You are on page 1of 18

Tugas

Gangguan psikologis
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Psikologi
Dosen Pengajar: Andi Bungawati SKM.M.kes

OLEH :

NAMA :Febriani
NIM : PO7120120012

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN PALU
2020
Pengertian dan Karakteristik Umum Gangguan Perilaku

Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri. Secara operasional,
perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari
luar subjek tersebut. Perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap
lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk
menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan
menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu.. Perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu
organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat di pelajari. Perilaku manusia pada
hakikatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi
hayati bahwa dia adalah makhluk hidup. Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul
karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak
langsung.

Dilihat dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Dari sudut pandang biologis, semua makhluk hidup
mulai dari tumbuhan, hewan, dan manusia berperilaku karena mempunyai aktivitas masing-
masing. Perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktivitas manusia, baik yang diamati
langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar

Dilihat dari segi psikologis, menurut Skinner (1938) perilaku adalah suatu respon
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) . pengertian ini di kenal
dengan teori SOR(stimulus-organisme-respons). Perilaku mempunyai beberapa dimensi:

1.       fisik, dapat diamati, digambarkan dan dicatat baik frekuensi, durasi dan intensitasnya.

2.       ruang, suatu perilaku mempunyai dampak kepada lingkungan (fisik maupun sosial) dimana
perilaku itu terjadi.

3.       waktu, suatu perilaku mempunyai kaitan dengan masa lampau maupun masa yang akan
datang.

Jadi, Perilaku adalah cermin kepribadian seseorang yang tampak dalam perbuatan
dan interaksi terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya. Perilaku merupakan
internalisasi nilai-nilai yang diserap oleh seseorang selama proses berinteraksi dengan
orang diluar dirinya. Perilaku seseorang menunjukkan tingkat kematangan emosi, moral,
agama, sosial, kemandirian dan konsep dirinya. Perilaku manusia terbentuk selama proses
perjalanan hidupnya. Pada anak, perilaku dapat terbentuk melalui kebiasaan sehari-hari
secara non-formal. Artinya, suatu perbuatan yang dilakukan atas anjuran orang dewasa
ataupun perilaku orang dewasa yang sengaja ditujukan kepada anak untuk diikuti.
1.      Pengertian Gangguan Tingkah Laku

Anak yang mengalami gangguan tingkah laku merupakan anak yang secara nyata
dan menahun Merespon lingkungan tanpa adanya kepuasan pribadi namun masih dapat
diajarkan perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat dan dapat memuaskan
kepribadiannya.

Nelson:1981 Tingkah laku seseorang dapat dikatakan menyimpang atau mengalami


gangguan jika :Menyimpang dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap normal
menurut usia dan jenis kelaminnya. Penyimpangan terjadi dengan frekuensi dan intensitas
yang tinggi Penyimpangan berlangsung dalam waktu yang relatif lama

Bruno, Gangguan tingkah Laku merupakan respon atau perbuatan yang dilakukan
seseorang suatu perubahan perilaku merupakan suatu kepribadian karena setiap respon
atau tindakan seseorang yang menunjukkan perubahan sebagai cerminan fenomena
psikologis baik diamati maupun diukur

Evan Et Al, Gangguan tingkah Laku merupakan bentuk yang sederhana merupakan
perbuatan yang diamati dengan suatu titik awal dan akhir yang dapat diukur

APA ( America Psikiatrie Acociation), Gangguan tingkah laku merupakan gangguan


yang berupa pola atau gejala psikologis atau tingkah laku yang secara klinis sangat
disignifikan gejala/ pola ciri yang terjadi pada manusia

.Jadi, gangguan perilaku (Conduct disorder) adalah gangguan perilaku masa kanak-
kanak yang ditandai oleh aktivitas agresif dan destruktif yang menyebabkan gangguan pada
lingkungan alami anak seperti rumah, sekolah, masjid, atau lingkungan. Figur utama dari
gangguan ini adalah pola perilaku berulang dan terus-menerus yang melanggar norma-
norma sosial dan hak-hak orang lain. Ini adalah salah satu kategori masalah kesehatan
mental anak yang paling umum, yang mencapai 9% pada laki-laki dan 2% pada perempuan.

