negative : 1
2. Refleks kornea positif kedua sisi : 2, Negative : 1
3. Doll’s eye movement/ice water calories positif kedua sisi : 2 , Negatif : 1
4. Reaksi pupil kanan terhadap cahaya positif : 2, Negatif : 1
5. Reaksi pupil kiri terhadap cahaya positif : 2, Negatif : 1
6. Refleks muntah atau batuk positif : 2 negatif : 1
Interpretasi:
 Nilai minimum : 6
 Nilai maksimum : 12 ( nilai /skor makin tinggi makin baik )

6
2.8 Pemeriksaan Rangsang Meningeal
Mekanisme perangsangan selaput otak disebabkan oleh pergeseran struktur- struktur
intrakranial atau oleh ketegangan saraf spinal yang hipersensitif dan meradang. Tanda-tanda
perangsangan selaput otak dan gejalanya ini bervariasi bergantung pada berat ringan proses
yang terjadi.5
KAKU KUDUK2,3,5
Jangan dikerjakan pada pasien dengan cervical tidak stabil seperti pada trauma.
Cara : Pasien tidur telentang tanpa bantal.
Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring,
kemudian kepala ditekukan ( fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita
dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat
bersifat ringan atau berat.
Hasil pemeriksaan:
Leher dapat bergerak dengan mudah, dagu dapat menyentuh sternum, atau
fleksi leher  normal
Adanya rigiditas leher dan keterbatasan gerakan fleksi leher  kaku kuduk
Arti klinis: Meningitis, meningoensefalitis, SAH, Karsinomameningeal

7
A. Sewaktu mengangkat
kepala, badan ikut
terangkat.
B. Gerakan leher ke kanan
atau kiri tidak ada
gangguan.
C. Gerakan dorsofleksi
tidak ada tahanan

KERNIG SIGN2,3,5
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135 derajat
terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut
135 derajat, maka dikatakan kernig sign positif.

8
BRUDZINSKI I (Tanda Leher menurut Brudzinski)2,3,5
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah
kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya
ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien
difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.
Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi
lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.

BRUDZINSKI II (Tanda tungkai kontra lateral menurut Brudzinski)2,3,5 Pasien


berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi
lutut,kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan
secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini
menandakan test ini postif.

9
PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
Pemeriksaan saraf otak dapat membantu kita menentukan lokasi lesi dan jenis
penyakit. Tiap saraf otak harus diperiksa dengan teliti, karena itu perlu
pemahaman anatomi,fungsi dan hubungannya dengan struktur lainnya. Lesi dapat
terjadi pada serabut atau bagian perifer (infranuklir, pada inti (nuklir) atau hubungan ke
sentral (supranuklir). Bila inti rusak hal ini diikuti oleh degerasi saraf perifernya. Saraf
perifer dapat pula terganggu tersendiri. 2,4
Saraf otak terbagi atas saraf otak I-XII (Nervus cranialis I-XII). Saraf otak I &
II merupakan jaras-jaras berupa tonjolan otak. Saraf otak XI berasal dari segmen
servical atas medula spinalis. Saraf otak III-X dan XII berhubungan dengan batang
otak. Nervus cranial yang mempunyai fungsi motorik berasal dari kelompok-kelompok
sel yang terbenam di batang otak yang analog dengan sel-sel pada cornu anterior
medula spinalis, sedangkan saraf cranial sensorik berasal dari kumpulan sel di batang
otak, biasanya dalam ganglion-ganglion yang dianggap aanalog dengan ganglion radiks
dorsals saraf spinalis.6,7,8

10
SARAF OTAK I ( NERVUS OLFAKTORIUS )2,4,5,6,7
Anatomi:
Istilah umumnya ditujukan pada traktus olfaktorius, yang muncul dari bulbus
olfaktorius pada bagian ventral lobus frontalis dan dilanjutkan ke posterior untuk
berakhir tepat di sebelah lateral kiasma optikum, tempat dimana jaras tersebut
menembus cerebrum.

Persiapan : Pasien harus sadar dan kooperatif


Bahan :kopi,teh,tembakau,jeruk,
pepperminth,kamper,aq.rosarum
Pemeriksaan :
1.Subyektif : Keluhan pasien 2.Obyektif
Tujuan pemeriksaan : untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu, selain
itu
untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau
penyakit hidung lokal.
Cara pemeriksaan:
Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk mencium bau-bauan
tertentu yang tidak merangsang .Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan
menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan. Sebelumnya periksa lubang
hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip.
Interpretasi :
• Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan
• Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam

11
• Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka
• Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai
misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.
• Jika parosmia dicirikan oleh modalitas olfaktorik yang tidak menyenangkan atau
yang memuakan seperti bacin , pesing dsb, maka digunakan istilah lain yaitu
kakosmia.
• Baik dalam hal parosmia maupun kakosmia adanya perangsangan olfaktorik
merupakan suatu kenyataan, hanya pengenalan nya saja tidak sesuai, tetapi
bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya perangsangan maka kesadaran
akan suatu jenis bau ini adalah halusinasi, yaitu halusinasi olfaktorik.

SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS)3,5,6,7


Anatomi :
Nervus optikum berisi serabut-serabut saraf yang timbul dari permukaan dalam retina
dan diteruskan ke posterior memasuki rongga cranium melalui foramen optikum.
Sebagian serabutnya menyilang ke sisi yang lain melalui kiasma optikum.

Tujuan pemeriksaan : untuk mengukur tajam penglihatan (visus), pengenalan warna,


lapangan pandang dan pemeriksaan fundus (funduskopi) serta untuk

12
menentukan apakah kelainan pada penglihatan disebabkan oleh kelainan okuler
lokal atau oleh kelainan saraf.
1. Pemeriksaan Tajam Penglihatan ( Visus )
Persiapan : Yakinkan tidak ada gangguan visus oleh karena penyakit mata.
Tabel Snellen
Pasien berdiri 6 m dari kartu snellen. Mata kiri ditutup dengan tangan kiri dan visus
mata kanan diperiksa.
Dengan mata kanannya membaca huruf-huruf dalam tabel snellen. Begitu juga
sebaliknya untuk mata kiri. Interpretasi
Visus normal : 6/6
x : jarak penderita dengan snellen
y : jarak dimana orang normal dapat melihat tulisan dalam snellen
Jari-jari Tangan
• Visus pasien menurun →< 6/60,visus diperiksa dengan menghitung jari-jari.
• Pasien memberitahukan berapa jari dokter yang diperlihatkan kepadanya.
• Jika sejauh 6 m,tidak dilihat, jarak diperpendek sampai dapat dilihat.
Interpretasi
• Normal:menghitung jari tangan jarak 60 m,
• jika hanya dapat menghitung jari-jari tangan dari jarak 5 m→ visus: 5/60
Gerakan Tangan
– Pasien menentukan arah gerakan tangan pemeriksaan.
–Jarak berapa pasien dengan jelas dapat menentukan arah gerakan tangan
pemeriksa.
Interpretasi
Normal : Gerakan tangan dari jarak 300 m
Hanya melihat arah gerakan tangan dari 3 m→visus 3/300
Lampu / Cahaya
Memakai rangsangan cahaya.

13
Mata pasien disinari dengan cahaya lampu lalu pasien disuruh menentukan gelap atau
terang.
Interpretasi
Normal : Jarak tak terhingga
Jika dpt melihat cahaya dr jarak 1 m→ visus 1/~. Cahaya tidak dilihat→visus:
nol (nol light perseption)
2. Pemeriksaan & Interpretasi Pengenalan Warna
Pemeriksaan :
– Menggunakan kartu test istihara dan stiling / benang wol berwarna.
– Pasien membaca angka berwarna dlm kartu istihara atau stiling.
–Mengambil wol yang berwarna sesuai perintah. Interpretasi: Normal atau
Buta Warna
3. pemeriksaan Lapang Pandang
Metode test :
Tanpa alat : Test konfrontasi.
Dengan alat : Test kampimeter dan Test perimeter Persiapan :
– Pasien kooperatif.
– Pasien diberi penjelasan test yang akan dilakukan
Test konfrontasi
Interpretasi: Normal atau menyempit

Test Kampimeter & Test Perimeter


• Papan hitam diletakan di depan pasien jarak 1 atau 2 m.
• Benda penguji (test objek) berupa bundaran kecil berdiameter 1-3 mm.
• Mata pasien difiksasi di tengah & benda penguji digerakan dari perifer ke
tengah dari segala jurusan

14
• Ada bagian bagian visual field yang buta dimana pasien tidak dapat melihatnya, ini
disebut dengan SKOTOMA.
• Skotoma positif : tanpa diperiksa pasien sudah merasa adanya skotoma.
• Skotoma negatif: dengan diperiksa pasien baru merasa adanya skotoma.
• Macam macam gangguan ”visual field” antara lain :
- hemianopsia ( temporal; nasal ; bitemporalis ; binasal )
- homonymous hemianopsia
- homonymous quadrantanopsia
- total blindness dsb
4. Pemeriksaan Funduskopi
o Pemeriksa memegang oftalmaskop dengan tangan kanan.
o Tangan kiri pemeriksa memfiksasi dahi pasien.
o Pemeriksa menyandarkan dahinya pd darsum manus tangan kiri yang
memegang dahi pasien.
o Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa,begitu
sebaliknya.
o Pemeriksa menilai retina & papil nervi optisi.
Interpretasi Funduskopi:
1. Gambaran retina
Normal :
_ Latar belakang :merah jingga
_ Papil nervus optikus : lebih muda
_ Pembuluh darah berpangkal pada pusat papil memancarkan cabang-
cabangnya ke seluruh retina
_ Arteri berwarna jernih dan vena berwarna merah tua
_ Reflek sinar hanya tampak pada arteri
_ Vena berukuran lebih besar & tampak berkelak-kelokdibandingkan arteri
_ Tampak pulsasi pada pangkal vena besar (di papil) dan penekanan bola
mata → pulsasi lebih jelas

