You are on page 1of 6

PENGARUH KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS

NYERI PADA LANSIA DENGAN RHEUMATOID ARTHRITIS


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
JOHAN PAHLAWAN
MEULABOH

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
pada Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Medika Seramoe Barat

OLEH

SARAH FARADILLA
18010013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES MEDIKA SERAMOE BARAT
MEULABOH
2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan

manusia. Menua merupakan proses perpanjangan hidup, tidak hanya dimulai dari

suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua

merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap

kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua (Dede, 2006).

Berbagai gangguan fisik atau penyakit yang sering muncul pada lansia

disebabkan karena semakin menurunnya fungsi pada organ - organ sistem tubuh

pada lansia. Keadaan demikian tampak pula pada semua sistem musculoskeletal

dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan rematik yang sering

menyertai usia lanjut yang menimbulkan gangguan musculoskeletal adalah

rheumatoid arthritis. Gejala atau keluhan utama yang paling sering timbul pada

lansia dengan rheumatoid arthritis adalah nyeri. Nyeri yang dirasakan dapat dari

tingkat ringan sampai berat. Keluhan nyeri yang timbul dapat mengganggu

penderita, mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat. Sehingga

penderita tidak dapat lagi bekerja atau beraktifitas dengan nyaman, bahkan juga

tidak dapat merasakan kenyamanan dalam hidupnya (Lukman, 2009 dalam

Kurniawan 2015).

2
World Health Organization (WHO) (2016) memperkirakan bahwa 335

juta penduduk di seluruh dunia mengalami rheumatoid arthritis. Rheumatoid

arthritis adalah bentuk paling umum dari arthritis autoimun, yang mempengaruhi

lebih dari 1,3 juta orang Amerika. Dari jumlah tersebut, sekitar 75% adalah

perempuan. Bahkkan, 1,3% wanita mungkin mengalami rheumatoid arthritis

dalam hidupnya. Penyakit ini paling sering dimulai antara dekade keempat dan

keenam dari kehidupan. Namun rheumatoid dapat mulai pada usia berapa pun

(American College Of Rheumatology, 2012).

Menurut Rheumatoid Arthritis Foundation (2015), sebanyak 22% atau

lebih dari 50 juta jiwa dewasa di Amerika Serikat berusia 18 tahun telah

didiagnosa Rheumatoid Arthritis. Dari data tersebut, sekitar 3% atau 1,5% orang

dewasa mengalami Rheumatoid Arthritis. Rheumatoid Arthritis terjadi pada

1,5% populasi orang dewasa di Negara maju dan dari 42,7 juta jiwa telah

terdiagnosis Rheumatoid Arthritis 23,3 juta pada umumnya lanjut usia

(Rufaridah, 2020).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2018) menunjukkan bahwa

kecenderungan prevelensi rematik di indonesia pada tahun 2013 mencapai sekitar

45,59% sedangkan data penderita rematik di indonesia berdasarkan jenis kelamin

cenderung terjadi pada perempuan dengan prevalensi 34% (Badan Penelitian Dan

Pengembangan Kesehatan Kementrian RI, 2018).

3
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas Nasional) tahun 2018

proporsi tingkat ketergantungan lansia usia 60 tahun ke atas dengan penyakit RA

di Indonesia sebanyak 67,4% lansia mandiri, 28,4% lansia ketergantungan

ringan, 1,5% lansia ketergantungan sedang, 1,1% lansia ketergantungan berat,

dan 1,5% lansia ketergantungan total.

Nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh manusia sedang

mengalami masalah. Penatalaksanaan nyeri dapat terdiri dari dua metode, yaitu

farmakologi dan non farmakologi (Andarmoyo, 2013). Metode pengontrol rasa

nyeri secara farmakologi yaitu dengan menggunakan obat-obatan kimiawi,

sedangkan metode non farmakologi dilakukan secara alami tanpa menggunakan

obat-obatan. Terapi non farmakologi dalam penanganan rheumatoid arthritis

yaitu dengan metode kompres hangat yang bertujuan untuk membuka pori-pori,

melebarkan pembuluh darah yang dapat meningkatkan sirkulasi darah dan

menurunkan ketegangan otot sehingga mengurangi nyeri akibat spasme atau

kekakuan pada otot maupun sendi. (Potter, 2010)

Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke

hypothalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka

terhadap panas di hypothalamus dirangsang, sistem effector mengeluarkan signal

yang mulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh

darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak,

dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi maka

akan menyebabkan aliran darah kesetiap jaringan bertambah khususnya yang

4
mengalami radang dan nyeri, sehingga terjadi penurunan nyeri sendi pada

jaringan yang meradang (Wurangian, 2014).

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “pengaruh kompres hangat terhadap penurunan intensitas nyeri

pada lansia dengan rheumatoid arthritis di wilayah kerja Puskesmas Johan

Pahlawan”.

2.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka

perumusan masalah pada penelitian ini adalah “pengaruh kompres hangat

terhadap penurunan intensitas nyeri pada lansia dengan rheumatoid arthritis di

wilayah kerja Puskesmas Johan Pahlawan”.

3.1 Tujuan Penelitian

3.1.1 Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh kompres hangat terhadap penurunan intensitas

nyeri pada lansia dengan rheumatoid arthritis di wilayah kerja Puskesmas

Johan Pahlawan.

5
3.1.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tingkat nyeri pada lansia dengan rheumatoid arthritis

sebelum dilakukan kompres hangat di Puskesmas Johan Pahlawan.

b. Mengidentifikasi tingkat nyeri pada lansia dengan rheumatoid arthritis

sesudah dilakukan kompres hangat di Puskesmas Johan Pahlawan.

c. Menganalisis pengaruh kompres hangat terhadap penurunan intensitas

nyeri pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Puskesmas Johan

Pahlawan.

You might also like