2.      Karakteristik Gangguan :

Gangguan emosi dan perilaku tidak hanya mempengaruhi fungsi siswa dalam emosi
dan perilaku, tetapi hal tersebut juga mempengaruhi kinerja akademis siswa dan interaksi
sosial mereka dengan teman sebaya dan guru.

a.       Karakteristik Belajar Inteligensia

Studi-studi awal menemukan bahwa mayoritas siswa dengan gangguan emosi dan
perilaku atas rata-rata menunjukkan kecerdasan. Kajian yang lebih mutakhir (misalnya,
Rubin dan Barlow,1978;Coleman, 1986) telah mengungkapkan bahwa anak-anak ini
memiliki nilai IQ rata-rata yang lebih rendah daripada anak-anak tanpa gangguan emosi dan
perilaku. Untuk anak-anak dengan beberapa jenis psikosis, penelitian menunjukkan bahwa
IQ mereka berada dalam kisaran fungsi yang terbelakang. Sebagaimana Kauffman (1996)
telah menunjukkan hal ini “IQ anak-anak yang terganggu muncul sebagai prediktor tunggal
terbaik untuk bidang seakademik dan prestasi sosial di masa depan”

Rendah Kinerja Akademik Siswa-siswa dengan gangguan emosi atau perilaku


umumnya memiliki prestasi akademik yang rendah untuk usia mereka (Kaufmann,1996).
Beberapa penelitian (Gottlieb, Alter, dan Gottlieb, 1991) menunjukkan bahwa 74% dari
pemuda yang diklasifikasikan dengan gangguan ini memiliki kesulitan akademis.

Defisit dalam Sosial dan Adaptif Keterampilan Siswa dengan gangguan emosional
atau perilaku biasanya memiliki kekurangan dalam ketrampilan sosial yang mempengaruhi
kemampuan untuk bekerja sama dengan guru, fungsi di dalam kelas, dan bergaul dengan
siswa lain.

b.      Karakteristik Perilaku

Seperti anak-anak dengan ketidakmampuan belajar, salah satu yang paling umum
keluhan tentang anak-anak merujuk pada evaluasi yang dinyatakan memiliki gangguan
emosi dan perilaku adalah hiperaktif. Sulit untuk mendefinisikan hiperaktif karena baik
kealamian dan jenis kegiatan harus dipertimbangkan.

Ross dan Ross (1982) mendefinisikan hiperaktif sebagai “sebuah kelas gangguan
perilaku yang heterogen di mana tingkat tinggi aktivitas ditunjukkan dalam waktu yang tidak
tepat dan tidak dapat dihambat oleh perintah”. Pada dasarnya, definisi

yang berguna untuk hiperaktif adalah bahwa seorang anak terlalu banyak terlibat
dalam kegiatan-kegiatan yang merepotkan. Banyak anak-anak dengan kelainan perilaku
bertindak agresif terhadap obyek, diri sendiri, atau orang lain. Para pendidik dan profesional
lebih berhasil dalam mengajar anak-anak yang sehat cara untuk menghadapi frustrasi
dengan mengakui, menerima, dan menoleransi perasaan frustrasi serta membangun
sumber-sumber untuk mengatasi. Kenakalan remaja, alih-alih oleh sistem kesehatan atau
sistem pendidikan, didefinisikan oleh sistem peradilan pidana. Ketika remaja melakukan
tindakan ilegal seperti pencurian, mereka bermasalah. Jika lebih banyak anak dengan
gangguan emosi atau perilaku tampaknya bermasalah dengan hukum, tidak semua dari
mereka bermasalah. Seringkali terdapat kesulitan untuk mengidentifikasi perilaku dan
gangguan emosional pada anak kecil kecuali bila itu adalah sebuah kecacatan yang parah
seperti psikosis. Anak-anak usia sekolah dengan gangguan emosi internal seperti itu akan
sulit pula diidentifikasi.
Anggota keluarga dan guru harus peka untuk mendeteksi kesulitan emosional atau
perilaku antara anak-anak dengan tanda-tanda berikut:

1)      Agresi terhadap diri sendiri atau orang lain.

2)      Kecemasan atau fearfulness.

3)      Distractibility atau ketidakmampuan untuk membayar perhatian untuk waktu yang panjang
dibandingkan dengan teman-temannya.

4)      Mengungkapkan pikiran untuk bunuh diri.

5)      Perasaan depresor dan ke tidak bahagiaan.

6)      Sedikit atau tidak ada teman.

7)      Perilaku hiperaktif.

8)      Matang keterampilan sosial yang dinyatakan dalam interaksi sosial yang tepat.

9)      Impulsif

10)  Masalah dalam hubungan keluarga.

11)  Masalah dengan hubungan guru-murid.

12)  Bunuh diri.

