You are on page 1of 20
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 D008UNO. TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADIAH MADA. 5.8 September 2019; Hote Alona Yogyakarta KAJIAN KERUSAKAN LAHAN PADA KAWASAN PENAMBANGAN KAOLIN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DI DESA KARANGSARI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SEMIN, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Raden Aditya Aryo Wicaksono " Wawan Budianta’ ‘Departement Tetoik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjal Mada ‘corresponding Author: radenaditya1997@ gmail.com ABSTRAK. Penambangan kaolin di Desa Karangsari, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul telah berlangsung sejak tahun 1988 dan dikelola oleh masyarakat sekitar secara tradisional, Penelitian ‘ni bertujuan untuk mengkaji tingkat kerusakan lahan akibat Kegiatan penambangan tradisional dengan menggunakan metode AHP. Parameter yang dipergunakan sebagai dasar pengukuran tingkat Kerusakan lahan adalah Keputusan Gubernur DIY Nomor 63 Tahun 2003 tentang Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha dan Kegiatan Penambangan Batuan ditentukan empat kriteria ‘utama, yaitu kritenia geologi, lingkungan, teknis tambang, dan tebing galian dimana tiap kriteria ‘memiliki subkriteria hingga tingkatan Kelas, Hasil pengamatan geologi menunjukkan bahwa daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua satuan batuan yaitu satuan tuf feldspar dan satuan breksi pumis dengan dijumpai struktur geologi yang intensif berupa kekar gerus dan kekar tiang serta kehadiran intrusi mikrodiont homblenda yang menjadi faktor pengontrol terjadinya alterasi hidrotermal. Hasil kajian tingkat Kerusakan lahan menunjukkan rentang nilai tingkat kerusakan lahan ringan 1,00- 1,66, ‘tingkat kerusakan lahan sedang 1,67-233, dan tingkat kerusakan lahan tinggi 2.34-3,00, Berdasarkan hhasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat Kerusakan lahan akibat kegiatan penambangan Kaolin di daerah penelitian tergolong dalam tingkat kerusakan lahan sedang sejumlah 9 tambang dan tingkat kerusakan lahan tinggi sejumlah 7 tambang, Kata kunci: Karangsari, Kaolin, Semin, Tingkat kerusakan lahan, Pertambangan 459 eran imu Kebumian Dalam Pengembargan Geowsata, Geolonsenasi& Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 DOO8UNO. TEKNIK GEOLOGI, FACULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta I. PENDAHULUAN Kabupaten Gunungkidul memiliki sumber daya alam batuan dan mineral khususnya yang terdapat di Kecamatan Semin. Penambangan batuan yang banyak dijumpai berupa batuan vulkanik dan batugamping, terkhusus di Desa Karangsari terdapat penambangan mineral berupa penambangan kaolin. Potensi tersebut telah dan sedang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar lokasi tambang kaolin secara tradisional. Dilihat dari segi lama perambangan, penambangan kaolin di daerah ini sudah berlangsung cukup lama yaitu pada tahun 1983. Lamanya proses penambangan tersebut, Kemungkinan akan menimbulkan kerusakan lahan di daerah penambangan. Pada umumnya usaha penambangan tradisional tidak memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dan dilakukan tanpa menyusun perencanaan yang baik dari segi persiapan pertambangan, teknikpertambangan, pelaksanaan pertambangan hingga akhir pengelolaan lahan penambangan pasca pengambilan bahan galian tambang. Kegiatan pertambangan yang tidak memperhatikan SOP dan tidak direncanakan dengan baik akan memberikan dampak negatif, bak bagi lingkungan atau masyarakat di sekitar lokasi pertambangan. Untuk mengetahui seberapa besar kerusakan lahan yang sudah terjadi, perlu dilakukan penelitian tentang kerusakan lahan tambang yang mungkin sudah terjadi di daerah tersebut Perelitian dilakukan di tiga dusun pada Desa Karangsari, Kecamatan Semin yaitu Dusun Jetak, Karang, dan Kuwert. Il. DASAR TEORI Kerusakan lahan akibat penambangan dapat terjadi selama kegiatan penambangan, maupun pascapenambangan. Dampak yang ditimbulkan akan berbeda pada setiap jenis pertambangan, tergantung pada metode dan teknologi yang digunakan (Direktorat Sumber Daya Mineral dan Pertambangan, 2003). Kebanyakan Kerusakan lahan yang terjadi disebabkan oleh perusahaan tambang yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dan adanya penambangan tanpa izin (PET!) yang melakukan proses penambangan secara liar dan tidak ramah lingkungan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2002) Menurut Dewa (2004), Secara umum terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi kondisi lahan pertambangan, yaitu teknik penambangan dan pelaku penambangan. Dua faktor tersebut merupakan agen aktif yang terus bekerja mengubah Kondisi aval dari lahan tambang, yang dalam hal ini berperan sebagai agen pasif. Faktor pertama adalah pemilihan teknik penambangan. Pemilihan teknik penambangan yang tepat akan mendukung kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, sebaliknya pemilihan teknik penambangan yang tidak tepat akan cenderung merusak lahan penambangan. Faktor kedua yaitu pelaku penambangan yang mempunyai peranan yang cukup penting, Meskipun teknik penambangnnya sudah direncanakan dengan baik, tetapi bila pengusaha tambang maupun masyarakat penambang tidak memiliki kesadaran yang cukup tinggi dalam upaya mendukung kelestarian lingkungan di lokasi tambang, maka akan tidak berpengaruh. Penambang yang tidak memperhatikan lingkungan akan mengakibatkan semakin besar kerusakan kondisi lahan pada saat penambangan dihentikan. 