You are on page 1of 63

PROPOSAL

HUBUNGAN MOTIVASI KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DI RUANG


RAWAT INAP RS GMIBM MONOMPIA

Oleh :
SANDY
01707010057

INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI


GRAHA MEDIKA KOTAMOBAGU
FAKULTAS KEPERAWATAN
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang

kesehatan pasal 1 ayat 6 mengamanatkan bahwa tenaga kesehatan adalah

setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta

memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan dibidang

kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk

melakukan upaya kesehatan.

Sejalan dengan meningkatnya kepedulian terhadap kesehatan

pelayanan kesehatan diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam

suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,mencegah

dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan, perorangan

keluarga, kelompok ataupun masyarakat. Kesehatan merupakan sebuah

kebutuhan yang sangat mendasar bagi setiap orang. Namun, kesehatan

seringkali menjadi hilir (dampak) dari berbagai permasalahan yang dialami

individu dan lingkungan sekitarnya. Padahal, kesehatan merupakan modal

awal bagi perkembangan potensi individu dalam hidup (Depkes, 2018).

Melihat begitu luas dan kompleksnya tugas dan fungsi dari perawat

di rumah sakit, maka rumah sakit membutuhkan SDM yang profesional

dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung

jawab perawat dalam melayani pasien. Pelayanan keperawatan yang

dilakukan kepada pasien di rumah sakit melalui asuhan keperawatan

diharapkan menjadi berdaya guna dan berhasil guna. Kinerja perawat

melalui pengelolaan asuhan keperawatan akan berhasil apabila memiliki

tanggung jawab, mempunyai pengetahuan tentang manajemen


keperawatan dan kemampuan memimpin orang lain di samping

pengetahuan dan keterampilan klinis yang harus dikuasainya pula

(Mangkunegara, 2004)

Peranan tenaga kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan

kesehatan sangatlah penting khususnya sebagai tenaga pelaksana

pelayanan kesehatan, sehingga wajar bila kinerja tenaga kesehatan sebagai

salah satu penentu keberhasilan dalam pelayanan kesehatan. Tenaga

kesehatan hendaknya mampu mempunyai sikap rasional juga memiliki

semangat pengabdi yang tinggi, kreatif, inovatif, berdisiplin, berwawasan

ilmu dan terampil serta dapat memegang teguh etika profesi ketenagaan

kesehatan. (Sumijatun,2010).

Salah satu bagian tenaga kesehatan yang mempunyai peranan

penting dalam pemberian pelayanan kesehatan adalah perawat karena

pelayanan keperawatan merupakan salah satu faktor penentu baik

buruknya mutu dan citra rumah sakit, akan tetapi seperti yang kita lihat

diberbagai rumah sakit masih banyak perawat yang mempunyai kinerja

yang kurang baik.

Profesi keperawatan merupakan salah satu bagian integral dari

sistem kesehatan yang menjadi kunci utama disamping dokter dalam

pemberian pelayanan kesehatan di pusat pelayanan kesehatan maupun

rumah sakit. Peran dan tanggung jawab kedua profesi tersebut secara

langsung berdampak pada hasil akhir pelayanan klien (Sumijatun, 2010).


Perawat merupakan salah satu komponen yang mempunyai peranan

penting dalam memberikan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit lebih jauh

lagi perawat merupakan staf kesehatan yang mempunyai intensitas interaksi

yang paling tinggi dengan pasien dan keluarga dalam memberikan pelayanan

kesehatan. Karena itu kinerja perawat terus menjadi perhatian berbagai pihak.

Kinerja seorang perawat dapat dilihat dari mutu asuhan keperawatan yang

diberikan kepada pasien. Asuhan keperawatan berkualitas perlu berorientasi

pada hasil pasien yang lebih baik. Kondisi tersebut dapat tercapai apabila

ditunjang oleh sumber daya manusia yang memadai secara kualitas maupun

kuantitas. Sumber daya manusia profesi keperawatan merupakan faktor

terpenting dalam pelayanan rumah sakit, karena di hampir setiap negara

hingga 80% pelayanan kesehatan diberikan oleh perawat (Baumann, 2007).

Faktor-faktor yang yang mempengaruhi kinerja dapat digolongkan

dalam dua hal, yaitu faktor internal dan faktor eksternal .Salah satu faktor

internal yang mempengaruhi kinerja individu adalah motivasi. Tugas tidak

akan dapat diselesaikan dengan baik tanpa didukung oleh suatu kemauan dan

motivasi. Jika seorang telah melaksanakan tugas dengan baik, maka dia akan

mendapatkan kepuasan terhadap hasil yang dicapai dan tantangan selama

proses pelaksanaan. Kepuasan tersebut dapat tercipta dengan strategi

memberikan penghargaan yang dicapai, baik berupa fisik maupun psikis dan

peningkatan motivasi (Abdullah, 2014).

Setiap orang dalam melakukan suatu tindakan tertentu pasti didorong

oleh adanya motif tertentu. Motivasi biasanya timbul karena adanya

kebutuhan yang belum terpenuhi, tujuan yang ingin dicapai, atau karena

adanya harapan yang diinginkan. Motivasi kerja merupakan kombinasi

kekuatan psikologis yang kompleks dalam diri masing-masing orang. Setiap


individu mempunyai motivasi sendiri yang mungkin berbeda-beda (Wibowo,

2013).

Penurunan kinerja perawat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

terutama adalah faktor motivasi kerja dari perawat itu sendiri (Mangkunegara,

2004). Menurut Frenderik Hezbreng dalam kondisi tersebut dapat dipengaruhi

atas dua faktor antara lain faktor diri sendiri (internal) meliputi: kepuasan

dalam bekerja, penghargaan pribadi atau pengakuan, pekerjaan yang

menantang, keinginan berprestasi, keinginan maju, dan keinginan untuk

menikmati pekerjaan. Sedangkan faktor lingkungan (eksternal), meliputi:

hubungan dengan teman sejawat, suasana kerja, dan jaminan kerja. Maka bila

hal tersebut kurang optimal dapat berdampak terhadap prestasi kerja (kinerja)

yang akibatnya pada kepuasan kerja dan kepuasan pasien terhadap pelayanan

kesehatan yag telah diterimanya.

Untuk mengoptimalkan mutu kinerja dan pelayanan kesehatan, maka

upaya untuk meningkatkan motivasi kerja yaitu dengan cara pemberian

penghargaan bagi yang mempunyai kemampuan yang lebih, menciptakan

lingkungan yang kondusif, menjalin hubungan baik dengan teman sejawat,

memberikan jaminan kerja, menjalin hubungan baik antara atasan dengan

bawahan, mengikutsertakan dalam seminar dan pelatihan-pelatihan. Dengan

adanya pelatihan-pelatihan tersebut tentunya akan disambut baik oleh banyak

karyawan atau perawat di Rumah Sakit tersebut.


Pelayanan kesehatan adalah upaya yang dilakukan secara sendiri

atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta

memulihkan kesehatan yang ditujukan terhadap perorangan, kelompok dan

masyarakat. Penilaian kinerja perawat yang tidak optimal dapat

mempengaruhi efektifitas kinerja dan penurunan optimalisasi pelayanan

keperawatan membantu meningkatkan pertumbuhan dan optimalisasi staf

perawat untuk kepentingan organisasi, memastikan perawatan pasien yang

aman dan efektifitas serta penilaian dengan proses yang diperlukan untuk

memastikan bahwa kualitas perawatan terpenuhi (Zaky et, al,2018).

Motivasi kerja perawat masih menjadi salah satu masalah

pelayanan keperawatan di rumah sakit. Setiap perawat harus

dikembangkan dalam memotivasi diri sendiri dan pihak rumah juga harus

mengembangkan atau memotivasi perawat dalam meningkatkan motivasi

kerja, karena semakin tinggi motivasi kerja seseorang maka semakin baik

pula kinerja dari orang itu. Hal ini sejalan dengan penelitian (Stinger,2011)

yang mengatakan bahwa motivasi dapat menimbulkan kepuasan kerja

yang disebabkan karena adanya kebutuhan pada manusia yang

menimbulkan dorongan dalam diri manusiauntuk mencapai kebutuhannya

secara maksimal, karena ada motivasi yang mendorongnya un tuk bekerja

dengan tekun dan disiplin. Jika seorang pegawai belum mengarahkan

kinerja secara optimal, maka perlu adanya pendorong agar dapat

mengunakan potensinya.

