You are on page 1of 20

Perdarahan antepartum

1. Definisi

Perdarahan pervaginam setelah usia gestasi 24 minggu dan sebelum


persalinan dimulai.

2. Etiologi

Penyebab tersering pada perdarahan pada kehamilan lanjut adalah


perdarahan persalinan. Perdarahan ini mengaburkan onset persalinan,
perdarahan ini kurang dan bercampur mucus, dan hasil dari robeknya
vena-vena kecil saat cervix berdilatasi dan mengaburkan mulainya
persalinan.

Penyebab yang lebih serius namun lebih jarang termasuk:

 Plasenta previa

 Definisi

Adalah plasenta yang berimplatasi pada segmen bawah rahim


demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium
uteri internum.

 Klasifikasi

1. Plasenta previa totalis/komplit, adalh plasenta yang menutupi


seluruh ostium uteri internum.

2. Plasenta previa parsialis, adalah plasentas yang menutupi


sebagian ostium uteri internum.

3. Plasenta previa marginalis, adalah plasenta yang tepinya berada


pada pinggir ostium uteri internum.

4. Plasenta letak rendah, adalah plasenta yang berimplantasi pada


segmen bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya
brada pada jarak lebih kurang 2cm dari ostium uteri internum.
Jarak lebih dari 2 cm dianggap plasenta normal.

5. Vasa previa, adalah keadaan dimana pembuluh darah janin


berada di dalam selaput ketuban dan melewati ostium uteri
internum untuk kemudian sampai insersinya di tali pusat.

 Insiden

Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi


dan pada usia diatas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada
kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal.

Uterus bercacat ikut mempertinggi angka kejadian plasenta previa.

Dengan meluasnya penggunaan USG dalam obstetric yang


memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasentya previa bisa
lebih tinggi.

 Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim
belumlah diketahui dengan pasti.

Beberapa teori mengatakan mungkin saja kebetulan blastokista


menimpa desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar
belakang lain yang mungkin, teori lain mengatakan sebagai salah
satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai
sebagai akibat dari proses radang atau atrofi.

Faktor resiko terjadi plasenta previa adalah : paritas tinggi, usia


lanjut, cacat rahim (bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi) dan
sebagainya yang berperan dalam proses peradangan dan kejadia
atrofi di endometrium.

Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden plasenta


previa 2-3 kali lipat. Wanita perokok dijumpai insidensi plasenta
previa lebih tingi dari 2 kali lipat. Hipoksemia akibat gas CO hasil
pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi
sebagai upaya kompensasi.

Plasenta yang telalu besar seperti pada kehamilan ganda atau pada
eritroblastosis fetalis dapat menyebabkan pertumbuhan plasenta
melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau
seluruh ostium uteri internum.

 Patofisiologi

Pada usia kehamilan lanjut, umunya pada trimester ketiga dan


mungkin juga lebih awal, oleh karena mulai terbentuknya segmen
bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan.

Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim,


maka plasenta yang berimplantasi disitu menjadi sedikit banyak
akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai
tapak plasenta.

Demikian pula pada waktu servik mendatar (effacement) dan


membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas.
Pada tempat laserasi itu terjadi perdarahan yang berasal dari
sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta.

Oleh karena itu fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu,


perdarahan pada plasenta previa pasti akan terjadi (unavoidable
bleeding).

Perdarahan di tempat itu menjadi mudah terjadi dan dalam jumlah


banyak oleh karena segemen bawah rahim dan serviks tidak
mampu berkontraksi dengan kuat krena elemen otot yang
dimilikinya sangat minimal, akibatnya pembuluh darah pada
tempat itu tidak akan tertutup sempurna.

Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan, kecuali jika


ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta maka
perdarahan akan lebih lama dan lebih banyak.

Oleh karena pembentukan segemen bawah rahim itu akan


berlangsung progresif dan bertahap,maka laserasi baru akan
mengulang kejadian perdarahan tanpa suatu sebab lain (causeless).

Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri


(painless).

Pada plasenta previa total perdarahan terjadi lebih awal pada


kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu
pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum.

Pada plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru


terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan
pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada
perdarahan berikutnya.

Perdarahan pertama sudah dapat terjadi pada kehamilan dibawah


30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan
34 minggu keatas.