13)  Penarikan ke dalam diri.

c.       Kriteria gangguan tingkah laku:

1)      Pola perilaku yang berulang dan tetap yang melanggar hak-hak dasar orang lain atau
norma-norma sosial konvensional yang terwujud dalam bentuk tiga atau lebih perilaku di
bawah ini dalam 12 bulan terakhir dan minimal satu diantara-Nya dalam enam bulan terakhir
:

a)      Agresi terhadap orang lain dan hewan, contohnya mengintimidasi, memulai perkelahian
fisik, melakukan kekejaman fisik kepada orang lain atau hewan, memaksa seseorang
melakukan aktivitas seksual.

b)      Menghancurkan kepemilikan (properti), contohnya membakar, vandalisme.


c)      Berbohong atau mencuri, contohnya, masuk dengan paksa ke rumah atau mobil milik orang
lain, menipu, mengutil.

d)     Pelanggaran aturan yang serius, contohnya tidak pulang ke rumah hingga larut malam
sebelum usia 13 tahun karena sengaja melanggar peraturan orang tua, sering membolos
sekolah sebelum berusia 13 tahun.

2. Distabilitas signifikan dalam fungsi sosial, akademik atau pekerjaan.


3. Jika orang yang bersangkutan berusia lebih dari 18 tahun, kriteria yang ada
tidak memenuhi gangguan kepribadian anti sosial.
Banyak anak yang mengalami gangguan tingkah laku juga menunjukkan gangguan lain. Ada
tingkat komorbiditas yang tinggi antara gangguan tingkah laku dan ADHD. Hal ini terjadi
pada anak laki-laki, namun jauh lebih sedikit yang diketahui mengenai komorbiditas
gangguan tingkah laku dan ADHD pada anak perempuan. Penyalahgunaan zat juga umum
terjadi bersamaan dengan gangguan tingkah laku dimana dua kondisi tersebut saling
memperparah satu sama lain.

Terdapat bukti bahwa anak laki-laki yang mengalami gangguan tingkah laku dan
komorbiditas dengan hambatan behavioral memiliki kemungkinan lebih kecil untuk
melakukan kejahatan dibanding mereka yang mengalami gangguan tingkah laku yang
komorbiditas dengan penarikan diri dari pergaulan sosial. Bukti-bukti menunjukkan bahwa
anak-anak perempuan yang mengalami gangguan tingkah laku berisiko lebih tinggi untuk
mengalami berbagai gangguan komorbiditas, termasuk kecemasan, depresi,
penyalahgunaan zat, dan ADHD dibanding dengan anak laki-laki yang memiliki gangguan
tingkah laku.

B.       Faktor Penyebab Gangguan Perilaku

Faktor – faktor yang menyebabkan gangguan perilaku adalah sebagai berikut :

1.      Faktor-faktor psikobiologik.

Faktor-faktor psikobiologik biasanya akibat :

·         Riwayat genetika keluarga yang terjadi pada kasus retardasi mental, autisme, skizofrenia
kanak-kanak, gangguan perilaku, gangguan bipolar, dan gangguan ansietas atau
kecemasan.

·         Struktur otak yang tidak normal. Penelitian menemukan adanya abnormalitas struktur otak
dan perubahan neurotransmiter pada pasien yang menderita autisme, skizofrenia kanak-
kanak, dan ADHD.
·         Pengaruh pranatal, seperti infeksi pada saat di kandungan ibu, Kurangnya perawatan pada
masa bayi dalam kandungan, dan ibu yang menyalahgunakan zat, semuanya dapat
menyebabkan perkembangan saraf yang abnormal yang berkaitan dengan gangguan jiwa.
Trauma kelahiran yang berhubungan dengan berkurangnya suplai oksigen pada janin saat
dalam kandungan yang sangat signifikan dan menyebabkan terjadinya retardasi mental dan
gangguan perkembangan saraf lainnya.

·         Penyakit kronis atau kecacatan dapat menyebabkan kesulitan keping bagi anak.

2. Dinamika keluarga

Dinamika keluarga yang tidak sehat dapat mengakibatkan perilaku menyimpang yang
dapat digambarkan sebagai berikut :

·         Penganiayaan anak. Anak yang terus-menerus dianiaya pada masa kanak-kanak awal,
perkembangan otaknya menjadi terhambat (terutama otak kiri). Penganiayaan dan efeknya
pada perkembangan otak berkaitan dengan berbagai masalah psikologis, seperti depresi,
masalah memori, kesulitan belajar, impulsivitas, dan kesulitan dalam membina hubungan

·         Disfungsi sistem keluarga (misal Kurangnya sifat pengasuhan orang tua pada anak,
komunikasi yang buruk) disertai dengan keterampilan keping yang tidak baik antar anggota
keluarga dan model peran yang buruk dari orang tua. Sehingga menyebabkan gangguan
pada perkembangan anak dan remaja.

