Professional Documents
Culture Documents
Toaz - Info Laporan Kasus Trigeminal Neuralgia Edit PR
Toaz - Info Laporan Kasus Trigeminal Neuralgia Edit PR
Trigeminal Neuralgia
Oleh:
Pembimbing:
dr. Yusril, Sp.S
1
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Trigeminal Neuralgia
Oleh:
Abdul Aziz Siregar, S.Ked
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat guna mengikuti
kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 30
Januari – 3 Maret 2017
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. MS
Tanggal Lahir : 7 Desember 1965
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun 1 desa Bumi Makmur, Kab. Musi
Rawas Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Tanggal MRS : 26 Januari 2017
No. RM/Register : 990219/RI 17002572
II. ANAMNESIS
Pasien datang berobat ke bagian kesehatan neurologi RSMH dengan
keluhan nyeri pada wajah sebelah kiri yang terjadi secara tiba-tiba.
± 2 minggu yang lalu, penderita mengeluh nyeri pada wajah kiri. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan terasa panas pada wajah sebelah kiri terutama
jika tersentuh. Nyeri dirasakan hilang timbul, lamanya serangan nyeri dirasakan
±15 hingga 30 menit. Nyeri biasanya berangsur-angsur menghilang setelah
penderita mengkonsumsi obat penghilang nyeri yang dibeli sendiri. Nyeri juga
dirasakan menjalar pada pipi, sekitar area mata, rahang bawah dan dagu sebelah
kiri. Nyeri dapat timbul terutama saat mengunyah atau berbicara dan dengan
sentuhan. Rasa baal, kesemutan, dan mati rasa pada wajah tidak ada. Namun, 1
minggu terakhir nyeri tidak hilang dengan obat anti nyeri. Nyeri juga dirasakan
semakin sering dan durasinya semakin lama.
Riwayat penyakit yang serupa pernah dialami pasien ± 7 bulan yang lalu.
Riwayat timbul lesi pada wajah berupa bintik-bintik berisi cairan tidak ada.
Riwayat trauma pada wajah. Riwayat sakit gigi ada sejak 1 tahun yang lalu, sudah
pernah cabut gigi.
Penyakit ini dialami penderita untuk ke sekian kalinya.
4
III. PEMERIKSAAN
Status Internus
Kesadaran : GCS = 15 (E4M6V5)
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 80 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Suhu Badan : 36,7º C
Pernapasan : 18 kali/menit
VAS Score 7
BB : 40 kg
TB : 150 cm
IMT : 16.9 kg/m2 (Underweight)
Kepala : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), bibir kering (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thorax
Cor : I : Ictus kordis tidak terlihat
P : Ictus kordis teraba di 2 jari lateral linea mid
clavicula sinistra ICS V
P : Batas jantung atas ICS II, batas kanan linea
sternalis dextra, batas kiri 2 jari lateral linea
mid clavicula sinistra ICS V
A : Bunyi jantung I-II (+) normal, HR=
80x/menit, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : I : Gerakan dada simetris kiri = kanan, laju
pernafasan= 18x/menit
P : Stem fremitus kiri = kanan
P : Sonor
A : Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronki (-)
Abdomen : I : Datar
P : Lemas
P : Timpani
A : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema pretibial (-)
Kulit : Turgor > 2”
5
Status Psikiatrikus
Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : berkurang