Karena tempat perdarahan lebih dekat ostium uteri internum, maka


perdarahan lebih mudah mengalir keluar rahim dan tidak
membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak
jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam
sirkulasi maternal, maka jarang terjadi koagulopati pada plasenta
previa.

 Gambaran klinik

 Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan


uterus keluar melalui vagina tanpa rasa nyeri.

 Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua


keatas.

 Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti


sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa sesuatu sebab yang
jelas beberapa waktu kemudian, jadi berulang.

 Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak


bahkan seperti mengalir.

 Pada plasenta letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu


mulai persalinan; perdarahan bisa sedikit sampai banyak seperti
solusio plasenta.

 Perdarahan diperhebat berhubung segmen bawah rahim tidak


mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan
demikian perdarahan bisa berlanjut sampai pasca persalinan.

 Perdarahan dapat diperberat karena serviks dan segmen bawah


rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami
robekan. Robekan lebih mudah terjadi pada upaya pengeluaran
plasenta dengan tangan (misalnya pada retensio plasenta
sebagai koplikasi plasenta akreta).

 Pada palpasi abdomen ditemukan posisi janin masih tinggi


diatas simfisis dengan letak janin tidak dalam letak memanjang,
karena letak plasenta pada bagian bawah.

 Diagnosis

Transabdominal ultrasonografi dalam keadaan vesika urinaria


dikosongkan akan member kepastian diagnosis plasenta previa
dengan ketepatan tinggi.

Transvaginal ultrasonografi walaupun lebih superior jarang


diperlukan untuk mendeteksi keadaan ostium uteri internum.
Ditangan yang tidak ahli, penggunaan alat ini dapat memprovokasi
perdarahan yang lebih banyak.

Transperineal sonografi dapat mendeteksi ostium uteri internum


dan segmen bawah rahim, dan teknik ini dilaporkan 90% positive
predictive value dan 100%negative predictive value dalam
diagnosis plasenta previa.

MRI juga dapat digunakan untuk medeteksi kelainan pada plasenta,


termasuk plasenta previa namun kalah praktis jika dibandingkan
dengan USG, terlebih dalam keadaan darurat.

 Vasa previa
Adalah keadaan dimana pembuluh darah janin berada dalam
selaput ketuban dan melewati ostium uteri internum untuk
kemudian sampai ke dalam insersinya di tali pusat.

Perdarahan terjadi bila selaput ketuban yang melewati pembukaan


serviks robek atau pecah dan vascular janin itu pun ikut terputus.
Perdarahan antepartum pada vasa previa menyebabkan angka
kematian janin yang tinggi (33%-100%).

Faktor resiko anatra lain pada plasenta bilobata, plasenta


suksenturiata, plasenta letak rendah, kehamilan pada vertilisasi in
vitro, dan kehamilan ganda terutama triplet. Semua keadaan
tersebut berpeluang besar menyebabkan vaskular janin dalam
selaput ketuban melewati ostium uteri.

Insiden vasa previa renadah, dimana hanya 1 dari 1000 sampai


5000 kehamilan.

Bila diagnosis dapat ditegakkan sebelum persalinan, maka tindakan


terpilih adalah menyelamatkan janin melalui bedah sesar.

 Solusio plasenta

 Definisi

Adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal


plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan
desidua endometrium sebelum waktunya yakni sebelum analk
lahir.

 Klasifikasi

Dalam klinis solusio plasenta dibagi kedalam berat ringanya


gambaran klinik sesuai dengan luas permukaan plasenta yang
terlepas. Pembagian secara klinik ini baru definitif bila ditinjau
retrospektif karena solution plasenta bersifat progresif yang berarti
solusio plasenta yang ringan bisa menjadi lebih berat dari waktu ke
waktu.
 Solusio plasenta ringan

Luas plasenta yang terlepas kurang dari 25% , atau kurang dari
1/6 bagian.

Jumlah darah yang keluar kurang dari 250ml. tumpahan darah


yang keluar seperti pada haid, bervariasi dari sedikit sampai
seperti menstruasi yang banyak.

Gejala-gejala perdarahan sukar dibedakan dari plasenta previa


kecuali warna darah yang kehitaman.

 Solusio plasenta sedang

Luas plasenta yang terlepas melebihi 25% tetapi belum


mencapai separuhnya.

Jumlah darah yang keluar lebih dari 250ml tetapi kurang dari
1000ml. Umumnya pertumpahan darah terjadi ke luar dan ke
dalam bersamaan.

