You are on page 1of 15

KONSEP

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

STUNTING

OLEH:

NAMA : EMILIA ANA AWANG

NIM : 141702719

KELAS/SEMESTER : B/VI

MATA KULIAH : KEPERAWATAN KOMUNITAS II

PRODI : S1-KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

KUPANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat TUHAN YANG MAHA KUASA karenah
berkat campur tangan dan penyertaanNya sehingga Maklah ini dapat diselesaikan. Makalah
ini memuat tentang KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS STUNTING
Meskipun masih banyak kekurangan baik dari isi dan penyajiannya. Semoga makalah ini
dapat memberikan sedikit atau lebihnya tambahan pengetahuan pembaca tentang
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS STUNTING Penulis menerima segal
a bentuk kritikan dan saran pembaca yang berkaitan dengan makalah ini, Terimakasih

Kupang , 01 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
BAB 1.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
A.Latar Belakang.................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................6
A.Konsep dasar stunting.....................................................................................................6
1. Gejala Stunting.................................................................................................................6
2. Klasifikasi Stunting..........................................................................................................7
3.Penyebab Stunting............................................................................................................7
4. Pencegahan terhadap Stunting.......................................................................................9
5. Penanggulangan Stunting................................................................................................9
BAB III....................................................................................................................................11
PENUTUP...............................................................................................................................11
A. Kesimpulan....................................................................................................................11
B. Saran...............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14
BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Perkembangan masalah gizi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:


Masalah gizi yang secara public health sudah terkendali; Masalah yang belum dapat
diselesaikan (un-finished); dan Masalah gizi yang sudah meningkat dan mengancam
kesehatan masyarakat (emerging). Masalah gizi lain yang juga mulai teridentifikasi dan perlu
diperhatikan adalah defisiensi vitamin D.

Masalah gizi yang sudah dapat dikendalikan meliputi kekurangan Vitamin A pada
anak Balita, Gangguan Akibat Kurang Iodium dan Anemia Gizi pada anak 2-5 tahun.
Penanggulangan masalah Kurang Vitamin A (KVA) pada anak Balita sudah dilaksanakan
secara intensif sejak tahun 1970-an, melalui distribusi kapsul vitamin A setiap 6 bulan, dan
peningkatan promosi konsumsi makanan sumber vitamin A. Dua survei pada tahun 2007 dan
2011 menunjukkan, secara nasional proporsi anak dengan serum retinol kurang dari 20 ug
sudah di bawah batas masalah kesehatan masyarakat, artinya masalah kurang vitamin A
secara nasional tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penanggulangan GAKI
dilakukan sejak tahun 1994 dengan mewajibkan semua garam yang beredar harus
mengandung iodium sekurangnya 30 ppm. Data status Iodium pada anak sekolah sebagai
indikator gangguan akibat kurang Iodium selama 10 tahun terakhir menunjukkan hasil yang
konsisten. Median Ekskresi Iodium dalam Urin (EIU) dari tiga survai terakhir berkisar antara
200-230 g/L, dan proporsi anak dengan EIU <100 g/L di bawah 20%. Secara nasional
masalah gangguan akibat kekurangan Iodium tidak lagi menjadi masalah kesehatan
masyarakat.