15
2.Gambaran Nervus Optikus
Normal : bentuk lonjong, warna jingga muda, bagian temporal sedikit pucat, batas
tegas, bagian nasal agak kabur, fisiologik cupping, vena:arteri 3 : 2

Papil edema : papil hiperemis, batas papil kabur, cupping menghilang Papil Atropi
Primer : papil pucat, batas tegas, cupping (+)
Papil Atropi Sekunder: papil pucat,batas tidak tegas cupping (-)

SARAF OTAK III,IV,VI


(OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)2,4,5,6,7,8
Anatomi :
Nervus III (okulomotorius) meninggalkan otak pada sisi medial pedunkulus serebri
dimana serabut saraf ini terletak di sebelah posterior arteri serebri posterior, di
sebelah anterior arteri cerebelaris superior dan di sebelah lateral arteeri basilaris.
Kemudian nervus okulomotorius berjalan ke anterior, disebelah lateral arteri carotis
intern dalam sinus kavernosus, dan meninggalkan rongga tengkorak melalui fisura
orbitalis superior.
Nervus IV (trokhlearis) mempunyai tempat asal superfisial pada dorsal batang otak,
lalu melengkung ke ventral diantara arteri cerebri posterior dan arteri cerebelaris
superior (disebelah lateral nervus okulomotorius). Nervus ini terus berjalan ke anterior
di dalam dinding lateral sinus kavernosus, diantara nervus okulomotorius dan cabang
opthalmika nervus trigeminus, dan memasuki orbita melalui fisura orbitalis superior.
Nervus VI (abdusen) keluar dari permukaan ventral batang otak di dalam alur antara
piramis medulla dan ujung caudal pons, serta kemudian berjalan sepanjang

16
sinus kavernosus untuk keluar dari rongga cranium melalui fisura orbitalis superior.

Fungsi N III,IV,VI saling berkaitan dan diperiksa bersama-sama . Fungsinya ialah


menggerakkan otot mata ekstraokuler dan mengangkat kelopak mata. Serabut otonom
N III mengatur otot pupil.
Pemeriksaan nervi III,IV,VI: 1.Inspeksi saat istirahat :
• Kedudukan bola mata
• Observasi celah kelopak mata 2.Inspeksi saat bergerak :
Observasi gerakan mata sesuai perintah 3.Pemeriksaan fungsi & reaksi pupil
1. Inspeksi saat istirahat
A.Kedudukan bola mata Pemeriksaan
– Kedudukan mata kiri dan kanan semetris/tidak
– Strabismus, deviasio conjugee, krisis akulogirik
– Eksoptalmus / endoftalmus Interpretasi
Normal : Kedudukan bola mata simetris

17
Kelainan : Stabismus, deviatio conjugee, krisis okulogirik, eksoptalmus
/endoftalmus B.Observasi celah kelopak mata
Pemeriksaan :
Penderita memandang lurus kedepan
Perhatikan kedudukan kelopak mata thd pupil & iris.
Interpretasi
Normal : simetris kanan-kiri
Kelainan : 1.Celah kelopak mata menyempit : Ptosis, Enoftalmus dan
blefarospasmus
2.Celah kelopak mata melebar : Eksoftalmus & proptosis
2. Pemeriksaan gerakan bola mata
 Penilaian gerakan monokular
 Penilaian gerakan kedua bola mata atas perintah
 Penilaian gerakan bola mata mengikuti obyek bergerak
 Pemeriksaan gerakan konjungat reflektorik (doll’s eye movement)

Interpretasi gerakan bola mata :


Normal :
Gerakan konjungat
Gerakan diskonjungat/gerakan konversion
Dolls eye movement (+)
Kelainan :

o Tanda parinaud (+) (paralisis lirikan ketas)

18
o Stabismus
o Gerakan okulogirik
o Diplopia
o Gangguan gerakan bola mata kesamping
o Gangguan gerakan bola mata adduksi, kebawah

3.Pemeriksaan & Interpretasi Pupil-Reaksi pupil


Pemeriksaan :
 Observasi bentuk, ukuran pupil & posisi pupil
 Perbandingan pupil kanan dan kiri
 Pemeriksaan reflek pupil : Reflek cahaya langsung
Reflek cahaya tidak langsung atau konsensuil Reflek pupil
akomodatif /reflek pupil konvergensi
Interpretasi :
Normal :
• Bentuk pupil : bulat reguler
• Ukuran pupil : 2 mm – 5 mm
• Posisi pupil : ditengah-tengah
• Isokor
• Reflek cahaya langsung (+)
• Reflek cahaya konsensuil (+)
• Reflek akomodasi/konvergensi (+)