Gejala dan tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut yang
terus menerus, denyut jantung janin menjadi cepat, hipotensi
dan takikardia.
 Solusio plasenta berat

Luas plasenta yang terlepas melebihi 50% dan jumlah darah


yang keluar mencapai 1.000 ml atau lebih. Pertumpahan darah
dapat terjadi ke luar atau ke dalam bersamaan.

Gejala dan tanda klinik jelas, keadaan umum penderita buruk


disertai syok, dan hampir semua kasus janin telah meninggal.

Komplikasi koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai pada


oligouria telah ada.

 Insiden

Insiden solusio plasenta semakin menurun seiring dengan semakin


baiknya perawatan antenatal, semakin berkurangnya jumlah ibu
hamil usia dan paritas tinggi, dan membaiknya kesadaran
masyarakat berperilaku higienis.

Di negara Eropa insidensi solusio plasenta yang tidak sampai


mematikan janin sebesar < 0,5%. Untuk solusio plasenta yang lebih
berat yang mematikan janin insidennya lebih rendah.

Namun diyakini solusio plasenta di Indonesia lebih tinggi dari


negara maju.

 Etiologi

Sebab primer dari solusio plasenta tidak diketahui, tetapi terdapat


beberapa keadaan patologik yang terlihat sering bersama atau
menyertai solusio plasenta dan dianggap sebagai faktor risiko.

Terdapat 5 kategori populasi perempuan yang beresiko tinggi untuk


solusio plasenta, yaitu:

1. Kategori sosioekonomi: usia muda, primiparitas,single-


parent, pendidikan rendah, dan solusio plasenta yang rekuren.
2. Kategori fisik: trauma tumpul pada perut, umumnya karena
kekerasan dalam rumah tangga atau kecelakaan saat
berkendaraan.

3. Kategori kelainan pada rahim: mioma terutama mioma


submukosum di belakang plasenta atau uterus berseptum.

4. Kategori penyakit ibu: memegang peranan penting, seperti


hipertensi, dan kelainan sistem pembekuan darah seperti
trombofilia.

5. Kategori iatrogenic: merokok dan kokain.

 Patofisiologi

Patofisiologi solusio plasenta tergantung pada etiologinya karena


solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang
bermula dari suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili
korealis plasenta dari tempat implantasinya pada desisua basalis
sehingga terjadi perdarahan.

Banyak kasus, terjadinya perdarahan diakibatkan oleh apoptosis


yang disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu
yang dapat menyebabkan pembentukan thrombosis dalam
pembuluh darah desidua atau dalam vascular villi dapat berujung
pada iskemia dan kematian setempat yang menyebabkan kematian
sel dan perdarahan sebagai hasil akhir.

Terdapat beberapa keadaan yang secara teoritis dapat berakibat


kematian sel karena iskemia dan hipoksia pada desidua:

 Pasien dengan korioamnionitis, terjadi pelepasan


lipopolisakarida dan endotoksin lain yang berasala dari agen
infeksius dan menginduksi pembentukan dan penumpukan
sitokin, eisikanoid, dan bahan-bahan oksidan lain seperti
superoksida. Bahan-bahan ini mempunyai daya sitotoksis
sehingga terbentuk Nitric Oxyde Synthase (NOS) yang
menghasilkan Nitic Oxyde/NO (suatu vasodilator kuat dan
penghambat agregasi trombosit. Metabolisme NO
menyebabkan pembetukan perooksinitrit (suatu oksidan yang
tahan lama) yang mampu menyebabkan iskemia dan hipoksia
pada sel-sel endothelium pembuluh darah.

Yang termasuk kelompok penyakit ini adalah autoimun


antibody, antikardiolipin antibodi, lupus antikoagulan.

 Kelainan genetik berupa defisiensi protein C dan protein S


yang meningkatkan pembentukan thrombosis.

 Pasien dengan pentakit trombofilia.

 Keadaan hyperhomocysteinnemia menyebabkan kerusakan


pada endotheliam vaskular sehingga terjadi thrombosis vena
atau kerusakan arteria spiralis yang memasok darah ke plasenta
dan menjadi sebab lain solusio plasenta.

 Nikotin dan kokain menyebabkan vasokonstriksi sehingga


terjadi iskemia dan pada plasenta sering dijumpai berbagai
macam lesi seperti infark, oksidatif stress, apoptosis dan
nekrosis yang berpotensi merusak hubungan uterus dan
plasenta yang berujung pada solusio plasenta.