460 1 Kebumian Dalam Pergemargan Geoweata, Geolonserasi&. Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 DOO8UNO. TEKNIK GEOLOGI, FACULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta Il. METODOLOGI PENELITIAN Perelitian ini menggunakan beberapa tahapan yaitu tahapan pengukuran, analisa dan pengolahan data serta penyusunan data 1. Tahapan Persiapan ‘Tahapan ini terdiri dari beberapa langkah, yaitt identifikasi masalah; studi pustaka & reconnaissance; dan penyusunan hipotesis. 2. Tahapan Pengambilan Data Tahap ini dilakukan pengambilan data primer. Data primer yang diambil antara lain: pengukuran kedalaman muka air tanah, tata guna lahan, pengukuran kerusakan lahan penambangan. Pengukuran kerusakan lahan penambangan dilakukan dengan menentukan Keberadaan lokasi tambang dan mengukur parameter Kerusakan lahan baik. Parameter tersebut meliputi Kejadian tanah longsor, kondisi hidrogeologi, jenis komoditas, struktur geologi, upaya reklamasi, tutupan vegetasi, jarak dari pemukiman, tingkat erosi, Iuas area tambang, kecepatan penambangan, sifat batuan, relief dasar galian, batas kedalaman galian dari ma.t, kemiringan tebing galian, dan tinggi dinding galian. 3. Analisis dan Pengolahan Data Dalam upaya studi kerusakan lahan penambangan di lokasi perelitian, metode AHP digunakan untuk penghitungan kriteria. penilaian kerusakan lingkungan lahan penambangan yang didasarkan pada aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah dan parameter berdasarkan keahlian. Aturan —aturan tersebut adalah * Kep Gub DIY No, 63 tahun 2003 Tentang Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha ataut Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, © Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. © Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor KEP-43/MENLH/10/1996, tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas Di dataran. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) UGM dan BAPPEDA, 2000, Kajian Kerusakan lahan akibat penambangan golongan C, Setiap kriteria akan dibagi menjadi beberapa subkriteria dan setiap subkriteria akan, memiliki Kelas yang nantinya akan diberikan skor. Setiap kriteria dan subkriteria dilakukan pembobotan berdasarkan pengaruhnya terhadap Kerusakan yang mungkin timbul (lihat pada Tabel 1), Dari parameter tersebut ditentukan kisaran kerusakan lahan penambangan dimana dibuat seperti Tabel 2 461 1 Kebumian Dalam Pergemargan Geoweata, Geolonserasi&. Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 DOO8UNO. TEKNIK GEOLOGI, FACULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Geologi Daerah Penelitian Menurut Surono (1992), geologi regional daerah perelitian termasuk ke dalam Formasi Semilir yang berumur Miosen awal hingga Miosen tengah yang terwakili oleh satuan breksi pumis dan satuan tuf feldspar (lihat Gambar 1) IV.11, Satuan breksi pumis Secara stratigrafi, satuan ini menjari terhadap satuan tufa feldspar pada daerah penelitian, dengan ketebalan hampir mencapai + 210 meter, dan melampar paling las 40,05% di bagian Selatan daerah penelitian dan membentang dari Timur ke Barat. Anggota dalam satuan ini, masih dijumpai litologi batupasir tufan sebagai perselingan dari litologi breksi pumis, Namun peramaan satuan dibedakan berdasarkan dominasi litologi breksi pumis (lihat Gambar 2). 1V.12, Satuan tuf feldspar Satuan tuf feldspar tersingkap pada lokasi penambangan kaolin di Desa Karangsari dan sekitarnya, Secara stratigrafi, satuan tuf feldspar dilihat dari geometrinya melensa terhadap satuan batupasir tufan, dan melampar paling luas 59,95 % dibagian utara dan tengah daerah perelitian, Perbandingan Kuantitatif menunjukkan penyebaran lateral satuan ini mendekati ketebalan maksimal satuan, Satuan ini mengalami ubahan menjadi kaolin yang terbentuk akibat alterasi hidrotermal (lihat Gambar 3), IV.2. Perkitungan Tingkat Kerusakan Lahan Penambangan Kaolin Daerah penelitian terdapat 16 lokasi penambangan yang masih aktif, berdasarkan pada tingkat kerusakan lahan akibat penambangan Kaolin, maka tingkat kerusakan lahan di daerah penelitian dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan Kerusakan, yaitu tingkat Kerusakan lahan rendah, tingkat kerusakan lahan sedang, dan tingkat kerusakan lahan tinggi (lihat Tabel 3). Penilaian tingkat kerusakan lahan dilakukan dengan mengamati indikator penentu kerusakan lahan penambangan yang dijumpai di lapangan dan diberi skor tertentu, dengan ketentuan seperti pada Tabel 4. Hasil perkalian antara bobot tiap kriteria dengan bobot tiap subkriteria menghasilkan nilai indikator kerusakan lahan, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Nilai indikator kerusakan lahan tiap subkriteria (NI) = Kx S Dimana NI= Nilai indikator kerusakan lahan tiap subkriteria (Total 5 NI= 1) K = Bobot tiap kriteria ‘S= Bobot tiap subkriteria Hasil penjumlahan dari perkalian nilai indikator kerusakan lahan (NI) dengan skor Kerusakan lahan tiap subkriteria menghasilkan nilai tingkat kerusakan lahan akibat penambangan, yang dapat dirumuskan sebagai berikut Nilai tingkat kerusakan lahan akibat penambangan = (NIx Skor) 462 1 Kebumian Dalam Pergemargan Geoweata, Geolonserasi&. Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 DOO8UNO. TEKNIK GEOLOGI, FACULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta 1V.3. Analisis Tingkat Kerusakan Lahan Penambangan Kaolin Berdasarkan hasil perhitungan nilai indikator kerusakan lahan yang menunjukkan, persentase tiap subkriteria yang memiliki total 100% dari 14 subkriteria, Subkriteria kejadian tanah longsor memiliki persentase nilai indikator kerusakan lahan tertinggi yaitu 32,17%, subkriteria upaya reKlamasi sebesar 16,79%, subkriteria struktur geologi 15,50%, subkriteria tutupan vegetasi 6,93%, subkriteria tingkat erosi 6,48%, subkriteria hidrogeologi 6,06%, subkriteria jenis Komoditas 3,45%, subkriteria sifat batuan 3,10%, subkriteria jarak pemukiman 2,93%, subkriteria Iuas area tambang 2.68%, subkriteria relief dasar galian 1,46%, subkriteria kecepatan penambangan 1,13%, subkriteria Kemiringan tebing galian 0.67%, dan subkriteria tinggi dinding galian memiliki nilai indikator Kerusakan lahan terendah yaitu0,34%, 1. Subkriteria kejadian tanah longsor Subkriteria ini termasuk dalam Kriteria geologi yang memiliki persentase nilai indikator kerusakan lahan sebesar 32,17% terhadap 13 subkriteria lainnya, Subkriteria ini ‘memiliki 3 kelas yaitu sudah terjadi, mungkin terjadi, dan belum terjadi. Hasil pengamatan di lapangan, subkriteria kejadian tanah longsor ini diukur dari tingkat potensi bencana yang dapat terjadi pada stasiun pengamatan dan sekitarnya, Tanah longsor memiliki beberapa faktor pengontrol seperti litologi dinding tebing tambang, kemiringan tebing tambang, struktur geologi (sesar dan kekar), dan ketinggian dinding tebing serta faktor pemicu seperti gempa, hujan, dan aktivitas penambangan. Semakin banyak kejadian tanah longsor yang terjadi maka semakin tinggi tingkat kerusakan lahan, Sebaliknya, semakin sedikit kejadian tanah longsor yang mungkin terjadi maka semakin rendah tingkat kerusakan lahannya. 2. Subkriteria struktur geologi Subkriteria ini termasuk dalam Kriteria geologi yang memiliki persentase nilai indikator kerusakan lahan sebesar 15,50 % terhadap 13 subkriteria lainnya. Subkriteria ini memiliki 3 Kelas yaitu rapat, cukup rapat, dan renggang. Hasil pengamatan di lapangan, subkriteria struktur geologi ini diukur dari karakteristik struktur geologi (sesar dan kekar) pada dinding tebing tambang tiap satuan luas (1 x 1 m), Struktur geologi mengontrol Kekuatan massa batuan, respon batuan terhadap gaya yang diberikan baik regional maupun lokal akan menghasilkan jenis struktur geologi yang berbeda. Pengaruh struktur geologi terhadap tingkat Kerusakan lahan dikontrol oleh Karakteristik struktur geologi yaitu intensitas, spacing, aperture, dan kemenerusan. Struktur geologi rapat mempengaruhi tingkat kerusakan lahan yang tinggi, sedangkan struktur geologi renggang mempengaruhi tingkat kerusakan Iahan yang rendah sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin rapat struktur geologi semakin tinggi pula tingkat kerusakan lahan dan sebaliknya. Subkriteria ini termasuk dalam Kriteria_geologi yang memiliki persentase nilai indikator kerusakan lahan sebesar 6,06 % terhadap 13 subkriteria lainnya, Subkriteria ini memiliki 3 Kelas yaitu Kedalaman muka air tanah dangkal (m.a.t 240-260 mdpl), sedang (mat 210-240 mdpl) dan dalam (m.a.t 180-210 mdpl). Subkriteria hidrogeologi dilakukan pengambilan data lapangan dengan mengukur kedalaman muka air tanah pada sumur warga di daerah perelitian sebanyak 38 sumur. Hidrogeologi mengontrol tingkat pencemaran air tanah, dimana tingkat pencemaran air tanah di Kontrol oleh dua faktor utama yaitu kedalaman muka air tanah dan aktivitas manusia. Kedua faktor tersebut saling berkaitan dimana semakin dangkal muka air tanah dan semakin banyak aktivitas manusia 463 eran imu Kebumian Dalam Pengembargan Geowsata, Geolonsenasi& Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 DOO8UNO. TEKNIK GEOLOGI, FACULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta maka Kemungkinan tingkat pencemaran air tanah semakin besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin dangkal kedalaman muka air tanah maka tingkat kerusakan Jahan semakin tinggi, sedangkan semakin 3. Subkriteria hidrogeologi Subkriteria ini termasuk dalam kriteria geologi yang memiliki persentase nilai indikator kerusakan lahan sebesar 6,06 % terhadap 13 subkriteria lainnya. Subkriteria ini memiliki 3 kelas yaitu kedalaman muka air tanah dangkal (m.a.t 240-260 mdpl), sedang (ma.t 210-240 mdpl) dan dalam (mat 180-210 mdpl). Subkriteria hidrogeologi dilakukan pengambilan data lapangan dengan mengukur kedalaman muka air tanah pada sumur warga di daerah penelitian sebanyak 38 sumur. Hidrogeologi mengontrol tingkat pencemaran air tanah, dimana_ tingkat pencemaran air tanah di kontrol oleh dua faktor utama yaitu kedalaman muka air tanah dan aktivitas manusia, Kedua faktor tersebut saling berkaitan dimana semakin dangkal muka air tanah dan semakin banyak aktivitas manusia maka kemungkinan tingkat pencemaran air tanah semakin besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin dangkal kedalaman muka air tanah maka tingkat kerusakan lahan semakin tinggi, sedangkan semakin dalam kedalaman muka air tanah maka tingkat kerusakan Jahan semakin rendah. 