You are on page 1of 24

LAPORAN KASUS

ASMA INTERMITTEN SERANGAN AKUT


DERAJAT RINGAN SEDANG

Disusun oleh:

KHAIRUNNISA
I4061192022

Pembimbing

dr. Hilmi Kurniawan Riskawa, Sp.A, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RS TK II KARTIKA
HUSADA KUBU RAYA

2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul:


Asma intermitten serangan akut derajat ringan sedang

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Anak di
RS TK II Kartika Husada Pontianak

Pontianak, 5 Maret 2022


Pembimbing,

dr. Hilmi Kurniawan Riskawa, Sp.A, M.Kes

Disusun oleh:

Khairunnisa
LAPORAN KASUS
OLEH : Khairunnisa
PEMBIMBING : dr. Hilmi Kurniawan Riskawa, Sp.A, M.Kes

1.1 Identitas
An. ZQS jenis kelamin laki-laki berusia 3 tahun, tanggal lahir 25 Maret 2018
dengan nomor rekam medik 155065, nama ibu Ny. ES, dengan alamat pasien Jl.
Tanjungraya 11, Gg. 93 A/2, Saigon, Pontianak Timur, Kalimantan Barat,
dirawat di ruang Melati Rumah Sakit Tingkat II Kartika Husada selama 3 hari,
dari tanggal 14 Februari 2022 hingga 16 Februari 2022.

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis (dengan orang tua pasien) pada
tanggal 16 Februari 2021 pukul 13.00 WIB
Keluhan utama : Sesak
Riwayat Penyakit Sekarang:
An. ZQS jenis kelamin laki-laki berusia 3 tahun, tanggal lahir 25 Maret 2018
dengan nomor rekam medik 155065, nama ibu Ny. ES, dengan alamat pasien Jl.
Tanjungraya 11, Gg. 93 A/2, Saigon, Pontianak Timur, Kalimantan Barat,
dirawat di ruang Melati Rumah Sakit Tingkat II Kartika Husada selama 3 hari,
dari tanggal 14 Februari 2022 hingga 16 Februari 2022.
Pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 18 jam SMRS, pasien lebih nyaman
duduk dibanding berbaring dan bicara dengan kalimat terbatas. Sesak muncul
secara tiba-tiba dan awalnya masih terasa ringan. Namun sesak dirasakan
semakin memberat dan menetap. Sesak dirasakan 4 kali dalam setahun. Sesak
disertai suara mengi. Sesaknya timbul saat cuaca dingin, makan es krim, coklat
dan terlalu lelah. Sesak membaik setelah di nebulisasi. Sesak nafas diawali
dengan batuk berdahak sejak 2 hari SMRS, namun dahaknya sulit dikeluarkan.
Batuknya terus menerus dan muncul tidak tergantung kondisi tertentu. Kemudian
keluhan disertai demam sejak 2 hari SMRS dengan suhu 37,5 oC. Demam turun
keesokan harinya setelah diberikan obat demam. Namun 1 hari SMRS, demam
tinggi dengan suhu 38oC diikuti sesak yang muncul kembali. Pasien juga
mengeluhkan pilek dengan keluar cairan berwarna kuning kental disertai mual
tanpa adanya muntah. Menurut ibu pasien, pasien tampak lemah, berkeringat dan
napasnya menjadi cepat dan berat.
Keluhan tanpa disertai dengan penurunan nafsu makan, pasien makan 3 kali
sehari. Buang Air Kecil (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) pada pasien tidak
ada keluhan. Keluhan BAB cair maupun BAB hitam tidak ada. Pasien tidak
nyenyak tidurnya.
Pasien sebelumnya pernah mengalami keluhan sesak dan kambuh sebanyak 4
kali dalam setahun. Serangan asma pertama kali pada usia 2 tahun. Pasien
kambuh pada bulan agustus, bulan september, bulan oktober dan bulan
desember.Pasien masuk ke rumah sakit sudah 4 kali, dan mendapat perawatan di
rumah sakit selama 2 hari dengan keluhan sesak napas yang disertai dengan
keluhan demam dan batuk berdahak. Saat pulang pasien dinyatakan sembuh
dengan diagnosa akhir asma dan diberikan obat untuk perawatan dirumah yaitu
puyer theofilin 50 mg 2x1, sirup Codipron 3x 5ml dan sirup cefixime 2x 5ml.
Dijumpai riwayat atopi pada ibu pasien berupa asma. Ibu pasien juga sering
kambuh dan membutuhkan inhaler. Riwayat alergi makan atau obat dalam
keluarga disangkal. Riwayat TB dalam keluarga disangkal.
Pasien anak kedua dari dua bersaudara. lahir dengan secara spontan, pada saat
lahir bayi langsung menangis, usia kehamilan cukup bulan, dengan berat badan
lahir 2600 gram. Ibu pasien selalu memeriksakan kandungannya secara rutin ke
dokter kandungan. Total kunjungan Antenatal Care (ANC) yaitu 9 kali setiap
bulan sekali selama kehamilan. Selama kehamilan tidak ada ditemukan riwayat
demam, terjatuh atau terbentur, tekanan darah tinggi ataupun penyulit lainnya.
Pasien mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif hingga usia 2 tahun dan
dilanjutkan pemberian susu formula pada usia 2 tahun. MPASI diberikan saat
usia 6 bulan. Pasien makan dengan jadwal teratur dan sering makan makanan
yang dimasak dirumah.
Pasien tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap dikarenakan sesak yang
sering kambuh. Perkembangan dan pertumbuhan pasien sesuai dengan usia
normal. Pasien tengkurap pada usia 3 bulan dan berjalan pada usia 1 tahun lebih.
Pasien tinggal berempat dengan ayah, ibu dan adiknya. Ayahnya mempunyai
kebiasaan merokok. Ayahnya adalah seorang TNI dan ibu seorang ibu rumah
tangga.
1.3 Pemeriksaan Fisik (Senin, Tanggal 14 Februari 2022, perawatan Hari ke-1)