Kelainan :
– Pintpoin pupil
– Bentuk ireguler
– Anisokor dengan kelainan reflek cahaya
– Pupil marcus gunn
– Pupil argyll robertson
– Pupil adie

19
SARAF OTAK V ( NERVUS TRIGEMINUS )3,6,7,8
Anatomi :
Nervu V (trigeminus) berisi radiks sensoris yang besar dan radiks motorik yang lebih
kecil. Bagian sensorik berasal dari sel-sel pada ganglion semilunaris (gasseri) yang
besar di bagian lateral sinus kavernosus, berjalan ke posterior di antara sinus petrosus
superior dan tentorium, serta menembus pedunkulus cerebelaris medius untuk
memasuki pons. Serabut-serabut bagian opthalmika masuk ke dalam tengkorak melalui
fisura orbitalis superior. Serabut-serabut sensorik bgian mndibularis, bersatu dengan
bagian motorik atau masticator yang meninggalkan pons di bagian ventromedial
sensory rootlets dan meninggalkan rongga cranium melalui foramen ovale.

Pemeriksaan:
1. Fungsi motorik N. Trigeminus
2. Fungsi sensorik N.Trigeminus
3. Reflek Trigeminal
1. Fungsi Motorik N. Trigeminus
• Pasien menggigit giginya sekuat-kuatnya, palpasi m.maseter & temporalis
•Pasien membuka mulutnya,perhatikan deviasi rahang bawah (m.pterigoideus
lateralis)
•Kayu tong spatel digigit bergantian, bandingkan bekas gigitan (M.Pterigoideus
Medialis)

20
Interpretasi
Normal:
– Kontraksi m.masseter & m.temporalis simetris
– Rahang bawah berada ditengah tengah
–Kekuatan gigitan kayu tong spatel, sama dalam pada gigitan kanan dan kiri
Kelainan :
– Kontraksi m.masseter & m.temporalis kanan dan kiri (-) / melemah.
– Deviasi rahang bawah saat membuka mulut ke sisi m.pterigoideus lateralis yg
lumpuh.
– Bekas gigitan pada sisi m.pterigoideus medialis yang lumpuh lebih dangkal.
2.Fungsi Sensorik N.Trigeminus
Cara pemeriksaan :
Dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan suhu, kemudian lakukan
pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah. Interpretasi :
Normal : gangguan sensibilitas(-) Kelainan :
•Analgesi : tidak merasakan rangsang nyeri
•Termanestesi : tidak merasakan rangsangan suhu
•Anestesi : tidak merasakan rangsangan raba
3.Reflek Trigeminal
a. Refleks kornea ( berasal dari sensorik Nervus V)
Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan menutup matanya atau Lalu
menanyakan apakah pasien dapat merasakan.
b. Refleks masseter / Jaw reflex ( berasal dari motorik Nervus V)
Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada bagian tengah dagu, lalu
pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul dengan ”hammer refleks”.
Normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah kadang kadang tidak ada. Bila ada
gerakan nya hebat yaitu kontraksi m.masseter, m. temporalis, m. pterygoideus medialis
yang menyebabkan mulut menutup ini disebut reflex meninggi.

21
c. Refleks supraorbital
Dengan mengetuk jari pada daerah supraorbital, normalnya akan menyebabkan mata
menutup homolateral (tetapi sering diikuti dengan menutupnya mata yang lain).

SARAF OTAK VII (NERVUS FASIALIS)3,5,6,7,8


Anatomi :
Radiks motorik nervus fasialis muncul dari batas posterior pons tepat di sebelah lateral
olive inferior sepanjang sisi medial sudut serebelopontin dan meninggalkan cranium
melalui meatus akustikus internus. Radiks sensorik berasal dari sel-sel pada ganglion
genikulatum dan berjalan sepanjang meatus akustikus intrnus untuk menembus medulla
oblongata melalui bagian yang berada disebelah dorsal (nervus dari wrisberg).

Pemeriksaan:
1. Fungsi motorik N.Fasialis
2. Fungsi sensorik N.Fasialis
3. Parasimpatis N.Fasialis
1. Pemeriksaan dan Interpretasi fungsi motorik
a.Observasi otot wajah dalam keadaan istirahat Pemeriksaan :
Pasien diperiksa dalam keadaan istirahat. Perhatikan wajah pasien kiri dan kanan
apakah simetris atau tidak. Perhatikan juga lipatan dahi, tinggi alis, lebarnya celah
mata, lipatan kulit nasolabial dan sudut mulut.