4, Subkriteria jenis komoditas Subkriteria ini termasuk dalam Kriteria geologi yang memiliki persentase nilai indikator kerusakan lahan sebesar 3,45% terhadap 13 subkriteria lainnya. Subkriteria ini memiliki 2 Kelas yaitu sirtu (pasir batu) dan batuan, Pengambilan data lapangan subkriteria jenis komoditas dilakukan dengan pengamatan komoditas tambang pada daerah perelitian. Jenis komoditas mengontrol tingkat Kekuatan dinding tebing tambang, dimara tingkat Kekuatan dinding tebing tambang di Kontrol oleh tingkat pelapukan batuan, Semakin tinggi tingkat pelapukan batuan maka kekuatan dinding tebing tambang semakin rendah, sedangkan semakin rendah tingkat pelapukan batuan maka kekuatan dinding tebing tambang semakin tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahvra jenis Komoditas berupa sirtu akan memiliki kekvatan dinding tebing tambang yang rendah dan berpengaruh pada tingkat kerusakan lahan yang tinggi dan sebaliknya jenis Komoditas berupa batuan akan memiliki kekuatan dinding tebing tambang yang tinggi berpengaruh pada tingkat Kerusakan lahan yang rendah, 5. Subkriteria upaya reklamasi Subkriteria ini termasuk dalam kriteria lingkungan yang memiliki persentase nilai indikator kerusakan lahan sebesar 16,79% terhadap 13 subkriteria lainnya, Subkriteria ini memiliki 3 Kelas yaitu upaya reklamasi belum diterapkan, mulai diterapkan, dan sudah diterapkan. Pengambilan data lapangan subkriteria upaya reklamasi dilakukan dengan pengamatan kondisi reklamasi tambang di daerah penelitian. Upaya reklamasi di daerah penelitian rata- rata dilakukan pada tambang yang sudah tidak beroperasi baik yang mulai diterapkan maupun sudah diterapkan seperti alih fungsi lahan tambang menjadi persawahan dan Kebun jati, namun ada beberapa lokasi tambang yang tidak dilakukan 464 eran imu Kebumian Dalam Pengembargan Geowsata, Geolonsenasi& Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 DOO8UNO. TEKNIK GEOLOGI, FACULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta ‘upaya reklamasi meskipun tambang sudah tidak beroperasi. Upaya reklamasi mengontrol tingkat pencemaran lingkungan, hal ini dikarenakan kegiatan penambangan selalu menghasilkan limbah yang bersifat sebagai pencemar. Upaya reklamasi yang belum diterapkan menyebabkan tingkat pencemaran lingkungan tinggi, sedangkan pada upaya reklamasi yang mulai diterapkan atau sudah diterapkan akan mengurangi tingkat pencemaran lingkungan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa upaya reklamasi yang belum diterapkan akan memiliki tingkat Kerusakan lahan yang tinggi dibandingkan dengan upaya reklamasi yang mulai diterapkan ataut sudah diterapkan akan memiliki tingkat kerusakan Jahan yang sedang atau rendah. 6. Subkriteria tutupan vegetasi Subkriteria ini termasuk dalam kriteria lingkungan yang memiliki persentase rilai indikator kerusakan lahan sebesar 6,93 % terhadap 13 subkriteria lainnya, Subkriteria ini memiliki 3 Kelas yaitu tutupan vegetasi Kurang dari 25%, tutupan vegetasi 25% - 75%, dan tutupan vegetasi lebih dari 75% terhadap luas area penambangan, Pengambilan data lapangan subkriteria tutupan vegetasi dilakukan dengan pengamatan persebaran ve getasi penutup di daerah perelitian, Persebaran vegetasi penutup ini difokuskan pada titik lokasi penambangan baik yang masih beroperasi maupun yang sudah tidak beroperasi. Umumnya ‘upaya penanaman vegetasi penutup dilakukan pada lokasi tambang yang sudah tidak beroperasi seperti alih fungsi lahan tambang menjadi sawah dan kebun jati, Tutupan vegetasi._mengontrol tingkat resapan air dimana akan berkaitan dengan aliran air permukaan, hal ini dikarenakan kegiatan penambangan di daerah perelitian bersifat tambang terbuka yang mempengaruhi tingkat resapan air hujan dan aliran air permukaan, Tutupan vegetasi yang Kurang dari 25% terhadap luas area penambangan menyebabkan tingkat resapan air hujan semakin rendah dan aliran air permukaan semakin tinggi, sedangkan pada Tutupan vegetasi 25% - 75% atau lebih terhadap luas area penambangan menyebabkan tingkat resapan air hujan semakin tinggi dan aliran air permukaan semakin rendah, Sehingga dapat disimpulkan bahwa tutupan vegetasi yang kurang dari 25% luas area penambangan akan memiliki tingkat Kerusakan lahan yang tinggi dibandingkan dengan tutupan vegetasi 25% - 75% atau lebih akan memiliki tingkat kerusakan lahan yang sedang atau rendah. 