Professional Documents
Culture Documents
Updated Edward Refrat Hipertensi
Updated Edward Refrat Hipertensi
Hipertensi
Disusun Oleh
Edward Sundoro
112021006
Pembimbing:
dr. Christy Efiyanti, Sp.PD
0
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di Indonesia
sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan intervensi yang sangat umum dilakukan di
berbagai tingkat fasilitas kesehatan.2
Hipertensi merupakan salah satu penyakit paling umum ditemukan dalam praktik
kedokteran primer. Menurut NHLBI ( National Heart,Lung, and Blood Institute) 1 dari 3
pasien menderita hipertensi.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipertensi primer adalah tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, pada usia 18 tahun
keatas dengan penyebab yang tidak diketahui. Pengukuran dilakukan dua kali atau lebih
dengan posisi duduk, kemudian diambil reratanya pada dua kali atau lebih kunjungan.4
2.2 Epidemiologi
2
sensitive dibandingkan dengan orang kulit putih, dan mereka 3 sampai 5 kali lebih rentan
terkena stroke dan penyakit ginjal dibandingkan dengan orang kulit putih. Untuk tatalaksana
hipertensi, calcium channel blocker dan diuretic lebih baik hasilnya dari pada penggunaan
angiotensin-converting enzyme inhibitors, angiotensin receptor blockers, dan b-blockers.5
2.4 Klasifikasi
3
Berdasar pada ESH/ESC 2013, klasifikasi tekanan darah adalah:
TD Diastolik
Kategori TD Sistolik (mmHg)
(mmHg)
Hipertensi Isolated
≥ 140 Dan < 90
Systolic
1. Hipertensi primer
Sebanyak 95% orang dewasa yan menderita hipertensi termasuk hipertensi primer atau
yang dikenal juga dengan hipertensi esensial.Penyebab dari hipertensi primer tidak
diketahui walaupun genetic dan factor lingkungan sekarang sedang dipelajari menjadi
factor penyebabnya. Factor lingkungan meliputi konsumsi garam, obesitas dan gaya
hidup. Factor genetic berhubunga dengan peingkatan aktifitas system renin-angotensin
dan sisten nervus simpatis. Penyebab lainnya adalah bertmbahnya umur menyebabkan
pembuluh darah menjadi lebih kaku.5
2. Hipertensi sekuder
Kasusnya sebanyak 5% dari kasus hipertensi, biasanya disebabkan oleh gagal ginjal
kronis, renal arteri stenosis, terlalu banyak sekresi aldosterone, pheochromocytoma,
dansleep apnea.5
4
2.5. Patogenesis Hipertensi
Secara umum diagnosis hipertensi harus dikonfirmasi setelah pengukuran pertama
pada kunjungan setelahnya dalam satu sampai dengan minggu keempat. Diagnosis hipertensi
ditegakkan jika tekanan sistolik ≥140 mmHg atau tekana diastolic ≥90 mmHg.5
1. Faktor risiko, seperti: diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok,
genetis
2. Sistem saraf simpatis
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi: endotel
pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan
interstinum juga memberikan kontribusi akhir.
4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin
dan aldosterone.
Hipertrofi
Preload Kontraktilitas Vasokonstriksi jantung
Autoregulasi
Tekanan maksimal yang ditimbulkan pada arteri sewaku darah disemprotkan ke dalam
pembuluh tersebut selama sistol disebut tekanan sistolik dan normalnya rata-rata
5
120mmHg.Tekanan minimal di dalam arteri ketika darah mengalir keluar menuju ke
pembuluh yang lebih kecil di hilir sewaktu diastol disebut tekanan diastolik, normalnya rata-
rata 80 mmHg.7
Ada dua faktor utama yang mengatur tekanan darah, yaitu darah yang mengalir dan
tahanan vaskular perifer.Darah yang mengalir ditentukan oleh volume darah yang
dipompakan oleh ventrikel kiri setiap kontraksi dan kecepatan denyut jantung.Tahanan
vaskular perifer berkaitan dengan besarnya lumen pembuluh darah perifer dan kekentalan
darah. Makin sempit pembuluh darah, makin tinggi tahanan terhadap aliran darah; makin
besar dilatasinya makin kurang tahanan terhadap aliran darah. Makin menyempit pembuluh
darah, makin meningkatkan tekanan darah. Dilatasi dan konstriksi pembuluh-pembuluh darah
dikendalikan oleh sistem saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin.7
Sistem saraf simpatis dan parasimpatis diaktivasi oleh baroreseptor yang ada di sinus
karotis dan arkus aorta.Baroreseptor ini sangat peka terhadap perubahan dari tekanan
darah.Oleh karena itu, baroreseptor merupakan sistem terpenting dalam regulasi tekanan
darah.Refleks baroreseptor ini berperan dalam aktivasi sistem saraf simpatis dan parasimpatis.
