Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 4 - Laporan Tutorial Skenario 4 Blok Pediatri
Kelompok 4 - Laporan Tutorial Skenario 4 Blok Pediatri
KELOMPOK 4
1
DAFTAR ISI
2
SKENARIO 1
Seorang anak laki-laki bernama An. Yudi berusia 5 tahun diantar oleh Ibunya ke Unit
Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit dengan keluhan ketika kencing sedikit-sedikit dan
nyeri. Dokter kemudian melakukan anamnesa kepada ibu pasien dan pasien. Dari
anamnesa didapatkan bahwa kecing sedikit-sedikit dan nyeri ketika buang air kecil sudah
sejak 4 hari. Setelah mengalami nyeri kencing pasien demam tinggi dan mengeluh juga
nyeri perut dibagian bawah serta tidak bisa menahan kencing, kencing tidak berwarna
merah. Pasien suka menahan pipis di sekolah karena takut ke kamar mandi sendirian.
Riwayat beberapa hari yang lalu ada mual dan muntah 1x tetapi sekarang sudah tidak ada.
Pasien pernah penderita keluhan seperti ini sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran baik, Tekanan darah 100/80
mmHg, Nadi 90x/menit, pernapasan 24x/menit, suhu tubuh 38,5°C, berat badan 15 kg,
abdomen supel, nyeri suprapubik, tidak ada nyeri ketok pada sudut kostovertebra, tidak
teraba massa abdomen. Pemeriksaan genitalia tampak fimosis negatif. Dokter lalu
menyarankan pasien untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Leukosit: 13.000/m3
Hematokrit: 37%
Trombosit: 250.000/m3
LED: 15/jam
Urinalisis
Urine makroskopik urine jernih, protein (-), nitrit (+), leukosit esterase (+), Blood (-),
sedimen eritrosit 3-5/lpb, sedimen keukosit 12-16/lpb, bakteri (3+).
Setelah melihat hasil lab, dokter menyarankan kepada ibu pasien agar pasien dirawat di
rumah saja dulu. Jika keluhannya tetap atau semakin berat maka sebaiknya pasien di
3
bawa kembali ke rumah sakit untuk dilakukan evaluasi lebih lanjut. Dokter lalu
memberikan obat untuk dibawa pulang:
Dokter memberikan KIE agar pasien minum air putih yang banyak, tidak boleh menahan
kencing, tidak boleh pakai celana ketat kemudian kontrol 3 hari lagi.
4
BAB I
5
5. Sedimen urin
- Unsur yang tidak larut dalam urin, berasal dari darah ginjal dan saluran
kemih, penting untuk diagnosis dan mengarah ke kelainan ginjal dan saluran
kemih.
6. Urinalisis
- Tes pada urin yg digunakan untuk memeriksa, makroskopik, mikroskopik
untuk membantu mendiagnosis penyakit di sauran kemi.
7. Hematoktrit
- Kadar sel darah merah dalam darah. Jika mengalami kelebihan atau
kekurangan menandakan adanya ketidak normalan, misalanya pertanda
anemia
6
BAB II
2.1 Brainstorming
1. Mengapa pasien mengalami nyeri saat buang air kecil sejak 4 hari yg lalu ?
• Berdasarkan hasil pemeriksaan, terlihat adanya infeksi dari saluran
kencing→nyeri, ada fimosis→nyeri juga, Kemungkinan terjadi karena
adanya infeksi→kolonisasi bakteri mengiritasi epitel kandung kemih dan
uretra →nyeri
• Nyeri saat buang air kecil karena ada proses inflamasi di saluran kemih,
bisa juga karena obstruksi. Demam karena adanya infeksi. Nyeri di bagian
perut bawah menandakan ada luka atau peradangan, dan biasanya di area
kandung kemih.
2. Apakah ada hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan pasien ?
• Usia anak belasan tahun, sering terjadi di perempuan karena uretra lebih
pendek daripada laki laki dan lebih dekat dengan anus.
• Pada usia anak kecil lebih sering laki laki karena ada factor
predisposisi fimosis yang fisiologis. Kalau yang dewasa pada
perempuan.
• Penyakit ini bisa menyerang pada segala usia, tetapi pada bayi yang tidak
sunat itu memiliki prevalensi lebih tinggi. Perempuan >> karena
memiliki uretra lebih pendek maka menyebabkan mikroorganisme
mudah masuk.
3. Apakah ada hubungan keluhan pasien dengan demam tinggi, nyeri perut
bagian bawah, dan tidak bisa menanahan kencing ?
• Demam tinggi
Kolonisasi bakteri dan rangsangan eksogen→induksi leukosit untuk
mengeluarkan pyrogen endogen→memicu prostaglandin→ metabolisme
AA→meningkatkan suhu tubuh.
