You are on page 1of 8

KOMPETENSI DASAR

Setelah mempelajari materi ini diharapkan siswa mampu:


3.1 Memahami bisnis ritel
4.1 Melakukan bisnis ritel

STRUKTUR DASAR BISNIS RITEL

1. Sejarah Bisnis Ritel


Awalnya bisnis ritel di Indonesia dilakukan melalui perdagangan tradisional yang
memperjualbbelikan beragam komoditas.
Berikut adalah perkembangan bisnis ritel berdasarkan periode waktunya
➢ Sebelum era 90.an dimana era perkembangan bisnis ritel tradisional, berupa pedagang
independen
➢ Tahun 1960.an, era perkenalan bisnis ritel modern. Diprakarsai oleh pemerintah melalui
departemen perdagangan yang membuka gerai ritel pertama yaitu sarinah dengan format
departement store (mass merchandise) di jalan M.H. Thamrin, Jakarta
➢ Tahun 1970.an era perkembangan ritel modern dengan format supermarket dan departement
store. Mulai munculnya peritel modern seperti matahari, Hero, Golden Truly, Pasaraya, dan
Ramayana
➢ Tahun 1990.an, era perkembangan convenience store (c-store), high class departement store,
branded boutique (high fashion), dan Cash and Carry. C-store di tandai dengan berkembang
pesatnya Indomaret, High class departement store dan high fashion outlet ditandai dengan
masuknya sogo, metro, seibu, yaohan, marks &spencer, dan berbagai outlet fahsion lainya. Cash
and Carry ditandai dengan berdirinya Makro, di Ikuti oleh peritel lokal dengan format serupa
yaitu Goro, Indogrosir dan Alfa.
➢ Tahun 2000-2010, era perkembangan hypermarket, factory outlet, category killer dan e-retailing.
Era ini ditandai dengan berdirinya continent hypermarket dan giant. Contohnya adalah family
apparel, electronic, auto alfamarket, homel bed/bath.
➢ Tahun 2010-2020, era perkembangna hard discounter store dan catalog services. Format hard
discounter menawarkan produk sejenins dengan harga 15-30% lebih murah dibandingkan dengan
format ritel lainya.

2. Pengertian Bisnis Ritel


Ritel berasal dari bahasa Prancis (riteller) yang berarti “memotong” atau “memcahkan
sesuatu”. Dalam KBBI berarti eceran atau secara satu-satu/sedikit-sedikit menjual produk kepada
konsumen baik pribadi maupun keluarga, dan bukan untuk keperluan bisnis. Berikut adalah
pengertian ritel menurut para ahli:
➢ Kotler dan Foster (2008;34), ritel meliputi semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang
atau jasa secara langsung pada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis.
➢ Berman dan Ervans dalam Foster (2008;34) menyatakan bahwa ritel adalah tingkat terakhir
dari proses distribusi, didalamnya terdapat aktivitas bisnis dalam penjualan barang atau jasa
kepada konsumen.
➢ Gilbert (2003;6), ritel adalah semua usaha bisnis yang mengarahkan secara langsung kemampuan
pemassaranya untuk memuaskan konsumen akhir berdsarkan organisasi penjualan barang dan jasa
sebagai inti dari distribusi.
➢ Ma’ruf (2005;7), ritel adalah kegiatan usaha menjual barang atau jasa kepada perorangan untuk
keperluan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga.

Jadi dapat disimpulkan bahwa bisnis ritel adalah segala aktivitas bisnis yang terkait dengan
penjualan dan pemberian layanan kepada konsumen untuk penggunaan yang sifatnya individu, baik
pribadi maupun keluarga.