7. Subkriteria jarak pemukiman Subkriteria ini termasuk dalam kriteria lingkungan yang memiliki persentase rilai indikator kerusakan lahan sebesar 2,93 % terhadap 13 subkriteria lainnya, Subkriteria ini ‘memiliki 3 Kelas yaitu jarak pemukiman kurang dari 100 m, jarang pemukiman 100 - 1000 m, dan jarak pemukiman lebih dari 1000 m terhadap lokasi penambangan. Pengambilan data lapangan subkriteria jarak pemukiman dilakukan dengan pengukuran jarak pemukiman terhadap tambang di daerah perelitian. Jarak pemukiman mengontrol tingkat pencemaran lingkungan kegiatan penambangan terhadap aktivitas penduduk sekitar penambangan, hal ini dikarenakan kegiatan penambangan selalu menghasilkan limbah yang bersifat sebagai pencemar, Jarak pemukiman yang dekat dengan lokasi penambangan menyebabkan peluang terdampak pencemaran lingkungan tinggi, sedangkan jarak pemukiman yang jath dengan lokasi penambangan menyebabkan peluang terdampak pencemaran lingkungan rendah, Sehingga dapat disimpulkan bahwa jarak pemukiman yang dekat dengan lokasi penambangan akan memiliki tingkat kerusakan lahan yang tinggi dibandingkan dengan jarak pemukiman yang sedang atau jauh akan memiliki tingkat Kerusakan lahan yang Ty eran imu Kebumian Dalam Pengembargan Geowsata, Geolonsenasi& Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 DOO8UNO. TEKNIK GEOLOGI, FACULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta sedang atau rendah. 8, Subkriteria tingkat erosi Subkriteria ini termasuk dalam kriteria teknis tambang yang memiliki persentase nilai_indikator kerusakan lahan sebesar 6,48% terhadap 13 subkriteria lainnya. Subkriteria ini memiliki 3 Kelas yaitu tingkat erosi Kecil, tingkat erosi sedang, dan tingkat erosi besar. Perambangan terbuka pada daerah pemukiman akan mempengaruhi tingkat erosi batuan yang dikontrol oleh curah hujan. Pengambilan data lapangan subkriteria tingkat erosi dilakukan dengan pengamatan sifat batuan. Pada sifat batuan lepas (loose) akan mempengaruhi tingkat erosi batuan yang semakin tinggi, sedangkan pada sifat batuan Kompak akan mempengaruhi tingkat erosi batuan yang semakin rendah. Tingkat erosi yang tinggi dapat memicu: potensi bencana tanah longsor hal ini disebabkan oleh penurunan Kekuatan dinding tebing tambang, Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat erosi batuan yang besar akan memiliki tingkat kerusakan lahan yang tinggi dibandingkan dengan tingkat erosi batuan yang sedang — kecil akan memiliki tingkat kerusakan lahan yang sedang atau rendah, 9, Subkriteria luas area panambangan Subkriteria ini termasuk dalam kriteria teknis tambang yang memiliki persentase nilai_indikator kerusakan lahan sebesar 2,68% terhadap 13 subkriteria lainnya. Subkriteria ini memiliki 3 Kelas yaitu luas area penambangan > 0,5 Ha, luas area penambangan 0,1 - 0,5 Ha, dan luas area penambangan < 0,1 Ha, Pengambilan data lapangan subkriteria ini dilakukan dengan pengukuran luas area penambangan dengan menggunakan meteran ukur di daerah penelitian. Luas area penambangan mengontrol tingkat alih fungsi lahan, hal ini dikarenakan kegiatan penambangan di daerah penelitian dilakukan dengan pembukaan lahan pada bukit yang memiliki potensi tambang Kaolin. Perubahan morfologi awal dari bukit menjadi tambang terbuka menyebabkan kerusakan lahan di daerah perelitian Semakin luas area penambangan maka tingkat alih fungsi lahan semakin tinggi, sebaliknya semakin kecil area penambangan maka semakin rendah pula tingkat alih fungsi Jahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa area penambangan yang luas akan memiliki tingkat Kerusakan lahan yang tinggi dibandingkan dengan area penambangan yang sedang atau Kecil akan memiliki tingkat kerusakan lahan yang sedang atau rendah. 10. Subkriteria kecepatan penambangan Subkriteria ini termasuk dalam kriteria teknis tambang yang memiliki persentase nilai_indikator kerusakan lahan sebesar 1,13% terhadap 13 subkriteria lainnya. Subkriteria ini memiliki 3 Kelas yaitu Kecepatan penambangan cepat (<5 tahun), kecepatan penambangan sedang (5-10 tahun), dan Kecepatan penambangan lambat (>10 tahun). Pengambilan data lapangan subkriteria ini dilakukan wawancara dengan pekerja tambang dan pemilik lahan tambang. Kecepatan penambangan mengontrol tingkat perubahan morfologi, hal ini dikarenakan penambangan dengan durasi yang cepat akan mengubah morfologi tambang secara drastis. Perubahan morfologi awal dari bukit menjadi tambang terbuka menyebabkan Kerusakan lahan di daerah penelitian, Semakin cepat durasi penambangan maka tingkat perubahan morfologi semakin tinggi, sebaliknya semakin Iambat durasi penambangan semakin rendah pula tingkat perubahan morfologi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa durasi penambangan yang cepat akan memiliki tingkat kerusakan 466 eran imu Kebumian Dalam Pengembargan Geowsata, Geolonsenasi& Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 DOO8UNO. TEKNIK GEOLOGI, FACULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta Tahan yang tinggi dibandingkan dengan durasi penambangan yang sedang atau lambat akan ‘memiliki tingkat kerusakan lahan yang sedang atau rendah. 