Adanya respon peradangan pada mukosa, sehingga kandung kemih tidak
mampu menampung urin, sehingga aada gangguan dan rasa sakit Ketika
buang air. Mediator inflamasi prostaglandin dan bradykinin.
• Nyeri perut bawah
Kandung kemih berongga→mudah kolonisasi bakteri→infeksi dan terisi
cairan→ mengembang→nyeri
7
• Tidak biisa tahan kencing
Dari pemeriksaan fisik→UTI Lower →(LUTS)→tidak bisa tahan
kencing atau netes terus(khasnya)
8
9. Apakah ada hubungan jika ada fimosis dengan keluhan psien ?
• Fimosis merupakan factor risiko dari ISK→setiap buang air kencing→
ada sisa air kencing diujung penis(ballooning glands penis)→ media
untuk pertumbuhan bakteri→masuk asenden ke buli-buli
Nyeri Ketika miksi→ cenderung menahan kencing→ terjadi
penumpukan pada urin
Bladder
• Pada kondisi ini saat membuang air kencing, aka nada sisa urin, sehingga
menyebabkan bakteri masuk, dan masuk ke buli buli, lalu terjadilah
infeksi.
• Prepusium tetap melekat, sehingga menutupi orificium uretra eksterna
sehingga saluran miksi terhambat dan kesulitan buang air kecil → retensi
urin → ada bakteri → inflamasi dan adanya mediator inflamasi.
10. Bagaimana interpretasi darah rutin dan urinalisis ?
• Hasil Pemeriksaan Darah Rutin:
Leukosit: 13.000/m3 (tinggi 9000-12000)
Hemoglobin: 12,5 g/dL
Hematokrit: 37%
Trombosit: 250.000/m3
LED: 15/jam (meningkat) menandakan infeksi
Urinalisis
Urine makroskopik urine jernih, protein (-), nitrit (+)(tdk normal,
kerusakan pd ginjal untuk menyaring) ISK atas, leukosit esterase (+) (tdk
normal, normalnya tdk mengalamikebocoran), Blood (-), sedimen
eritrosit 3-5/lpb(tdk normmal), sedimen keukosit 12-16/lpb(tdk normal),
bakteri (3+)(banyak bakteri, mengindikasikan tdk normal).
Sedimen urine: Leukosituria 22 sel/lpb
Kultur urine menunggu hasil. Untuk mengetahui bakteri yg menginfeksi,
shg penting dilakukan
9
12. Mengapa dokter meng-KIE pasien, untuk mium air yang banyak, tidak
menahan kencing, tidak menggunakan celana ketat dan kontrol 3 hari lagi ?
• Sering minum agar mendorong bakteri keluar, menahan kencing bisa
menyebabkan ISK karena bakteri mudah berkembang biak, pakaian ketat
menyebabkan keringat kemudian lembab dan banyak bakteri. Kontrol
tiga hari untuk melihat hasil terapi.
• Minum air putih→mampu membersihkan saluran kencing→kalau kurang
minum→ kurang kencing→risiko infeksi uretra→kerusakan dan timbul
keluhan
• mekasisme washout)→mekanisme terbaik membersihkan saluran
kencing→tidak menahan kencing→ketika ditahan→ meningkatkan
risiko mengalami ginjal jangka panjang
• tidak buang air kecil →genital lembab →mempermudah pertumbuhan
bakteri dan menyebabkan masuknya bakteri secara asenden
• Tidak memakai celana ketat→menimbulkan risiko iritasi→yang
memperparah keadaan
• Control 3 hari lagi→karena diharapkan gejala mnurun→apabila menetap,
disarankan untuk disunat
13. Apa kemungkinan diagnosis pada pasien ?
• ISK→keluhan, leukositoria, bakteri
Wdx:ISK dan Pielonefritis(ddx))
• Terkena infeksi saluran kemih (atas dan bawah), kemungkinan yang
bawah (sistitis), karena di pemeriksaan fisik ada nyeri tekan suprapubic
(lokasi dari vesica urinaria)
• Karena gejalanya cocok dengan ISK bawah (ada proteinuria,
leukosituria, hematuria, uji nitrit positif, leukosit esterase positif).
Sedangkan untuk bakteri harus diperiksan ulang, 105 baru bisa disebut
ISK, 103 urin tengah.
• Diagnosis banding pyelonephritis, infeksi genitourinaria, urethritis.