3.      Faktor lingkungan.

Lingkungan dan kehidupan sosial yang tidak menguntungkan akan menjadi


penyebab utama pula, seperti :

·         Perawatan pranatal yang buruk, nutrisi yang buruk, dan kurang terpenuhinya kebutuhan
akibat pendapatan yang tidak mencukupi dapat memberi pengaruh buruk pada
pertumbuhan dan perkembangan normal anak.

·         Anak-anak tunawisma memiliki berbagai kebutuhan kesehatan yang memengaruhi


perkembangan emosi dan psikologi mereka. Berbagai penelitian menunjukkan adanya
peningkatan angka penyakit ringan kanak-kanak, keterlambatan perkembangan dan
masalah psikologis diantara anak tunawisma ini bila dibandingkan dengan sampel kontrol
(Townsend, 1999).

·         Budaya keluarga.

Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar dapat
mengakibatkan kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya dan masalah psikologi.
Faktor penyebab gangguan perilaku pada anak adalah sebagai berikut :

Setiap anak, dalam masa perkembangannya akan mengalami masalah perilaku.


Bentuk masalah perilaku tersebut, setiap anak tidak sama. Masalah perilaku ini biasanya
akan berkurang dan bisa hilang sebelum anak berusia 3 tahun atau beberapa bulan setelah
berusia 3 tahun. Peningkatan atau penurunan masalah perilaku anak sangat dipengaruhi
oleh interaksi orang tua dan lingkungan. Masalah perilaku anak dipengaruhi oleh beberapa
hal, di antaranya:

1)      Memanjakan anak secara berlebihan.

2)      Perhatian orang tua yang terlalu melampaui batas ketika si anak sakit dan lainnya.

3)      Anak tidak merasa nyaman, terutama kalau anggota keluarga terlalu padat atau kondisi
rumah yang sunyi.

4)      Ada bayi yang baru lahir di keluarganya.

5)      Iklim keluarga yang begitu kejam, biasa terdengar dan terjadi suara makian, cacian dan
pemukulan.

6)      Tidak memberikan kebebasan yang cukup dalam bergerak, bermain, dan mengungkapkan
sesuatu pada anak.

7)      Kurang perhatian orang tua karena sibuk bekerja di luar rumah atau karena sibuk dengan
pekerjaan sehari-hari.

8)      Suka mengikuti perilaku anak-anak lain seusianya.

C.      Jenis – Jenis Gangguan Perilaku

·         Jenis – jenis Gangguan Perilaku

o    Jenis – jenis Gangguan Perilaku Pada Anak

1. Attention D
2. eficit Hyperactivity
3. Disorder

1.      Tipe-tipe ADHD yaitu :

·         Rentan perhatian pendek ialah ke tidak mampuan seseorang untuk memfokuskan dan
mempertahankan perhatian secara selektif. Baik pada kegiatan belajar maupun bermain.
·         Hiperaktivitas
Adalah perilaku yang memperlihatkan gerakan yang berlebihan, tanpa tujuan, dan sukar
untuk memperhatikan. Umumnya mereka tidak bisa diam dan bersikap semaunya. Aktivitas
yang berlebihan dapat dilihat dari gerak kaki, tangan, mata, dan kepalanya terus bergerak
tanpa tujuan yang jelas.

·         Impulsivitas
Adalah pola tingkah laku yang tiba-tiba, tanpa dipikir terlebih dahulu, dan bertindak sesuai
impuls yang menggerakkannya. Dalam perkataan lain anak bertindak menurut gerak hati
atau dorongan sesaat. Tindakan ini seolah-olah tidak memperhitungkan konsekuensi dari
tindakannya, sebetulnya anak tersebut sadar akan konsekuensi negatif dari perbuatannya,
akan tetapi ia tidak dapat melawannya.

2.      Gejala perilaku ADHD

·         Gejala anak memiliki rentan perhatian pendek. Anak yang memiliki rentan perhatian pendek
memiliki ciri-ciri:

·         Sering mendapat kesulitan untuk tetap memperhatikan tugas atas permainan.

·         Sering seakan akan tidak mendengarkan kalau diajak bicara secara langsung.

·         Sering tidak memahami semua instruksi dan gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah,
pekerjaan sehari-hari.

·         Sering menghindari, tidak suka atau enggan terlalu tekun dalam tugas ataupun bermain.

·         Sering kehilangan benda-banda miliknya seperti: mainan, pensil, buku, dll.

·         Mudah terganggu oleh rangsangan dari sekitarnya.

·         Sering alfa dalam kegiatan sehari-hari.

·         Gejala anak hiperaktif

Ciri-ciri anak yang hiperaktif antara lain:

·         Tangan dan kaki sering tidak bisa diam, jika duduk sering kalian resah.