1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang


2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Antropometri
a. Berat Badan : 15 kg
b. Tinggi Badan : 98 cm
c. TB/U : 0 < Z < 1 (Normal)
d. BB/U : 0 < Z < 1 (Malnutrisi normal)
e. BB/PB
4. Tanda Vital
a. Nadi : 145x/ menit
b. Napas : 40x/ menit
c. Suhu : 37 oC
d. Saturasi O2 : 96%
5. Status Generalis

a. Kepala : Normocephal

b. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,


Mata tidak cekung, air mata tampak baik.

c. Hidung : Tidak terdapat sekret, tidak terdapat


pernapasan cuping hidung, tidak terdapat
epistaksis.

e. Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak sianosis.

f. Leher : Pembesaran KGB (-)


g. Dada
Bentuk dada simetris, tidak terdapat retraksi,
1) Inspeksi
tidak terdapat lebam maupun kemerahan,
tidak ada luka.

2) Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak terdapat nyeri tekan

3) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

4) Auskultasi : Suara napas bronkovesikuler, Terdapat


wheezing di kedua lapang paru. Tidak
terdapat ronkhi dikedua lapang paru. Bunyi
jantung S1 dan S2 reguler, tidak terdapat
gallop dan murmur.

h. Perut
1) Inspeksi : Supel, tidak tampak massa, tidak ada luka,
tidak terdapat lebam,

2) Auskultasi : Bising usus 8x/ menit

3) Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen

4) Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Tidak terdapat


nyeri tekan di region abdomen

i. Ekstremitas : Akral hangat, Capillary Refill Time (CRT) <2


detik, nadi teraba kuat angkat, tidak terdapat
edem.

j. Kulit : Ptekie (-), Rash (-)


1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan di laboratorium Rumah Sakit Tk. II Kartika
Husada pada Tanggal 14 Februari 2022
Hasil Nilai
No. Pemeriksaan
Pemeriksaan Normal
1. Leukosit 11.900/mm3 3.500-
10.000 /mm3
2. Eritrosit 4.82 juta/mm3 3,50-5,50
juta/mm3
3. Hemoglobin 12.5 juta/mm3 11,5-16,5
juta/mm3
4. Hematokrit 34.0% 35,0%-
55,0%
5. Trombosit 237.000 mm3 150.000-
400.000
/mm3
6. Glukosa Darah Sewaktu 87 mg/dl 60-100mg/dl

7. SARS Cov-2 Antigen Negatif Negatif

Pemeriksaan Foto Thorax dilakukan di Radiologi Rumah Sakit Tk. II Kartika


Husada pada Tanggal 14 Februari 2022
Kesan:
- Cor dan pulmo saat ini tidak tampak kelainan

1.5 Diagnosa Banding


1. Bronkopneumonia
2. Bronkiolitis
3. Fibrosis kistik

1.6 Diagnosa Kerja


Asma intermiten serangan akut derajat ringan sedang
1.7 Tatalaksana
Non-Medikamentosa
a. Memberikan edukasi kepada orangtua pasien mengenai penyakit yang
diderita oleh pasien, rencana terapi dan prognosis
b. Memberikan edukasi kepada orang tua pasien mengenai faktor pencetus asma
pada anak, dan menjaga kebersihan udara lingkungan.
c. Memberikan edukasi untuk pemberian makanan dengan menu yang sama saat
anak masih sehat, untuk mencegah kehilangan berat badan maupun mencegah
berat badan anak berlebih.
d. Segera dating ke pelayanan Kesehatan apabila gejala yang dirasakan semakin
berat.
Medikamentosa
a. IVFD Ringer Laktat (RL) 16 tpm makro
b. Oksigen 2 lpm/NK (jika SpO2 < 92%)
c. Injeksi Ampicilin 3x750 mg iv
d. Injeksi Paracetamol 150 mg/4-6 jam iv (k/p demam)
e. Injeksi Cefotaxime 3 x 750 mg iv
f. PO. Theofilin 2x 50 mg pulv
g. PO. Codipront syr 3x5 cc
h. Nebulisasi Ventolin resp + Farbivent 1 resp + NS 2 cc selang seling/6 jam

1.8 Pemantauan
1. 15 Februari 2022 pukul 07:00 WIB ( Hari rawat ke-2, Hari sakit ke-3)
BB=14,9 kg, TB=98cm
S: Saat ini keluhan sesak tidak ada, batuk berdahak (+) berkurang dan dahak
sulit dikeluarkan. Pilek (-) berkurang. Nyeri saat menelan (-), pilek (-), pusing
(-), Demam (-).Keluhan lemas masih menetap dan nafsu makan dan minum
baik. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Kualitas tidur pasien baik.
O:
a. Tanda Vital
Keadaan Umum : Tampak Lemah
Kesadaran : Komposmentis
Nadi : 134x/ menit
Napas : 37x/ menit
Suhu : 36,6 oC
Saturasi Oksigen : 98%
b. Status Generalis
Thorax : Simetris, Retraksi (+)
Pulmo : SND ves (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (+/+)
Pemeriksaan Fisik lain dalam batas normal, sama dengan sebelumnya.
A: Asma intermitten serangan akut derajat ringan sedang
P:
a. IVFD Ringer Laktat (RL) 16 tpm makro

b. Oksigen 2 lpm/NK (jika SpO2 < 92%)

c. Injeksi Ampicilin 3x750 mg iv (H2)

d. Injeksi Paracetamol 150 mg/4-6 jam iv (k/p demam)

e. Injeksi Cefotaxime 3 x 750 mg iv (H2)

f. Injeksi Dexamethason 3x 0,4 cc (1 hari)