Menurut Penta (2012) dalam skripsi Kartika Yanidrawati, S.kep,

”berdasarkan hasil buku raport kinerja perawat, secara garis besar

menunjukkan kelemahan terdapat pada pembuatan askep, yaitu pada


pengisian catatan keperawatan biasanya tidak sesuai dengan catatan

perkembangan”. Sebagai contoh, hasil diagnosa menunjukkan bahwa

nutrisi kurang dari kebutuhan, tetapi planningnya berbeda dengan hasil

diagnosa. Selain itu, kedisiplinan perawat di Ruang Rawat Inap RSUD

Kabupaten Bekasi juga mempengaruhi penilaian raport kinerja perawat.

Berdasarkan data rekap absensi bulan Agustus 2011, sebanyak 91,20%.

perawat Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bekasi datang terlambat.

Hal ini menunjukkan rendahnya kedisiplinan perawat dan mempengaruhi

terhadap penilaian buku raport kinerja perawat.

Rumah Sakit GMIBM Monompia Kotamobagu merupakan Rumah

Sakit Umum kelas tipe C yang mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan spesialistik dasar. Rumah Sakit GMIBM Monompia sebagai

tempat pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam melaksanakan program

pembangunan kesehatan selalu berupaya untuk melakukan usaha-usaha

guna meningkatkan mutu pelayanannya. Pelaksanaan program

peningkatan pelayanan kesehatan akan berjalan lancar, efektif,

berdayaguna dan berhasil apabila perawat yang bertugas di Rumah Sakit

ini mempunyai motivasi kerja yang tinggi. Fenomena umum sering

terdengar keluhan di masyarakat bahwa profesi perawat di Rumah Sakit

Swasta menyebutkan bahwa perawat judes, kurang care dengan pasien,

perawat pembantu dokter dan sebagainya, semua ini menyudutkan profesi

perawat. Untuk RS GMIBM Monompia melalui kotak saran dan peneliti

sendiri mendengar ada keluhan dari masyarakat bahwa perawat kurang

ramah, kurang peduli kepada pasien, dimana kalau ada keluhan dari pasien

keluarga yang harus memanggil perawat ke ruang jaga, sedang yang aktif

ke pasien adalah mahasiswa yang praktik.


Adapun distribusi sumber daya manusia keperawatan berdasarkan

kualifikasi pendidikan tahun 2019 adalah S1 keperawatan 73 orang dan D3

keperawatan 90 orang sehingga jumlahnya sebesar 133 orang.

Dengan adanya data diatas maka saya sebagai penulis merasa

tertarik untuk melakukan penelitian di RS GMIBM Monompia mengingat

adanya keterkaitan erat antara kinerja dan motivasi dalam bekerja sehingga

dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di RS GMIBM Monompa


1.1 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis dapat

merumuskan masalah “Apakah ada hubungan antara motivasi kerja dengan

kinerja perawat di ruang rawat inap RS GMIBM Monompia Kotamobagu?”

1.2 Tujuan Penelitian

1.1.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat

diruang rawat inap RS GMIBM Monompia Kotamobagu.

1.1.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi motivasi kerja perawat di ruang rawat inap RS

GMIBM Monompia Kotamobagu.

2. Mengidentifikasi kinerja perawat di ruang rawat inap RS GMIBM

Monompia kotamobagu.

3. Menganalisis hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat

di ruang rawat inap RS GMIBM Monompia.

1.2 Manfaat Penelitian

1.2.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini bisa menambah wawasan tentang

hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat.

1.2.2 Manfaat Bagi Penulis

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman

dalam melakukan penelitian.

1.2.3 Manfaat Praktisi

1.4.3.1 Bagi Rumah Sakit

Memberikan masukan dan sumber informasi bagi pengelola Rumah

Sakit sebagai dasar strategi dalam peningkatan motivasi kerja perawat di

Instalasi Rawat Inap RS GMIBM Monompia Kotamobagu.


1.4.3.2 Bagi Perawat

Sebagai masukan dan pengetahuan untuk para perawat dalam

meningkatkan kinerja untuk lebih baik lagi.

1.4.3.3 Bagi Instituit Graha Medika


Menambah bahan wacanan perpustakaan di Stikes graha medika

yang dapat dijadikan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta dapat

dijadikan panduan bagi mahasiswa yang melanjutkan penelitian.

1.4.3.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat dijadikan perbandingan dan pertimbangan untuk melakukan

penelitian-penelitian ditempat lain yang berkaitan dengan penelitian ini


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Motivasi

Motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong

dilakukannya suatu tindakan (action/activities) dan memberikan kekuatan

(energy) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan,

atau mengurangi ketidakseimbangan. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau

semangat kerja. Dorongan atau semangat kerja sangat dipengaruhi oleh

faktor atasan/pimpinan, teman kerja, sarana fisik, kebijakan/aturan,

imbalan, jenis pekerjaan, dan tantangan (Ravianto, 2008).

Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau

semangat kerja atau dengan kata lain pendorong semangat kerja. Dengan

dorongan dimaksudkan agar dapat memberikan desakan yang alami untuk

memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup, dan merupakan kecenderungan

untuk mempertahankan hidup. Kunci terpenting untuk itu tak lain adalah

“pengertian mendalam tentang manusia”. Untuk menghindari kekurang

tepatan menggunakan istilah motivasi perlu kiranya dikemukakan oleh

Manullang dalam (Martoyo, 2007).

2.1.1 Konsep Motivasi

Menurut A.H. Maslow dalam Rivai (2005) mengemukakan teori

kebutuhan yang dikenal dengan Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow

yakni:

1. Fisiologis
2. Keamanan

3. Sosial

4. Penghargaan

5. Aktualisasi diri

2.1.2 Tujuan Motivasi

Tujuan motivasi menurut Malayu Hasibuan (2007) antara lain sebagai

berikut:

1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan

2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan

3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan

4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan

5. Mengefektifkan pengadaan karyawan

6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan

8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-

tugasnya

10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

2.1.3 Tipe-tipe Motivasi

Motivasi merupakan fenomena hidup yang banyak corak dan

ragamnya. Secara umum motivasi diklasifikasikan kedalam 4 (empat)

jenis yang satu sama lain memberi warna terhadap aktivitas manusia.

Jenis-jenis motivasi menurut Hasibuan (2007) :

a. Motivasi Positif (insentif positif) artinya manajer memotivasi


bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang

berprestasi baik. Dengan motivasi positif ini, semangat kerja

bawahan akan meningkat karena manusia pada umumnya senang

menerima yang baik-baik saja.

b. Motivasi negatif (insentif negatif) artinya manajer memotivasi

bawahannya dengan memberikan hukuman kepada mereka yang

pekerjaannya kurang baik (prestasinya rendah). Dengan motivasi

yang negatif ini semangat kerja bawahan dalam waktu pendek akan

meningkat karena mereka takut dihukum, namun untuk jangka

panjang dapat berakibat kurang baik. Dalam praktek kedua jenis

motivasi diatas sering digunakan oleh manajer suatu perusahaan.

Penggunaanya harus tepat dan seimbang, supaya dapat

meningkatkan semangat kerja pegawai. Motivasi positif efektif

untuk jangka panjang, sedangkan motivasi negatif untuk jangka

pendek saja.

2.1.4 Alat-alat motivasi

Alat – alat motivasi menurut Hasibuan (2009) :

a. Materiil Insentif yaitu alat motivasi yang diberikan itu berupa uang

atau barang yang mempunyai nilai pasar; jadi memberikan

kebutuhan ekonomis, Misalnya: Kendaraan, rumah dan lain-lainnya.

b. Non materiil insentif yaitu alat motivasi yang diberikan itu berupa

barang/benda yang tidak ternilai; jadi hanya memberikan kepuasan

atau kebanggaan rohani saja, Misalnya: medali, piagam, bintang

jasa, dan lain-lainnya.

a. Kombinasi materiil dan non materiil insentif yaitu alat motivasi yang
diberikan itu berupa materiil (uang dan barang) dan non materil

(medali dan piagam), jadi memenuhi kebutuhan ekonomis dan

kepuasan/kebanggaan rohani.

2.1.5 Teori Teori Motivasi

1. Teori Abrahan H. Maslow

Maslow berpendapat bahwa tindakan atau tingkah laku manusia pada

suatu saat ditentukan oleh kebutuhan yang paling mendesak. Jika pada

suatu saat kebutuhan primer terpenuhi, maka orang akan memenuhi

kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi. Hirarki kebutuhan menurut

Abraham H. Maslow adalah :

1.) Kebutuhan fisiologis

Perwujudan paling nyata dari kebutuhan fisiologis adalah adanya

kebutuhan pokok manusia yaitu pangan, sandang dan perumahan.