·         Sering kali meninggalkan kursi di kelas.

·         Sering kali ke sana kian kemari atau banyak memanjat-manjat.

·         Sering tidak bisa diam ketika bermain atau melakukan kegiatan waktu luang.

·         Bergerak terus seperti didorong sebuah motor.


·         Bicara terus menerus.

Faktor penyebab anak hiperaktif :

·         Ada gangguan pada masa hamil misalnya, preeclampsia (meningkatnya tekanan darah),

·         Kerusakan otak ketika lahir,

·         Cedera otak sesudah lahir.

Faktor-faktor penyebab tersebut jarang menjadi penyebab tunggal, biasanya faktor-


faktor psikologis juga ikut mendukung munculnya hiperaktif seperti suasana rumah yang
penuh pertengkaran.

·         Gejala anak impulsif

Ciri-ciri anak impulsif ( Betty B. Osman, 2002) antara lain:

 Sering menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan.


 Sering tidak sabar menunggu giliran.
 Sering menyela pembicaraan atau permainan orang lain.
 Sering kehilangan dengan barang miliknya seperti: mainan, alat tulis, buku.
 Tindakan sering ceroboh.
Ada beberapa faktor penyebab anak impulsif antara lain :

 Fisiologis
Mekanisme menahan diri dari otak tidak berfungsi secara memandai karena faktor genetik,
pembawaan atau disfungsi neurogis. Jadi, dapat dikatakan sebagai anak memang
membawa potensi untuk menjadi impulsif sejak lahir.

 Kecemasan
Anak-anak yang cemas, tegang sering kali bereaksi seolah-olah mereka berada pada
keadaan panik. Anak bertindak berdasarkan pikiran pertama yang melintas dikepalanya
tanpa pertimbangan berbagai alternatif dengan tenang.

 Pengaruh lingkungan
Sebagian anak menjadi impulsif lewat pengaruh lingkungan. Umumnya orang tua
impulsif cenderung mendukung tumbuh tingkah laku impulsif pada anak. Jika anak memiliki
ciri rentang perhatian pendek, hiperaktif, dan impulsif, anak tersebut memiliki gejala ADHD
jenis kombinasi.

3.      Cacat mental
Cacat mental sama artinya dengan retardasi mental, lemah mental, keterbelakangan
mental, mental defektif, mental handicapped, defisiensi mental atau intellectually defisit.

Cacat mental dalam DSM IV (1994) disebut sebagai retardasi mental. Pada bagian
tersebut retardasi mental merupakan gangguan yang ditandai oleh fungsi intelektual
tergolong sub normal (IQ =70 atau lebih rendah) yang terjadi pada masa perkembangan
( sebelum usia 18 tahun) dan disertai defisit perilaku.

Perilaku adaptif yang dimaksud adalah kemampuan individu untuk berdikari yang
dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. Diinggris cacat mental disebut dengan istilah
defisiensi mental. Contohnya undang-undang mengenai defisiensi mental di Inggris tahun
1913 dan diamendemenkan pada tahun 1927. Pada undang-undang tersebut dinyatakan
diefek mental didefinisikan sebagai suatu keadaan perkembangan pikiran yang terhenti atau
tidak lengkap, terjadi sebelum usia 18 tahun, dan dapat disebabkan oleh penyebab yang
inheren atau diinduksi oleh penyakit atau trauma. (S. M. Lumbantobing, 2001).

Ada beberapa pertanda yang dapat digunakan untuk mengenali anak cacat mental
(S. M. Lumbantobing, 2001).

·         Sejak lahir perkembangan mentalnya terbelakang disemua aspek perkembangan. Kecuali


perkembangan motorik misalnya: mereka dapat berdiri, merangkak, dan berjalan.

·         Terbelakang dalam perkembangan bicara.

·         Kurang memberi perhatian terhadap sekitarnya, misalnya: tidak bereaksi terhadap bunyi
atau suara yang terdengar.

·         Kurang dapat berkonsentrasi. Perhatian terhadap mainan hanya berlangsung singkat atau
bila diberi mainan tidak mengacuhkannya.

·         Kesiagaannya kurang, misalnya jika mainannya jatuh di hadapannya ia tidak berusaha


mengambilnya.

·         Kurang memberi respon terhadap lingkungan jika dibanding dengan anak normal.

·         Usia 2-3 tahun masih suka memasukkan mainan ke dalam mulutnya.