g. PO. Theofilin 2x 50 mg pulv

h. PO. Codipront syr 3x5 cc

i. PO. Puyer batuk (dextamine 4 , cetirizine 2, salbutamol 2 mg 4, vit c


7 dibagi 12) 3x1 bks

j. Nebulisasi Ventolin resp + Farbivent 1 resp + NS 2 cc selang seling/6 jam

2. 16 Februari 2022 pukul 07:00 WIB ( Hari rawat ke-3, Hari sakit ke-10)
BB=14,9 kg, TB=cm
S: Saat ini keluhan sesak tidak ada, batuk berdahak (+) berkurang dan
dahak sulit dikeluarkan. Pilek (-) berkurang. Nyeri saat menelan (-), pilek
(-), pusing (-), Demam (-).Keluhan lemas masih menetap dan nafsu
makan dan minum baik. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Kualitas
tidur pasien baik.
O:

a. Tanda Vital
Keadaan Umum : Tampak Lebih Aktif
Kesadaran : Komposmentis
Nadi : 135x/ menit
Napas : 24x/ menit
Suhu : 36.9 oC
Saturasi Oksigen : 99%
b. Status Generalis
Thorax : Simetris, Retraksi (-)
Pulmo : SND ves (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (+/+)
Pemeriksaan Fisik lain dalam batas normal, sama dengan sebelumnya.
A: Asma intermitten serangan akut derajat ringan sedang
P:
a. IVFD Ringer Laktat (RL) 16 tpm makro
b. Oksigen 2 lpm/NK (jika SpO2 < 92%)
c. Injeksi Paracetamol 150 mg/4-6 jam iv (k/p demam)
d. Injeksi Ampicilin 3x750 mg iv (H3)
e. Injeksi Cefotaxime 3 x 750 mg iv (H3)
f. PO. Theofilin 2x 50 mg pulv
g. PO. Flucadex syr 3x1 cth
h. PO. Eritromisin 2 x 5 ml
i. PO. Puyer batuk (dextamine 4 , cetirizine 2, salbutamol 2 mg 4, vit c
7 dibagi 12) 3x1 bks
j. Nebulisasi Ventolin resp + Farbivent 1 resp + NS 2 cc bergantian/6 jam

1.9 Prognosis

Ad vitam : Dubia ad bonam


Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanactionam : Dubia ad bonam

1.10 Diagnosa Akhir


Asma intermitten serangan akut derajat ringan sedang

1.11 Ringkasan

An. ZQS jenis kelamin laki-laki berusia 3 tahun, tanggal lahir 25 Maret 2018
dengan nomor rekam medik 155065, nama ibu Ny. ES, dengan alamat pasien Jl.
Tanjungraya 11, Gg. 93 A/2, Saigon, Pontianak Timur, Kalimantan Barat,
dirawat di ruang Melati Rumah Sakit Tingkat II Kartika Husada selama 3 hari,
dari tanggal 14 Februari 2022 hingga 16 Februari 2022.
Pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 18 jam SMRS, pasien lebih nyaman
duduk dibanding berbaring dan bicara dengan kalimat terbatas. Sesak muncul
secara tiba-tiba dan awalnya masih terasa ringan. Namun sesak dirasakan
semakin memberat dan menetap. Sesak dirasakan 4 kali dalam setahun. Sesak
disertai suara mengi. Sesaknya timbul saat cuaca dingin, makan es krim, coklat
dan terlalu lelah. Sesak membaik setelah di nebulisasi. Sesak nafas diawali
dengan batuk berdahak sejak 2 hari SMRS, namun dahaknya sulit dikeluarkan.
Batuknya terus menerus dan muncul tidak tergantung kondisi tertentu.
Kemudian keluhan disertai demam sejak 2 hari SMRS dengan suhu 37,5 oC.
Demam turun keesokan harinya setelah diberikan obat demam. Namun 1 hari
SMRS, demam tinggi dengan suhu 38oC diikuti sesak yang muncul kembali.
Pasien juga mengeluhkan pilek dengan keluar cairan berwarna kuning kental
disertai mual tanpa adanya muntah. Menurut ibu pasien, pasien tampak lemah,
berkeringat dan napasnya menjadi cepat dan berat.
Keluhan tanpa disertai dengan penurunan nafsu makan, pasien makan 3 kali
sehari. Buang Air Kecil (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) pada pasien tidak
ada keluhan. Keluhan BAB cair maupun BAB hitam tidak ada. Pasien tidak
nyenyak tidurnya.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital tubuh didapatkan nadi 145x/menit, nafas
40x/menit, saturasi oksigen 96% dan suhu 370C. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan wheezing di kedua lapang paru. Tidak terdapat ronkhi dikedua lapang
paru, pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
Pasien didiagnosis asma intermitten derajat ringan sedang. Dirumah sakit
pasien mendapat terapi IVFD RL 16 tpm makro, Oksigen 2 lpm NK (jika SpO2
< 92%), Injeksi Parasetamol 150 mg/4-6 jam iv (k/p demam), Injeksi Ampicillin
3x750 mg iv, Injeksi Cefotaxime 3 x 750 mg iv, PO. Theofilin 2x 50 mg pulv.
PO. Flucadex syr 3x1 cth. PO. Eritromisin 2 x 5 ml. PO. Puyer batuk (dextamine
4 , cetirizine 2, salbutamol 2 mg 4, vit c 7 dibagi 12) 3x1 bks, Nebulisasi
Ventolin resp + Farbivent 1 resp + NS 2 cc bergantian/6 jam. Pasien diberikan
obat untuk perawatan dirumah yaitu sirup ranitidine 2x1 cth, sirup eritromisin
2x5 ml, sirup flucadex 3x1 cth dan puyer batuk (dextamine 4 , cetirizine 2,
salbutamol 2 mg 4, vit c 7 dibagi 12) 3x1 bks.
1.12 Pembahasan