22
b.Observasi otot wajah saat digerakkan
– Mengerutkan dahi, dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam.
– Mengangkat alis
– Menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa.
– Moncongkan bibir atau menyengir.
– Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah
sama kuat . Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi yang
lumpuh.
2. Pemeriksaan fungsi Pengecapan
Persiapan :
Bahan : larutan garam (rasa asin), gula (rasa manis), kinine (rasa pahit), cuka (rasa
asam)
Pemeriksaan:
1.Mintalah pasien untuk menjulurkan lidahnya 2.Bersihkan lidah sebelum pemeriksaan
3. Berilah rangsangan pada indera pengecapnya 2/3 bagian depan
4. Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas Interpretasi : Ageusia,
Pargeusia, Hipoageusia dan Hemiageusia 3.Pemeriksaan fungsi parasimpatis
Pemeriksaan :
1. Inspeksi lakrimasi dan sekresi kelenjar ludah
2. Gunakan kertas lakmus untuk memeriksa sekresi glandula lakrimasi, glandula
submaxilaris dan glandula sublingualis
Bahannya adalah: Glukosa 5 %, Nacl 2,5 %, Asam sitrat 1 %, Kinine 0,075 %. Cara :
• Sekresi air mata.
• Dengan menggunakan Schirmer test ( lakmus merah )
• Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm
• Warna berubah menjadi Biru : Normal: 10 – 15 mm ( lama 5 menit ).
Interpretasi :
Normal : Lakrimasi dan sekresi glandula submasilaris dan sublingualis baik Kelainan :
Hiperlakrimasi dan Hiposekresi gl.submaxilaris dan sublingualis

23
SARAF OTAK VIII (NERVUS KOKHLEARIS, NERVUS
VESTIBULARIS)2,3,5,6,7,8
Antomi :
Nervus akustikus atau statoakustikus memasuki rongga cranium melalui meatus
akustikus internus dan masuk kedalam batang otak di belakang tepi posterior
pedunkulus serebelaris medius. Bagian vestibuler timbul dari sel-sel dalam ganglion
vestibularis (ganglion dari scarpa) yang terletak di dalam bagian dorsal meatus auditori
inteernus. Bagian koklear timbul dari ganglion spiralis.

Pemeriksaan N. Kokhlearis
Fungsi N. Kokhlearis adalah untuk pendengaran.
a. Pemeriksaan Weber.
Maksud nya membandingkan transportasi melalui tulang ditelinga kanan dan kiri
pasien. Garpu tala ditempatkan didahi pasien, pada keadaan normal kiri dan kanan
sama keras ( pasien tidak dapat menentukan dimana yang lebih keras ).
Pendengaran tulang mengeras bila pendengaran udara terganggu, misal: otitis media
kiri, pada test weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat ” nerve deafness ”
disebelah kiri , pada test weber dikanan terdengar lebih keras .
b. Pemeriksaan Rinne.
Maksudnya membandingakn pendengaran melalui tulang dan udara dari pasien.
Pada telinga yang sehat, pendengaran melalui udara didengar lebih lama dari pada
melalui tulang. Garpu tala ditempatkan pada planum mastoid sampai

24
pasien tidak dapat mendengarnya lagi. Kemudian garpu tala dipindahkan kedepan
meatus eksternus. Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan test
positip. Pada orang normal test Rinne ini positif. Pada ” Conduction deafness ” test
Rinne negatif.
c. Pemesiksaan Schwabach.
Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan pendengaran pemeriksa yang
dianggap normal. Garpu tala dibunyikan dan kemudian ditempatkan didekat telinga
pasien. Setelah pasien tidak mendengarkan bunyi lagi, garpu tala ditempatkan didekat
telinga pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa, maka dikatakan bahwa
Schwabach lebih pendek (untuk konduksi udara). Kemudian garpu tala dibunyikan lagi
dan pangkalnya ditekankan pada tulang mastoid pasien. Dirusuh ia mendengarkan
bunyinya. Bila sudah tidak mendengar lagi maka garpu tala diletakkan ditulang
mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengarkan bunyinya maka dikatakan
Schwabach (untuk konduksi tulang) lebih pendek.

Pemeriksaan N. Vestibularis
a. Pemeriksaan dengan test kalori
Bila telinga kiri didinginkan ( diberi air dingin ) timbul nystagmus kekanan. Bila
telinga kiri dipanaskan ( diberi air panas ) timbul nystagmus kekiri. Nystagmus ini
disebut sesuai dengan fasenya yaitu : fase cepat dan fase pelan, misalnya nystagmus
kekiri berarti fase cepat kekiri. Bila ada gangguan keseimbangan maka perubahan
temperatur dingin dan panas memberikan reaksi.
b. Pemeriksaan “past pointing test”

25
Pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari telunjuknya, kemudian
dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengulangi. Normalnya pasien harus dapat
melakukannya.
c. Test Romberg
Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu didepan kaki yang
lainnya. Tumit kaki yang satu berada didepan jari kaki yang lainnya, lengan dilipat
pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap
Romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.
d. Test melangkah ditempat ( Stepping test )
Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata tertutup , sebanyak 50 langkah
dengan kecepatan seperti jalan biasa.Selama test ini pasien diminta untuk berusaha
agar tetap ditempat dan tidak beranjak dari tempatnya selama test berlangsung.
Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien beranjak lebih dari 1 meter dari
tempatnya semula, atau badan terputar lebih dari 30 derajat.