2.) Kebutuhan akan keamanan

Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya

dalam arti keamanan fisik, akan tetapi juga keamanan psikologis

dan perlakuan adil dalam pekerjaan atau jabatan seseorang serta

jaminan keselamatan kerja.

3.) Kebutuhan sosial

Perwujudan kebutuhan sosial antara lain adanya pengakuan akan

keberadaan seseorang, peghargaan atas harkat dan martabat sebagai

manusia.

4.) Kebutuhan penghargaan

Kebutuhan penghargaan yaitu kebutuhan akan harga diri, harkat dan


martabat, status kedudukan, prestasi, hingga orang selalu ingin lebih

baik dari orang lain.

5.) Kebutuhan aktualisasi diri

Tampak pada keinginan untuk mengembangkan diri dan

memberikan sumbangsih yang lebih bagi kepentingan organisasi

melalui kemampuan kerja yang semakin meningkat

(Faiz, 2009).

2.1.6 Faktor-faktor Motivasi kerja

Motivasi seorang pekerja untuk bekerja biasanya merupakan hal

yang rumit, karena motivasi melibatkan faktor-faktor individu dan

faktor-faktor organisasi. Faktor-faktor yang sifatnya individu adalah

kebutuhan, tujuan-tujuan, sikap dan kemampuan. Sedangkan yang

tergolong pada faktor-faktor yang berasal dari organisasi meliputi

pembayaran atau gaji, keamanan pekerja, pengawasan, pujian dan

pekerjaan itu sendiri. Orang akan mau bekerja keras dengan harapan ia

akan dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan-keinginannya dari hasil

pekerjaannya. Sejalan dengan hal itu Peterson dan Plowman

mengatakan bahwa yang dimaksud keinginan-keinginan itu adalah :

a. The desire to live, artinya keinginan untuk hidup merupakan keinginan

utama dari setiap orang; manusia bekerja untuk dapat makan dan makan

untuk dapat melanjutkan hidupnya.

b. The desire for posession, artinya keinginan untuk memiliki sesuatu

merupakan keinginan manusia yang kedua dan ini salah satu sebab

mengapa manusia mau bekerja.

c. The desire for power, artinya keinginan akan kekuasaan merupakan


keinginan selangkah di atas keinginan untuk memiliki, mendorong

orang mau bekerja.

d. The desire for recognation, artinya keinginan akan pengakuan

merupakan jenis terakhir dari kebutuhan dan juga mendorong orang

untuk bekerja. Mengacu kepada pendapat tersebut di atas, maka dapat

dikatakan bahwa setiap orang mempunyai keinginan dan kebutuhan

tertentu dan berusaha melaksanakan pekerjaan untuk mengejar dan

mewujudkan keinginan serta kebutuhan tersebut sehingga pada

akhirnya mengharapkan kepuasan dari hasil kerja itu.

(Martoyo, 2007)
dikatakan bahwa setiap orang mempunyai keinginan dan kebutuhan

tertentu dan berusaha melaksanakan pekerjaan untuk mengejar dan

mewujudkan keinginan serta kebutuhan tersebut sehingga pada

akhirnya mengharapkan kepuasan dari hasil kerja itu.

(Martoyo, 2007)

2.1.7 Kekuatan-kekuatan Motivasi

Ada 6 (enam) kekuatan motivasi menurut Arep dan Tanjung

(2004) yang harus dimiliki oleh setiap karyawan yaitu :

1. Kekuatan Aqidah (keyakinan)

Kekuatan ini adalah kekuatan yang paling mendasar pada diri

manusia. Orang yang berkeyakinan lemah tidak dapat melakukan

sesuatu yang baik. Hanya dengan keyakinan yang kuatlah orang akan

termotivasi dalam melakukan pekerjaan.

2. Kekuatan Organisatoris

Yang dimaksud dengan kekuatan ini adalah bagaimana seseorang


melakukan pekerjaan dengan manajemen yang baik. Seseorang akan

lebih termotivasi jika suatu pekerjaan dikelola dengan baik.

3. Kekuatan Intelektual

Kekuatan intelektual berhubungan erat dengan pesimisme dan

optimis. Seseorang yang intelektuannya rendah, akan pesimis

menghadapi suatu pekerjaan yang dipercayakan kepadanya.

Sebaliknya, jika orang tersebut memiliki intelektual yang tinggi, dia

akan optimis dan dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.

Maka dengan intelektual yang tinggi, seseorang akan lebih termotivasi

dalam melakukan pekerjaannya.

4. Kekuatan Teknokrat

Kekuatan ini erat dengan teknologi. Semakin kuat penguasaan

seseorang terhadap teknologi untuk suatu pekerjaan, semakin

termotivasi ia melaksanakan pekerjaannya.

5. Kekuatan Demokratik

Kekuatan ini erat dengan sikap atau gaya seseorang. Dengan memiliki

kekuatan demokratik, maka semua pekerjaan dapat dilakukan

sendirian, tetapi kekuatan ini merujuk kepada kekuatan tim. Orang

bijak mengatakan, “no one of us as all of us”, artinya tak seorang pun

dari kita sekuat semua kita. Dengan kata lain, tidak ada individu yang

hebat segala-galanya. Akan tetapi harusada kekuatan tim yang saling

menutupi masing-masing kekurangan individu dari anggota.

2.1.8 Pengukuran Motivasi Kerja

Teknik pengukuran motivasi kerja salah satu caranya adalah

dengan menggunakan teori pengharapan (expectation theory). Teori


pengharapan mengemukakan bahwa adalah bermanfaat untuk mengukur

sikap para individu guna membuat diagnosis permasalahan motivasi.

Pengukuran dilakukan dengan melalui daftar pertanyaan. Pengukuran

semacam ini dapat membantu manajemen tenaga kerja mengerti

mengapa tenaga kerja terdorong untuk bekerja atau tidak, apa yang

merupakan kekuatan motivasi di berbagai bagian dalam perusahaan atau

instansi, dan seberapa jauh berbagai cara pengubahan dapat efektif dalam

memotivasikan kinerja para tenaga kerja (Siswanto Sastrohadiwiryo,

2003).

2.1.9 Cara Memotivasi

Para ahli banyak mengungkapkan tentang teknik memotivasi

bawahan antara lain menggunakan beberapa pendekatan sebagai berikut

(Suyanto (2008): Bersikap baik (the be good approch) dengan cara

menciptakan kondisi kerja yang baik seperti tunjangan, gaji, dan bonus

yang tinggi.

1. Menggunakan kekerasan (the strong approach) yaitu pemimpin

menggunakan wewenangnya untuk menekan bawahan.

2. Perundingan implisit (implicit bargaining) melalui perundingan antara

bawahan dan atasan terhadap hasil kerja yang dicapai sesui dengan

imbalan yang akan diberikan.

3. Kompetisi (competition) diberikan kesempatan pada seseorang untuk

melakukan pekerjaannya sebaik mungkin sesui dengan

kemampuannya.

4. Internalisasi (internalized motivation), yaitu pertimbangan terhadap

ketrampilan, kebebasan, perhatian dan percaya diri yang dimiliki.


2.1.10 Indikator Motivasi Kerja

Menurut Hamzah B. Uno dimensi dan indikator motivasi kerja

dapat dikelompokan sebagai berikut:

1. Motivasi internal, diantaranya : tanggung jawab dalam

melaksanakan tugas, melaksanakan tugas dengan target yang jelas,

memiliki tujuan yang jelas dan menantang, ada umpan balik atas

hasil pekerjaannya, memiliki rasa senang dalam bekerja, selalu

berusaha mengungguli orang lain, diutamakan prestasi dari apa

yang dikerjakannya.

2. Motivasi eksternal, diantaranya: selalu berusaha memenuhi

kebutuhan hidup dan kebutuhaan kerjanya, senang memperoleh

pujian dari apa yang dikerjakannya, bekerja dengan ingin

memperoleh insentif, bekerja dengan harapan ingin memperoleh

perhatian dari teman dan atasan.

(Astuti, 2017).

2.2 Pengertian Kinerja

Kinerja berasal dari terjemahan kata performance (bahasa inggris) yang

berarti hasil pekerjaan (presentasi kerja). Namun sebenarna kinerja ini

mempunyai arti yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja (prestasi kerja),

tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan itu berlangsung. Dengan

demikian maka kinerja itu adalah berkenaan dengan melakukan pekerjaan dan

hasil yang dicapai pekerjaan tersebut juga bisa dipahami kinerja itu berkenaan

dengan apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya (Abdullah,

2014).