11, Subkriteria sifat batuan Subkriteria ini termasuk dalam kriteria tebing galian yang memiliki persentase nilai indikator kerusakan lahan sebesar 3,10% terhadap 13 subkriteria lainnya. Subkriteria ini memiliki 3. Kelas yaitu sifat batuan lepas/loose, sifat batuan agak kompak/moderate, dan sifat batuan Kompak, Hal ini berpengaruh pada perencanaan desain tambang dan sudut lereng serta mempengaruhi kekuatan tebing galian dan tingkat erosi batuan, Pengambilan data lapangan subkriteria sifat batuan dilakukan dengan pengamatan sifat batuan. Sifat batuan loose memiliki karakteristik apabila dipegang fragmen/butiran batuan mudah terurai, sifat batuan agak kompak/moderate memiliki karakteristik apabila ditekan dengan tangan sukar terurai, dan sifat batuan Kompak memiliki Karakteristik apabila dipukul dengan palu fragmen/butiran batuan sukar terurai. Pada sifat batuan lepas (loose) akan mempengaruhi tingkat erosi batuan yang semakin tinggi, sedangkan pada sifat batuan kompak akan mempengaruhi tingkat erosi batuan yang semakin rendah. Tingkat erosi yang tinggi dapat memicu potensi bencana tanah longsor hal ini disebabkan oleh penurunan kekuatan dinding tebing tambang. Sehingga dapat disimpulkan bahwva sifat batuan lepasfloose akan memiliki tingkat kerusakan lahan yang tinggi dibandingkan dengan sifat batuan yang agak kompak/moderate - kompak akan ‘memiliki tingkat kerusakan lahan yang sedang atau rendah. 12. Subkriteria relief dasar galian Subkriteria ini termasuk dalam kriteria tebing galian yang memiliki persentase nilai indikator kerusakan lahan sebesar 1,46% tethadap 13 subkriteria lainnya. Subkriteria ini memiliki 3 Kelas yaitu relief dasar galian lebih rendah > 1 m dari topografi terendah sekitarnya, lebih rendah 0 - 1 m dari topografi terendah sekitarnya dan sama atatt lebih tinggi dengan topografi terendah sekitarnya. Subkriteria relief dasar galian dilakukan pengambilan data lapangan dengan mengukur jarak vertikal dari permukaan lahan hingga ke dasar lubang galian, Permukaan disini adalah topografi terendah sekitar penambangan atau garis lurus yang menghubungkan tepi galian sebelum ada galian, sedang dasar galian adalah lubang galian yang terdalam. Relief dasar galian mengontrol tingkat pencemaran air tanah, dimana tingkat pencemaran air tanah di kontrol oleh dua faktor utama yaitu kedalaman muka air tanah dan aktivitas manusia, Kedua faktor tersebut saling berkaitan dimana semakin dangkal muka air tanah dan semakin dalam relief dasar galian maka kemungkinan tingkat pencemaran air tanah semakin besar. Sehingga dapat disimpulkan bahvra semakin dalam relief dasar galian maka tingkat kerusakan lahan semakin tinggi, sedangkan semakin dangkal relief dasar galian atau sama dengan topografi sekitar maka tingkat kerusakan lahan semakin rendah. 13, Subkriteria kemiringan tebing galian Subkriteria ini termasuk dalam kriteria tebing galian yang memiliki persentase nilai indikator kerusakan lahan sebesar 0,67% tethadap 13 subkriteria lainnya. Subkriteria ini memiliki 3. Kelas yaitu kemiringan tebing galian curam (500), miring (°33,30 - 500), dan Iandai (<33,30). Subkriteria kemiringan tebing galian dilakukan pengambilan data lapangan dengan mengukur kemiringan tebing galian pada lokasi penambangan. Kemiringan tebing 467 eran imu Kebumian Dalam Pengembargan Geowsata, Geolonsenasi& Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 DOO8UNO. TEKNIK GEOLOGI, FACULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta galian berkaitan erat dengan tingkat potensi bencana yang dapat terjadi pada stasiun pengamatan dan sekitarnya. Potensi bencana yang dimaksud yaitu tanah longsor, dimana paling mungkin terjadi di daerah penelitian, Tanah longsor memiliki beberapa faktor Pengontrol seperti litologi dinding tebing tambang, kemiringan tebing tambang, struktur geologi (sesar dan kekar), dan ketinggian dinding tebing serta faktor pemicu seperti gempa, ‘hujan, aktivitas penambangan, dll. Pada kemiringan tebing galian yang landai akan memiliki potensi bencana longsor yang semakin rendah dimana dapat digunakan sebagai acuan dalam desain tebing galian yang aman. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin curam Kemiringan tebing galian maka semakin tinggi pula tingkat kerusakan lahan. Sebaliknya, semakin miring -landai kemiringan tebing galian maka semakin rendah. 