SARAF OTAK IX & X (NERVUS GLOSOFARINGEUS & NERVUS

VAGUS)2,3,5,6,7,8
Anatomi :
Nervus glosofaringeus berisi serabut-serabut sensorik yang berasal dari sel-sel dalam
ganglion superior dan petrosus, lalu berjalan melewati foramen jugulare dan
memasuli medulla oblongata pada sisi lateral oliva inferior tepat di belakang nervus
fasialis. Bagian motorik muncul pada nucleus ambigus dan meninggalkan lateral
medulla oblongata untuk bersatu dengan bagian sensorik.
Nervus vagus berisi serabut-serabut aferen yang berasal dari sel-sel dalam ganglion
jugularis dan ganglion nodosum tepat di bawah foramen jugulare, dan berjalan
memalui foramen jugulare untuk memasuki medulla tepat di belakang nervus
glosofaringeus . Serabut-serabut motoriknya meninggalkan medulla oblongata dan
bersatu dengan bagian sensorik saraf tersebut.

26
Nervus IX Nervus X

1. Pemeriksaan Fungsi Motorik


A. Inspeksi lengkung langit-langit
Minta penderita membuka mulut dan suruh ucapkan “Ah,Ah”. Perhatikan lengkung
langit-langit dan posisi uvula.
Interpretasi :
Normal : Simetris lengkung langit-langit
Kelainan : Lengkung langit-langit yg sehat bergerak keatas.
Lengkung langit-langit yg lumpuh tertinggal.
B. Pemeriksaan fungsi menelan
Minta penderita minum air, lalu perhatikan apakah pasien mampu minum air atau
air masuk ke hidung.
Interpretasi:
Normal : mampu minum air dg baik.
Kelainan : air akan masuk ke hidung pd lesi n.IX bilateral C.Pemeriksaan Fonasi
suara
Minta penderita mengucapkan “ a.a.a.a.a.” Interpretasi :
Normal : tidak ada kelainan
Kelainan : gangguan fonasi suara “sengau”

27
2.Pemeriksaan fungsi parasimpatis
Inspeksi sekresi kelenjar ludah Interpretasi :
Normal : sekresi kelenjar ludah ada Kelainan : sekresi kelenjar ludah (-)

3.Pemeriksaan Fungsi Sensorik


A.Reflek muntah
Sentuh bagian atas faring/palatum molle Interpretasi : Reflek muntah +/ -
B. Pemeriksaan Fungsi pengecapan Minta pasien menjulurkan lidahnya.
Bersihkan lidah penderita pada 1/3 bagian belakang. Berilah rangsangan pengecapan
pada lidah 1/3 belakang.
Interpretasi : Ageusia, Hipoageusia, Parageusia dan Hemiageusia

SARAF OTAK XI ( NERVUS AKSESORIUS)2,3,5,6,7,8


Anatomi :
Nervus aksesorius timbul superficial dari suatu rangkaian filamen yang berada di
belakang filamen-filamen radiks nervus vagus, dari permukaan lateral medulla
oblongata dan medulla spinalis servikal atas serta meninggalkan cranium melalui
foramen jugulare.

28
1. Pemeriksaan Fungsi M.Sterno Kleidomastodius
Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri dan ditahan oleh pemeriksa,
kemudian dilihat dan diraba tonus dari m. Sternocleidomastoideus.
Interpretasi :
Normal : Kontraksi + Kelainan : Kontkaksi -
2. Pemeriksaan Fungsi M.Trapezius
Memeriksa tonus dari m. Trapezius. Dengan menekan pundak pasien dan pasien
diminta untuk mengangkat pundaknya.
A. Saat Istirahat
B. Saat bahu digerakkan Interpretasi :
Normal : simetris
Kelainan : Asimetris : kelemahan pada bahu yg sakit

SARAF OTAK XII ( NERVUS HIPOGLOSUS ) 2,3,5,6,7,8


Anatomi :
Nervus hipoglosus berjalan dari tempat asal superficial melalui filament di dalam
sulkus ventrolateralis medulla oblongata diantara oliva inferior dan piramis, filament-
filamen ini kemudian menyatu dan meninggalkan fossa posterior tulang tengkorak
melalui canalis hipoglosus.

29
Cara pemeriksaan.
• Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan perkataan tidak
dapat diucapkan dengan baik hal demikian disebut: dysarthri.
• Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser ke daerah lumpuh
karena tonus disini menurun.
• Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi yang sakit.
• Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot lidah .
• Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah ke samping pada pipi dan
dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi pipi.

PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.


Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu
untuk menjamin kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.3
1. Pengamatan
• Gaya berjalan dan tingkah laku.
• Simetri tubuh dan ektremitas.
• Kelumpuhan badan dan anggota gerak dan lain-lain.
2. Gerakan Volunter
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:
– Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
– Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
– Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
– Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
– Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
– Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
– Gerakan jari- jari kaki.

30
3. Palpasi otot
• Pengukuran besar otot
• Nyeri tekan
• Kontraktur
• Konsistensi (kekenyalan)
• Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada :
– Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP.
– Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).
– Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).
– Kontraktur otot.
• Konsistensi otot yang menurun terdapat pada:
– Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.
– Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di ”motor end plate”.
4. Perkusi otot.
• Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan
berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja.
• Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi (biasanya terdapat pada
pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk).
• Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh
karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
5. Tonus otot.
• Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian
ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut
. Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar.
• Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada kelumpuhan LMN).
• Hipotoni : tahanan berkurang.
• Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan , ini dijumpai pada
kelumpuhan UMN.
• Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.
6. Kekuatan otot.
• Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:

31
– Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa
menahan gerakan ini.
– Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh
menahan.
Untuk memeriksa kekuatan otot maka sebaiknya dilakukan satu arah gerakan pada satu
sendi saja dan otot atau kelompok otot tersebut langsung dinilai. Gerakan dapat pula
dilakukan dengan menyuruh pasien membuat gerakan tersebut.5

Cara menilai kekuatan otot dengan menggunakan angka dari 0-5, yaitu :5
 Derajat 5 : kekuatan normal. Seluruh gerakan dapat dilakukan otot
tersebut dengan tahanan maksimal dari pemeriksa yang dilakukan
berulang-ulang tanpa terlihat adanya kelelahan.
 Derajat 4 : seluruh gerakan otot dapat dilakukan melawan gaya
berat dan juga melawan tahanan ringan dan sedang dari pemeriksa.
 Derajat 3 : seluruh gerakan otot dapat dilakukan melawan gaya
berat, tetapi tidak dapat melawan tahanan dari pemeriksa.
 Derajat 2 : otot hanya dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan.
 Derajat 1 : kontraksi otot minimal dapat terasa pada otot
bersangkutan tanpa mengakibatkan gerakan.
 Derajat 0 : tidak ada kontraksi sama sekali, paralisis total. Cara
pemeriksaan otot :
Pasien disuruh menggerakkan otot menurut fungsinya dan pemeriksa memberikan
perlawanan terhadap gerakan tersebut, atau sebaliknya pemeriksa melakukan gerakan
pasif pada anggota gerak pasien dan pasien disuruh melawan gerakan tersebut.
Anggota gerak atas,yaitu :3
• Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti ( C7,C8,T1,saraf ulnaris)
• Pemeriksaan otot aduktor policis ( C8,T1 , saraf ulnaris ).
• Pemeriksaan otot interosei palmaris ( C8,T1,saraf ulnaris ).
• Pemeriksaan otot interosei dorsalis ( C8,T1, saraf ulnaris ).

32
• Pemeriksaan abduksi ibu jari.
• Pemeriksaan otot ekstensor digitorum (C7,8,saraf radialis ).
• Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas ( C5-C8).
• Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian bawah ( C5-C8).
• Pemeriksaan otot latisimus dorsi ( C5-C8, saraf subskapularis).
• Pemeriksaan otot seratus aterior ( C5-C7,saraf torakalis ).
• Pemeriksaan otot deltoid ( C5,C5, saraf aksilaris ).
• Pemeriksaan otot biseps ( C5,C6, saraf muskulokutaneus ).
• Pemeriksaan otot triseps ( C6-C8, saraf radialis ). Anggota gerak
bawah, yaitu ;3
• Pemeriksaan otot kuadriseps femoris ( L2-L4,saraf femoralis ).
• Pemeriksaan otot aduktor ( L2-L4, saraf obturatorius).
• Pemeriksaan otot kelompok ” hamstring ” ( L4,L5,S1,S2,saraf siatika ).
• Pemeriksaan otot gastroknemius ( L5,S1, S2,saraf tibialis ).
• Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus ( S1, S2, saraf tibialis

7. Gerakan involunter.
• Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif, yaitu
dikeluarkan aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan ekstrapiramidalis
yang kehilangan kontrol akibat lesi pada nukleus pengontrolnya. Susunan
ekstrapiramidal ini mencakup kortex ekstrapiramidalis, nuklues kaudatus, globus
pallidus, putamen, corpus luysi, substansia nigra, nucleus ruber, nukleus
ventrolateralis thalami substansia retikularis dan serebelum.
• Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal, disebabkan lesi pada corpus
striatum ( nucleus kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan lintasan
penghubungnya ) misalnya kerusakan substansia nigra pada sindroma Parkinson.
• Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga tremor serebellar, disebabkan
gangguan mekanisme “feedback” oleh serebellum terhadap aktivitas kortes
piramidalis dan ekstrapiramidal hingga timbul kekacauan gerakan volunter.