Kinerja merupakan hasil pekerjaan seseorang karyawan selama periode


tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standar,

target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah

disepakati bersama. (Lubis, Elinar, 2009 dalam Wibowo, 2009).

2.2.1 Tujuan Kinerja

a. Memperoleh peningkatan kinerja yang berkelanjutan.

b. Mendorong perubahan yang lebih berorientasi kinerja.

c. Meningkatkan motivasi dan komitmen karyawan.

d. Mendorong untuk mengembangkan kemampuan.

e. Membangun hubungan yang terbuka.

(Abdullah, 2014).

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Dalam garis besarnya faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja itu

dapat digolongkan dalam dua hal, yaitu :

a. Faktor internal organisasi.

Antara lain meliputi faktor yang ada dalam diri, pengetahun dan

keterampilan, kompensasi yang dimiliki masing-masing, motivasi kerja,

dan kepuasan kerja.

b. Faktor eksternal organisasi.

Antara lain meliputi faktor fluktuasi nilan rupiah terhadap dolar AS,

kenaikan harga BBM dalam negeri, kenaikan suku bunga BI dan suku

bunga bank-bank nasional dan komersial lainnya, kondisi dan situasi

kepemimpian yang kurang favorable. Dari semua faktor mau tidak mau

mengganggu konsentrasi kerja dan berdampak pada penurunan kinerja

(Abdullah, 2014).

Menurut Syair (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja


adalah:

1) Sikap kerja, seperti kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shif

work) bekarja dalam suatu tim.

2) Tingkat ketrampilan, yang ditentukan oleh pendidikan, latihan dalam

manajemen dan supervisi serta ketrampilan dalam tehnik profesi.

3) Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan unit operasi.

4) Manajemen kinerja atau produktifitas yaitu manajemen yang efesien

yaitu dengan cara mengenali serta menghormati dan menghargai dan

melindunggi karyawan untuk mencapai peningkatan prestasi kerja.

5) Efisien tenaga kerja, seperti perencanaan tenaga kerja.

6) Kreatifitas dalam bekerja dan berada jalur yang benar dalam kerja.

Di samping hal tersebut diatas terdapat berbagai yang dapat

mempengaruhi prestasi kerja/produktivitas kerja antara lain (Wibowo:

2009) meliputi :

1) Sikap mental

Berupa motivasi kerja dan etika kerja.


2) Pendidikan

Pada umumya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan

mempunyai wawasan yang lebih luas.

3)Keterampilan

Pada aspek tertentu apabila tenaga kerja semakin trampil, maka akan

lebih mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik.

Tenaga kerja akan menjadi lebih trampil apabila mempunyai kecakapan

/ kemampuan / ability dan pengalaman kerja yang cukup.

4)Manajemen

Sistim yang diterapkan oleh pimpinan kepada bawahannya, apabila


tepat akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga kinerja

bawahan semakin meningkat.

5)Hubungan inter personal (HIP)

Dengan penerapan hubungan antar personal yang baik dan pengakuan,

maka akan menciptakan ketenangan kerja, memberikan motivasi kerja,

sehingga meningkatkan prestasi kerja.

6)Tingkat penghasilan

Apabila tingkat kerja memadai maka dapat menimbulkan kosentrasi

kerja dan kemampuan yang dimiliki dan dapat dimanfatkan untuk

meningkatkan kuwalitas kerja.

7)Kebutuhan gizi dan kesehatan

Apabila tenaga kerja dapat terpenuhi kebutuhan gizi dan berbadan

sehat, maka akan lebih kuat bekerja dan semangat kerja yang tinggi

dalam meningkatkan kuwalitas kerja.

Berikut ini adalah faktor-faktor individu yang berhubungan dengan

kinerja:

1. Umur

Hubungan kinerja dengan umur sangat erat kaitannya, alasanya adalah

adanya keyakinan yang meluas bahwa kinerja merosot dengan

meningkatnya usia. Pada karyawan yang berumur tua juga dianggap

kurang luwes dan menolak teknologi baru. Namun di lain pihak ada

sejumlah kualitas positif yang ada pada karyawan yang lebih tua,

meliputi pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat, dan

komitmen terhadap mutu.


2. Jenis Kelamin

Tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam

kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan analisis, dorongan

kompetitif, sosiabilitas, atau kemampuan belajar. Namun studi-studi

psikologi telah menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk

mematuhi wewenang, dan pria lebih agresif dan lebih besar

kemungkinaanya dari pada wanita dalam memiliki pengharapan untuk

sukses. Masih terdapat debat soal perbedaan pria dan wanita mengenai

prestasi dalam pekerjaan, absensi, dan tingkat pergantian. Tidak ada

data pendukung yang menyatakan bahawa pria atau wanita adalah

pekerja yang lebih baik. Hanya dalam bidang absensi perbedaan sering

ditemukan. Wanita mempunyai tingkat absensi yang lebih tinggi.

3. Masa kerja

Masa kerja ternyata berhubungan secara negatif dengan keluar

masuknya karyawan dan kemangkiran, manun memiliki hubungan yang

positif terhadap produktifitas kerja. Masa kerja yang lama akan

cenderung membuat seorang karyawan merasa betah dalam suatu

organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradapatasi

dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga seseorang karyawan

akan merasa nyaman dengan pekerjaanya.

4. Tingkat Pendidikan

Dengan bertambahnya tingkat pendidikan atau jenjang pendidikan

maka akan meningkat pula kemampuan dan ketrampilan seseorang.

Banyak penelitian menemukan hubungan yang negatif antara tingkat

pendidikan dengan kinerja. Hal tersebut lebih disebabkan karena


perbedaan harapan pekerja yang berpendidikan tinggi cenderung

berpengharapan mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi.

5. Status Perkawinan

Seorang tenaga kerja yang menikah lebih sedikit absensinya,

mengalami pergantian yang lebih rendah dan lebih puas dengan

pekerjaan mereka dari pada rekan sekerjanya yang masih bujangan.

Perkawinan memaksakan peningkatan tanggung jawab yang dapat

membuat yang dapat membuat suatu pekerjaan yang tetap menjadi lebih

berharga dan penting.

6. Ras atau Suku Bangsa Perawat

Pada studi flaugher, campbell dan pike menunjukkan bahwa supervisor

yang mengadakan penilaian kinerja bagi orang kulit hitam dan kulit

putih ternyata, orang yang berkulit hitam memiliki kinerja yang lebih

tinggi dibandingkan dengan rekan-rekan kerja yang berkulit putih.

2.2.3 Faktor-faktor yang Membangun Kinerja

Ada sejumlah faktor apabila diperhatikan dan dilaksanakan

dengan sungguh-sungguh akan memberikan kontribusi dalam

membangun kinerja. Dari sekian banyak faktor tersebut ada empat

faktor yang paling dominan. Keempat faktor dimaksud adalah sebagai

berikut :

a. Kompetensi

b. Pemberdayaan

c. Kompensasi

d. Penghargaan

(Abdullah, 2014).
2.2.4 Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang

dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada

perusahaan. Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang

amat penting bagi suatu organisasi, pengukuran kinerja bermanfaat

untuk :

a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan

membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat

seluruh orang dalam organisai terlibat dalam upaya memberi

kepuasan kepada pelanggan.

b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian

dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal.

c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong

upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut.

d. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi

lebih konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran

organisasi.

e. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan

memberi ”reward” atas perilaku yang diharapkan tersebut.

Dari beberapa pengertian dan penjabaran tentang pentingnya

pengukuran kinerja yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan

bahwa pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai ukuran

keberhasilan suatu organisasi dalam kurun waktu tertentu dan hasil

pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai masukan untuk perbaikan

dan peningkatan organisasi di masa yang akan datang (Sony, 2004).


2.3 Pengertian Perawat

Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan

kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang

dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Seorang

perawat dikatakan profesional jika memiliki ilmu pengetahuan,

ketrampilan keperawatan profesional serta memiliki sikap profesional

sesuai kode etik profesi. Menegaskan bahwa yang dimaksud dengan

keterampilan profesional keperawatan bukan sekedar terampil dalam

melakukan prosedur keperawatan, ttapi mencakup keterampilan

interpersonal, keterampilan intelektual dan keterampilan teknikal.