Perhatian : ada Kontak Psikik : ada
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : Normochepali Deformitas : tidak ada
Ukuran : normal Fraktur : tidak ada
Simetris : simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada
LEHER
Sikap : lurus Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
Kaku kuduk: tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
STATUS LOKALIS
Trismus : 2 jari
Risus sardonikus : tidak ada
Defans muskular : tidak ada
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Tidak ada Tidak ada
Anosmia kelainan kelainan tidak
Hiposmia tidak ada ada tidak ada
Parosmia tidak ada tidak ada
tidak ada
N. Optikus Kanan Kiri
6
Visus
5/6 ph 6/6 5/6 ph 6/6
Campus visi
V.O.D V.O.S
Anopsia
tidak ada tidak ada
Hemianopsia
tidak ada tidak ada
Fundus Oculi
tidak ada tidak ada
- Papil edema
- Papil atrofi tidak ada tidak ada
- Perdarahan retina tidak ada tidak ada
tidak ada tidak ada
Bulat Bulat
3mm 3mm
Pupil Isokor Isokor
- Bentuk - -
- Diameter
- Isokor/anisokor
- Midriasis/miosis + +
- Refleks cahaya + +
7
Langsung + +
Konsensuil - -
Akomodasi
- Argyl Robertson
Tidak ada
kelainan Tidak
ada kelainan
8
Tidak ada kelainan Simetris
Tidak ada
Tidak ada kelainan
kelainan Tidak
Tidak ada kelainan Tidak ada
kelainan ada kelainan
Tidak ada kelainan
-
9
N. Vestibularis Kanan Kiri
Nistagmus tidak ada tidak ada
Vertigo tidak ada tidak ada
MOTORIK
10
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Cukup Cukup
11
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Refleks fisiologis
- Biceps Normal Normal
- Triceps
Normal Normal
- Radius
- Ulnaris Normal Normal
Refleks patologis Normal Normal
- Hoffman Tromner
- Leri
- -
- Meyer
- -
Trofi
- -
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- KPR
- APR Normal Normal
Refleks patologis Normal Normal
- Babinsky
- Chaddock - -
- Oppenheim - -
- Gordon - -
- Schaeffer - -
- Rossolimo - -
- -
12
- Atas tidak ada kelainan
- Tengah tidak ada kelainan
- Bawah tidak ada kelainan
Refleks cremaster tidak ada kelainan
Trofik tidak ada kelainan
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
13
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada
14
Ballismus : (-)
Dystoni : (-)
Myocloni : (-)
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : (-)
Afasia sensorik : (-)
Apraksia : (-)
Agrafia : (-)
Alexia : (-)
Afasia nominal : (-)
FESES
Konsistensi : tidak diperiksa Eritrosit : tidak diperiksa
Lendir : tidak diperiksa Leukosit : tidak diperiksa
15
Darah : tidak diperiksa Telur cacing : tidak diperiksa
Amuba coli/ : tidak diperiksa
V. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik : hiperestesia pada pipi sebelah kiri
: hiperestesia pada dagu sebelah kiri
Diagnosis Topik : Nervus Trigeminus Sinistra
Diagnosis Etiologi : Trigeminal Neuralgia
VI. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Bonam
VII. PENATALAKSANAAN
A. Norfarmakologis
- Edukasi
1. Menginformasikan kepada penderita dan keluarga penderita
tentang penyakit yang dideritanya.
2. Menginformasikan kepada penderita dan keluarga penderita
tentang keteraturan minum obat dan kontrol teratur.