Sunaryo Kartadinata (1998/1999) mengatakan karakteristik anak cacat mental antara


lain: (1) keterbatasan intelegensi, (2) keterbatasan sosial dengan ciri-ciri: cenderung
berteman dengan anak yang lebih muda, ketergantungan terhadap orang tua, tidak mampu
memikul tanggung jawab. (3) keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya seperti: kurang
mampu mempertimbangkan sesuatu, kurang mampu membedakan yang baik dengan yang
buruk, yang benar dan yang salah, tidak membayangkan terlebih dahulu konsekuensi suatu
perbuatan.
Faktor penyebab :

·         Peristiwa kelahiran. Kehamilan yang tidak dikontrol, bimbingan persalinan yang tidak tepat,
bantuan persalinan salah, fasilitas persalinan yang kurang memadai banyak mengakibatkan
kerusakan pada otak anak. S. M. Lumbantobing (2001) mengemukakan peningkatan
kemampuan membimbing persalinan serta pengelolaan semasa hamil dapat mengurangi
kemungkinan cacat mental.

·         Anak menderita infeksi yang merusak otak seperti meningitis encephalitistu berkolusi, dan
lain-lain. Sekitar 30%-50% dari mereka yang mengalami kerusakan otak akibat penyakit-
penyakit tersebut menderita defisit neurologis dan cacat mental.

·         Malnutrisi berat. Kekurangan makanan bergizi semasa bayi dapat mengganggu


pertumbuhan dan fungsi susunan saraf pusat. Malnutrisi ini kebanyakan terjadi pada
kelompok ekonomi lemah.

·         Kekurangan yodium. Kekurangan yodium dapat mempengaruhi perkembangan mental


anak, termasuk salah satu penyebab cacat mental untuk mengenal anak cacat mental anak
secara dini, beberapa gejala ini dapat dijadikan indikator;

·         Terlambat memberi reaksi antara lain; lambat memberi senyum jika anak diajak tertawa
atau digelitik. Anak tidak memperhatikan atau seolah-olah tidak melihat jika dirangsang
dengan gerakan tangan kita. Anak cacat mental akan terlambat bereaksi terhadap bunyi –
bunyian, seolah – olah terganggu pendengarannya. Anak cacat mental juga lambat
mengunyah makanan, sehingga ia sering kali mengalami gangguan.

·         Memandang tangannya sendiri. Bayi yang berusia antara 12-20 minggu bila berbaring
sering memperlihatkan gerakan tangannya sendiri. Pada anak cacat mental gejala ini masih
terlihat walaupun usianya sudah tua dari 20 minggu.

·         Memasukkan benda ke mulut. Kegiatan memasukkan benda ke dalam mulut merupakan


aktivitas yang khas untuk anak usia 6 sampai 12 bulan. Anak cacat mental masih suka
memasukkan benda atau mainan ke dalam mulutnya walaupun usianya sudah mencapai 2
atau 3 tahun.

·         Kurang perhatian dan kurang konsentrasi. Anak cacat mental kurang memperhatikan
lingkungan sekitar. Perhatiannya terhadap mainan hanya berlangsung singkat saja. Malahan
sering kali tidak mengacuhkan kejadian-kejadian di sekelilingnya. Bila diberi mainan, ia
kurang tertarik dan tidak berusaha untuk mengambilnya.

4.      Kesulitan Berbicara

Anak dikatakan mengalami kesulitan belajar jika secara umum berbicara anak tidak
sesuai dengan kemampuan anak seusianya serta mengandung berbagai kesulitan dalam
artikulasi, penyuaraan, dan kelancaran berbicara. Ciri-ciri anak mengalami kesulitan
berbicara adalah jika anak:

·         Tidak jelas mengucapkan kata misalnya “doloy” untuk “tolong”

·         Mengalami kelainan nada, kenyaringan suara, dan kualitas anak.

·         Tidak lancar dalam mengucapkan kata-kata. Misalnya jika anak berbicara dengan suara
cepat atau tersendat sendat sehingga ucapannya tidak jelas jika ia berbicara dengan orang
lain.

Gejala-gejala tersebut diatas terlihat pada perilaku anak seperti :

·         Terlihat frustrasi ketika berbicara

·         Berusaha mengulangi beberapa kata

·         Memiliki kesulitan berbicara dengan teman

·         Menolak berbicara di depan kelas

·         Tidak suka bercerita.

·         Sulit mengucapkan kata-kata.

·         Jumlah perbendaharaan kata lebih sedikit di banding dengan anak seusianya.

·         Susunan kata tidak teratur.

5.      Temper Tantrum
Anak temper tantrum adalah anak yang marah secara berlebihan. Perilaku ini sering
terjadi pada anak berusia 4 tahun. Kebiasaan mengamuk akan lebih sering dilakukan bila
anak mengetahui bahwa dengan cara ini keinginannya akan dipenuhi.