Masalah gizi ketiga yang sudah bisa dikendalikan adalah anemia gizi pada anak 2-5
tahun. Prevalensi anemia pada anak mengalami penurunan, yakni 51,5% (1995) menjadi
25,0% (2006) dan 17,6% (2011). Masalah gizi yang belum selesai adalah masalah gizi kurang
dan pendek (stunting). Pada tahun 2010 prevalensi anak stunting 35.6 %, artinya 1 diantara 2
tiga anak kita kemungkinan besar pendek. Sementara prevalensi gizi kurang telah turun dari
31% (1989), menjadi 17.9% (2010). Dengan capaian ini target MDGs sasaran 1 yaitu
menurunnya prevalensi gizi kurang menjadi 15.5% pada tahun 2015 diperkirakan dapat
dicapai. Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa 30,8% anak Indonesia “stunted”. Sebagai
akibatnya, produktivitas individu menurun dan masyarakat harus hidup dengan penghasilan
yang rendah.Stunting atau penurunan tingkat pertumbuhan pada manusia utamanya
disebabkan oleh kekurangan gizi. Lebih jauh lagi, kekurangan gizi ini disebabkan oleh
rusaknya mukosa usus oleh bakteri fecal yang mengakibatkan terjadinya gangguan absorbsi
zat gizi. Dengan demikian, peningkatan cakupan sanitasi dan perilaku hygiene sebesar 99%
dapat membantu menurunkan insiden diare sebesar 30% dan menurunkan prevalensi
stuntingsebesar 2,4%. Sudah bukan rahasia lagi bahwa sanitasi buruk mengakibatkan
beragam dampak negatif, baik bagi kesehatan, ekonomi maupun lingkungan. Saat ini,
tantangan pembangunan sanitasi semakin berat dengan adanya temuan bahwa sanitasi buruk
mengakibatkan sebagian besar generasi penerus bangsa terdiagnosa stunted. Sanitasi buruk
dan air minum yang terkontaminasi mengakibatkan diare yang mengganggu penyerapan zat-
zat gizi dalam tubuh. Akibatnya, anak-anak tidak mendapatkan zat gizi yang memadai
sehingga pertumbuhannya terhambat.

B. Rumusan Masalah

Dalam penyusunan makalah ini penulis mencoba mengidentifikasi beberapa pertanyaan


yang akan dijadikan bahan dalam penyusunan dan penyelesaian makalah. Rumusan
masalah adalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian dari stunting?


2. Bagaimanakah gejala dari stunting?
3. Apa saja klasifikasi dari stunting?
4. Apa saja penyebab stunting?
5. Bagaimana cara pencegahan stunting?

6.Bagaimana cara penanggulangan stunting?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas dari mata
kuliah Gizi Masyarakat, juga memiliki tujuan umum dan tujuan khusus.

1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui penyakit stunting yang masih banyak di derita balita di Indonesia dan
cara pencegahannya.

2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus pembuatan makalah ini adalah :

1. Mengetahui dan memahami pengertian dari stunting.


2. Mengetahui gejala dari stunting.
3. Mengetahui klasifikasi dari stunting.
4. Mengetahui penyebab stunting.
5. Mengetahui cara pencegahan stunting.
6. Mengetahui cara penanggulangan stunting.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dasar stunting

Menurut data yang dilansir WHO, 178 juta anak di bawah lima tahun mengalami
stunted. Stunting (tubuh pendek) adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga
melampaui defisit 2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi
referensi internasional. Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur
rendah, atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain
seusianya (MCN, 2009). Stunted adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD),
ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam
mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunted merupakan
kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai
indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak (Dinkes Sumsel).
Balita Pendek (Stunting) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks PB/U atau
TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran
tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/ stunted)
dan <-3 SD (sangat pendek / severely stunted). Stunting adalah perawakan pendek yang
timbul akibat malnutrisi yang lama (Candra, 2013). Menurut Millennium Challenge Account-
Indonesia, stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang
kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat
anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi
dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tak maksimal
saat dewasa. Kemampuan kognitif para penderita juga berkurang, sehingga mengakibatkan
kerugian ekonomi jangka panjang bagi Indonesia. Stunting yang telah tejadi bila tidak
diimbangi dengan catch-up growth (tumbuh kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan,
masalah stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan
5 meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan pada pertumbuhan baik motorik
maupun mental. Stunting dibentuk oleh growth faltering dan catcth up growth yang tidak
memadai yang mencerminkan ketidakmampuan untuk mencapai pertumbuhan optimal, hal
tersebut mengungkapkan bahwa kelompok balita yang lahir dengan berat badan normal dapat
mengalami stunting bila pemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan baik.
1. Gejala Stunting

Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Selatan anak yang mengalami stunting ini
memiliki ciri-ciri atau gejala-gejala sebagai berikut:

a. Anak yang stunted, pada usia 8-10 tahun lebih terkekang/tertekan (lebih pendiam,
tidak banyak melakukan eye-contact) dibandingkan dengan anak non-stunted jika
ditempatkan dalam situasi penuh tekanan.
b. Anak dengan kekurangan protein dan energi kronis (stunting) menampilkan performa
yang buruk pada tes perhatian dan memori belajar, tetapi masih baik dalam koordinasi
dan kecepatan gerak.
c. Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5cm/tahun decimal .
Tanda tanda pubertas terlambat (payudara, menarche, rambut pubis, rambut ketiak,
panjangnya testis dan volume testis
d. Wajah tampak lebih muda dari umurnya
e. Pertumbuhan gigi yang terlambat
2. Klasifikasi Stunting