14. Mengapa dokter memberikan obat amoxicillin dan paracetmol ?
• Pasien dirawat dirumah→ tidak ada tanda kegawatan→tidak bisa
kencing dan syok
• Paracetamol→ mengatasi efek-efek inflamasi →nyeri dan demam
• Amoxicillin→ mengeradiakasi dari bakteri yang menginfeksidan
10
menyebabkan ISK
• Bakteri gram negative yang paling sering adalah E.coli (resisten
penicillin)
11
2.2 Peta Masalah
12
2.3 Learning Objective
1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Definisi ISK pada anak
2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan klasifikasi ISK pada anak
3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Epidemiologi ISK pada anak
4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Etiologi ISK pada anak
5. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Faktor Risiko ISK pada anak
6. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Patofisiologi ISK pada anak
7. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Manifestasi Klinis ISK pada anak
8. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Kriteria Diagnosis ISK pada anak
9. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang ISK pada anak
10. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Diagnosis Banding ISK pada anak
11. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tatalaksana ISK pada anak
12. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Komplikasi ISK pada anak
13. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Prognosis ISK pada anak
14. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Pencegahan ISK pada anak
15. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Integrasi Islam ISK pada anak
13
BAB III
a. SK simtomatik adalah ISK yang disertai gejala dan tanda klinik. ISK simtomatik dapat
dibagi dalam dua bagian yaitu infeksi yang menyerang parenkim ginjal, disebut
pielonefritis dengan gejala utama demam, dan infeksi yang terbatas pada saluran kemih
bawah (sistitis) dengan gejala utama berupa gangguan miksi seperti disuria, polakisuria,
kencing mengedan (urgency).
b. ISK non spesifik adalah ISK yang gejala klinisnya tidak jelas. Ada sebagian kecil (10-
20%) kasus yang sulit digolongkan ke dalam pielonefritis atau sistitis, baik berdasarkan
gejala klinik maupun pemeriksaan penunjang yang tersedia.
c. ISK simpleks (simple UTI, uncomplicated UTI) adalah infeksi pada saluran kemih yang
normal tanpa kelainan struktural maupun fungsional saluran kemih yang menyebabkan
stasis urin.
d. ISK kompleks (complicated UTI) adalah ISK yang disertai dengan kelainan anatomik dan
atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan stasis ataupun aliran balik (refluks) urin.
Kelainan saluran kemih dapat berupa batu saluran kemih, obstruksi, anomali saluran
kemih, kista ginjal, bulibuli neurogenik, benda asing, dan sebagainya
e. ISK atipik adalah ISK dengan keadaan pasien yang serius, diuresis sedikit, terdapat massa
abdomen atau kandung kemih, peningkatan kreatinin darah, septikemia, tidak memberikan
respon terhadap antibiotik dalam 48 jam, serta disebabkan oleh kuman non E. coli.
f. Berdasarkan lokasinya, ISK dibagi menjadi :
14
• ISK atas atau pielonefritis, ISK yang biasanya disertai demam dan nyeri punggung.
• ISK bawah (sistitis dan urethritis), ISK yang pada umumnya lebih ringan, berupa
disuria, polakisuria, kencing mengedan atau urgensi. (Konsensus ISK IDAI. 2011)
Menurut Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak infeksi saluran kemih pada anak dapat
dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi, dan kelainan saluran kemih. Berdasarkan
gejala, ISK dibedakan menjadi ISK asimtomatik dan simtomatik. Berdasarkan lokasi infeksi,
ISK dibedakan menjadi ISK atas dan ISK bawah, dan berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK
dibedakan menjadi ISK simpleks dan ISK kompleks.
a. Peningkatan usia
b. Komorbiditas: sistokel, diabetes mellitus, menopause, serta gangguan pengosongan
kandung kemih seperti pada kasus trauma korda spinalis dan prolaps organ panggul
c. Terdapatnya benda asing pada saluran kemih, seperti kateter
d. Aktivitas seksual, termasuk penggunaan spermisida dan spermicide-coated condom
e. Riwayat ISK pada keluarga
f. Riwayat ISK berulang
g. Gizi buruk
h. Kebersihan diri (hygiene)
i. Disfungsi pengosongan urin
j. Refluks vesikouretral
k. Abnormalitas saluran genitourinaria
l. Anak laki laki yang belum sirkumsisi6,7,8
6. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Patofisiologi ISK pada anak
16
Pada kebanyakan kasus, patofisiologi infeksi saluran kemih (ISK) atau urinary tract
infection dimulai ketika uropathogenic Escherichia coli (UPEC) masuk ke saluran kemih
melalui meatus traktus urinarius sebelum naik (ascending) ke uretra dan lumen kandung
17
kemih. Infeksi yang terisolasi di kandung kemih dan saluran kemih bawah tanpa tanda dan
gejala disebut sebagai sistitis uncomplicated atau sistitis simpleks.
Infeksi Saluran Kemih Uncomplicated
Infeksi pada saluran kemih akibat jalur ascending dimulai dari kolonisasi pada area periuretra
oleh flora saluran gastrointestinal dan kemudian terjadi kolonisasi pada uretra. Patogen
kemudian melakukan migrasi ke kandung kemih dan melakukan ekspresi pada pili dan adhesin
yang menyebabkan kolonisasi dan invasi pada sel payung kandung kemih.