Pembahasan pada pasien ini yatu mengenai penegakan diagnosis, tatalaksana


dan komplikasi. Asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar
inflamasi kronik yang mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran
respiratori dengan derajat bervariasi. Manifestasi klinis asma dapat berupa
batuk, wheezing, sesak napas, dada tertekan yang timbul secara kronik dan
atau berulang, reversibel, cenderung memberat pada malam atau dini hari,
dan biasanya timbul jika ada pencetus. Penyakit asma bronkial biasa terjadi
pada semua kelompok umur baik laki-laki maupun perempuan dan dapat
muncul kapan saja.1 Obstruksi jalan nafas umumnya bersifat reversibel, namun
dapat terjadi kurang reversibel bahkan relative nonreversibel tergantung berat dan
lamanya penyakit. Obstruksi saluran pernafasan disebabkan oleh banyak banyak
faktor seperti bronkospasme, edema, hipersekresi bronkus, hipersensitif bronkus
dan inflamasi. Serangan asma yang tiba-tiba disebabkan oleh faktor yang
diketahui, meliputi faktor-faktor terpapar allergen, virus, polutan atau zat-zat
yang lain yang dapat merangsang inflamasi akut atau konstrikisi bronkus.2
World Health Organization (WHO) memperkirakan 235 juta penduduk
didunia menderita asma dan paling sering terjadi pada anak.3 Pasien merupakan
seorang anak-anak berusia 3 tahun. Menurut data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, prevalensi asma untuk seluruh kelompok usia sebesar
3,5% dengan prevalensi penderita asma pada anak usia 1 - 4 tahun sebesar 2,4%

dan usia 5 - 14 tahun sebesar 2,0%.4,5 Tingginya kejadian serangan asma pada
balita disebabkan oleh belum matangnya sistem imun (keseimbangan Th1/Th2).6
Kejadian serangan asma pada usia dibawah 5 tahun sering dikaitkan dengan
proses pematangan imunitas yang belum matang dan berkaitan dengan
keseimbangan antara Th1/Th2. Proses sensitisasi terjadi dari awal kehidupan dan
terbentuk bertahap dari proses rangsangan berupa infeksi virus atau pun berupa
alergen makanan sampai dengan rangsangan aeroalergen. Seringkali pada
kelompok usia ini, terutama pada umur 0–3 tahun, timbulnya gejala lebih dipicu
oleh virus. Gejala yang ditimbulkan sangat minimal pada fase awal, sampai
dengan terjadinya infeksi saluran napas yang lebih berat sehingga dapat memicu
terjadinya kaskade inflamasi yang signifikan dan berat. Proses tersebut
akanimempengaruhi modul respon imun yang akan lebih cenderung ke arah
aktivitas Th2. Kecenderungan aktivitas Th2 akan menurunkan produk IL-2 dan
IFN-γ oleh Th2. Respon IFN-γ yang rendah pada anak saat awal kehidupan akan
lebih berisiko untuk tersensitisasi oleh aeroallergen dan menderita asma pada usia
6 tahun dibandingkan dengan anak dengan respon IFN-γinormal.7,8
Pasien merupakan seorang anak laki-laki. Data Riskesdas tahun 2013 di 33
Provinsi di Indonesia menemukan bahwa distribusi frekuensi kejadian asma pada
anak berjenis kelamin laki-laki ditemukan lebihobanyak, yaitu sebanyak 81.864
anak (51,8%) dibandingkan dengan anak berjenis kelamin perempuan sebanyak

75.717 (48,2%).9Penelitian oleh Ariyani dkk tahun 2019 juga mendapatkan hasil
yang sama bahwa karakteristik asma pada anak yangidi rawat di RSUD Soedarso
Pontianak dan RSUD Sultan\Syarif Mohammad Alkadrie Pontianak tahun 2018-
2019 mayoritas dialami oleh anak berjenis kelamin laki- laki (57%) dibandingkan
dengan jenis kelamin perempuan (43%).10 Terjadinya asma pada masa kanak-
kanak lebih sering dialami pada anak laki- laki dibandingkanodengan anak
perempuan, setidaknya sampai masa pubertas. Hal tersebut berkaitan dengan
tingginya prevalensi atopi padaianak laki-laki dan disebabkan karena ukuran jalan
napas yang lebih kecil pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan
ketika berumur di bawah 10 tahun, yang menyebabkan anak laki-laki lebih
sensitive dan peka apabila terdapat obstruksi pada jalur napas.11
Pada pasien gejala utama yang muncul adalah sesak napas yang muncul
secara tiba-tiba dan menghilang setelah di nebulisasi. Dari keluhan ini dapat
dipikirkan adanya kelainan pada paru-paru, kelainan metabolik seperti asidosis
maupun uremia, atau adanya kelainan pada otak. Dari alloanamnesis tidak
didapatkan keluhan saat pasien buang air kecil, sehingga kemungkinan kelainan
metabolik dapat disingkirkan. Dari pemeriksaan fisik tidak didapatkan penurunan
kesadaran ataupun kejang sehingga kelainan di sentral dapat disingkirkan. Oleh
karena itu, dapat dipastikan kelainan sesak yang terjadi diakibatkan oleh kelainan
pada paru-paru.12
Kemudian dari anamnesis, didapatkan bahwa ketika pasien mengalami sesak
pasien lebih nyaman duduk dibanding berbaring dan bicara dengan kalimat
terbatas. Sesak dirasakan 4 kali dalam setahun. Sesak disertai suara mengi.
Sesaknya timbul saat cuaca dingin, makan es krim, coklat dan terlalu lelah. Sesak
membaik setelah di nebulisasi. Sesak diawali batuk berdahak yang terus menerus
dan dahak sulit untuk dikeluarkan serta timbul gejala lain berupa demam,pilek
dengan keluar cairan berwarna kuning kental dan mual sehingga dapat dipikirkan
kemungkinan infeksi dan obstruksi saluran pernapasan. Penyebab infeksi dapat
disingkirkan karena sesak disertai suara mengi dan sesaknya berulang/episodik.
Gejala mengi berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal
untuk menuju diagnosis. Yang perlu dipertimbangkan untuk kemungkinan
diagnosis asma adalah anak, apabila anak hanya menunjukkan batuk sebagai satu-
satunya gejala, dan pada saat diperiksa tanda-tanda mengi, sesak dan lain-lain
tidak ditemukan. Kelompok yang patut diduga asma adalah anak-anak yang
menunjukkan batuk dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada
malam atau dini hari, musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma
dan atopi pada pasien atau keluarganya.13 Dyspnea cenderung bervariasi,
tergantung pada beratnya obstruksi aliran udara ekspirasi. Pada kasus yang berat
obstruksi jalan nafas, terdapat air hunger (udara yang terperangkap) mungkin
menjadi simptom yang utama, dan pasien seringkali ingin cepat- cepat duduk
untuk memudahkan bernafas. Ketidaknyamanan di daerah dada dan sesak
(sensasi karena tidak bisa menghirup udara dengan penuh) sering menyertai
dyspnea pada pasien dengan asma dan dapat menyerupai angina pectoris 14