(Harlen, 2008)

Menurut Setiyana (2013) mengatakan bahwa banyak ditemukan

fenomena di rumah sakit adanya perawat yang tidak sabar, suka

marah, berbicara ketus dengan pasien dan keluarga pasien, bahkan

terjadi kelalaian dalam bekerja seperti kesalahan dalam pemberian

obat, dan keterlambatan dalam melakukan injeksi. Hal ini tentu sangat

berlawanan dengan tugas dan kewajiban sebagai seorang perawat yang

harus memberikan pelayanan prima pada pasien. Tugas dan tanggung

jawab perawat bukan hal yang ringan untuk dilakukan. Menurut

Danang (2009) perawat bertanggung jawab terhadap tugas fisik,

administratif, menghadapi kecemasan, dan keluhan yang muncul dari

pasien, serta dituntut untuk selalu tampil sebagai profil perawat yang

baik oleh pasiennya. Selain itu, perawat juga dibebani tugas tambahan

lain dan sering melakukan kegiatan yang bukan kegiatan perawat.


2.3.1 Hak dan Kewajiban Perawat

Hak dan Kewajiban Perawat dalam undang-undang nomor 38

tahun 2014 Bab VI tentang keperawatan sebagai berikut :

Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berhak (Pasal 36) :

a) memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas

sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur

operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

b) memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien

dan/atau keluarganya.

c) menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah

diberikan;

d) menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan

kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur

operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan

e) memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar.

Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berkewajiban (Pasal

37) :

a) melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai

dengan standar Pelayanan Keperawatan dan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan;

b) memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik,

standar Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar prosedur

operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

a) merujuk Klien yang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau

tenaga kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan
tingkat kompetensinya;

b) mendokumentasikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar;

c) memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah

dimengerti mengenai tindakan Keperawatan kepada Klien dan/atau

keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya;

d) melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga

kesehatan lain yang sesuai dengan kompetensi Perawat; dan

e) melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.

2.1.1 Tugas dan Wewenang Perawat

Tugas dan wewenang perawat dalam undang-undang nomor 38 tahun

2014 tentang keperawatan sebagai berikut :

Pada pasal 29 antara lain adalah sebagai berikut:

1. Dalam menyelenggarakan Praktik Keperawatan, Perawat bertugas

sebagai:

a) pemberi Asuhan Keperawatan;

b) penyuluh dan konselor bagi Klien;

c) pengelola Pelayanan Keperawatan;

d) peneliti Keperawatan;

e) pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/atau

f) pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.


2. Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan

secara bersama ataupun sendiri-sendiri.

3. Pelaksanaan tugas Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus dilaksanakan secara bertanggung jawab dan akuntabel.

Pada pasal 30 antara lain adalah sebagai berikut:

1. Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di


bidang upaya kesehatan perorangan, Perawat berwenang:

a) melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik;

b) menetapkan diagnosis Keperawatan;

c) merencanakan tindakan Keperawatan;

d) melaksanakan tindakan Keperawatan;

e) mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan;

f) melakukan rujukan;

g) memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai

dengan kompetensi;

h) memberikan konsultasi Keperawatan dan berkolaborasi

dengan dokter;

i) melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling; dan

j) melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada Klien

sesuai dengan resep tenaga medis atau obat bebas dan obat

bebas terbatas.

2. Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan d

bidang upaya kesehatan masyarakat, Perawat berwenang:

a) melakukan pengkajian Keperawatan kesehatan masyarakat di

tingkat keluarga dan kelompok masyarakat;

b) menetapkan permasalahan Keperawatan kesehatan masyarakat;

c) membantu penemuan kasus penyakit;

d) merencanakan tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;

e) melaksanakan tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;

f) melakukan rujukan kasus;

g) mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan kesehatan


masyarakat;

h) melakukan pemberdayaan masyarakat;

i) melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan

masyarakat;

j) menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat;

k) melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling;

l) mengelola kasus; dan

m) melakukan penatalaksanaan Keperawatan komplementer dan

alternatif

Pada pasal 31 antara lain adalah sebagai berikut:

1. Dalam menjalankan tugas sebagai penyuluh dan konselor bagi Klien,

Perawat berwenang:

a) melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik di tingkat

individu dan keluarga serta di tingkat kelompok masyarakat;

b) melakukan pemberdayaan masyarakat;


c) melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan

masyarakat;

d) menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat;

dan

e) melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling.

2. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola Pelayanan

Keperawatan, Perawat berwenang:

a) melakukan pengkajian dan menetapkan permasalahan;

b) merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi Pelayanan

Keperawatan; dan

c) mengelola kasus.
3. Dalam menjalankan tugasnya sebagai peneliti Keperawatan, Perawat

berwenang:

a) melakukan penelitian sesuai dengan standar dan etika;

b) menggunakan sumber daya pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan

atas izin pimpinan; dan

c) menggunakan pasien sebagai subjek penelitian sesuai dengan

etika profesi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.1.1 Tanggung Jawab Perawat

Tanggung jawab profesi keperawatan, salah satu ciri perawat

profesional adalah melaksanakan tanggung jawab dan tanggung gugat,

sesuai dengan kode etik serta berdasarkan standar praktek keperawatan

yang telah disepakati.

A. Tanggung jawab itu dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Tanggung jawab terhadap klien

a. upaya kesejahtraan umum, sebagai bagian tugas

kewajibannya bagi masyarakat

2. Tanggung jawab terhadap dirinya sendiri

a. Melindungi dirinya dari kemungkinan penularan penyakit

b. Melindungi dirinya dari gangguan yang datang dari

lingkungan pekerjaannya

c. Menghindari konflik dengan orang laindalam melaksanakan

tugasnya melalui metoda pemecahan masalah

3. Tanggung jawab terhadap profesi

a. Mengadakan kerjasama antara anggota tim kesehatan dalam

melaksanakan tugasnya
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan

keperawatan

c. Meningkatkan pengetahuan tentang ilmu keperawatan sesuai

dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi

d. Melaksanakan kewajibannya secara tulus ikhlas sesuai

martabat dan tradisi leluhur perawatan

e. Tidak akan mempraktekkan pengetahuan dan keterampilan

untuk tujuan yang bertentangan dengan norma kemanusiaan

f. Matang dalam mempertimbangkan kemampuan sejawat jika

menerima atau mengalihtugaskan tanggung jawab yang ada

hubungannya dengan keperawatan

g. Menjunjung tinggi nama baik profesi dengan menunjukkan

perilaku dan kepribadian yang tinggi

h. Membina dan memelihara mutu organisasi profesi

keperawatan sebagai sarana pengabdiannya

4. Tanggung jawab terhadap masyarakat

a. Menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan masyarakat

dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya kesehatan

khususnya, serta upaya

b. Perawat senantiasa mematuhi peraturan yang berlaku serta

berperan aktif menyumbangkan pikiran kepada pemerintah

dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan dan

khususnya perawatan

c. Memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-

nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup hidup


beragama dari klien, individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat

5. Tanggung jawab terhadap bangsa dan tanah air

a. Memenuhi kebutuhan pelayan keperawatan kepada klien

dengan penuh rasa tanggung jawab sesuai kebutuhannya

b. Menindungi klien terhadap hal-hal yang dapat

membahayakan dan merugikan dirinya dengan

mengutamakan keselamatan klien

c. Membantu klien untuk dapat meolong dirinya sendiri dalam

memenugi kebutuhan hidup sehari-hari serta memelihara

kesehatannya

d. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya sehubungan

tugas yang dipercayakan kepadanya (Ulya, 2016).

2.2 Pengertian Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization), Rumah Sakit adalah

bagian integral dari suatu organisasi social dan kesehatan dengan fungsi

menyediakan pelayanan peripurna (komprehensif), penyembuhan

penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada

masyarakat. Rumah Sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga

kesehatan dan pusat penelitian medik.

Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 Bab I Ketentuan

Umum Pasal 1 tentang rumah sakit, yang dimaksudkan dengan rumah

sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.


2.2.1 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Hasil Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

983/MENKES/SK/XI/1992, tentang Pedoman organisasi Rumah Sakit

Umum, menyebutkan bahwa tugas Rumah Sakit mengutamakan upaya

penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan

terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan

upaya rujukan.

Sedangkan menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 Bab III

Pasal 5 tentang rumah sakit, fungsi rumah sakit adalah:

a) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai

kebutuhan medis.

c) Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia

dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan

kesehatan.

d) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta pengaplikasian

teknologi dalam bidang kesehatan dalam rangka peningkatan

pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan

bidang kesehatan.

Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan paripurna tingkat kedua

adalah upaya kesehatan tingkat lanjut dengan mendayagunakan

pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. Sedangkan yang

dimaksud pelayanan kesehatan parpurna tingkat ketiga adalah upaya


kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan

pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik.