Pada saat terjadi penurunan tekanan darah, refleks baroreseptor akan menyebabkan aktivasi
sistem saraf simpatis untuk meningkatkan output jantung dan resistensi vaskular dengan cara
vasokontriksi. Sebaliknya, jika tekanan darah meningkat, baroreseptor akan merangsang
sistem saraf parasimpatis yang mengakibatkan penurunan output jantung (meliputi isi
sekuncup dan denyut jantung) dan vasodilatasi pembuluh darah.7
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di
hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan
6
volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan
dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan
tekanan darah.7
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon
steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan
volume dan tekanan darah.7
7
Gambar 2. Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron7
Anamnesis meliputi:4
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal
b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuria, pemakaian obat-
obat analgesic dan obat bahan lain
c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan palpitasi (feokromositoma)
d. Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor-faktor risiko:
a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
b. Riwayat hyperlipidemia pada pasien atau keluarganya
c. Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya
d. Kebiasaan merokok
e. Pola makan
f. Kegemukan, intensitas olahraga
g. Kepribadian
4. Gejala kerusakan organ:
a. Otak dan mata; sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, TIA, deficit
sensoris atau motoris
b. Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
c. Ginjal: haus, polyuria, nokturia, hematuria
8
d. Arteri perifer: ekstrimitas dingin, klaudikasio intermiten
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
6. Faktor-faktor pribadi, keluarga, dan lingkungan.
Pemeriksaan fisik selain memeriksa tekanan darah, juga untuk evaluasi adanya
penyakit penyerta, kerusakan organ target serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder.
Pengukuran tekanan darah:
Pengukuran rutin di kamar periksa
Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring – ABPM)
Pengukuran sendiri oleh pasien
Pengukuran di kamar periksa dilakukan pada posisi duduk di kursi setelah pasien
istirahat 5 menit, kaki di lantai dan lengan pada posisi setinggi jantung.Ukuran dan peletakan
manset (panjang 12-13 cm), lebar 35 cm untuk standar orang dewasa) dan stetoskop harus
benar (gunakan suara korotkoff fase I dan V untuk menentukan sistolik dan diastolic).
Pengukuran dilakukan dua kali, dengan sela antara 1-5 menit, pengukuran tambahan
dilakukan jika hasil kedua pengukuran pada lengan kontralateral dilakukan pada kunjungan
pertama dan jika didapatkan kenaikan tekanan darah. Pengukurang denyut jantung dengan
menghitung nadi (30 detik) dilakukan saat duduk segera sesudah pengukuran tekanan darah.
Untuk orang usia lanjut, diabetes dan kondisi lain dimana diperkirakan ada hipotensi
ortostatik, perlu dilakukan juga pengukuran tekanan darah pada posisi berdiri.
9
10. Seseorang dikatakan menderita hipertensi bila pada pemeriksaan ABPM dengan mean
>135/85 mmHg sepanjang hari atau >125/75 mmHg saat tidur.
10
target tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg. Pengobatan selalu dimulai dengan cara
modifikasi gaya hidup, kemudian dilanjutkan dengan farmakoterapi secara individualistik
sesuai dengan komorbid atau compelling indications yang ada pada penderita. Untuk low and
moderate risk target tekanan darah < 140/90 mmHg. Untuk high and very high risk (diabetes
and renal disease) target tekanan darah <130/80 mmHg, dan tidak lupa mengobati kerusakan
organ target.4
Tatalaksana pada hipertensi dapat di bagi menjadi1 :
1. Intervensi Pola Hidup : Pola hidup sehat dapat mencegah ataupun
memperlambat awita hipertensi dan dapat mengurangi risiko kardiovaskular.
Pola hidup sehat juga dapat memperlambat ataupun mencegah kebutuhan terapi
obat pada hipertensi derajat 1, namun sebaiknya tidak menunda inisasi obat
terapi obat pada pasien dengan Hypertension Mediated Organ Damage (HMOD)
atau risiko tinggi kardiovaskular. Pola hidup sehat telah terbukti menurunkan
tekanan darah yaitu pembatasan konsumsi garam dan alcohol, peningkatan
konsumsi sayuran dan buah, penurunan berat badan dan menjaga berat badan
ideal, aktivitas fisik teratur, serta menghindari rokok.
2. Penentuan Batas Tekanan Darah untuk Inisiasi Obat : Penatalaksaan
medikamentosa pada penderita hipertensi merupakan upaya ntuk menurunkan
tekanan darah secara efektif dan efisien. Meskipun demikian, pemberian obat
antihipertensi bukan selalu menjadi langkah pertama dalam penatalaksanaan
hipertensi. (Lihat Gambar 4).