Sistem kekebalan tubuh kemudian mengaktifkan respons inflamasi dengan infiltrasi neutrophil
untuk mengeradikasi bakteri. Akan tetapi, beberapa bakteri dapat menghindari sistem imun
melalui invasi sel inang dan juga melakukan perubahan morfologi yang dapat menyebabkan
resistensi terhadap neutrofil dan membentuk biofilm.
Bakteri yang bertahan melewati sistem imun kemudian memproduksi toksin dan protease yang
merusak sel inang dan juga menyediakan nutrisi penting untuk pertahanan bakteri dan proses
migrasi ke ginjal. Apabila terjadi kolonisasi pada ginjal, maka bakteri dapat mengeluarkan
toksin yang merusak sel ginjal pada inang. Apabila pasien tidak menjalani terapi, maka
patogen dapat melewati sawar epitel tubuler pada ginjal dan menyebabkan bakteremia.
Infeksi Saluran Kemih Complicated
ISK complicated umumnya memiliki patofisiologi yang menyerupai ISK uncomplicated. Akan
tetapi, pada ISK complicated umumnya terjadi gangguan kandung kemih. Salah satu penyebab
umum dari ISK complicated adalah pemasangan kateter.
Respons imun akibat pemasangan kateter menyebabkan akumulasi fibrinogen pada
kateter, yang merupakan lingkungan yang cocok untuk kolonisasi uropatogen dengan
cara ekspresi protein pengikat fibrinogen. Langkah selanjutnya sama dengan proses
infeksi pada ISK uncomplicated, yaitu infiltrasi neutrofil, multiplikasi uropatogen,
pembentukan biofilm, kerusakan epitel, dan infeksi pada ginjal. Uropatogen yang
menyebabkan ISK complicated dapat menyebabkan bakteremia dengan melewati
sawar sel epitel tubuler.6,7,8
Pada masa neonatus, gejala klinik tidak spesifik dapat berupa apati, anoreksia, ikterus atau
kolestatis, muntah, diare, demam, hipotermia, tidakmau minum, oliguria, iritabel, atau distensi
abdomen. Peningkatan suhu tidak begitu tinggi dan sering tidak terdeteksi. Kadang-kadang
gejala klinik hanya berupa apati dan warna kulit keabu-abuan (grayish colour).1
Pada bayi sampai satu tahun, gejala klinik dapat berupa demam, penurunan berat badan, gagal
tumbuh, nafsu makan berkurang, cengeng, kolik, muntah, diare, ikterus, dan distensi abdomen.
Pada palpasi ginjal anak merasa kesakitan. Demam yang tinggi dapat disertai kejang.1
Pada umur lebih tinggi yaitu sampai 4 tahun, dapat terjadi demam yang tinggi hingga
menyebabkan kejang, muntah dan diare bahkan dapat timbul dehidrasi. Pada anak besar gejala
klinik umum biasanya berkurang dan lebih ringan, mulai tampak gejala klinik lokal saluran
kemih berupa polakisuria, disuria, urgency, frequency, ngompol, sedangkan keluhan sakit perut,
sakit pinggang, atau pireksia lebih jarang ditemukan.2
Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil, gejala saluran cerna seperti
mual, muntah, diare. Tekanan darah pada umumnya masih normal, dapat ditemukan nyeri
pinggang. Gejala neurologis dapat berupa iritabel dan kejang. Nefritis bakterial fokal akut
adalah salah satu bentuk pielonefritis, yang merupakan nefritis bakterial interstitial yang dulu
dikenal sebagai nefropenia lobar.2
• Demam
19
• Nyeri saat di akhir BAK
• Sering BAK
• Nocturia
• Anyang-anyangan
• Nyeri suprapubic
• Nyeri pinggang
• Demam tinggi
• Menggigil
• Mual
• Muntah
• Nyeri pada sudut kostovertebra
Pemeriksaan fisik
• Demam
• Flank pain (nyeri ketok pinggang belakang/costovertebral angle)
• Nyeri tekan suprapubic
Pemeriksaan penunjang
• Urine mikroskopik berupa peningkatan > 103 bakteri per lapang pandang
Kultur urin (untuk pasien yang memiliki riwayat kekambuhan ISK atau infeksi dengan
komplikasi)
Faktor Resiko Menurut Suharyanto dan Abdul (2008) faktor resiko yang umum pada
penderita ISK adalah :
• Ketidakmampuan atau kegagalan kandung kemih untuk mengosongkan isinya
secara sempurna
• Peralatan yang dipasang pada saluran perkemihan seperti kateter dan prosedur
sistoskopi
20
Faktor-faktor yang meningkatkan kepekaan terhadap infeksi saluran kemih (UTI)
(Sukandar, E., 2004)
Kepekaan terhadap ISK rekuren dari kelompok pasien dengan saluran kemih normal (ISK tipe
sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah nonsekretorik dibandingkan kelompok
sekretorik. Penelitian lain melaporkan sekresi IgA urin meningkat dan diduga mempunyai
peranan penting untuk kepekaan terhadap ISK rekuren. (Sukandar, E., 2004)4,11
21
Urinalisis Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik urine dapat digunakan untuk melihat tipe organisme, serta
mengidentifikasi adanya eritrosit dan leukosit urine secara langsung. Penemuan bakteri
pada urinalisis mikroskopik dapat membantu diagnosis ISK. Apabila ditemukan 5-10
leukosit per lapang pandang, maka hasil dianggap abnormal dan diagnosis ISK dapat
dipikirkan jika terdapat gejala ISK. Pemeriksaan ini tidak diperlukan pada pasien sistitis
simpleks dengan gejala tipikal. Pemeriksaan urinalisis mikroskopik dapat bermanfaat
jika manifestasi klinis atipikal.