2.2.2 Kewajiban dan Hak Rumah Sakit

Kewajiban dan Hak rumah sakit dalam undang-undang nomor 44 tahun

2009 sebagai berikut :

1. Kewajiban Rumah Sakit

(1) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban:

a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit

kepada masyarakat;

b. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,

antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan

pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;

c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan

kemampuan pelayanannya;

d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada

bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya;

e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu

atau miskin;

f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan

fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat

darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban

bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi

kemanusiaan;

g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan

kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;


h. menyelenggarakan rekam medis;

i. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain

sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat,

wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia;

j. melaksanakan sistem rujukan;

k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar

profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan;

l. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak

dan kewajiban pasien;

m. menghormati dan melindungi hak-hak pasien;

n. melaksanakan etika Rumah Sakit;

o. memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan

bencana;

p. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara

regional maupun nasional;

q. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran

atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;

r. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit

(hospital by laws);

s. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas

Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas; dan

t. memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan

tanpa rokok.

(2) Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikenakan sanksi admisnistratif berupa:


a. teguran;

b. teguran tertulis; atau

c. denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Rumah Sakit

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan

Menteri.

2. Hak Rumah Sakit

(1) Setiap Rumah Sakit mempunyai hak:

a. menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia

sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit;

b. menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi,

insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

c. melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka

mengembangkan pelayanan;

d. menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

e. menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;

f. mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan

kesehatan;

g. mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

h. mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah

Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai promosi layanan kesehatan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g diatur dengan

Peraturan Menteri.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif pajak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

2.2.3 Jenis Pelayanan Rumah Sakit

Dalam Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009, bahwa rumah sakit

adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Komponen pelayanan di rumah sakit mencakup 20 pelayanan sebagai

berikut: (1) administrasi dan manajemen, (2) pelayanan Medis, (3)

pelayanan gawat darurat, (4) pelayanan kamar operasi, (5) pelayanan

intensif, (6) pelayanan perinatal resiko tinggi, (7) pelayanan keperawatan,

(8) pelayanan anastesi, (9) pelayanan radiologi, (10) pelayanan farmasi,

(11) pelayanan laboratorium, (12) pelayanan rehabilitasi medis, (13)

pelayanan gizi, (14) rekam medis, (15) pengendalian infeksi di rumah

sakit, (16) pelayanan sterilisasi sentral, (17) keselamatan kerja, (18)

pemeliharaan sarana, (19) pelayanan lain, (20) perpustakaan.

Jenis-jenis pelayanan di rumah sakit adalah :

1. Pelayanan jasa yaitu : rawat jalan, rawat inap, rawat darurat, rawat

intensip, bedah sentral, forensif, penunjang medis

2. Pelayanan ADM yaitu :

a. Eksternal : surat keterangan sehat, surat keterangan kematian, surat

keterangan sakit, surat visum et repertum, surat keterangan kelahiran,


resume medis untuk asuransi.

b. Internal : gaji, kenaikan pangkat, kepesertaan jamsostek, penyediaan alat

kerja, dll.

2.2.4 Pelayanan Rawat Inap

Menurut Nursalam (2001), pelayanan rawat inap merupakan salah

satu unit pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan secara

komprehensif untuk membantu menyelesaikan masalah yang dialami oleh

pasien, dimana unit rawat inap merupakan salah satu revenew center rumah

sakit sehingga tingkat kepuasan pelanggan atau pasien bisa dipakai sebagai

salah satu indikator mutu pelayanan.

Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan

yang terdapat di rumah sakit yang merupakan gabungan dari beberapa

fungsi pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien

yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya.

Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi,

pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang

rawat inap pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta, serta

puskesmas dan rumah bersalin yang oleh karena penyakitnya penderita

harus menginap dan mengalami tingkat transformasi, yaitu pasien sejak

masuk ruang perawatan hingga pasien dinyatakan boleh pulang (Muninjaya,

2004).

Menurut Supranto, arus pelayanan pasien rawat inap dimulai dari

pelayanan pasien masuk di bagian penerimaan pasien, pelayanan ruang

perawatan (pelayanan tenaga medis, pelayanan tenaga perawat, lingkungan

langsung, penyediaan peralatan medis/ non medis, pelayanan makanan/


gizi), dilanjutkan pelayanan administrasi dan keuangan, terakhir pelayanan

pasien pulang.

Menurut Azwar (2000), mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan

baik, apabila :

1. Memberikan rasa tentram kepada pasien

2. Memberikan pelayanan yang profesional dan setiap strata pengelola

rumah sakit. Pelayanan bermula sejak masuknya pasien kerumah sakit

sampai pasien pulang.

Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut :

1. Petugas menerima pasien dalam melakukan pelayanan terhadap pasien

harus mampu melayani dengan cepat karena mungkin pasien

memerlukan penanganan segera.

2. Penanganan pertama dari perawat harus mampu menaruh kepercayaan

bahwa pengobatan yang diterima dimulai secara benar.

3. Penanganan para dokter dan perawat yang profesional akan menimbulkan

kepercayaan pasien bahwa pasien tidak salah memilih rumah sakit.

4. Ruang yang bersih dan nyaman, memberikan nilai tambah kepada rumah

sakit.

5. Peralatan yang memadai dengan operator yang profesional.

6. Lingkungan rumah sakit yang nyaman.

2.3 Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan

perusahaan agar dapat mampu bertahan dan tetap mendapat kepercayaan

pelanggan. Pola konsumsi dan gaya hidup pelanggan menuntut perusahaan

mampu memberikan pelayanan yang berkualitas. Menurut Berry dan


Zenthaml yang dalam Lupiyoadi (2006: 181) berpendapat bahwa

“Keberhasilan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas

dapat ditentukan dengan pendekatan service quality yang telah dikembangkan

oleh Parasuraman”.

Service Quality adalah seberapa jauh perbedaan antara harapan dan

kenyataan para pelanggan atas layanan yang mereka terima. Service

Quality dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi pelanggan atas

layanan yang benar-benar mereka terima dengan layanan sesungguhnya yang

mereka harapkan. Kualitas pelayanan menjadi hal utama yang diperhatikan

serius oleh perusahaan, yang melibatkan seluruh sumber daya yang dimiliki

perusahaan.

Wyckof dalam Wisnalmawati (2005: 155) berpendapat bahwa

“Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian

atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan pelanggan”. Apabila jasa

yang diterima sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa

dipersepsikan baik dan memuaskan. Tjiptono (2005) menerangkan bahwa

apabila jasa yang diterima melebihi harapan pelanggan, maka kualitas jasa

dipersepsikan ideal. Jika jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang

diharapkan, maka kualitas jasa dianggap buruk.

Mengacu pada pengertian kualitas layanan tersebut maka konsep

kualitas layanan adalah suatu daya tanggap dan realitas dari jasa yang

diberikan perusahaan. Menurut Kotler dalam Wisnalmawati (2005: 156)

berpendapat bahwa “Kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan

pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan”. Hal ini berarti bahwa

kualitas yang baik bukanlah berdasarkan persepsi penyediaan jasa, melainkan


berdasarkan persepsi pelanggan. Sedangkan Roesanto (2000) dalam Nanang

Tasunar (2006: 44) berpendapat bahwa: “Kualitas layanan mengacu pada

penilaian-penilaian pelanggan tentang inti pelayanan, yaitu si pemberi

pelayanan itu sendiri atau keseluruhan organisasi pelayanan, sebagian besar

masyarakat sekarang mulai menampakkan tuntutan terhadap pelayanan

prima, mereka bukan lagi sekedar membutuhkan produk yang bermutu tetapi

mereka lebih senang menikmati kenyamanan pelayanan”.

2.1 Kerangka Teori

Motivasi Kerja Kinerja

 Motivasi  Umur
Positif  Jenis Kelamin
 Motivasi  Masa Kerja
 Tingkat Pendidikan
 Status perkawinan

Tabel 2.1 Hubungan Motivasi Kerja Dengan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap
RS GMIBM Monompia
BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan

atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau

antara variable yang satu dengan variablel yang lain dari masalah yang

ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010).