Karakteristik batuk pada asma dari nonproduktif sampai produktif karena jumlah
sputum yang banyak yang berjenis mukoid dan seringkali sangat kuat. Eosinofil
dan debris yang lain menyebabkan sputum menjadi berwarna kuning, menetap
walaupun tidak ada infeksi. Kadang-kadang, batuk merupakan satu-satunya
manifestasi asma.15 Pencetus serangan asma diantaranya alergen, emosi atau stres,
obat- obatan, dan infeksi. Pencetus-pencetus serangan di atas dilengkapi dengan
pencetus lainnya dari internal maupun eksternal mengakibatkan timbulnya reaksi
antigen dan antibodi. Reaksi antigen dan antibodi akan mengeluarkan substansi
pereda alergi yang menjadi mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan. Zat
yang dikeluarkan dapat berupa histamin, bradikinin, dan anafilatoksin. Hasil dari
reaksi tersebut timbulnya tiga gejala, yaitu berkontraksinya otot polos,
peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan sekret mukus.16
Pada pemeriksaan fisik di didapatkan wheezing di kedua lapang paru. Tidak
terdapat ronkhi dikedua lapang paru, pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital tubuh didapatkan nadi 145x/menit, nafas
40x/menit, saturasi oksigen 96% dan suhu 370C. Wheezing, paling sering
dijumpai selama serangan asma akut, adalah istilah yang dipakai untuk
menggambarkan suara yang dihasilkan karena turbulensi aliran gas melalui jalan
nafas yang sempit. Saat obstruksi lebih berat, wheezing menjadi lebih menyolok
dan dapat didengar selama fase awal ekshalasi. Ekshalasi yang dipaksa dapat
mempertunjukkan wheezing yang tidak dapat didengar selama bernafas tenang.
Derajat obstruksi jalan nafas dapat berubah dengan tiba-tiba, tidak adanya
wheezing pada kasus- kasus yang berat dapat menggambarkan tidak adanya aliran
udara yang cukup untuk membentuk suara ekspirasi. Adanya suara wheezing
yang terjadi berulang dan menetap diperkirakan karena obstruksi fokal jalan
nafas, misalnya menyempitnya bronkus.17
Pada pemeriksaan penunjang berupa darah lengkap dalam batas normal.
Kemudian pada pemeriksaan penunjang berupa foto thoraks cor dan pulmo tidak
tampak adanya kelainan.
Diagnosis asma dapat ditegakkan karena pada pasien ditemukan 5 dari 5
karakteristik berdasarkan kriteria diagnosis sesuai pedoman nasional asma anak
oleh IDAI dengan karakteristik sebagai berikut :18
• Gejala timbul secara episodik atau berulang.
• Timbul bila ada faktor pencetus.
- Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu
dingin, udara kering, makanan minuman dingin, penyedap rasa,
pengawet makanan, pewarna makanan.
- Alergen: debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk sari.
- Infeksi respiratori akut karena virus, selesma, common cold,
rinofaringitis
- Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa berlebihan.
• Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.
• Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan
dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari (nokturnal).
• Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau
dengan pemberian obat pereda asma.
Pasien ini didiagnosis asma intermitten serangan akut derajat ringan sedang
berdasarkan tabel 1 yang menunjukkan kekerapan gejala asma, dan tabel 2 yang
menunjukkan derajat keparahan serangan asma.18