 Gambaran klinik
Gambaran klinik bervariasi sesuai berat ringannya atau luasnya
permukann maternal plasenta yang terlepas.

Gejala dan tanda klinis yang klasik dari solution plasenta adalah
terjadinya perdarahan yang berwarna tua keluar melalui vagina
(80% kasus), rasa nyeri perut, dan uterus tegang terus menerus
mirip his partus prematurus. Sejumlah penderita bahkan tidak
menunjukkan tanda atau gejala klasik, gejala yang ada mirip tanda
persalinan prematur saja.

 Solusio plasenta ringan

Sekitar 30% penedrita soludsio plasenta ringan tidak/sedikit


memberikan gejala kecuali hematom berukuran beberapa
centimeter pada permukaan maternal plasenta (diketahui
setelah postpartum).

Rasa nyeri pada perut masih ringan dan darah yang keluar
masih sedikit sehingga belum keluar melalui vagina.
Nyeri yang belum terasa menyulitkan pembedaan dengan
plasenta previa kecuali warna darah yang keluar dari vagina.

Tanda-tanda vital dan keadaan umum ibu dan janin masih baik.

Pada inspeksi dan auskultasi tidak dijumpai kelainan, namun


pada palpasi terasa nyeri lokal pada temapat terjadi hematom
dan perut sedikit tegan, tetapi bagianbagian janin masih dapat
dikenali.

 Solusio plasenta sedang

Gejala dan tanda jelas, seperti rasa nyeri pada perut yang terus
menerus, denyut jantung janin menunjukkan gawat janin,
perdarahan yang tampak keluar lebih banyak, takikardia,
hipotensi, kulit dingin dan keringatan, oligouria mulai ada,
kadar fibrinogen berkurang (150-250mg/100ml), dan mungkin
kelainan pembekuan darah dan gangguan fungsi ginjal mulai
ada.

Rasa nyeri dan tegang perut jelas sehingga palpasi bagian-


bagian anak sukar. Rasa nyeri mulanya akut, kemudian
menetap, tidak bersifat hilang timbul seprti his yang normal.

Perdarahan pervaginam jelas, dan berwarna kehitaman,


penderita pucat karena mulai syok sehingga keringat dingin.

Keadaan janin biasanya sudah gawat.

Pada stadium ini his bisa saja sudah ada dan persalinan telah
dimulai. Pada pemantauan janin dengan kardiotokografi bisa
saja telah ada deselarasi lambat.

 Solusio plasenta berat

Perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan (defance
musculaire) disertai perdarahan yang berwarna hitam. Oleh
karena itu palspasi bagian-bagian janin tidak mudah dilakukan.
Fundus uteri lebih tinggi, daripada yang seharusnya oleh karena
telah terjadi penumpukan darah dalam rahim pada kategori
concealed hemorraghe.

Jika fundus uteri bertambah tinggi dalam masa obeservasi,


berarti perdarahan baru masih berlangsung.

Pada inspeksi rahim tampak membulat dan kulit diatasnya


kencang dan berkilat.

Pada auskultasi denyut jantung janin tidak terdengar lagi akibat


gangguan anatomic dan fungsi dari plasenta.

Keadaan umum buruk dan disertai syok. Kadang keadaan


umum ibu jauh lebih buruk dibandingkan dengan perdarahan
yang keluar dari vagina.

Hipofibrinogenemia dan oligouria dapat terjadi akibat


komplikasi pembekuan darah intravascular yang luas
(disseminated intravascular coagulation), dan gangguan fungsi
ginjal. Kadar fibrinogen darah rendah (< 150mg%) dan
trombositopenia.

 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinik,


yaitu perdarahan melalui vagina, nyeri pada uterus, kontraksi
tetanik pada uterus, dan pada solusio plasenta yang berat terdapat
kelainan denyut jantung janin pada pemeriksaan dengan KTG.

Namun adakala dimana pasien datang dengan gejala mirip


persalinan prematur atau datang dengan perdarahan tidak banyak
degan perut tegang , tetapi janin telah meninggal.

Diagnosis definitif hanya bisa ditegakkan secara retrospektif


(setelah partus) dengan melihat adanya hematom retroplasenta.