Variabel Bebas

Motivasi Kerja Variabel Terikat


1. Motivasi internal :
a. Tanggung jawab Kinerja Perawat
b. Tujuan 1. Sikap kerja
c. Umpan balik 2. Tingkat ketrampilan
d. Senang dalam bekerja 3. Hubungan antara tenaga
e. Berusaha
kerja dan pimpinan
mengungguli orang
lain 4. Manajemen kinerja
f. prestasi 5. Efisien tenaga kerja
2. Motivasi eksternal : 6. Kreatifitas
a. Kebutuhan dalam bekerja
b. Pujian
c. Insentif

Keterangan :
: Hubungan : Diteliti

Gambar 3.1 Kerangka konseptual tentang hubungan antara motivasi kerja


dengan kinerja perawat di ruang rawat inap RS GMIBM
Monompia Kotamobagu
48

Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, dimana

variabel bebas yang akan diteliti yaitu motivasi kerja antara lain ada 2

internal dan eksternal, motivasi internal terdiri dari tanggung jawab,

tujuan, umpan balik, senang dalam bekerja, berusaha mengungguli orang

lain dan prestasi, sedangkan motivasi eksternal terdiri dari kebutuhan,

pujian, insentif dan perhatian. Variabel terikat yang akan diteliti yaitu

inerja perawat yang terdiri dari sikap kerja, tingkat ketrampilan,

hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan, manajemen kinerja, efisien

tenaga kerja, kreatifitas dalam bekerja.

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan, dugaan

atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam

penelitian yang akan dilakukan (Notoatmojo, 2010).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H1 = Ada hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat di

ruang rawat inap.

H0 = Tidak ada hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja

perawat di ruang rawat inap.


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah metode atau cara yang akan digunakan

dalam penelitian (Soekidjo, 2010).

4.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan design Cross sectional.

Cross sectional adalah rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran

atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu) (Aziz, 2011). Cross

sectional dalam penelitian ini adalah variabel motivasi kerja perawat dan

variabel kinerja perawat.

4.2 Popuasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Dalam bagian ini diuraikan populasi penelitian. Dalam populasi

dijelaskan spesifik tentang siapa atau golongan mana yang menjadi

sasaran penelitian tersebut (Soekidjo, 2010). Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh perawat rawat inap di RS GMIBM Monompia dengan

jumlah 133 perawat.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi (Nursalam, 2008). Penentuan Besar

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian perawat rawat inap di RS


GMIBM Monompia. Jumlah sampel yang akan diambil berdasarkan

rumus Slovin:

n= N

1 + ( N x (e)2))

Keterangan :

n = Besar sampel

N = Populasi

e = Batas toleransi kesalahan

Dengan jumlah populasi perawat rawat inap adalah 98 perawat.

Maka dapat dihitung besar sampel atau total sampel sebagai

berikut:

N= 133
1 + ( 133x (0,05)2))

= 133
1 + ( 133 x 0,0025 )

= 133

1 + 0,245

= 133
1,245

N = 94
Jadi sampel dalam penelitian ini adalah 94 perawat di ruang rawat

inap RS GMIBM Monompia.

Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya,

maka sebelum pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi,

maupun kriteria eksklusi.

Dalam penelitian ini dipilih sampel yang memiliki kriteria sebagai

berikut:

(1) Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi

oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2010).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu :

1. Perawat di ruang rawat inap yang bersedia untuk berpartisipasi

dalam mengisi kuesioner.

2. Perawat yang ada di ruangan rawat inap RS GMIBM

Monompia.

(2) Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan subyek

yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam

penelitian (Nursalam, 2011).

Kriteria ekslusi dalam penelitian ini yaitu :

1. Perawat yang menolak berpartisipasi dalam mengisi kuesionair.

2. Perawat yang tidak hadir (sakit/cuti) pada saat penelitian.

3. Perawat rawat jalan.


4.3 Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan cara yang ditempuh dalam pengambilan

sampel, agar memperoleh yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan

subyek penelitian (Nursalam, 2011). Teknik sampling yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Random Sampling yaitu pengambilan sampel secara

random atau acak disebut random sampling dan sampel yang diperoleh

disebut sampel random (Notoatmomodjo, 2010).

Berhubung sampel tersebut tersebar di beberapa ruang rawat inap,

maka digunakan teknik proportional random sampling menurut Notoadmojo

(2010) prosedur pengambilan sampel dengan metode proportional random

sampling dipergunakan rumus sebagai berikut :

Sampel Per Sub Populasi = x Besar Sampel


4.4 Kerangka Kerja

Kerangka kerja adalah bagan kerja rancangan kegiatan penelitian yang

akan dilakukan. Kerangka kerja meliputi populasi, sampel, dan teknik

sampling penelitian, teknis pengumpulan data, dan analisa data (Hidayat,

2008).

Populasi
Seluruh perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSI Siti Aisyah
Madiun dengan jumlah 98 perawat.

Sampel
Sebagian perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSI Siti Aisyah
Madiun dengan jumlah 79 perawat.

Penyajian Hasil Penelitian


Desain Penelitian
Kuantitatif dengan Cross sectional
Teknik
Kesimpulan

Proportional Random Sampling


Pengumpulan Data
Menggunakan Kuesioner

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Hubungan Antara Motivasi Kerja Dengan Kinerja
Perawat di Ruang Rawat Inap RS GMIBM Monompia Kotamobagu

Analisis Data : Uji Korelasi Spearman Rank (Rho)

(Editing, Coding, Scoring, Tabulating)


4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi dari penelitian ini adalah di Rumah Sakit GMIBM

Monompia Kotamobagu. Penelitian akan dilakukan pada bulan Maret.

4.6 Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-

anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok

lain (Soekidjo, 2010). Variabel Independen (Variabel Bebas) dalam

penelitian ini adalah Motivasi kerja perawat. Variabel Dependen (Variabel

Terikat) dalam penelitian ini adalah Kinerja perawat.

4.7 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah untuk membatasi ruang lingkup atau

pengertian variabel-variabel yang diamati/diteliti, perlu sekali variabel-

variabel diberi batasan (Soekidjo, 2010).


Tabel 4.1 Definisi Operasional Hubungan Antara Motivasi Kerja Dengan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RS GMIBM
Monompia Kotamobagu
Variabel Definisi operasional Paramet Alat Skala Skor Kriteri
er Ukur a
Variabel Sesuatu yang 1. Motivasi internal : Kuesion Ordin favorable 1. Baik
Independe menimbulkan a. Tanggung jawab : sebuah er al : SS : 4 (X) >
n dorongan atau perwujudan S :3 Mean + 1
Motivasi semangat kerja kesadaran mengenai TS : 2 SD
kerja atau dengan kata lain kewajiban. STS : 1
perawat pendorong semangat b. Tujuan : untuk mencari 2. Cukup
kerja dengan nafkah. Unfavorable : Mean – 1 SD ≤
c. Umpan balik : salah satu
X
dorongan SS : 1
cara yang paling efektif S :2 ≤ Mean + 1 SD
dimaksudkan agar
dapat untuk meningkatkan TS : 3
STS : 4 3. Kurang
memberikan desakan kinerja.
d. Senang dalam bekerja :
(X) <
yang alami untuk Mean – 1
memuaskan enjoy dalam melakukan
pekerjaan. SD
kebutuhan-kebutuhan
hidup, dan e. Berusaha mengungguli
orang lain : Ingin menjadi (Riwidiko, 2009)
merupakan
kecenderungan yang terbaik dari
untuk rekannya.
mempertahankan f. Prestasi : hasil kerja
hidup. secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai
oleh seorang karyawan
dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.

2. Motivasi eksternal :
a. Kebutuhan : untuk
mencakupi kebutuhan
hidup.
b. Pujian : mendapat pujian
dari hasil kinerja yang
baik.
c. Insentif : merupakan
penghargaan yang
diberikan kepada mereka
yang dapat
bekerja melampaui
standar yang telah
ditentukan.
d. Perhatian : dalam
melakukan pekerjaan
petugas juga butuh
diperhatikan atas kerja
Variabe Hasil kerja secara yang dilakukan. Kuesioner Ordinal Favorable : 1. Baik
l kualitas dan kuantitas SS : 4 (X) >Mean
depend yang dicapai oleh 1. Sikap kerja : perasaan S :3 + 1 SD
en seorang pegawai seseorang terhadap suatu TS : 2
Kinerja dalam pekerjaan. STS : 1 2.Cukup
perawat 2. Tingkat ketrampilan : Mean – 1 SD ≤
melaksanakan kemampuan dalam pekerjaan Unfavorable X
tugasnya sesuai meningkat. : SS : 1 ≤ Mean + 1 SD
dengan tanggung 3. Hubungan antara tenaga kerja S :2
jawab yang diberikan dan pimpinan : mempunyai TS : 3 3. Kurang
kepadanya. hubungan baik antara teman STS : 4 (X) <Mean
sejawat dan pimpinan. – 1 SD
4. Manajemen kinerja : proses
yang mencakup perencanaan, (Riwidiko, 2009)
pengorganisasian,
pengarahan dan pengendalian
terhadap penggunaan sumber
daya yang dimiliki.
5. Efisien tenaga kerja : segala
sesuatunya dapat siselesaikan
dengan tepat, cepat, hemat,
dan selamat.
6. Kreatifitas dalam bekerja :
cara yang dilakukan suatu
pekerjaan dengan
menggunakan teknik yang
berbeda. Suatu pekerjaan
sulit akan mudah
diselesaikan bila strategi
dalam bekerja dipelajari
dengan baik.
4.8 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data. Instrumen penelitian ini dapat berupa kuisioner adalalah

sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi

dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang

diketahuinya (Arikunto, 2010).