33
• Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan,
eksplosif, cepat berganti sifat dan arah gerakan secara tidak teratur, yang hanya
terhenti pada waktu tidur. Khorea disebabkan oleh lesi di corpus striataum,
substansia nigra dan corpus subthalamicus.
• Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama lengan atau tangan atau
tangan yang agak lambat dan menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi
ekstensi atau torsi fleksi pada sendi bahu, siku dan pergelangan tangan. Gerakan
ini dianggap sebagai manifestasi lesi di nucleus kaudatus.
• Ballismus: gerakan involunter otot proksimal ekstremitas dan paravertebra,
hingga menyerupai gerakan seorang yang melemparkan cakram. Gerakan ini
dihubungkan dengan lesi di corpus subthalamicus, corpus luysi, area prerubral
dan berkas porel.
• Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot yang
masih sehat pada otot yang mengalami kerusakan motor neuron. Kontraksi
nampak sebagai keduten keduten dibawah kulit. keduten tidak secepat fasikulasi
dan berlangsung lebih lama dari fasikulasi.
• Myokloni : gerakan involunter yang bangkit tiba tiba cepat, berlangsung sejenak,
aritmik, dapat timbul sekali saja atau berkali kali ditiap bagian otot skelet dan
pada setiap waktu, waktu bergerak maupun waktu istirahat.
8. Fungsi koordinasi.
• Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum
adalah pusat yang paling penting untuk mengintegrasikan aktivitas motorik
dari kortex, basal ganglia, vertibular apparatus dan korda spinalis. Lesi organ
akhir sensorik dan lintasan – lintasan yang mengirimkan informasi ke
serebelum serta lesi pada serebelum dapat mengakibatkan gangguan fungsi
koordinasi atau sering disebut “ Cerebellar sign “.
• Macam-macam pemeriksaan “ Cerebellar sign”
– Test telunjuk hidung.
– Test jari – jari tangan.
– Test tumit – lutut.
– Test diadokinesia berupa: pronasi – supinasi, tapping jari tangan.
– Test fenomena rebound.

34
– Test mempertahankan sikap.
– Test nistagmus.
– Test disgrafia.
– Test romberg.

• Test romberg positif: baik dengan mata terbuka maupun dengan mata tertutup ,
pasien akan jatuh kesisi lesi setelah beberapa saat kehilangan kestabilan
( bergoyang – goyang ).
• Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walking, dan menunjukkan
gejala jalan yang khas yang disebut “ celebellar gait “
• Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunteer dengan tangan,lengan atau
tungkai dengan halus. Gerakan nya kaku dan terpatah-patah. Gait dan Station.
• Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasein memungkinkan untuk itu.
Harus diperhitungkan adanya kemungkinan kesalahan interpretasi hasil
pemeriksaan pada orang orang tua atau penyandang cacat non neurologis. Pada
saat pasien berdiri dan berjalan perhatikan posture, keseimbangan , ayunan
tangan dan gerakan kaki dan mintalah pasien untuk melakukan.
• Jalan diatas tumit.
• Jalan diatas jari kaki.
• Tandem walking.
• Jalan lurus lalu putar.
• Jalan mundur.
• Hopping.
• Berdiri dengan satu kaki.

Macam macam Gait:


• Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara
sirkumduksi.
• Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai, misalnya
spastik paraparese.
• Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.

35
• Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid atau paralisis n.
Peroneus.
• Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang berlebihan, khas
untuk kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya otot gluteus.
• Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk, kedua
tungkai berfleksi sedikit pada sendi lutut dan panggul. Langkah dilakukan setengah
diseret dengan jangkauan yang pendek-pendek.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Cambell W, DeJong’s The Neurologic Examination Sixth edition, Lippincott


Williams and Wilkins, Philadelpia, 2005;19-20,37-40,97-277
2. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, FKUI,
Jakarta, 2004; 7-111
3. Juwono T, Pemeriksaan Klinik Neurologi dalam Praktek. EGC, Jakarta; 5- 53
4. Posner JB, Schiff ND, Saper CB, Plum F, Plum and Posner Diagnosis of Stupor
and Coma fourth edition, Oxford University Press, Oxford, 2007; 38-42
5. Markam S, Penuntun Neurologi, Binarupa Aksara, Jakarta; 18-50
6. Chusid JG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional Bagian Satu,
Gajah Mada University Press, Jogjakarta, 1990; 150-190
7. Duus Peter, Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala
edisi II, EGC, Jakarta; 78-127
8. Fitzgerald MJ, Gruener G, Mtui E, Clinical Neuroanatomy and Neuroscience
Fifth edition International edition, Saunders Elsevier, British, 2007; 225-257

37

You might also like