3. Unsur Bisnis Ritel


Bisnis ritel mengutamakan pengalaman pelanggan saat belanja. Kepuasan yang idrasakan oleh
setiap pelanggan akan memberikan dorongan kepada konsumen untuk membeli kembali. Berikut
adalah 5 unsur penting dalam bisnis ritel:
a. Menjalin Hubungan Baik Dengan Pelanggan (Engangement), contohnya memberikan bantuan
kepada pelanggan dalam mendapatkan informasi produk serta mendengarkan keluhan dan saran
dari pelanggan.
b. Menjalankan Operasional Ritel Dengan Sempurna (Excecutional Excellence), dapat
dilakukan dengan memastikan stok selalu tersedia, mengetahui fungsi dan tujuan setiap produk,
dan membantu pelanggan menemukan produk yang diinginkan.
c. Keunikan Brand Dan Menghadirkan Pengalaman Berbeda (Brand Experience), dengan cara
mendesain toko yang menarik dan menghadirkan pelayanan yang baik serta memberikan tawaran
menarik bagi pelanggan.
d. Peduli Terhadap Proses (Expediting), contohnya memberikan petunjuak yang jelas pada produk
dan pengelompokan produk akan memudahkan konsumen untuk berbelanja (rak yang terjangkau
dan pelayanan kasir yang cepat).
e. Menangani Masalah Dengan Baik (Problem Recovery), contohnya: pelanggan membeli barang
yang kebetulan mengalami kelecetan atau kerusakan dan baru diketahui setelah dibeli, maka
dalam kasus tersebut pelanggan diperbolehkan menukarkan barang yang cacat dan pihak peritel
meminta maaf atas kejadian tersebut.
4. Karakteristik Bisnis Ritel
Berikut adalah karakteristik bisnis ritel menurut Berman dan Evans dalam Sujana(2005):
a. Kuantitas Yang Kecil (Small Enough Quantity), yaitu bisnis ritel menjual barang dalam
porsi kecil dengan jumlah yang cukup untuk dikonsumsi dalam waktu tertentu.
b. Pembelian Impulsif (Impulse Buying), usaha ritel yang menyediakan berbagai macam
barang dalam jumlah dan variasi yang banyak menjadikan konsumen seringkali memutuskan
untuk membeli barang yang sebenarnya tidak menjadi daftar belanjanya. Contoh: saat belanja
di minimarket, rencana awal hanya membeli minyak goreng namun tiba-tiba membeli coklat
ketika pajangan coklat terlihat di meja kasir.
c. Kondisi Toko (Store Condition), seperti lokasi, layout toko, harga, kebersihan dan
pencahayaan.

B. JENIS BISNIS RITEL


1. Paradigma bisnis ritel ada 2 yuaitu
➢ Bisnis Ritel Tradisional, merupakan pandangan yang menekankan pengelolaan bisnis ritel
dengan menggunakan pendektakan konvensional dan tradisional. Dimana pengelolaanya
kurang berfokus pada cara pemenuhan pelayanan atas kebutuhan dan keinginan konsumen
➢ Paradigma Ritel Modern, yaitu menekankan pda pengeleolaan ritel dengan menggunakan
pendekatan modern yaitu aspek pemenuhan konsumen sebagai sasaran pasarnya.

Perbandingan Paradigma Ritel Tradisional Dan Modern

No Ritel Tradisional Ritel Modern


Tidak terdapat proses tawar menawar, harga
1 Terjadi proses tawar menawar
sudah terprogram dalam barcode
Pemilihan lokasi dan kondisi toko tidak Pemilihan lokasi di sesuaikan dengan segmen
2
menjadi pertimbangan khusus pasar dan kenyamanan berbelanja
Dilengkapi fasilitas khusus, seperti AC, lift,
3 Menggunakan fasilitas seadanya
elevator dan tempat parkir
4 Menggunakan konsep no self service Menggunakan konsep swalayan / self service
Pengelolaan stok barang menggunakan sistem
5 Pengelolaan stok barang tidak terkontrol
inventory atau persediaan
Sistem pembayaran dapat menggunakan
6 Sistem pembayaran secara tuanai
tunai, debit, kredit atau transfer.
Setiap transaksi penjualan dicatat secara
7 Tidak dilakukan pencatatan penjualan
sistematis
8 Kualitas barang kurang terjamin Kualitas barang lebih terjamin
Promosi tercipta dari adanya hubungan baik Promosi dilakukan secara terprogram dan
9
dengan konsumen terencana