Kultur Urine dan Sensitivitas
Pemeriksaan kultur urine dan sensitivitas merupakan pemeriksaan yang paling spesifik
dan sensitif sehingga menjadi pemeriksaan baku emas dalam diagnosis ISK.
Pemeriksaan ini dapat berguna untuk membedakan infeksi rekuren dari relaps dan
menentukan antibiotik yang tepat.
Pemeriksaan kultur urine umumnya hanya diperlukan pada pasien ISK complicated,
seperti pasien dengan komorbid dan pasien hamil. Hasil kultur urine dengan
pertumbuhan > 10 colony forming units (CFU) menunjukkan diagnosis infeksi.
Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan pada pasien yang dicurigai mengalami ISK
dengan gejala berat atau persisten. Pemeriksaan ini digunakan untuk menyingkirkan
diagnosis banding ISK, seperti batu ginjal, hidronefrosis, abses renal, dan jaringan parut
pada ginjal.
CT Scan Abdomen atau Pelvis
Kebanyakan pasien ISK tidak memerlukan pemeriksaan pencitraan. Pemeriksaan CT
scan abdomen atau pelvis dapat digunakan pada pasien yang menunjukkan gejala berat
atau tidak membaik dengan terapi antibiotik adekuat. Pemeriksaan ini juga dapat
bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis abses perirenal atau renal pada pasien yang
tidak respons terapi antimikroba setelah durasi > 7 hari.
Sitoskopi
Pemeriksaan sitoskopi digunakan untuk melihat langsung kandung kemih dan
menyingkirkan diagnosis banding ISK lainnya, seperti tumor, batu kandung kemih,
benda asing, dan divertikulum.12,13,14,15,16
22
Diagnosis banding pada ISK:
a. Recurrent cystitis
b. Uretritis
c. Pielonefritis
d. Gagal ginjal
Diagnosis banding lainnya termasuk infeksi virus, demam pasca vaksinasi, batu
saluran kemih, benda asing vagina, orkitis, uretritis sekunder akibat penyakit menular
seksual, penyakit Kawasaki, radang usus buntu, infeksi streptokokus grup A, dan, pada
remaja wanita, infeksi panggul. Ciri khas masing-masing kondisi memungkinkan
pembedaan langsung dari ISK.11,17
Tata laksana ISK didasarkan pada beberapa faktor seperti umur pasien, lokasi
infeksi,gejala klinis, dan ada tidaknya kelainan yang menyertai ISK. Sistitis dan
pielonefritis memerlukan pengobatan yang berbeda. Keterlambatan pemberian
antibiotik merupakan faktor risiko penting terhadap terjadinya jaringan parut
pada pielonefritis. Sebelum pemberian antibiotik, terlebih dahulu diambil
sampel urin untuk pemeriksaan biakan urin dan resistensi antimikroba.
Penanganan ISK pada anak yang dilakukan lebih awal dan tepat dapat
mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut.
Sampai saat ini masih belum ada keseragaman dalam penanganan ISK pada
anak, dan masih terdapat beberapa hal yang masih kontroversi. Beberapa
protokol penanganan ISK telah dibuat berdasarkan hasil penelitian multisenter
berupa uji klinis dan meta-analisis, meskipun terdapat beberapa perbedaan
tetapi protokol penanganan ini saling melengkapi. Secara garis besar, tata
laksana ISK terdiri atas: 1. Eradikasi infeksi akut, 2. Deteksi dan tata laksana
kelainan anatomi dan fungsional pada ginjal dan saluran kemih, dan 3. Deteksi
dan mencegah infeksi berulang.