3. Pengobatan Hipertensi-Terapi Obat : Strategi pengobatan yang dianjurkan
pada panduan penatalaksaan hipertensi saat ini adalah dengan menggunakan
terapi kombinasi pada sebagian besar pasien, untuk mencapai tekanan darah
sesuai target. Bila memungkinkan dalam bentuk single pill combination (SPC),
untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan. Obat-obat yang paling
sering direkomendasikan ada 5 golongan yaitu Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEi), Angiotensin Receptor Blocker (ARB), Betablocker, Calcium
Channel Blocker (CCB) dan diuretic.
11
Gambar 3. Alur Panduan Insiasi Terapi Obat Sesuai dengan Klasifikasi Hipertensi
12
Gambar 5. Algoritma Hipertensi berdasarkan JNC VIII
13
Gambar 6. Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi Menurut JNC 83
14
Gambar 8. Kombinasi yang sinergik untuk mencapai target hipertensi menurut ESH-
ESC 20136
15
Tabel 3. Rekomendasi Dosis Obat Antihipertensi Menurut JNC 83
16
Tabel 4. Obat-obatan lini pertama dan kedua Hipertensi.1
17
Penderita hipertensi yang telah mendapat pengobatan harus datang kembali untuk
evaluasi lanjutan untuk pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai. Setelah
target tekanan darah tercapai dan stabil, kunjungan selanjutnya dengan interval 3-6 bulan,
tetapi frekuensi kunjungan ini juga ditentukan oleh ada tidaknya komorbiditas seperti gagal
jantung, penyakit yang berhubungan seperti diabetes, dan kebutuhan akan pemeriksaan
laboratorium.4
Jika dalam 6 bulan target pengobatan (termasuk target tekanan darah) tidak tercapai,
harus dipertimbangkan untuk melakukan rujukan ke dokter spesialis atau subspesialis. Bila
selain hipertensi ada kondisi lain seperti diabetes melitus atau penyakit ginjal, baik American
Diabetes Association (ADA) maupun International Society of Nephrology (ISN) dan NKF
18
menganjurkan rujukan kepada seorang dokter yang ahli jika laju filtrasi glomerulus mencapai
< 60 ml/men/1,73m2, atau jika ada kesulitan dalam mengatasi hipertensi atau hiperkalemia,
serta rujukan kepada konsultan nefrologi jika laju filtrasi glomerulus mencapai < 30
ml/men/1,73m2, atau lebih awal jika pasien beresiko mengalami penurunan fungsi ginjal yang
cepat atai diagnosis dan prognosis pasien diragukan.4
Kematian akibat penyakit jantung iskemik atau stroke meningkat secara bertahap
seiring dengan peningkatan tekanan darah. Setiap peningkatan 20 mmHg sistolik atau 10
mmHg diastolik pada tekanan darah > 115/75 mmHg, angka mortalitas meningkat 2 kali lipat
untuk penyakit jantung iskemik dan stroke.
2.9 Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko untuk terjadinya segala bentuk manifestasi klinik
dari aterosklerosis. Hipertensi dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya kejadian
kardiovaskular dan kerusakan organ target, baik langsung maupun tidak langsung. Mortalitas
meningkat dua kali pada setiap kenaikan tekanan darah sebesar 20/10 mmHg. Pada keadaan
dengan tekanan darah high-normal(130-139/85-89 mmHg), didapatkan peningkatan kejadian
kardiovaskular 2.5 pada wanita dan 1.6 kali pada pria bila dibanding dengan tekanan darah
normal. Sedang risiko untuk penyakit ginjal, meningkatnya tekanan darah sistolik lebih erat
19
kaitannya dengan insidens penyakit ginjal tahap akhir bila dibanding dengan tekanan darah
diastolik, terutama pada usia lebih dari 50 tahun. Tekanan darah yang meningkat dapat
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan parenkim ginjal.4
1. Pada jantung; hipertrofi ventrikel kiri, angina atau infark miokard, dan gagal jantung
kongestif
2. Penyakit ginjal kronis dan penyakit ginjal tahap akhir
3. Retinopati
4. Pada otak, Strokeatau transient ischemic attack
5. Penyakit arteri perifer
a. Pencegahan dan pengobatan obesitas: peningkatan indeks massa tubuh (BMI) dan lingkar
pinggang dikaitkan dengan peningkatan risiko kardiovaskular, seperti hipertensi, diabetes
mellitus, glukosa puasa terganggu, dan hipertrofi ventrikel kiri.
b. Aktifitas fisik aerobik yang cukup
c. Diet rendah garam, lemak total, dan kolesterol
d. Menghindari konsumsi alkohol
e. Menghindari konsumsi rokok
f. Menghidari penggunaan obat-obatan terlarang, seperti kokain.
20
DAFTAR PUSTAKA
21