Tabel 1. Kriteria penentuan derajat asma18


Tabel 2. Kriteria penentuan derajat keparahan serangan asma19
Asma serangan ringan- Asma serangan berat Serangan asma dengan
sedang ancaman henti nafas
 Bicara dalam kalimat  Bicara dalam kata  Kriteria asma serangan
 Lebih senang duduk  Duduk bertopang lengan berat terpenuhi
daripada berbaring  Gelisah ditambah dengan :
 Tidak gelisah  Frekuensi nafas - Mengantuk
 Frekuensi nafas meningkat - Letargi
meningkat  Frekuensi nadi - Suara nafas tak
 Retraksi minimal meningkat terdengar
 SpO2 : 90-95%  Retraksi jelas
 PEF > 50% prediksi atau  SpO2 : < 90%
terbaik PEF < 50% prediksi atau
terbaik
Penatalaksanaan pada pasien ini, yaitu terapi suportif berupa pemberian O2
2 L/menit jika SpO2 < 92%. Oksigen diberikan untuk mengatasi hipoksemia,
menurunkan usaha untuk bernapas, dan mengurangi kerja miokardium. Oksigen
penting diberikan kepada anak yang menunjukkan gejala adanya tarikan dinding
dada (retraksi) bagian bawah yang dalam; SpO2 <90%; frekuensi napas 60
x/menit atau lebih.19
Untuk kebutuhan cairan, sesuai dengan berat badan pasien yaitu 15 Kg,
sehingga pasien diberikan cairan Ringer Laktat melalui makrodrip infus dengan
16 tetes per menit. Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan
ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk
memberikan garam yang dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan
elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme dan memberikan
medikasi. Tujuan dari terapi intravena adalah memberikan atau menggantikan
cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori,
yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral, memperbaiki
keseimbangan asam-basa, memperbaiki volume komponen – komponen darah,
memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh,
memonitor tekanan vena sentral (CVP). Ringer laktat, berisi air (Na+, K+, cl-,
ca++, laktat) merupakan cairan kristaloid yang bersifat isotonik, maka efektif
dalam mengisi sejumlah volume cairan(volume expanders) ke dalam pembuluh
darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan
cairan segera.20
Sedangkan untuk mengatasi demamnya pasien diberikan antipiretik
parasetamol yang diberikan selama pasien demam. Paracetamol adalah obat yang
mempunyai efek mengurangi nyeri(analgesik) dan menurunkan demam
(antipiretik). Parasetamol mengurangi nyeri dengan cara menghambat
impuls/rangsang nyeri di perifer. Parasetamol menurunkan demam dengan cara
menghambat pusat pengatur panas tubuh di hipotalamus. Hal ini disebabkan
Parasetamol bekerja pada tempat yang tidak terdapat peroksid sedangkan pada
tempat inflamasi terdapat lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek anti
inflamasinya tidak bermakna.21 Dosis yang digunakan adalah 150 mg, Dapat
diulang pemberiannya setiap 4-6 jam jika pasien demam. Nebulizer merupakan
suatu jenis terapi yang di berikan melalui saluran napas yang bertujuan untuk
mengatasi gangguan pernapasan terutama adanya mukus yang berlebih, batuk
atau pun sesak napas. tujuan dari terapi nebulizer adalah untuk menyalurkan obat
langsung ke target organ yaitu paru-paru, tanpa harus melalui jalur sistemik
terlebih dahulu.22 Nebulizer yang digunakan adalah Nebu Ventolin 1 respule dan
farbivent 1 respule yang di encerkan dalam larutan NS 2 cc bergantian tiap 6 jam.
Terapi nebulizer menggunakan, ventolin dan farbivent, kedua obat tersebut
merupakan obat-obat bronkodilator dimana Ventolin sendiri berisi salbutamol 2,5
mg/2,5 ml NaCl. Sedangakan farbivent didalamnya berisi ipratropium Br 0,5 mg
dan salbutamol sulfar 2,5 mg Sedangkan obat bronkodilator dengan kelompok
agonis - adrenergik yaitu salbutamol dapat mengendurkan otot polos bronkus
sehingga ventilasi meningkat, obat bronkodilator dengan kelompok antikolinergik
misalnya ipratropium yang memiliki manfaat untuk mencegah bronkospame
dengan melonggarkan otot polos bronkial, efek puncak dari pemberian obat- obat
bronkodilator sekitar 15-20 menit punjak akhir 1-2 jam dan lama kerja obat-obat
bronkodilator adalah 6-8 jam.23,24,25 Selain nebulizer, pasien juga diberikan obat
bronkodilator oral yaitu theofilin. Teofilin adalah bronkodilator yang juga
mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Sebagai pelega,
teofilin/aminofilin oral diberikan bersama/kombinasi dengan agonis β 2 kerja
singkat, sebagai alternatif bronkodilator jika dibutuhkan. Teofilin atau aminofilin
lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, dimana pemberian jangka
panjang efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Preparat lepas
lambat mempunyai aksi/waktu kerja yang lama sehingga digunakan untuk
mengontrol gejala asma malam dikombinasi dengan antiinflamasi yang lazim.
Efek samping berpotensi terjadi pada dosis tinggi (≥10 mg/kgBB/hari atau lebih)
dengan gejala gastrointestinal seperti nausea, muntah adalah efek samping yang
paling dulu dan sering terjadi. Efek kardiopulmoner seperti takikardi, aritmia dan
kadangkala merangsang pusat nafas. Intoksikasi teofilin dapat menyebabkan
kejang bahkan kematian.33