3. Pemberian nutrisi peroral sesuai kebutuhan kalori pasien.
B. Farmakologis
- Karbamazepin 2 x 200 mg (p.o)
- Gabapentin 4 x 300 mg tab peroral
- Sukralfat 3 x 1 (p.o)
- Neurodex 1 x 1 tablet ( po )
- Evaluasi perbaikan terapi
16
III
TINJAUAN PUSTAKA
17
Nervus trigeminal mempersarafi wajah dan kepala. Terdapat 3 divisi yang
menginervasi daerah dahi dan mata (V1 optalmikus), pipi (V2 maksilaris)
serta wajah bagian bawah dan rahang (V3 mandibularis). Fungsi nervus
trigeminus adalah sensasi sentuhan wajah, sakit dan suhu, dan juga kontrol
otot pengunyahan. Fungsi nervus trigeminus harus dibedakan dengan nervus
fasialis (nervus cranialis ke VII) yang mengontrol semua gerakan wajah.6,7
Tiga divisi nervus trigeminal muncul bersama-sama pada daerah yang
disebut ganglion gaseri. Dari sana, akar nervus trigeminal berjalan
kebelakang kearah sisi brain stem dan masuk ke pons. Dalam brain stem,
sinyal akan berjalan terus mencapai kelompok neuron khusus yang disebut
nukleus nervus trigeminal. Informasi dibawa ke brain stem oleh nervus
trigeminus kemudian diproses sebelum dikirim ke otak dan korteks serebral,
dimana persepsi sensasi wajah akan diturunkan.9
18
Gambar 3.1 Area Persarafan Nervus Trigeminus10
19
atau lebih cabang nervus trigeminus. Sementara menurut International
Headache Society (IHS), trigeminal neuralgia adalah nyeri wajah yang
menyakitkan, nyeri singkat seperti tersengat listrik pada satu atau lebih
cabang nervus trigeminus. Nyeri biasanya muncul akibat stimulus ringan
seperti mencuci muka, bercukur, gosokgigi, berbicara.6
20
laporan yang ada, usia paling muda yaitu 12 bulan terkena trigeminal
neuralgia dan pada anak lain terjadi pada usia 3 sampai 11 tahun. Faktor ras
dan etnik tampaknya tidak berpengaruh terhadap kejadian trigeminal
neuralgia. Angka prevalensi maupun insidensi untuk Indonesia belum pernah
dilaporkan. Bila insidensi dianggap sama dengan negara lain maka terdapat ±
8000 penderita baru pertahun. Akan tetapi mengingat harapan hidup orang
Indonesia makin tinggi maka diperkirakan prevalensi penderita trigeminal
neuralgia akan meningkat.3,12
21
2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul
kembali.
3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau
kelumpuhan saraf kranial, berupa gangguan autonom ( Horner
syndrom ).
4. Tidak memperlihatkan kecenderungan pada wanita atau pria dan
tidak terbatas pada golongan usia.
22
Pada studi elektrofisiologi mengindikasikan diabetes mellitus dapat
mempengaruhi nervus trigeminal. Finestone Te la melaporkan diantara 40
pasien dengan trigeminal neuralgia, 19 pasien (48%) mengidap DM.
sehinggan DM dapat menjadi faktor penyebab trigeminal neuralgia.5
Beberapa peneliti megajukan penyebab dari trigeminal neuralgia dapat
dihubungkan dengan sindroma dekompresi, dan yang paling populer adalah
neurovascular compression pada jalur masuk nervus yang dapat terjadi akibat
malformasi arteriovenous. Ada banyak lesi kompresi lain yang dapat
menyebabkan lesi kompresi seperti vestibular schwannomas, meningiomas,
epidermoid cysts, tuberculoma dan beragam kista lain dan tumor. trigeminal
neuralgia dapat terjadi akibat adanya aneurisma, agregasi pembuluh darah,
dan penyumbatan akibat arachnoiditis. 5
Peneliti juga mengajukan hipotesis alergi sebagai salah satu etiologi