Menurut Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Penilaian status
gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan cara penilaian antropometri. Secara
umum antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk
melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Beberapa indeks antropometri yang
sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur
(TB/U), 6 berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang dinyatakan dengan standar
deviasi unit z (Z- score). Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat
badannya dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan
hasilnya berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan
balita seumurnya. Penghitungan ini menggunakan standar Z score dari WHO. Normal,
pendek dan Sangat Pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan
menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan
istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek) (Nailis, 2016).

Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator tinggi badan per umur (TB/U).

I. Sangat pendek : Zscore < -3,0


II. Pendek : Zscore < -2,0 s.d. Zscore ≥ -3,0
III. Normal : Zscore ≥ -2,0 13
Dan di bawah ini merupakan klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator TB/U dan
BB/TB.
I. Pendek-kurus : -Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0
II. Pendek-normal : Z-score TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB antara -2,0 s/d 2,0
III. Pendek-gemuk : Z-score ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0

3.Penyebab Stunting
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting pada anak. Faktor-
faktor tersebut dapat berasal dari diri anak itu sendiri maupun dari luar diri anak tersebut.
Faktor penyebab stunting adalah asupan gizi dan adanya penyakit infeksi sedangkan
penyebab tidak langsungnya adalah pola asuh, pelayanan kesehatan, ketersedian pangan,
faktor budaya, ekonomi dan masih banyak lagi faktor lainnya (Bappenas R.I, 2013).
a. Faktor Langsung

1) Asupan Gizi Balita


a) Kelebihan gizi adalah suatu keadaan yang muncul akibat pemenuhan asupan zat gizi yang
lebih banyak dari kebutuhan seperti gizi lebih, obesitas atau kegemukan.
b) Gizi baik adalah suatu keadaan yang muncul akibat pemenuhan asupan zat gizi yang sesuai
dengan kebutuhan.
c) Kurang gizi adalah suatu keadaan yang muncul akibat pemenuhan asupan zat gizi yang
lebih sedikit dari kebutuhan seperti gizi kurang dan buruk, pendek, kurus dan sangat kurus
(Depkes R.I, 2008).

2) Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penyebab langsung stunting, Kaitan
antara penyakit infeksi dengan pemenuhan asupan gizi tidak dapat dipisahkan. Adanya
penyakit infeksi akan memperburuk keadaan bila terjadi kekurangan asupan gizi. Anak balita
dengan kurang gizi akan lebih mudah terkena penyakit infeksi. Penyakit infeksi akan ikut
menambah kebutuhan akan zat gizi untuk membantu perlawanan terhadap penyakit ini
sendiri. Pemenuhan zat gizi yang sudah sesuai dengan kebutuhan namun penyakit infeksi
yang diderita tidak tertangani akan tidak dapat memperbaiki status kesehatan dan status gizi
anak balita. Untuk itu penanganan terhadap penyakit infeksi yang diderita sedini mungkin
akan membantu perbaikan gizi dengan diiimbangi pemenuhan asupan yang sesuai dengan
kebutuhan anak balita. Penyakit infeksi yang sering diderita balita seperti cacingan, Infeksi
saluran pernafasan Atas (ISPA), diare dan infeksi lainnya sangat erat hubungannya dengan
status mutu pelayanan kesehatan dasar khususnya imunisasi, kualitas lingkungan hidup dan
perilaku sehat (Bappenas R.I, 2013).