2. Dasar Hukum Bisnis Ritel


• UU No. 7 Tahun 2014 tentang perdagangan ritel modern
• Peraturan presiden No. 112 Tahun 2007
• Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 2014
• Peraturan Menteri Perdagangan No. 69/M-DAG/PER/10/2012
• Peraturan Menteri Perdagangan No. 70/M-DAG/PER/12/2013

3. Jenis-jenis bisnis ritel berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112
Tahun 2007 tentang “Penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan
toko modern” yaitu:
a. Hypermarket/Superstore, jenis usaha ini menjaual segala jenis produk baik primer, sekunder
dan tersier dengan area penjualan lebih dari 5.000 M2 . Contohnya adalah Giant Supermarket,
Carefour, dan Hypermart.

Gambar 1 Giant Supermarket

b. Supermarket, jenis usaha ritel ini menjual produk primer atau pokok, seperti makanan,
daging dan produk makanan lainya, serta melakukan pembatasan penjualan terhadap produk-
produk non makanan, seperti produk kesehatan dan kecantikan. Contoh; Superindo, Giant
Supermarket, dan Alfamidi. Luas area yang digunakan adalah 1.000 – 5.000 M2
Gambar 2 Superindo

c. Minimarket, jenis usaha ini menjual produk-produk kebutuhan pokok dengan area penjualan
relatif lebih kecil dengan luas are 100 – 1.000 M2 . Minimarket menjual barang beraneka
ragam dan makanan, transaksi dilakukan dengan menggunakan mesin kasir dengan
menerapkan sistem swalayan. Contohnya alfamart, indomart dan ceria mart.

Gambar 3 Alfamart

d. Departement Store, jenis usaha ritel ini menjual berbagai variasi produk dan menyediakan
beberapa layanan, seperti layanan pelanggan dan tenaga sales counter. Pembelian dilakukan
pada masing-masing bagian (departemen) suatu area belanja. Derpartemen store fokus pada
penyediaan produk produk produk kebutuhan sandang dan konsumen. Seperti: sendal ,
pakaian, celana, sepatu, tas, topi dsb. Contohnya: Matahari, pasaraya dan Ramayana.

Gambar 4 Matahari

e. Convenience store, jenis usaha ritel ini buka 24 jam dan menjual barang ready to eat. Seperti
snack, roti dan beverage. Contoh: lawson, family mart, circle K

Gambar 5.1 Lawson


Gambar 5.2 family mart

f. Speciality store, jenis usaha ritel ini menjual produk-produk khusus. Contohnya: apotek,
peralatan olahraga, optik, dan software.
FUNGSI BISNIS RITEL
1. Menyediakan Berbagai Macam Produk Dan Jasa (Providing Assortment), yaitu pelaku bisnis
ritel selau berusaha menyediakan berbagai macam kebutuhan konsumen berupa produk dan jasa.
2. Memecah (Breaking Bulk), yaitu memecahkan beberapa ukuran produk menjadi lebih kecil yang
akhirnya menguntungkan produsen dna konsumen.
3. Sebagai Perusahaan Penyimpan Persediaan (Holding Inventory) yaitu ritel mempertahankan
inventaris yang sudah ada sehingga produk akan tersedia saat para konsumen menginginkanya.
4. Menyediakan Jasa (Providing Services), yaitu ritel memberikan jasa yang memudahkan
konsumen seperti; menawarkan sistem kredit sehingga konsumen dapat memiliki produknya
terlebih dahulu dan melakukan pembayaran pada waktu yang telah disepakati.
5. Meningkatakan Nilai Produk Dan Jasa (Increasing Product And Service Value), yaitu
pembelian terhadap suatu barang ke ritel akan menambah nilai barang tersebut terhadap
kebutuhan konsumen.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN BISNIS RITEL


1. Produk
2. Lokasi Usaha
3. Harga
4. Promosi
5. Suasana Toko
6. Kebijakan Pemerintah

You might also like