a. Eradikasi infeksi akut
Tujuan eradikasi infeksi akut adalah mengatasi keadaan akut, mencegah
terjadinya urosepsis dan kerusakan parenkhim ginjal. Jika seorang anak
dicurigai ISK, berikan antibiotik dengan kemungkinan yang paling sesuai
23
sambil menunggu hasil biakan urin, dan terapi selanjutnya disesuaikan
dengan hasil biakan urin. Pemilihan antibiotik harus didasarkan pada pola
resistensi kuman setempat atau lokal, dan bila tidak ada dapat digunakan
profil kepekaan kuman yang terdapat dalam literatur. Umumnya hasil
pengobatan sudah tampak dalam 48-72 jam pengobatan. Bila dalam waktu
tersebut respon klinik belum terlihat mungkin antibiotik yang diberikan
tidak sesuai atau mungkin yang dihadapi adalah ISK kompleks, sehingga
antibiotik dapat diganti. Selain pemberian antibiotik, dianjurkan untuk
meningkatkan asupan cairan.
Penelitian tentang lama pemberian antibiotik pada sistitis menunjukkan
tidak ada perbedaan dalam outcome anak dengan pemberian antibiotik
jangka pendek dibandingkan dengan jangka panjang. Oleh karena itu, pada
sistitis diberikan antibiotik jangka pendek. Biasanya, untuk pengobatan ISK
simpleks diberikan antibiotik per oral selama 7 hari, tetapi ada penelitian
yang melaporkan pemberian antibiotik per oral dengan waktu yang lebih
singkat (3-5 hari), dan efektifitasnya sama dengan pemberian selama 7 hari.
NICE merekomendasikan penanganan ISK fase akut, sebagai berikut:
- Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus segera dirujuk ke
dokter spesialis anak, pengobatan harus dengan antibiotik parenteral.
24
• Berikan antibiotik oral selama 3 hari berdasarkan pola resistensi
kuman setempat. Bila tidak ada hasil pola resistensi kuman, dapat
diberikan trimetroprim, sefalosporin, atau amoksisilin.
• Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus dinilai
kembali, dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk melihat
pertumbuhan bakteri dan kepekaan terhadap obat.
25
dirawat di rumah sakit dan diberi pengobatan parenteral hingga gejala
klinik membaik. Lama pengobatan umumnya 5 – 7 hari, meskipun ada yang
memberikan 3-5 hari, 6 atau 7 hari.
Untuk sistitis akut, direkomendasikan pemberian antibiotik oral seperti
trimetoprim-sulfametoksazol, nitrofurantoin, amoksisilin,
amoksisilinklavulanat, sefaleksin, dan sefiksim. Golongan sefalosporin
sebaiknya tidak diberikan untuk menghindari resistensi kuman dan
dicadangkan untuk terapi pielonefritis. Menurut Garin dkk., (2007),
pemberian sefiksim pada sistitis akut terlalu berlebihan. ISK simpleks
umumnya memberikan respon yang baik dengan amoksisilin, sulfonamid,
trimetoprim-sulfametoksazol, atau sefalosporin.
c. Pengobatan pielonefritis
Para ahli sepakat bahwa antibiotik untuk pielonefritis akut harus
mempunyai penetrasi yang baik ke jaringan karena pielonefritis akut
merupakan nefritis interstitialis. Belum ada penelitian tentang lamanya
pemberian antibiotik pada pielonefritis akut, tetapi umumnya antibiotik
diberikan selama 7-10 hari, meskipun ada yang menuliskan 7-14 hari atau
10-14 hari.
Pemberian antibiotik parenteral selama 7 - 14 hari sangat efektif dalam
mengatasi infeksi pada pielonefritis akut, tetapi lamanya pemberian
parenteral menimbulkan berbagai permasalahan seperti masalah kesulitan
teknik pemberian obat, pasien memerlukan perawatan, biaya pengobatan
yang relatif mahal, dan ketidaknyamanan bagi pasien dan orangtua,
sehingga dipikirkan untuk mempersingkat pemberian parenteral dan diganti
dengan pemberian oral. Biasanya perbaikan klinis sudah terlihat dalam 24-
48 jam pemberian antibiotik parenteral. sehingga setelah perbaikan klinis,
antibiotik dilanjutkan dengan pemberian antibiotik per oral sampai selama
7-14 hari pengobatan.
Secara teoritis pemberian antibiotik yang lebih singkat pada anak
mempunyai keuntungan antara lain efek samping obat lebih sedikit dan
kemungkinan terjadinya resistensi kuman terhadap obat lebih sedikit. Pada
26
kebanyakan kasus, antibiotik parenteral dapat dilanjutkan dengan oral
setelah 5 hari pengobatan bila respons klinik terlihat dengan nyata atau
setidak-tidaknya demam telah turun dalam 48 jam pertama. Tidak ada bukti
yang meyakinkan bahwa pengobatan 14 hari lebih efektif atau dapat
mengurangi risiko kekambuhan. Dianjurkan pemberian profilaksis
antibiotik setelah pengobatan fase akut sambil menunggu hasil pemeriksaan
pencitraan. Bila ternyata kasus yang dihadapi termasuk ke dalam ISK
kompleks (adanya refluks atau obstruksi) maka pengobatan profilaksis
dapat dilanjutkan lebih lama. Berbagai penelitian untuk membandingkan
pemberian antibiotik parenteral dengan antibiotik per oral telah dilakukan.