b. Faktor Tidak Langsung


1) Ketersediaan Pangan
Ketersediaan pangan merupakan faktor penyebab kejadian stunting, ketersediaan
pangan di rumah tangga dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, pendapatan keluarga yang
lebih rendah dan biaya yang digunakan untuk pengeluaran pangan yang lebih rendah 10
merupakan beberapa ciri rumah tangga dengan anak pendek. Penelitian di Semarang Timur
juga menyatakan bahwa pendapatan perkapita yang rendah merupakan faktor risiko kejadian
stunting (Nasikhah dan Margawati, 2012). Selain itu penelitian yang dilakukan di Maluku
Utara dan di Nepal menyatakan bahwa stunting dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya
adalah faktor sosial ekonomi yaitu defisit pangan dalam keluarga (Ramli et all, 2009; Paudel
et all, 2012).
2) Status Gizi Ibu saat Hamil
Status gizi ibu saat hamil dipengaruhi oleh banyak faktor, faktor tersebut dapat terjadi
sebelum kehamilan maupun selama kehamilan. Beberapa indikator pengukuran seperti 1)
kadar hemoglobin (Hb) yang menunjukkan gambaran kadar Hb dalam darah untuk
menentukan anemia atau tidak; 2) Lingkar Lengan Atas (LILA) yaitu gambaran pemenuhan
gizi masa lalu dari ibu untuk menentukan KEK atau tidak; 3) hasil pengukuran berat badan
untuk menentukan kenaikan berat badan selama hamil yang dibandingkan dengan IMT ibu
sebelum hamil.
4. Pencegahan terhadap Stunting
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan stunting atau tubuh pendek dapat
dicegah dengan beberapa cara, antara lain:

a. Pemberian ASI secara baik dan tepat disertai dengan pengawasan berat badan secara
teratur dan terus menerus

b. Menghindari pemberian makanan buatan kepada anak untuk mengganti ASI


sepanjang ibu masih mampu menghasilkan ASI, terutama pada usia dibawah empat
bulan

c. Meningkatkan pendapatan keluarga yang dapat dilakukan dengan upaya


mengikutsertakan para anggota keluarga yang sudah cukup umur untuk bekerja
dengan diimbangi dengan penggunaan uang yang terarah dan efisien. Cara lain yang
dapat ditempuh ialah pemberdayaan melalui peningkatan keterampilan dan
kewirausahaan

d. Meningkatkan intensitas komunikasi informasi edukasi (KIE) kepada masyarakaat,


terutama para ibu mengenai pentingnya konsumsi zat besi yang diatur sesuai
kebutuhan. Hal ini dapat dikoordinasikan dengan kegiatan posyandu.

5. Penanggulangan Stunting

Berdasarkan faktor penyebab masalah gizi tersebut, maka perbaikan gizi dilakukan
dengan dua pendekatan yaitu secara langsung (kegiatan spesifik) dan secara tidak langsung
(kegiatan sensitif). Kegiatan spesifik umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan seperti PMT
ibu hamil KEK, pemberian tablet tambah darah, pemeriksaan kehamilan, imunisasi TT,
pemberian vitamin A pada ibu nifas. Untuk bayi dan balita dimulai dengan inisiasi menyusu
dini (IMD), ASI eksklusif, pemberian vitamin A, pemantauan pertumbuhan, imunisasi dasar,
pemberian MP-ASI. Sedangkan kegiatan yang sensitif melibatkan sektor terkait seperti
penanggulangan kemiskinan, penyediaan pangan, penyediaan lapangan kerja, perbaikan
infrastruktur (perbaikan jalan, pasar), dan lain-lain. Kegiatan perbaikan gizi dimaksudkan
untuk mencapai pertumbuhan yang optimal. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Multicentre Growth Reference Study (MGRS) Tahun 2005 yang kemudian menjadi dasar
standar pertumbuhan internasional, pertumbuhan anak sangat ditentukan oleh kondisi sosial
ekonomi, riwayat kesehatan, pemberian ASI dan MP-ASI.