Pemeriksaan dengan USG berguna untuk membedakan dengan


plasenta previa, tetapi dengan USG tidak memberikan kepastian
solusio plasenta berhubung kompleksitas gambaran retroplasenta
yang normal mirip dengan gambaran perdarahan retroplasenta pada
solusio plasenta. Selain itu solusi plasenta sulit dibedakan dengan
plasenta itu sendiri.

Penggunaan color Doppler pada solusio plasenta, gambarannya


tidak terdapat sirkulasi darah yang aktif.

Pulsed-wave Doppler tidak berguna karena hasil pemeriksaan yang


tidak konsisten.

MRI dapat mendeteksi darah melalui deteksi methemoglobin , tapi


tidak tepat untuk kondisi darurat.

Alfa-feto protein serum ibu (MSAFP) dan hCG serum ibu


ditengarai dapat melewati plasenta pada keaadan terjadi gangguan
fisiologik dan anatomic plasenta.

Kadar MSAFP yang tinggi tanpa sebab lain (kelainan kromosom,


neural tube defect, hipertensi kehamilan, hambatan pertumbuhan
janin, plasenta previa,dll) terdapat pada solusio plasenta.

Uji coba Kleihauer-Betke untuk mendeteksi darah atau Hb janin


dalam darah ibu tidak berguna pada solusio plasenta.

 Ruptura uteri

 Definisi

Ruptura uteri komplit ialah keadaan robekan pada rahim dimana


telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga
peritoneum.

Peritoneum viserale dan dan kantung ketuban ruptur sehingga


sebagian atau seluruh tubuh janin keluar oleh kontraksi terakhir
rahim, dan berada di dalam kavum peritonei atau di rongga
abdomen.
Rupture uteri inkomplit hubungan rongga mnion dan rongga
pertitoneum masih dibatasi oleh peritoneum viserale.

 Klasifikasi

Menurut penyebabnya:

 Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil

 Pembedahan pada miometrium: seksio sesarea atau


histerotomi, histerorafia, miomektomi, yang sampai
menembus seluruh ketebalan otot uterus, reseksi pada
koruna uterus atau bagian interstisial, metroplasti.

 Trauma uterus koinsidental: instrumentasi sendok kuret


atau sonde oada penanganan abortus, trauma tumpul atau
tajam seperti pisau atau peluru, ruptur tanpa gejala pada
kehamilan sebelumnya.

 Kerusakan atau anomali yang terjadi dalam kehamilan

 Sebelum kelahiran anak: his spontan dan kuat terus


menerus, pemakaian oksitoksin atau prostaglandin untuk
merangsang kelahiran, instalasi cairan ke dalam kantong
gestasi atau ruang amnion, perforasi dengan kateter
pengukur tekanan intrauterine, trauma luar tumpul atau
tajam, versi luar, pembesaran rahim yang berlebihan
misalnya hidraamnion dan kehamilan ganda.

 Dalam periode intrapartum: versi-ekstraksi, ekstraksi


cunam yang sukar, ekstraksi bokong, anomali janin yang
menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah
rahim, tekanan kuat pada uterus dalam persalinan, kesulitan
dalam melakukan manual plasenta.

 Cacat rahim yang didapat: plasenta inkreta atau perkreta,


neoplasi trofoblas gestasional, adenomiosis, retroversion
uterus gravidarus inkaserata.
 Insiden

Di negara berkembang masih jauh lebih tinggi jika dibandingkan


dengan negara maju.

Angka kejadian rupture uteri di negara maju dilaporkan menurun.

 Etiologi

Dapat disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah ada


sebelumnya karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan
pada rahim yang masih utuh.

Paling sering terjadi pada rahim yang telah di seksio sesarea pada
persalinan sebelumnya. Lebih lagi jika pada uterus yang demikian
dilakukan partus percobaan atau persalinan dirangsang dengan
oksitoksin dan sejenisnya.

Pasien yang beresiko tinggi antara lain persalinan yang mengalami


distosia, grandemultipara, penggunaan oksitoksin atau
prostaglandin untuk mempercepat persalinan, pasien hamil yang
pernah melahirkan sebelumnya melalui bedah sesar atau operasi
lain pada rahim, pernah histerofia, pelaksanaan trial of labor
terutama pada pasien bekas SC, dsb.