Hoberman dkk. melakukan penelitian multisenter, uji klinik tersamar
(randomized clinical trial) pada 306 anak dengan ISK dan demam, yang
diterapi dengan sefiksim oral dan dibandingkan dengan sefotaksim selama
3 hari yang dilanjutkan dengan sefiksim per oral sampai 14 hari, dan hasil
pengobatan tidak berbeda bermakna. Disimpulkan bahwa sefiksim per oral
dapat direkomendasikan sebagai terapi yang aman dan efektif pada anak
yang menderita ISK dengan demam.
Montini dkk., melaporkan penelitian pada 502 anak dengan diagnosis
pielonefritis akut, yang diterapi dengan antibiotik ko-amoksiklav peroral
(50 mg/kgbb/hari dalam 3 dosis) selama 10 hari dibandingkan dengan
seftriakson parenteral (50 mg/kgbb/hari dosis tunggal) selama 3 hari,
dilanjutkan dengan pemberian ko-amoksiklav peroral (50 mg/kgbb/hari
dalam 3 dosis) selama 7 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
pielonefritis akut, efektivitas antibiotik parenteral selama 10 hari sama
dengan antibiotik parenteral yang dilanjutkan dengan pemberian per oral.
d. Pengobatan ISK pada neonatus
Pada masa neonatus, gejala klinik ISK tidak spesifik dapat berupa apati,
anoreksia, ikterus, gagal tumbuh, muntah, diare, demam, hipotermia, tidak
mau minum, oliguria, iritabel, atau distensi abdomen. Kemampuan
neonatus mengatasi infeksi yang belum berkembang menyebabkan mudah
terjadi sepsis atau meningitis, terutama pada neonatus dengan kelainan
27
saluran kemih. Pengobatan terutama ditujukan untuk mengatasi infeksi
bakteri Gram negatif. Antibiotik harus segera diberikan secara intravena.
Kombinasi aminoglikosida dan ampisilin pada umumnya cukup memadai.
Lama pemberian antibiotik pada neonatus dengan ISK adalah 10-14 hari.
Pemberian profilaksis antibiotik segera diberikan setelah selesai pengobatan
fase akut.
e. Bakteriuria asimtomatik
Pada beberapa kasus ditemukan pertumbuhan kuman > 105 cfu/mL dalam
urin tanpa gejala klinik, baik gejala klinik ISK bawah (disuria, urgency, dan
frekuensi) ataupun gejala klinik ISK atas seperti demam, menggigil, nyeri
sekitar ginjal. Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak Bakteri pada
bakteriuria asimtomatik biasanya bakteri dengan virulensi rendah dan tidak
punya kemampuan untuk menyebabkan kerusakan ginjal meskipun kuman
tersebut mencapai ginjal. Secara umum disepakati bahwa bakteriuria
asimtomatik tidak memerlukan terapi antibiotik, malah pemberian
antibiotik dapat menambah risiko komplikasi antara lain meningkatkan
rekurensi pada 80% kasus. Kuman komensal dan virulensi rendah pada
saluran kemih dapat menghambat invasi kuman patogen, dengan demikian
kuman komensal tersebut dianggap berfungsi sebagai profilaksis biologik
terhadap kolonisasi kuman patogen.
f. Pengobatan suportif
28
12. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Komplikasi ISK pada anak
Pielonefritis akut, ISK dengan komplikasi seperti gagal ginjal, hipertensi, ISK disertai
sepsis atau syok.11
29
mengenai hal yang berhubungan dengan kebersihan dan kesucian diri kita ini. Bahkan
didalam kita menunaikan atau melaksanakan berbagai ibadah misalnya shalat,dan
sebagainya juga memang diwajibkan dalam keadaan suci. Baik suci dari hadast kecil
ataupun hadast besar untuk menghilangkan kotoran ataupun najis yang menempel pada
tubuh kita. Untuk cara menghilangkan hadast kecil maupun besar juga ada beberapa
metode yang dapat digunakan misalnya mandi besar dan berwudhu.
Artinya : “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (dan) menyukai kebaikan, bersih
(dan) menyukai kebersihan, mulia (dan) menyukai kemuliaan, bagus (dan)
menyukai kebagusan. Oleh sebab itu, bersihkanlah lingkunganmu”. (HR. At-
Turmudzi).