Temper tantrum merupakan salah satu ciri anak bermasalah dalam perkembangan
emosi mereka antara lain:

·         Marah berlebihan, contohnya ingin merusak diri dan barang-barangnya,

·         Tidak dapat mengungkapkan apa yang diinginkan,

·         Takut yang sangat kuat sehingga mengganggu interaksi dengan lingkungannya,

·         Malu, hingga menarik diri dari lingkungannya.

·         Hipersensitif maksudnya, sangat peka, sulit mengatasi perasaan tersinggungnya, dan


pandangan cenderung negatif bersifat murung.

Secara umum ada beberapa ciri untuk mengenali bahwa anak sedang temper tantrum.

·         Anak tampak merengut dan mudah marah.

·         Perhatian, pelukan, atau pendekatan khusus lainnya tampak tidak memperbaiki suasana
hatinya.

·         Dia mencoba melakukan sesuatu diluar kebiasaannya atau meminta sesuatu yang dia
yakini tidak akan diperolehnya.

·         Dia meningkatkan tuntutannya dengan cara merengek dan tidak mau menerima jawaban
“tidak”.

·         Dia melanjutkan dengan menangis, menjerit, menendang, memukul, atau menahan nafas.

6.      Agresivitas

Salah satu bentuk perilaku anak yang mengalami kesulitan perkembangan sosial
adalah anak berperilaku agresif. Agresif adalah tingkah laku menyerang baik secara fisik
maupun verbal atau melakukan ancaman sebagai pernyataan adanya rasa permusuhan.
Tingkah laku agresif ini mengakibatkan kerugian atau melukai orang lain. Kerugian itu dapat
berupa kerugian psikologis ataupun kerugian fisik.

Schasfer dan millman (dalam Yosefine, 1990) menggolongkan perilaku agresif ke


dalam perilaku bermasalah dalam kelompok, dimana anak mengalami kesulitan dalam
berhubungan dengan rang lain. Gejala-gejala anak agresif adalah sebagai berikut:

·         Sering mendorong, memukul, atau berkelahi


·         Menyerang dengan menggunakan kaki, tangan, tubuhnya untuk mengganggu permainan
yang dilakukan untuk mengganggu teman-teman.

·         Menyerang dalam bentuk verbal seperti ; mencaci, mengejek, mengolok-olok, berbicara


kotor dengan teman.

·         Tingkah laku mengganggu ini muncul, umumnya karena ingin menunjukkan kekuatan di
kelompok.

·         Tingkah laku mengganggu ini pada dasarnya melanggar aturan atau norma yang berlaku
disekolah seperti ; berkelahi, merusak alat permainan milik teman, mengganggu anak lain.

7.      Gangguan Eliminisi

Adalah gangguan pada perkembangan anak dan remaja dimana tidak dapat
mengontrol buang air kecil ( BAK ) dan buang air besar ( BAB ) setelah mencapai usia
normal untuk mampu melakukannya. Terbagi menjadi dua yaitu:

·         Adalah dimana anak tidak mampu mengontrol Bak-Nya bukan karena akibat dari kerusakan
neurologis atau penyakit lainnya . kita sering menyebutnya dengan mengompol.

·         Ketidakmampuan mengontrol Bab-Nya yang bukan disebabkan masalah organik.

8.      Kecemasan dan Depresi

Gangguan kecemasan sering terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja dan
berlanjut ke masa dewasa biasanya berupa : gangguan obsesif kompulsif, gangguan
kecemasan umum, dan fobia banyak terjadi pada anak-anak dan remaja, yang memiliki
gejala seperti pada orang dewasa.

Gangguan kecemasan akibat perpisahan adalah gangguan masa kanak-kanak yang


ditandai dengan rasa takut berpisah dari orang yang paling dekat dengannya seperti orang
tua, saudara, dll. Gejalanya antara lain berupa mimpi buruk, sakit perut, mual dan muntah
saat mengantisipasi perpisahan. Gangguan kecemasan ini dapat berlanjut hingga depresi.