 Patofisiologi

Pada waktu his, korpus uteri berkontaksi dan mengalami retraksi,


segmen atas rahim menjadi lebih tebal, dan volume korpus uteri
menjadi kecil. Bila bagian terbawah janin tidak dapat turun oleh
karena sesuatu sebab yang menahannya( panggul sempit atau
kepala janin besar), maka volume korpus akan makin mengecil,
pada waktu his harus diimbangi oleh perluasan segmen bawah
rahim ke atas. Dengan demikian lingkaran retraksi fisiologik
semakin meninggi melewati batas pusat dan menjadi patologik,
lingkaran ini disebut ring van Bandl. Hal ini terjadi karena segmen
bawah rahim terus menerus tertarik ke proksimal, tetapi tertahan di
bagian distal, oleh serviks (yang terfiksasi oleh ligamentum
sakrouterina di posterior dan di kanan kiri oleh ligamentum
kardinal dan oleh ligamentum vesikouterina pada bagian dasar
vesika urinaria).

Jika his berlangsung kuat dan terus menerus , tetapi bagian bawah
janin tidak kunjung turun ke jalan lahir, ring van Bandl berpindah
mendekati pusat dan segmen bawah rahim semakin ke atas sembari
dindingnya menjadi sangat tipis menandakan telah terjadi tanda-
tanda ruptura uteri iminens dan rahim terancam robek.

Robekan pada status ruptura uteri iminens dapat dipercepat oleh


manipulasi dari luar, misalnya dorongan pada perut walau
dorongan tidak kuat demikian juga apabila fundus uteri di dorong-
dorong pada upaya mempercepat persalinan.

Sebagian besar darah mengalir ke dalam peritoneum sebagian lagi


mengalir keluar melalui pembukaan serviks ke vagina.

Ruptura uteri yang tidak merobek peritoneum sering terjadi pada


bgian rahim ynag hubungannya dengan peritoneum di bagian
samping dekat vesika urinaria bersifat longgar.

Robekan pada bagian samping dapat melukai pembuluh-pembuluh


darah besar dalam ligamentum latum. Jika robekan terjadi pada
dasar ligamentum latum, arteria uterina dan cabangnya bisa terluka
dan terjadi perdarahan yang banyak dan dalam perineumnya akan
terbentuk hematoma yang besar dan menimbulkan syok yang
sering berakibat fatal.

 Gambaran klinik
Pada ruptura uteri komplit terjadi perdarahan yang bisa dipantau
melalui nilai Hb dan tekanan drah yang turun, nadi cepat, dan
kelihatan anemis dan tanda-tanda lain dari hipovolemia serta
pernapasan yang sulit sehubungan dengan nyeri abdomen akibat
robekan rahim beserta peritoneum viserale dan merangsang ujung
saraf sensoris.

Pada palpasi ibu merasa sangat nyeri dan bagian tubuh janin teraba
dibawah dinding abdomen ibu dan kekuatan his berkurang seolah
dirasakan hilang.

Hemoperitoneum yang terbentuk bisa merangsang diafragma dan


menimbulkan nyeri memancar ke dada menyerupai nyeri dada pada
emboli paru atau emboli air ketuban.

Nyeri abdomen dapat menyerupai gejala solusio plasenta.

Pada auskultasi sering tidak terdengar denyut jantung janin, tapi


jika janin masih hidup terdeteksi deselerasi patologik pada
pemantauan KTG.
Terdapat juga pasien yang tidak merasa nyeri abdomen yang kuat
terlebih jika ada pemberian obat penenang atau pemberian obat
penghilang nyeri pada persalinan.

Pada dehidens di bekas SC atau dehidens yang berlanjut sampai


ruptur, rasa nyeri dan perdarahan tidak seberapa.

Pada periksa dalam teraba bagian terbawah janin berpindah atau


naik kembali ke luar pintu atas panggul, dan jari-jari pemeriksa
bisa menemui robekan yang berhubungan dengan rongga
peritoneum bahkan usus.

 Diagnosis

Ruptura uteri iminens mudah dikenali pada ring van Bandl yang
semakin tinggi dan segmen bawah rahim yang tipis dan keadaan
ibu yang gelisah takut karena nyeri abdomen atau his kuat yang
berkelanjutan disertai tanda-tanda gawat janin.

Gambaran klinik ruptura uteri khas. Untuk menetapkan apakah


ruptura uteri komplit perlu dilakukan dengan periks dalam.

1. Lesi di saluran genital bawah:

 Polip serviks

 erosi

You might also like