30
3.2 Peta Konsep
31
3.3 SOAP
SOAP
TABEL ALUR PENGELOLAAN PASIEN
DATA UMUM PASIEN
Nama : An. Yudi
Usia : 5 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
S = SUBJECTIVE
Keluhan Utama:
- Kencing sedikit-sedikit dan nyeri ketika buang air kecil sudah sejak 4 hari.
Riwayat Penyakit Sekarang:
- Demam tingg, nyeri perut dibagian bawah serta tidak bisa menahan kencing, kencing tidak
berwarna merah.
Riwayat Penyakit Terdahulu:
- Mual dan muntah 1x tetapi sekarang sudah tidak ada. Pasien pernah penderita keluhan
seperti ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga: (-)
Riwayat Pengobatan: (-)
Riwayat Sosial dan Kebiasaan:
- Pasien suka menahan pipis di sekolah karena takut ke kamar mandi sendirian.
O = OBJECTIVE
- Keadaan Umum : tampak sakit sedang, kesadaran baik.
- Tekanan Darah : 100/80 mmHg
- Denyut Nadi : 90x/menit
- Respiratory Rate : 24x/menit
- Suhu : 38,5°C
- BB : 15 kg
- Abdomen : supel, nyeri suprapubik, tidak ada neri ketok pada sudut
kostovertebra, tidak teraba massa abdomen.
- Genitalia : tampak fimosis negatif
A1 = INITIAL ASSESSMENT
Differential Diagnosis (DDx):
32
- Infeksi Saluran Kemih Bawah (Sistitis)
- Infeksi Saluran Kemih Atas (Pielonefritis)
- Bakteriuria asimtomatik
- Uretritis
- Orchitis
- Batu saluran kemih
P1 = PLANNIG DIAGNOSTIC
Pemeriksaan Darah Rutin:
- Leukosit : 13.000/m3
- Hemoglobin : 12,5 g/dL
- Hematokrit : 37%
- Trombosit : 250.000/m3
- LED : 15/jam
Urinalisis:
- Urine makroskopik : urine jernih, protein (-), nitrit (+), leukosit esterase (+), blood (-),
sedimen eritrosit 3-5/lpb, sedimen leukosit 12-16/lpb, bakteri (3+).
- Sedimen urine : leukosituria 22 sel/lpb
Kultur Urine:
- Menunggu hasil.
A2 = ASSESSMENT
Working Diagnois (WDx):
- Infeksi Saluran Kemih Pada Anak (Level SKDI: 4)
P2 = PLANNING
33
Planning Therapy (PTx):
34
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
3. Sumber : Dokter, I., Indonesia, A., & Koordinasi, U. K. (2011). Ikatan Dokter Anak
Indonesia (Idai) Unit Kerja Koordinasi (Ukk) Nefrologi Konsensus Infeksi Saluran
5. Rani Purnama Sari, Muhartono. 2018. Angka Kejadian Infeksi Saluran Kemih (ISK) dan
6. Triasta; Setiabudi, Djtnika; Rachmadi, Dedi. 2016. Faktor Risiko Kecurigaan Infeksi
Saluran Kemih pada Anak Laki-Laki Usia Sekolah Dasar.Sari Pediatri 18(2). p.137-141
7. Flores-Mireles AL, Walker JN, Caparon M, Hultgren SJ. Urinary tract infections:
Microbiology. 2015;13(5):269-284
8. Klein RD, Hultgren SJ. Urinary tract infections: microbial pathogenesis, host-pathogen
doi:10.1038/s41579-020-0324-0
9. Jones KV, Asscher AW. Urinary tract infection and vesico-ureteral reflux. Dalam:
Edelmann CM, Bernstein J, Meadow SR, Spitzer A, Travis LB, penyunting. Pediatric
Kidney Disease vol. II edisi ke-2. Boston: Little Brown, 1992;h.1943-91
10. Bensman A, Dunand O, Ulinski T. Urinary tract infection. Dalam: Avner ED, Harmon
35
11. IDI. 2017. Panduan Praktik Klinik Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
12. Bono MJ, Reygaert WC. Urinary Tract Infection. In: StatPearls. Treasure Island (FL):
13. Chu CM, Lowder JL. Diagnosis and treatment of urinary tract infections across age
groups.
15. Gupta K, Grigoryan L, Trautner B. Urinary Tract Infection. Ann Intern Med. 2017 Oct
16. Hooton TM. Gupta K. Acute simple cystitis in women. Uptodate. 2021.
17. Sukandar, E., 2004, Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Buku Ajar Ilmu Penyakit
18. Sumber : Dokter, I., Indonesia, A., & Koordinasi, U. K. (2011). Ikatan Dokter Anak
Indonesia (Idai) Unit Kerja Koordinasi (Ukk) Nefrologi Konsensus Infeksi Saluran
19. IDAI. 2011. Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia
36