Depresi pada anak – anak dan remaja tidaklah berbeda dengan orang dewasa,
mereka memiliki perasaan tidak berdaya, kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri.
Namun, depresi pada anak tidak nampak nyata bila dibanding dengan orang dewasa. Ciri –
ciri depresi pada anak antara lain adalah mereka menolak untuk masuk sekolah, tak mau
pisah dengan orang tua. Depresi pada anak dan remaja biasanya diikuti dengan gangguan
lain seperti CD, ODD, masalah akademik. Depresi pada remaja yang berkelanjutan akan
berakibat gangguan depresi yang lebih serius pada masa dewasa.
9.      Conduct Disorder (CD )

Adalah munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari
aturan yang berlaku di sekolah yang disebabkan sejak kecil orangtua tidak mengajarkan
perilaku benar dan salah pada anak. Ciri – cirinya, apabila Ia memunculkan perilaku
antisosial baik secara verbal maupun secara nonverbal, seperti melawan aturan, tidak sopan
terhadap guru, dan mempermainkan temannya, menunjukkan unsur permusuhan yang akan
merugikan orang lain.

10.  Oppositional Defiant Disorder ( ODD )

Perilaku dalam gangguan ini menunjukkan sikap menentang, seperti


berargumentasi, kasar, marah, toleransi yang rendah terhadap frustrasi, dan menggunakan
minuman keras, zat terlarang, atau keduanya. Namun dalam gangguan ini tidak melanggar
hak-hak orang lain sampai tingkat yang terlihat dalam gangguan perilaku.

·         Jenis – jenis Gangguan Perilaku Pada Remaja

Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi pergaulan bebas ke dalam tiga


tingkatan, yaitu :

1)      Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari
rumah tanpa pamit.

2)      Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, seperti mengendarai mobil
tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin

3)      Kenakalan khusus, seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah,


pemerkosaan dll.

D.      Penanganan Gangguan Perilaku

Penanganan yang bisa dilakukan untuk mengatasi Gangguan Perilaku adalah


sebagai berikut :

1.      Perawatan berbasis komunitas, yaitu dengan cara-cara :


·         Pencegahan primer melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk menciptakan
lingkungan yang meningkatkan kesehatan anak. Contohnya adalah perawatan pranatal
awal, program penanganan dini bagi orang tua dengan faktor risiko yang sudah diketahui
dalam membesarkan anak, dan mengidentifikasi anak-anak yang berisiko untuk
memberikan dukungan dan pendidikan kepada orang tua dari anak-anak ini.

·         Pencegahan sekunder dengan menemukan kasus secara dini pada anak-anak yang
mengalami kesulitan di sekolah sehingga tindakan yang tepat dapat segera dilakukan.
Metodenya meliputi konseling individu dengan program bimbingan sekolah dan rujukan
kesehatan jiwa komunitas, layanan intervensi krisis bagi keluarga yang mengalami situasi
traumatik, konseling kelompok di sekolah, dan konseling teman sebaya.

·         Dukungan terapeutik bagi anak-anak diberikan melalui psikoterapi individu, terapi bermain,
dan program pendidikan khusus untuk anak-anak yang tidak mampu berpartisipasi dalam
sistem sekolah yang normal. Metode pengobatan perilaku pada umumnya digunakan untuk
membantu anak dalam mengembangkan metode keping.

·         Terapi keluarga dan penyuluhan keluarga. Penting untuk membantu keluarga mendapatkan
keterampilan dan bantuan yang diperlukan guna membuat perubahan yang dapat
meningkatkan fungsi dari semua anggota keluarga.

2.Pengobatan berbasis rumah sakit dan Rehabilitasi.

·         Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah sakit jiwa.
Pengobatan di unit-unit ini biasanya diberikan untuk klien yang tidak sembuh dengan
metode alternatif, atau bagi klien yang berisiko tinggi melakukan kekerasan terhadap dirinya
sendiri ataupun orang lain.

·         Program hospitalisasi parsial juga tersedia, memberikan program sekolah di tempat (on-site)
yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan khusus anak yang menderita penyakit jiwa.
Siklus dan restoran untuk mengendalikan perilaku disrupsi masih menjadi kontroversi.
Penelitian menunjukkan bahwa metode ini dapat bersifat traumatis pada anak-anak dan
tidak efektif untuk pembelajaran respon adaptif. Tindakan yang kurang restriktif meliputi
istirahat (time-out), penahanan terapeutik, menghindari adu kekuatan, dan intervensi dini
untuk mencegah memburuknya perilaku.

·         Medikasi digunakan sebagai satu metode pengobatan. Medikasi psikotropika digunakan


dengan hati-hati pada klien anak-anak dan remaja karena memiliki efek samping yang
beragam. Pemberian metode ini berdasarkan :

·         Perbedaan fisiologi anak-anak dan remaja mempengaruhi jumlah dosis, respon klinis, dan
efek samping dari medikasi psikotropika.
·         Perbedaan perkembangan neurotransmiter pada anak-anak dapat mempengaruhi hasil
pengobatan psikotropika, mengakibatkan hasil yang tidak konsisten, terutama dengan
antidepresan trisiklik

You might also like