Pasien asma mempunyai kepekaan terhadap adanya infeksi saluran napas


dan kebanyakan terjadi karena virus. Hal tersebut mengakibatkan peradangan
bronkus yang dapat menimbulkan serangan asma.26 Penggunaan antibiotik
umumnya ditujukan untuk mencegah maupun mengatasi infeksi oleh
mikroorganisme. Penggunaan antibiotik pada pasien asma anak tidak disarankan
jika anak tidak mengalami demam.27 Antibiotik bekerja melalui mekanisme
bakterisidal untuk membantu tubuh menyingkirkan infeksi bakteri. Bila infeksi
bakteri merupakan pemicu serangan asthma, maka pemberian antibiotik yang
tepat akan membantu mengurangi gejala dengan lebih cepat. Namun bila
penggunaannya tidak tepat atau tidak sesuai indikasi, maka hal ini berpotensi
menimbulkan masalah pada pasien, misalnya resistensi antibiotik dan risiko
timbulnya efek samping obat. Alasan lain penggunaan antibiotik pada serangan
asthma adalah karena misdiagnosis, terutama pada anak-anak. Anak-anak dengan
asthma umumnya lebih sering mengunjungi dokter dengan gejala-gejala yang
cenderung memberat seiring waktu. Gejala-gejala yang muncul sering disertai
dengan gejala-gejala bronkiolitis, pneumonia atipikal, dan infeksi saluran nafas
lain. Karena gejala-gejala ini mereka sering mendapat antibiotik, meskipun
etiologi terbesarnya adalah viral.29 Jenis obat antibiotik yang disarankan untuk
penyakit asma adalah golongan penicillin, makrolid, sefalosporin dan kuinolon. 28
Obat yang digunakan pada pasien adalah cefotaxime dan ampisilin, dimana
cefotaxime termasuk golongan sefalosporin, sedangkan ampisilin termasuk
golongan penisilin. Antibiotik golongan sefalosporin lebih sering digunakan pada
pengobatan asma. Hal ini dikarenakan sefalosporin lebih aktif terhadap bakteri
gram positif dan gram negative. Mekanisme kerjanya adlaah menghambat sintesis
dinding sel mikroba. Penggunaan cefotaxime parenteral lebih banyak dibanding
sefalosporin yang lain. Hal ini dikarenakan cefotaxime memiliki waktu paruh
plasma hanya 1 jam.30 Sedangkan mekanisme kerja dari derivat penisilin yaitu
menekan pertumbuhan bakteri dengan cara menghambat reaksi transpeptidase
sintesis dinding sel bakteri. Dinding sel yaitu lapisan paling luar bersifat kaku
yang khas bagi spesies bakteri.31Penisilin mempunyai waktu paruh yang singkat
yaitu kurang dari 2 jam, sehingga dosisnya diberikan dalam beberapa kali per
hari.32 Selain antibiotik parenteral, pasien juga diberikan antibiotic oral yaitu sirup
eritromisin. Eritromisin adalah antibiotik golongan makrolida. Antibiotik
golongan makrolida merupakan salah satu antibiotic yang digunakan dalam
penanganan asma. Eritromisin kebanyakan peka terhadap bakteri gram positif,
masa paruh eliminasi eritromisin hanya 1,5 jam dan jarang terjadi efek samping
yang berat. Sehingga pemberian eritromisin secara oral lebih banyak dibanding
antibiotic lain.42
Pasien mengalami batuk berdahak terus menerus, dan untuk menguranginya
diberikan obat sirup flucadex dan obat puyer batuk yang terdiri dari dextamine,
cetirizine, salbutamol dan vitamin C. Flucadex adalah obat yang mengandung
acetaminofen, gliseril guaiacolat, dan fenilpropanolamin HCl., Dextrometorphan
HBr, Chlorpheniramine Maleate. Obat ini berfungsi sebagai antipiretik,
mukolitik, dengokestan, antitusif, dan antihistamin. Obat golongan mukolitik
merupakan obat batuk yang bekerja dengan cara mengencerkan sekret saluran
pernafasan dengan jalan memecah benang benang mukoprotein dan
mukopolisakarida dari sputum. Agen mukolitik berfungsi dengan cara mengubah
viskositas sputum melalui aksi kimia langsung pada ikatan komponen
mukoprotein.33 Dekongestan adalah stimulan reseptor alpha-1 adrenergik.
Mekanisme kerja dekongestan melalui vasokonstriksi pembuluh darah hidung
sehingga mengurangi sekresi dan pembengkakan membran mukosa saluran
hidung sehingga membantu membuka sumbatan hidung. 34,35
Dekstrometorfan
adalah D-isomer dari kodein dan mekanisme farmakologik sebagai antitusif
serupa kodein, yakni bekerja menekan pusat batuk di medulla otak.36 Pada dosis
tinggi dapat bersifat adiktif seperti halnya narkotika, akan tetapi dekstrometorfan
tidak memiliki efek analgesik dan relatif aman jika digunakan pada dosis terapi
yang direkomendasikan.37 Antihistamin digunakan karena adanya efek
antikolinergik, yang antara lain dapat mengurangi sekresi mukus.38Obat ini
digunakan untuk mengatasi gejala bersin, rhinorrhoea, dan mata berair.
Antihistamin generasi pertama yang banyak digunakan antara lain adalah CTM,
difenhidramin, feniramin.39 Obat puyer batuk yang diberikan berfungsi sebagai
antiinflamasi, antihistamin, menjaga imun tubuh dan bronkodilator. Salbutamol
merupakan obat yang digunakan pada terapi asma. Obat golongan β2- adrenergik
ini merupakan bronkodilator paling poten yang tersedia dan merupakan obat
penyelamat untuk melonggarkan jalan nafas pada serangan asma. Berdasarkan
durasi kerjanya, salbutamol merupakan obat golongan β2 aksi pendek (short
acting). Obat aksi pendek bekerja dengan cepat, namun aksinya tidak bertahan
lama. Umumnya digunakan untuk serangan akut.40Dexamethason yang bekerja
sebagai antiinflamasi akan menekan proses migrasi neutrophil dalam proses
peradangan, mengurangi produksi prostaglandin, dan menyebabkan terjadinya
dlatasi kapiler darah, sehingga hal tersebut dapat mengurangi respon imun
terhadap inflamasi yang terjadi.41
Alergen yang masuk ke dalam tubuh dapat merangsang reseptor H2. Hal ini
dapat membuat produksi cairan lambung meningkat sehingga dapat menimbulkan
rasa nyeri pada daerah lambung. Ranitidin dapat menghambat reseptor H2 secara
selektif dan reversible. Penghambatan reseptor H2 akan menghambat sekresi
cairan lambung sehingg pasien terhindar dari nyeri lambung.43
Komplikasi yang terjadi pada penderita asma yaitu pneumothoraks,
neumomediastinum, atelektasis, aspergilosis, gagal napas dan bronkhitis.
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara didalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan
napas. Pneumomediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di
mediastinum, dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah
ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada.
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal. Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang
disebabkan oleh jamur dan tersifat oleh adanta gangguan pernafasan yang berat.
Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainya, misalnya
pada otak dan mata. Gagal napas dapat terjadi apabila pertukaran oksigen
terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi
oksigen dan pembentukan kerbondioksida dalam sel-sel tubuh.Bronkhitis atau
radang paru-paru adalah kondisi dimana lapisan bagian dalam dari saluran
pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Akibatnya
penderita asma merasa perlu batuk berulang dalam upaya mengeluarkan lendir
yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara
menjadi sempit oleh adanya lendir.44