Kuisioner terdapat beberapa pernyataan untuk motivasi ; motivasi

internal seperti ; a. tanggung jawab, b. tujuan, c. umpan balik, d. senang

dalam bekerja, e. berusaha mengungguli orang lain, f. prestasi, masing -

masing ada 4 macam pernyataan dengan pernyataan favorable ada 2 dan

unfavorable ada 2, motivasi eksternal seperti ; a. kebutuhan, b. pujian, c.

insentif, d. perhatian, juga terdapat 4 pernyataan di masing-masing variable

dengan pernyataan favorable ada 2 dan unfavorable ada 2. Untuk kinerja ; a.

sikap kerja, b. tingkat ketrampilan, c. hubungan antara tenaga kerja dan

pimpinan unit, d. manajemen kinerja, e. efisien tenaga kerja, f. kreatifitas

dalam bekerja, juga terdapat 4 pernyataan pada masing-masing variable

dengan pernyataan favorable ada 2 dan unfavorable ada 2.

4.8.1 Mengukur Validitas

Alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai

standart adalah alat ukur yang telah melalui uji validitas dan reliabilitas

data. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkatan-tingkatan

kevalidan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid mempunyai validitas

yang tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki


validitas yang rendah (Arikunto, 2006). Uji validitas dilakukan pada setiap

butir pertanyaan pada kuesioner dapat diketahui dengan cara melakukan

korelasi antar skor masing-masing variabel dengan skor totalnya. Teknik

korelasi yang digunakan adalah korelasi person product moment

menggunakan program aplikasi pengolah data statistik SPSS 16 For

Windows adalah sebagai berikut :

Jika sig ≤ 0.05, maka dinyatakan valid.

Jika sig ≥ 0.05, maka dinyatakan tidak valid.

Uji validitas instrumen penelitian dilakukan di Rumah Sakit Griya

Husada pada perawat ruang rawat inap dengan jumlah 30 responden.

Setelah melakukan uji validitas didapatkan hasil dari spss 16 terdapat 37

pernyataan valid dan 3 pernyataan tidak valid pada kuesioner motivasi kerja,

pernyataan tidak valid terdapat pada no 6, 28 dan 35. Sedangkan untuk

kuesioner kinerja terdapat 23 pernyataan valid dan 1 pernyataan tidak valid,

pernyataan tidak valid terdapat pada no 11.

4.8.2 Mengukur Reliabilitas

Setelah mengukur validitas maka perlu mengukur reliabilitas data,

apakah alat ukur dapat digunakan atau tidak. Reliabilitas didefinisikan

sebagai derajat suatu pengukuran bebas dari random error sehingga

menghasilkan suatu pengukuran yang konsisten (Dharma, 2011). Untuk

melihat reliabilitas dalam pengumpulan data di bidang kedokteran harus

berprinsip dan stabilitas yaitu mempunyai kesamaan bila dilakukan

pengukuran berulang-ulang dalam waktu sama. Uji reliabilitas


menggunakan teknik Alpha Cronbach. Hasil pengujian Alpha Cronbach

dikategorikan menjadi :

a. Jika α > 0,90 dikatakan reliabilitas sempurna

b. Jika α 0,70 – 0,90 dikatakan reliabilitas tinggi

c. Jika α 0,50 – 0,70 dikatakan realibilitas moderat

d. Jika α < 0,50 dikatakan reliabilitas rendah

Setelah dilakukan uji pada 30 responden perawat di ruang rawat

inap rumah sakit griya husada mendapatkan hasil dari spss 16 Alpha

Cronbach 0,944 pada kuesioner motivasi kerja dan hasil Alpha Cronbach

0,902 pada kuesioner kinerja. Dapat disimpulkan bahwa kuesioner

motivasi kerja dan kinerja dinyatakan reliabel.

4.9 Pengumpulan Data


Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data melalui

tahapan editing, coding, scoring dan tabulating.

4.9.1 Editing

Editing adalah hasil wawancara atau angket yang diperoleh atau

dikumpulkan melalui kuisioner perlu disunting (edit) terlebih dahulu.

Kalau masih ada data atau informasi yang tidaka lengkap, dan tidak

mungkin dilakukan wawancara ulang, maka kuisionair tersebut

dikeluarkan(droupout)(Soekidjo,2010).
4.9.2 Coding

Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan (Soekidjo 2012).

Berikut langkah pengkodean dari masing-masing variabel yang

diteliti:

a. Umur

23 – 28 : kode 1

29 – 34 : kode 2

35 – 40 : kode 3

> 41 : kode 4

b. Jenis Kelamin

Perempuan : kode 1

Laki – laki : kode 2

c. Pendidikan Terakhir

D3 Keperawatan : kode 1

S1 Keperawatan : kode 2

d.Lama Bekerja

< 1 tahun : kode 1

1-10 tahun : kode 2

11-12 tahun : kode 3

>21 tahun : kode 4


4.9.3 Scoring

Scoring adalah mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar

kode atau kartu kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan

(Soekidjo, 2010). Pemberian penilaian dilakukan untuk pernyataan Favorable

dan Unfavorable.

Pemberian penilaian untuk pernyataan yang Favorable skornya adalah :

SS (Sangat Setuju) =4

S (Setuju) =3

TS(Tidak Setuju) =2

STS(Sangat Tidak Setuju) = 1

Pemberian penilaian untuk pernyataan yang Unfavorable skornya adalah :

SS (Sangat Setuju) =1

S (Setuju) =2

TS (Tidak Setuju) =3

STS(Sangat Tidak Setuju) = 4

4.9.4 Tabulating

Tabulating adalah membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan

penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti (Soekidjo, 2010).


4.10 Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting untuk

mencapai tujuan pokok penelitian. Analisa data dalam penelitian ini

menggunakan teknik sebagai berikut :

4.10.1 Analisis Univariat


Analisa data univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel. Analisa univariat ini

dilakukan pada masing-masing variabel yang bertujuan untuk

mengetahui karakteristik data pada tiap-tiap variabel yang diteliti

seperti umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan lama bekerja.

Variabel yang diteliti antara lain motivasi kerja dan kinerja

perawat di ruang rawat inap RSI Siti Aisyah Madiun. Data hasil analisa

ini dapat berupa distribusi frekuensi dan prosentasi tiap variabel.

a. Distribusi frekuensi

N=

Keterangan :

N = Nilai yang didapat

SP = Skor yang didapat responden

SM = Skor maksimal
4.10.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat ini merupakan analisis hasil dari variabel yang

diteliti (variabel bebas), yang diduga mempunyai hubungan dengan

variabel terikat. Adapun dalam analisis ini menggunakan Uji Korelasi

Spearman Rank (Rho) yaitu analisis bivariat yag berguna untuk

menghubungkan variable independen dengan variable dependen.

Uji ini digunakan untuk mengukur tingkat atau eratnya hubungan

antara dua variable yang berskala ordinal. Dengan menggunakan SPSS

16 sebagai berikut :

1. Untuk melihat tingkat kekuatan hubungan.

2. Untuk melihat arah antara hubungan dua variable.

3. Untuk melihat apakah hubungan tersebut signifikan.

Bila nilai p < 0,05 berarti adanya hubungan antara motivasi kerja

dengan kinerja perawat dan bila p > 0,05 maka disimpulkan bahwa

tidak ada hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat.


4.11 Etika Penelitian

4.11.1 Informed Concent

Informed Concent merupakan bentuk persetujuan peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Tujuan

Informed Concent adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan

penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia, maka merekan

harus menandatangani lembar persetujaun. Jika responden tidak bersedia,

maka peneliti harus menghormati hak responden (Hidayat, 2011).

4.11.2 Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika kebidanan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian

yang akan disajikan (Hidayat, 2011).

4.11.3 Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti. Hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2011).

You might also like