dari trigeminal neuralgia. Namun hanya bukti tidak langsung yang
mendukung alergi sebagai salah satu penyebab trigeminal neuralgia. Hal ini
sering disebabkan karena peningkatan tak terduga dan irregular dari gejala
klinis, remisi dan rekuren sensitif terhadap faktor profokatif endogen dan
eksogen dan akhirnya peningkatan serum histamin. Peneliti memperhatikan
dibawah pengaruh beragam faktor perusak seperti dingin, tonsilitis, rinitis
kronik, sinusitis maxilla dan infalmasi kronik yang terjadi pada regio
maxillofasial dapat mencetuskan timbulnya respons imun lokal, sehingga
terjadi peningkatan sekresi IgE, mastcell yang mengalami degranulasi akan
melepaskan substansi biologi aktif seperti histamin, serotonin dan lainnya ke
ruang intersellular. Sehingga histamin yang terlepas dan berkumpul pada
nervus trigeminal selama terjadi reaksi alergi lokal memegang peranan
penting dalam patogenesis trigeminal neuralgia.5
Hipotesa lain menjelaskan tibulnya trigeminal neuralgia adalah
demielinisasi pada serabut – serabut nervus trigemius, karena demielinisasi
mungkin terjadi short circuit, sehingga impuls – impuls perasaan apapun,
baik proprioseptif maupun protopatik terpaksa menghantarkan listrik melalui
23
serabut – serabut halus saja, yang sudah dikenal sebagai penghantar impuls
yang mewujudkan perasaan nyeri. 4,5
24
demielinisasi, aktivitas peningkatan impuls ektopik yang spontan. Kemudian
ada data yang diterbitkan tidak hanya perubahan morfologi nervus di perifer
tetapi juga terjadi perubahan di struktur sentral dari nervus trigeminus. Teori
mekanisme sentral menyatakan, trigeminal neuralgia dimulai dari thalamus,
nukleus nervus trigeminus, batang otak, atau cedera pada korteks serebri.
Meskipun belum ada teori yang dapat menjelaskan gejala dan perjalanan
klinis penyakit.12
Serangan trigeminal neuralgia seperti reflek multineuronal, yang
melibatkan beberapa struktur: trigeminal dan sistem nervus fasial,
pembentukan retikularis, nukleus diensepalon, dan korteks pada otak.
Beberapa peneliti mengindikasikan bahwa stimulus psikologis aferen dari
reseptor nervus trigeminal dan menginduksi fokus eksitasi paroksimal pada
struktur sentral sehingga terjadi impuls eferen ke perifer. Meskipun masih
terdapat dua pertanyaan utama yang belum terjawab. 12
Distrofi nervus merupakan kemunduran saraf secara progresif dan
akan berakhir pada cabang perifer dari nervus trigeminus. Berdasarkan
perjalanan penyakit, progresifitas distrofi tidak hanya pada cabang perifer
nervus trigeminus tapi juga terjadi pada bagian nervus intrakranial. Hal ini
telah ditunjukkan bahwa reaksi alergi imun dari cabang nervus trigeminus
dengan cepat terjadi degranulasi sel mast. Agen-agen seperti histamin,
serotonin, heparin, bradikinin, dan yang lain bermigrasi menuju ruang
intraseluler selama sel mast berdegranulasi. Degranulasi sel mast dengan
segera membangkitkan reaksi hiperalergik. Reaksi ini dimulai ketika
imunoglobulin, terutama IgE memperbaiki reseptor spesifik dari sel mast. Sel
yang memproduksi IgE berada pada jaringan limpoid, telinga, hidung, rongga
mulut, dan membran saluran pernafasan bagian atas. Pada penyakit ini,
konsentrasi dari IgE meningkat pada inflamasi di telinga, mulut, dan
tenggorokakn sebanyak 3 kali dan pada polip hidung meningkat 5-6 kali.