Untuk mencapai pertumbuhan optimal maka seorang anak perlu mendapat asupan gizi
yang baik dan diikuti oleh dukungan kesehatan lingkungan. Penanggulangan stunting yang
paling efektif dilakukan pada seribu hari pertama kehidupan, meliputi :

a. Pada ibu hamil Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik
dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga
apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau telah mengalami Kurang Energi
Kronis (KEK), maka perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut.
Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama
kehamilan. Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit .
b. Pada saat bayi lahir 1) Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu
bayi lahir melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). 2) Bayi sampai dengan usia 6
bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif) ,Bayi berusia 6 bulan sampai
dengan 2 tahun 1) Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping
ASI (MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau
lebih. Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, taburia, imunisasi dasar
lengkap. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah
tangga.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Stunting adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai dengan
terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi
badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunted merupakan kekurangan gizi kronis
atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang
untuk gizi kurang pada anak. Anak yang mengalami stunting ini memiliki ciri-ciri atau
gejala-gejala seperti Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah
5cm/tahun decimal, Wajah tampak lebih muda dari umurnya, Pertumbuhan gigi yang
terlambat, dan lain-lainya. Klasifikasi status gizi stunting daapat diketahui berdasarkan
indikator tinggi badan per umur (TB/U) dan klasifikasi status gizi stunting berdasarkan
indikator TB/U dan BB/TB. Ada dua penyebab stunting dapat terjadi yaitu adanya factor
langsung dan factor tidak langsung. Faktor langsung yang meliputi asupan gizi balita dan
penyakit infeksi sedangkan factor tidak langsung yang menyebabkan stunting adalah
ketersediaan pangan dan status gizi ibu saat hamil. Penanggulangan stunting yang paling
efektif dilakukan pada seribu hari pertama kehidupan, yang meliputi Pada ibu hamil, Pada
saat bayi lahir, Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun dan Perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah tangga.
B. SaraN
Apabila sudah mengetahui dan tetant stunting , maka sebaiknya harus melakukan
pecegahan sedini mungkin agar tidak tinggi lagi angka kejadian stunting.
DAFTAR PUSTAKA

Arifi n, D. Z., Irdasari, S. Y., & Handayana, S. (2012). Analisis Sebaran dan Faktor Risiko
Stunting pada Balita di Kabupaten Purwakarta. Tersedia: http://www.pustaka.unpad.ac.id.
[11 September 2017] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013. [Online]. Tersedia:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20 2013.pdf [10
September 2017] Candra, A. (2013). Hubungan underlying factors dengan kejadian stunting
pada anak 1-2 tahun. Journal of Nutrition and Health, Vol.1, No.1. Diakses dari
http://www.ejournal.undip.ac.id [12 September 2017] Departemen Kesehatan RI. 2008.
Laporan Riset Kesehatan Dasar Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2007.
www.scribd.com/Laporan_ Hasil_ Riskesdas_ NTT_ 2007.pdf [11 September
2017]Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Laporan Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013. Jakarta: Balitbangkes Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak. Kemenkes RI no195/MENKES/SK/XII/2010: Standar Antropometri Penilaian Status
Gizi Anak. Jakarta; 2011. 14.Dinas Kesehatan Sumatera Selatan. Tersedia:
http://dinkes.sumselprov.go.id/download/unggah/stunting_anak-2016-01-04.pdf [12
September 2017] Meilyasari, F. & Isnawati, M. (2014). Faktor risiko kejadian stunting pada
balita usia 12 bulan di Desa Purwokerto Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal. Journal of
Nutrition College, 3(2), 16-25. Tersedia: http://www,ejournals1.undip.ac.id [10 September
2017] 23 Millennium Challenge Account – Indonesia. Backgrounder : Stunting Dan Masa
Depan Indonesia. [Online]. Tersedia:
http://mca-indonesia.go.id/wp-content/uploads/2015/01/BackgrounderStunting-ID.pdf [11
September 2017] Nailis, Anisa. (2016). Hubungan Konsumsi Ikan dengan Kejadian Stunting
pada Anak Usia 2-4 Tahun. Thesis. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Semarang
Nasikhah, R dan Margawati, A. (2012). Faktor risiko kejadian stunting pada balita usia 24-36
bulan di Kecamatan Semarang Timur. Journal of Nutrition College,1(1). Tersedia: http://
www.ejournal-s1.undip.ac.id [9 September 2017] Ramli, Agho, K. E., Inder, K. J., Bowe, S.
J. Jacobs, J. & Dibley, M. J. (2009). Prevalence And Risk Factors For Stunting And Severe
Stunting Among Under-Fi Ves In North Maluku Province Of Indonesia. BMC Pediatrics, 9-
64. doi:10.1186/1471-2431-9-64

You might also like