14, Subkriteria tinggi dinding galian Subkriteria ini termasuk dalam kriteria tebing galian yang memiliki persentase nilai indikator kerusakan lahan sebesar 0,34% tethadap 13 subkriteria lainnya. Subkriteria ini memiliki 3. Kelas yaitu tinggi dinding galian tinggi (> 6 meter), sedang (3 - 6 meter), dan rendah (< 3 meter), Subkriteria tinggi dinding galian dilakukan pengambilan data lapangan dengan mengukur tinggi tebing galian pada lokasi penambangan. Tinggi tebing galian berkaitan erat dengan tingkat potensi bencana yang dapat terjadi pada stasiun pengamatan dan sekitamya. Potensi bencana yang dimaksud yaitu tanah longsor, dimana paling mungkin terjadi di daerah penelitian. Tanah longsor memiliki beberapa faktor pengontrol seperti litologi dinding tebing tambang, kemiringan tebing tambang, struktur geologi (sesar dan kekar), dan ketinggian dinding tebing serta faktor pemicu seperti gempa, hujan, aktivitas penambangan, dil. Pada dinding tebing galian yang rendah akan memiliki potensi bencana longsor yang semakin rendah dimana dapat digunakan sebagai acuan dalam desain tebing galian yang aman. Sehingga dapat disimpulkan bahvra semakin tinggi dinding tebing galian maka semakin tinggi pula tingkat kerusakan lahan. Sebaliknya, semakin sedang — rendah ketinggian dinding tebing galian maka semakin rendah pula tingkat Kerusakan Iahannya, Berdasarkan hasil perhitungan nilai tingkat kerusakan lahan yang diperoleh dari pengukuran dan pengamatan lapangan di daerah penelitian menunjukkan bahwa tingkat Kerusakan lahan rendah tidak dijumpai di daerah perelitian karena memiliki rentang lebih dari 1,00 - 1,66, Tingkat kerusakan lahan sedang dijumpai pada 9 lokasi penambangan dimana memiliki rentang nilai 1,67 - 2,33. Tingkat kerusakan lahan tinggi dijumpai pada 7 lokasi penambangan dimana memiliki rentang nilai 234 - 3,00. Hal ini menunjukkan bahwa pada daerah penelitian memiliki tingkat kerusakan lahan akibat penambangan kaolin sedang - tinggi (lihat Gambar 4) V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan nilai tingkat kerusakan lahan yang diperoleh, daerah penelitian menunjukkan bahwa tingkat kerusakan lahan rendah tidak dijumpai di daerah perelitian Karena memiliki rentang lebih dari 1,00 - 1,66. Tingkat kerusakan lahan sedang dijumpai pada 9 lokasi tambang dimana memiliki rentang nilai 167 - 2,33. Tingkat Kerusakan lahan tinggi dijumpai pada 7 lokasi tambang dimana memiliki rentang nilai 2,34 — 3,00. Hal ini disimpulkan bahwa pada daerah penelitian memiliki tingkat kerusakan lahan akibat penambangan kaolin sedang - tinggi ‘Tingkat kerusakan lahan yang cukup tinggi pada daerah perelitian menunjukkan bahwa kegiatan penambangan tidak mengikuti Standard Operational Procedure (SOP) yang 468 1 Kebumian Dalam Pergemargan Geoweata, Geolonserasi&. Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 DOO8UNO. TEKNIK GEOLOGI, FACULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta telah ditetapkan. Kegiatan penambangan di daerah perelitian dilakukan tanpa menyusun perencanaan yang baik dari segi persiapan penambangan, pelaksanaan penambangan hingga akhir pengelolaan lahan pascapenambangan. Diperlukan perencanaan desain tambang yang memperhatikan beberapa parameter seperti : jenis Komoditas, sifat batuan, jarak terhadap pemukiman, luas area tambang, relief dasar galian, kemiringan tebing galian, dan tinggi dinding galian, VI. SARAN Pelaku penambangan disarankan melakukan penambangan dengan pengelolaan top soil secara maksimal, memperhatikan kedalaman galian maksimum 4 meter, kemiringan lubang galian <33,33%, dan melakukan reklamasi beriringan dengan penambangan, Perelitian selanjutnya disarankan untuk menambahkan parameter geologi teknik dan analisisnya untuk mengetahui sifat keteknikan material pada lereng dan batuan sehingga berkaitan dengan daya dukung lahan. DAFTAR PUSTAKA Dewa, Y. I, 2016, Analisis Kestabilan Lereng pada Penambangan Rakyat Batu Kaolin di Desa Karangsari, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Other thesis, UPN "Veteran" Yogyakarta. Dey, P. K,, Ramcharan, E. K., 2007, Analytic hierarchy process helps select site for limestone quarry expansion in Barbados, Journal of Environmental Management, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, 2003, Himpunan Peraturan Perundangan- Undangan Dibidang Pertambangan Umum, Departemen Pertambangan dan Energi Republik Indonesia, Jakarta Kementerian Lingkungan Hidup, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor KEP- 43/MENLH/10/1996, tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas Di dataran, Jakarta. Pemerintah Daerah Provinsi DIY, Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 63 Tahun 2003 tentang Kriteria baku Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C di Wilayah. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) UGM dan BAPPEDA, 2000, Kajian Kerusakan lahan akibat penambangan golongan C di Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta Sekretariat Negara RI, 1967, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pertambangan, Jakarta. Sekretariat Negara RI, 1997, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta. Sekretariat Negara RI, 2009, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan 469 1 Kebumian Dalam Pergemargan Geoweata, Geolonserasi&. Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 DOO8UNO. TEKNIK GEOLOGI, FACULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta Mineral dan Batubara, Jakarta Sekretariat Negara RI, 2010, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Jakarta. Surono, B, T. dan Sudaro, 1992, Peta Geologi Regional Lembar Surakarta - Giritontro skala 1:100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Departemen Pertambangan. dan Energi, Bandung, 470 eran imu Kebumian Dalam Pengembargan Geowsata, Geolonsenasi& Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 DOO8BUNO: TEKNIK GEOLOGI,FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSTAS GADIAH MADA, 5:6 Soptomber 2019, Hotel Aone Yogyokora Kriteria ‘Subkriteria Kelas Skor | Bobot Sudah terjadt 3 Mungkin terjadi (Kejad Kejadian tanah hang'n terjacts (ejecta i tanah longsor telah terjaci | 2 | 0.56 longsor 8 dalam skala kecil) Belum terjadi 1 Rapat/very blocky (GS1:28- |, 65) Struktur geologi | Cukup/blocky (GSI: 35-75) [ 2 | 0.27 Renggang/intact rock massive Geologi ggang/ 1 (GSI: 60 - 85) Kedalamanmatdangkal | (ma.t 240 - 260 mdpl) Kedalaman ma.tsedang Hidrogeologi 2 | oan (ma.t 210 - 240 mdpl) Kedalamanmatdalam [| (ma.t 180-210 mdpl) Sirtu 3 Jenis komoditas 0.06 Batuan 2 Belum diterapkan (> 6bulan [5 pasca penambangan) Malai diterapkan (<6bulan | Upaya reklamasi pasca penambangan) 0.63 Lingkungan Sudah diterapkan (dilakukan bersamaan 1 dengan penambangan) < 25% luas area Tutupan vegetasi 3 | 0.26 penambangan a7 eran timu Kebumian dalam Pengembagan Geowe ceoloreenasi® Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 Doo8UNO. TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSTAS GADIAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyokaria 25% - 75% luas area > penambangan > 75% luas area 1 penambangan < 100m 3 Jarak pemukiman 100- 1000m 2 | 012 > 1000m 1 Besar (tebal tanah pucuk < | 50 cmdan sifat batuan Loose) Sedang (tebal tanah pucuk 50- 60cmdansifat batuan | 2 Erosi 0.63 kompak-lepas) Keail (tebal tanah pucuk > 60 cm dan sifat batuan 1 Teknis kompak) Tambang, >05ha 3 Luas Area 0,1-05ha 2 | 0.26 Tambang 10 tahun) 1 Lepas (bila dipegang, fragmen/butiran mudah 3 terurai) ‘Agak kompak/moderate(bila Tebing ditekan dengan tangan 2 Sifat Batuan 0.559 Galian sukar terurai) Kompak (bila dipukul dengan palu, 1 fragmen/butiran sukar terurai) 472 eran timu Kebumian dalam Pengembagan Geowe ceoloreenasi® Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 DooBUNO TEKNIK GEOLOGI,FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSTAS GADIAH MADA, 5:6 Soptomber 2019, Hotel Aone Yogyokora Lebih rendah > Im dart topografi terendah sekitamya Lebih rendah 0- Im dari Relief Dasar topografi terendah 0.263 Galian sekitamya Sama atau lebih tinggi dengan topografi terendah sekitamya Caram (> 50°) Kemiringan — Wiring © 33,3°- 50+) 0.122 Tebing Galian Landai (<33,3) Tinggi > 6m) Tinggi Dind inggt DINGING Sedang (3- 6m) 0.056 Galian rendah (<3m) a7 eran timu Kebumian dalam Pengembagan Geowe ceoloreenasi® Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 DOO8UNO. TEKNIK GEOLOGI, FACULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta ‘Tabel 2 . Nilai Tingkat erusakan lahan penambangan lai tingkat kerusakan lahan akibat Keterangan penambangan 1,00 - 1,66 Tingkat kerusakan lahan rendah 1,67 - 2,33 Tingkat kerusakan lahan sedang 2,34- 3,00 ‘Tingkat kerusakan lahan tinggi ‘abel 3, Tabel Perkutungan Tingkat Kerusakan Lahan Pada Kawasan Penambangan Kaolin efter pipieaa meneame ates mae aga] |e Tas vew (FE |G |e] E il; a PPiy eld a |i level Pia pfa|i]é pid P) ET ele Bid Tabel 4, Skor kerusakan lahan tap sublaiteria Skor Kriteria 1 Memiliki kecenderungan membentuk lahan yang lebih baik 2 Memiliki kecenderungan membentuk lahan menjadi kurang baik |__| Memilild kecenderungan membentuk ~ | jahan menjadi sangat buruk a7 eran imu Kebumian Dalam Pengembargan Geowsata, Geolonsenasi& Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 DOOBUNO| TEKNIK GEOLOGI, FACULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyokara Legenca EP wear Bea panto P—prereenny Gambar 1, Peta Geologi Daerah Penelitian 1'10.000 eran imu Kebumian a lam Pengembangan Geoviéata, Geolonseriasi&.Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 DOOBUNO| TEKNIK GEOLOGI, FACULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyokara Gambar2.Kenampakan satuan breksi pumis berupa perselingan breksi pumis — batupasir tufan pada lokasi pengamatan 89, 476 eran imu Kebumian Dalam Pengembargan Geowsata, Geolonsenasi& Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 DOOBUNO| TEKNIK GEOLOGI, FACULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyokara Gambar 3. (a) Singkapan ltolog: tuf feldspar pada lokasi penambangan 14; (b) Singkapan terkekarkan, secara intensif berupa kekar tiang yang membentuk bidang belah tertentu; (c) Unsur Mangan yang. menunjukkan struktur dendsitk penei jenis pirolusit yang dijumpai pada tambang kaolin yang merupakan hasil alteraat Itologi tuf feldspar. a7 eran imu Kebumian Dalam Pengembargan Geowsata, Geolonsenasi& Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 TEKNIK GEOLOGI, FACULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta DOO8UNO. Gambar 4. Peta Tingkat Kerusakan Lahan Penambangan Kaolin 1 Hebumian Dalam Pergemargan Geowi ceoloreenasi® Geoheritage Serta Memperingat 35 Tahun Yampus Lapangan Geologi UGM "Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Baya, visten 478

You might also like