Oleh karena itu jumlah antibodi IgE meningkat ketika individu mengalami
inflamasi pada daerah tersebut. Histamin meningkat secara signifikan pada
periode trigeminal akut. Histamin adalah suatu regulator aktif aktivitas
25
struktur saraf fungsional termasuk mediasi reaksi nyeri. Telah terbukti bahwa
nervus trigeminus adalah kemoreseptor trigger zone histamin. Hal ini
mungkin menjelaskan mengapa histamin yang dilepaskan selama reaksi imun
lokal akan segera terakumulasi pada saraf trigeminal. Bundel neurovaskular
pada saraf trigeminus terlokalisasi di osseus kanal. Oleh karena itu, edema
saraf perifer ditimbulkan oleh peradangan sering menyebabkan manifestasi
"tunnel syndrome". Ini berarti bahwa kanal osseus akan menjadi sempit
sehingga menekan saraf yang dapat menyebabkan trigeminal neuralgia.12
Karlov mengusulkan "teori patogenesis sentral" sejak hubungan
sistem saraf trigeminus dengan struktur sentral mampu mengerahkan aksi
penghambatan pada formasi segmental dan supra segmental. Tindakan ini
mampu menghambat pembentukan iritasi fokus stabil tipe paroksismal
terletak di SSP. Teori patogenesis sentral dikonfirmasi lebih lanjut oleh Smith
dan McDonald. Mereka membuktikan bahwa demielinasi bisa menjadi
sumber impuls ektopik yang membangkitkan gangguan fungsional dan nyeri
pada pembentukan fokus dominan dalam segmental batang otak dan di pusat-
pusat otak suprasegmental. Dengan demikian, distrofi di TNS merangsang
mekanisme patogenesis pusat neuralgia. Tidak diragukan lagi, harus ada
kondisi yang sesuai dalam tubuh untuk mekanisme patogenetik. 12
Pada penelitian yang mempelajari jenis stimulus yang diberikan pada
trigger zone dan hubungannya dengan nyeri paroksismal, ditemukan bahwa
nyeri paroksismal lebih mudah muncul pada stimulus berupa sentuhan
dibanding stimulus nyeri atau suhu. Diduga bahwa mekanisme nyeri
paroksismal terjadi akibat adanya allodynia yang merupakan bagian dari
nyeri neuropatik.11
26
mengeluhkan gejala ketidaknyamanan pada wajah, gatal, perubahan
sensitivitas pada area wajah. Gejala ini bersifat atipikal dan tidak sering
terjadi.11
Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut :
8,12,13
27
3.8 8 Diagnosis Trigeminal Neuralgia
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa yang akurat,
pemeriksaan klinis dan uji klinis untuk mengetahui secara pasti stimulus
pencetus dan lokasi nyeri saat pemeriksaan. Kriteria diagnosis trigeminal
neuralgia menurut International Headache Society adalah sebagai berikut:13
A. Serangan – serangan paroksismal pada wajah, nyeri di frontal yang
berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.
B. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:
1. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N. trigeminus, tersering
pada cabang mandibularis atau maksilaris.
2. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam , superfisial,
serasa menikam atau membakar.
3. Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan.
4. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti
makan, mencukur, bercakap cakap, membasuh wajah atau menggosok
gigi, area picu dapat ipsilateral atau kontralateral.
5. Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.
C. Tidak ada kelainan neurologis.
D. Serangan bersifat stereotipik.
E. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan.
28
digunakan untuk melihat adanya tumor atau abnormalitas lain yang
menyebabkan sakit tersebut. Pemeriksaan MRTA (high-definition MRI
angiography) pada nervus trigeminal dan brain stem dapat menunjukkan
daerah nervus yang tertekan oleh vena atau arteri. Sebagai tambahan,
dilakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan stimuli pemicu, dan lokasi
yang pasti dari sakitnya. Pemeriksaan termasuk inspeksi komea, nostril, gusi,
lidah dan di pipi untuk melihat bagaimana daerah tersebut merespon sentuhan
dan perubahan suhu (panas dan dingin).6
29
Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri
paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan
berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri
paroksismal yang lebih lama.15
30
3.10 10 Tatalaksana Trigeminal Neuralgia
Seperti diketahui terapi dari trigeminal neuralgia ada 2 macam yaitu
terapi medikamentosa dan terapi pembedahan. Telah disepakati bahwa
penanganan lini pertama untuk trigeminal neuralgia adalah terapi
medikamentosa. Tindakan bedah hanya dipertimbangkan apabila terapi
medikamentosa mengalami kegagalan. Berikut adalah algoritme tatalaksana
trigeminal neuralgi menurut American Academy of Physicians.