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe, Nastini N. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke1. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI; 2010
2. Priyanto Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Lembaga Studi dan Konsultasi
Farmakologi, Jakarta. 2009
3. Kokic. Global surveilance, prevention and control of chronic respiratory diseases.
2013
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2004: SKRT 2004-Volume 3.
Sudut pandang masyarakat mengenai status, cakupan, ketanggapan dan sistem
pelayanan kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2005.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Riset kesehatan dasar laporan nasional 2007. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 2008.
6. Hoskins G, McCowan C, Neville RG, Thomas GE, Smith B, Silverman S. Risk
factors and costs associated with an asthma attack. Thorax. 2000;55:19-24.
7. Akib AAP. Asma pada Anak. Sari Pediatri. 2002;4(2):78-82.
8. Subbarao P, Mandhane PJ, Sears MR. Asthma: epidemiology, etiology and risk
factors. Cmaj. 2009;181(9):181-190
9. Dharmayanti I, Hapsari D, Azhar K. Asma pada Anak di Indonesia: Penyebab dan
Pencetus. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2015;9(4):320–326.
10. Ariyani, Untari EK, Rizkifani S. Gambaran Karakteristik Pasien Asma pada Anak di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit di Kota Pontianak. Jurnal Mahasiswa Farmasi
Fakultas Kedokteran UNTAN. 2019;4(1):1-8.
11. Trivedi M, Denton E. Asthma in children and adults—what are the differences and
what can they tell us about asthma?. Frontiers in pediatrics. 2019;7(256):1-15.
12. Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH, Kosim MS,
et al. Standar pelayanan medis kesehatan anak. Edisi ke-I. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI; 2004. hlm. 351-4.
13. Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus
Nasional Asma Anak. Sari Pediatri 2000; 2:50-66.
14. Tim Kelompok Kerja Asma. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Balai Penerbit FKUI Jakarta.2004
15. Stoelting, R.K. Anesthesia and Co-Existing Disease. Philadelphia. Churchill
Livingstone 2002
16. Somantri, Irman. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. 2012.
17. Sudoyo, A.W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI
18. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman nasional asma anak. Jakarta: IDAI; 2015.
19. Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respiratori Anak. Edisi II. Ikatan Dokter Anaka
Indonesia. Jakarta: 2008.h.350-64.
20. Graber, MA. Terapi Cairan, Elektrolit, dan Metabolik.Edisi 2. Jakarta: Farmedia.
2003.
21. Katzung BG, Masters, SB. danTrevor, AJ. Farmakologi Dasar & Klinik, Vol.2,Edisi
12,Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et al., Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta;2014,
22. Ikawati, Z. Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernafasan. Yogyakarta: Pustaka
Adipura.2007
23. Hardjosaputro S.L. Purwanto, dkk. DOI Data Obat di Indonesia. 11 ed. T Muliapurna
Jayaterbit. 2008:506;511;533.
24. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. ISO Indonesia. Volume 43. PT ISFI Penerbitan.
Jakarta. 2008: 397;403.
25. Tambayong Jan. Farmakologi untuk Keperawatan. Widya Medika. Jakarta. 2001: 61-
67.
26. Tjay Tan Hoan dan Rahardja Kirana, 2002, Obat-Obat Penting, Khasiat Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya, PT. Elex Media Komputindo, Gramedia, Jakarta
27. Global Initiative for Asthma, , Global Strategy for Asthma Management and
Prevention, Global Initiative for Asthma.2014
28. PDPI. Asma. Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2007
29. Gedik AH, Cakir E, Ozkaya E, Ari E, Nursoy M. Can Appropriate Diagnosis and
Treatment of Childhood Asthma Reduce Excessive Antibiotic Usage? Med Princ
Pract. 2014;23(5):443–7. (https://www.karger.com/Article/FullText/363750) 
30. Istiantoro, Y.h., dan Gan, V.H.S. 1995, Penissilin, Sefalosporin dan Antibiotika Beta
Laktam lainnya, Farmakologi dan Terapi, Edisi keempat, Bagian Farmakologi,
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. 109-203. 189-206. 207-222. 234-
247.622-644. 661-674. 714-737.
31. Katzung B.G. Farmakologi: Dasar Dan Klinik Buku 2. 1st ed. Jakarta: Salemba
Medika; 2012. p.484.
32. Gallagher, J.C. & MacDougall, C., 2018. Antibiotic Simplified. 4th ed. Jones&
Bartlett Learning

33. O’Byrne, P. Bateman, ED. Bosquet, J. Clark, T. Otha, K. Paggiaro, P. et al.Global


Initiative for Asthma Global Strategy for Asthma Management and Prevention,
Ontario Canada. 2010
34. Rahajo. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK Pulmonologi PP IDAI. UKK
Pulmnologi. 2004
35. Biaggioni I, Robertson D. Adrenoceptor agonists & sympathomimetic drugs (Chapter
In: Katzung B, Masters SB, Trevor AJ (Editors). Basic and clinical pharmacology.
12e. McGraw-Hill (Access Medicine); 2012.
36. Bem JL, Peck R. Dextromethorphan. An overview of safety issues. Drug Saf.
1992;7(3): 190-99.
37. Pavesi L, Subburaj S, Porter-Shaw K. Application and validation of a computerized
cough acquisition system for objective monitoring of acute cough: a meta-analysis.
Chest. 2001;120:1121-8.
38. Schroeder, K et al. Systemic review of randomized controlled trials of over the
counter cough medicines for acute cough in adults. Br Med J. February 9 2002; 324:1-
6
39. Orzechowski RF, Currie DS, Valancius CA. Comparative anticholinergic activities of
10 histamine H1 receptor antagonists in two functional models. Eur J Pharmacol.
2005 Jan 4;506(3):257-64.
40. De Sutter AIM, Lemiengre M, Campbell H. Antihistamines for the common-cold.
Cochrane Database Syst Rev. 2009 Oct 7;(4): 1-116
41. Ikawati, Z. Penyakit Sistem Pernafasan dan Tata Laksana Terapinya. Yogyakarta:
Bursa Ilmu.2011
42. Ganiswara, G, Suliatia, dkk., Farmakologi Dan Terapi Edisi ke-4., Fakultas
Kedokteran UI., Jakarta., 675-678 2. 1995
43. Neal,M.J. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. Penerbit Erlangga : Jakarta.
2006
44. Manjoer, A., Kuspuji, T., Rachmi, S., Wahyu, I.,W., Wiwik, S. (2008). Kapita Selekta
Kedokterana. Jakarta: Media Aesculapius.

You might also like