a. Terapi Farmakologi
31
Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah mengembangkan
beberapa pedoman terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS (European
Federation of Neurological Society ) disarankan terapi trigeminal neuralgia
dengan karbamazepin (200-1200 mg sehari) dan oxcarbamazepin (600-1800
mg sehari) sebagai terapi lini pertama. Sedangkan terapai lini kedua adalah
baclofen dan lamotrigin. Obat-obat anti konvulsan seperti fenitoin (300-400
mg perhari), asam valproat (800-1200 mg/hari), clonazepam (2-6 mg perhari),
gabapentin (300-900 mg perhari), dan karbamazepin (600-1200 mg perhari).
Karbamazepin efektif pada 70-80 % pasien namun sebagian dinilai
mentoleransi obat ini dalam beberapa tahun. Trigeminal neuralgia sering
mengalami remisi sehingga pasien dinasehatkan untuk mengatur dosis obat
sesuai dengan frekwensi serangannya. Dalam pedoman AAN-EFNS (American
Academy of Neurology- European Federation of Neurological Society ) telah
disimpulkan bahwa: carbamazepin efektif dalam pengendalian nyeri ,
oxcarbazepin juga efektif, baclofen dan lamotrigin mungkin juga efektif. Studi
open label telah melaporkan manfaat terapi obat-obatan anti epilepsi yang lain
seperti clonazepam, gabapentin, phenytoin dan valproat.2
Karbamazepine merupakan pengobatan lini pertama dengan dosis
pemberian 200-1200 mg/hari dan oxcarbamazepin dengan dosis pemberian
600-1800 mg/hari sesuai dengan pedoman pengobatan. Tingkat keberhasilan
dari karbamazepin jauh lebih kuat dibandingkan oxcarbamazepin, namun
oxcarbamazepin memiliki profil keamanan yang lebih baik. Sementera
pengobatan lini kedua dapat diberikan lamotrgine dengan dosis 400 mg/ hari,
baclofenac 40 – 80 mg/hari, dan pimizoid 4 – 12 mg/hari.2
Selain itu ada juga pilihan pengobatan alternatif, yaitu dengan memberikan
obat antiepilepsi yang telah dipelajari dalam kontrol kecil dan studi terbuka
yang disarankan untuk menggunakan fenitoin, clonazepam, gabapentin,
pregabalin, topiramate, levetiracetam, dan valproat.2 Jika pasien tidak
memberikan respons dengan terapi antikonvulsan lini pertama yaitu
karbamazepin maka dapat diberikan obat tambahan untuk mengurangi nyeri.
Obat tambahan yang diberikan bisa 1-2 jenis obat. Obat tambahan tersebut
32
diantaranya fenitoin 300-500 mg/hari, lamotrigin 100-150 mg/hari terbagi 2
kali sehari, gabapentin 1200-3600 mg/hari terbagi 3-4 kali perhari, atau
topiramate 200-300 mg/hari terbagi 2 kali sehari.
b. Terapi Operatif
Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang
tidak bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka
diperlukan terapi pembedahan.2
Beberapa situasi yang mengindikasikan untuk dilakukannya terapi
pembedahan yaitu: (1) Ketika pengobatan farmakologik tidak menghasilkan
penyembuhan yang berarti, (2) Ketika pasien tidak dapat mentolerir
pengobatan dan gejala semakin memburuk, (3) Adanya gambaran kelainan
pembuluh darah pada MRI.1
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur pada ganglion
gasseri, terapi gamma knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur
perifer dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian distal ganglion gasseri
yaitu dengan suntikan streptomisin, lidokain, alkohol. Prosedur pada ganglion
gasseri ialah rhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekuensi
termoregulasi, suntikan gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum
Meckel. Terapi gamma knife merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada
radiks nervus trigeminus di fossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah
kraniotomi sampai nervus trigeminus difossa posterior dengan tujuan
memisahkan pembuluh darah yang menekan nervus trigeminus. 2
33
serangan bisa menjadi lebih sering, lebih mudah dipicu, dan mungkin
memerlukan pengobatan jangka panjang. Meskipun trigeminal neuralgia tidak
terkait dengan hidup singkat, morbiditas yang terkait dengan nyeri wajah
kronis dan berulang dapat dipertimbangkan jika kondisi tidak cukup terkontrol.
Kondisi ini dapat berkembang menjadi sindrom nyeri kronis, dan pasien dapat
menderita depresi dan kehilangan fungsi sehari-hari. Pasien dapat memilih
untuk membatasi kegiatan yang memicu rasa sakit, seperti mengunyah,
sehingga pasien mungkin kehilangan berat badan dalam keadaan ekstrim.1
BAB IV
ANALISIS KASUS
34
Society (IHS), trigeminal neuralgia adalah nyeri wajah yang menyakitkan, nyeri
singkat seperti tersengat listrik pada satu atau lebih cabang nervus trigeminus.
Nyeri biasanya muncul akibat stimulus ringan seperti mencuci muka, bercukur,
gosok gigi, berbicara.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6 = 15. Tanda vital didapatkan tekanan
darah 130/80 mmHg, nadi 80x/menit, RR 18x/menit, suhu 36,7 oC. Pada status
generalis didapatkan pemeriksaan dalam batas normal. Pada pemeriksaan
neurologi didapatkan:
N. Trigeminus Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit
Tidak ada Tidak ada
- Trismus
- Refleks kornea kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada
Sensorik kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada
- Dahi kelainan kelainan
- Pipi
- Dagu
Tidak ada Tidak ada kelainan
kelainan Tidak hiperestesia
ada kelainan hiperestesia
Tidak ada
kelainan
Dari keluhan utama dan kronologi penyakit maka kita dapat mengarahkan
diagnosis bahwa penderita mengalami trigeminal neuralgia. Banyak literatur yang
menyebutkan bahwa 60% penderita neuralgia adalah wanita. Insidensi kejadian
untuk wanita sekitar 5,9 per 100.000 wanita; untuk pria sekitar 3,4 kasus per
100.000 pria. Kejadian juga berhubungan dengan usia, dimana neuralgia banyak
diderita pada usia antara 50 sampai 70 tahun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum baik, tidak terdapat
kelainan pada pemeriksaan fisik umum dan spesifik. Pada pemeriksaan neurologi
tidak ditemukan kelainan. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien menderita trigeminal neuralgia.
35
Maka diagnosis klinis pasien adalah trigeminal neuralgia. Diagnosis topiknya
adalah nervus trigeminal sinistra dan diagnosis etiologi masih idiopatik.
Penatalaksanaan pada kasus ini dengan dapat dilakukan dengan pemberian
36
karbamazepin 2 x 200 mg per hari, sukralfat, gabapentin, omeprazole dan
neurodex. Serta edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang diderita dan diet
sesuai kebutuhan kalori pasien.
DAFTAR PUSTAKA
37
11. Ropper, Allan and Robert Brown. Adams and Victors Principles of
Neurology. McGraw-Hill Publishing. 2005.
12. Mardjono M, Shidarta P. Saraf otak kelima atau nervus trigeminus dalam
neurologi klinis dasar. Diar Rakyat: Jakarta. 2008.
15. Passos JH et al. Trigeminal Neuralgia. [online] Journal of Dentistry & Oral
Medicine 2001. [cited 2013 June 1]; Available from: URL:
http://www.epub.org.br.
16. Kleef MV, Genderen WE, Narouze S. Evidence based medicine trigeminal
neuralgia. World Institute of Pain 2009; 9(4): 252-259.
17. Manish KS. Trigeminal neuralgia. [online] Medscape 2013. [cited 2013 June
1]; Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/1145144-
overview.
38