You are on page 1of 11

MAYA INDEX DAN KEPADATAN LARVA AEDES AEGYPTI ANTARA DUSUN

TEGALREJO DAN DUSUN KRAJAN KIDUL NANGGUNGAN PACITAN

MAYA INDEX AND THE DENSITY OF AEDES AEGYPTI LARVAE BETWEEN


TEGALREJO VILLAGE AND KRAJAN KIDUL NANGGUNGAN VILLAGE PACITAN

Yelly Atiefsa Narmala1, R. Azizah1


1
Departemen Kesehatan Lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat ,Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia
Alamat Korespondensi: Yelly Atiefsa Narmala
Email:yellynarmala92@gmail.com

ABSTRACT
Dengue fever remains a public health problem. Environmental factors influence the mosquito Aedes aegypti’s
growth, especially if there are many containers in the neighborhood. The community of Nanggungan Village have
a habit of storing water in containers, therefore, they risk to become breeding sites for mosquitoes. This study aims
to identify the Maya Index status of Aedes aegypti between Tegalrejo and Krajan Kidul Village. The research was
observational with a cross-sectional design. Total samples were 200 homes, which 100 homes from Tegalrejo and
100 homes from Krajan Kidul Village, taken by simple random sampling. The measurement of variables employed
observation sheet and analyzed in a descriptive approach. The number of containers observed in the Tegalrejo
Village was 394 units, and Karajan Kidul Village was 391 units. Maya Index statuses in Tegalrejo (92%) and
Krajan Kidul Village (88%) were low. Maya Index status in Krajan Kidul (13%) was higher than Tegalrejo Village
(8%). House Index (HI) in the Tegalrejo (18.0%) was lower than Krajan Kidul Village (25.0%), Container Index
in Tegalrejo (5.30%) was lower than in Krajan Kidul Village (8.95%), Breteau Index in Tegalrejo (21.0%) was
lower than in Krajan Kidul Village (35.0%), Density Figure in Tegalrejo and Krajan Kidul Village indicated a
scale of 3 and 4. Based on the MI’s status, Tegalrejo and Krajan Kidul Village were included as a low-risk
category of mosquito breeding sites. Based on the density number of larvae, two villages have a moderate risk of
Dengue Fever transmission. The community should implement the Mosquitoes Breeding Sites Eradication
Program (PSN 3M Plus) and minimize the presence of the containers.

Keywords: Maya index, larvae density, container

ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Faktor lingkungan berpengaruh terhadap
perkembangan nyamuk Aedes aegypti, terutama bila di lingkungan terdapat banyak kontainer. Masyarakat Desa
Nanggungan memiliki kebiasaan menyimpan air di dalam kontainer, sehingga berisiko menjadi tempat
perkembang biakannyamuk. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi gambaran Maya Index Aedes aegypti antara
Dusun Tegalrejo dengan Dusun Krajan Kidul. Jenis penelitian observasional, rancang bangun cross sectional.
Jumlah sampel 200 rumah, 100 rumah dari Dusun Tegalrejo dan 100 rumah dari Dusun Krajan Kidul. Pengambilan
sampel menggunakan metode Purposive Sampling. Pengukuran variabel menggunakan lembar observasi dan
dianalisa secara deskriptif. Jumlah kontainer teramati sebesar 394 buah di Dusun Tegalrejo dan 391 buah di Dusun
Krajan Kidul. Status Maya Index di Dusun Tegalrejo (92%) dan Dusun Krajan Kidul (88%) adalah rendah. Status
Maya Indexs sedang di Dusun Krajan Kidul (13%) lebih tinggi dibandingkan Dusun Tegalrejo (8%). House Index
(HI) di Dusun Tegalrejo (18,0%) lebih rendah dibandingkan Dusun Krajan Kidul (25,0%), Container Index di
Dusun Tegalrejo (5,30%) lebih rendah dibandingkan Dusun Krajan Kidul (8,95%), Breteau Index di Dusun
Tegalrejo (21,0%) lebih rendah dibandingkan Dusun Krajan Kidul (35,0%), Density Figure di Dusun Tegalrejo
dan Dusun Krajan Kidul memiliki skala 3 dan 4. Berdasarkan status MI Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul
masuk dalam kategori berisiko rendah sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Berdasarkan angka kepadatan
jentik kedua dusun memiliki risiko penularan sedang terhadap DBD. Masyarakat sebaiknya melaksanakan PSN
3M Plus dan meminimalisir keberadaan kontainer.

Kata Kunci: maya index, kepadatan jentik, kontainer


disebabkan oleh virus dengue dan
PENDAHULUAN penularannya ke manusia melalui perantara
nyamuk Aedes aegypti. DBD di Indonesia
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan
merupakan merupakan penyakit yang masyarakat, bahkan sejak tahun 1968 hingga

©2019 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl14il.2019.199-209 Received 30 January 2017, received in revised
form 7 February 2017, Accepted 17 February 2017, Published online: December 2019
200 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:199-209

saat ini, dimana penyakit ini dapat lokasinya di dalam dan dekat rumah
menimbulkan berbagai dampak diantaranya (Soegijanto,2006).
dampak sosial dan dampak ekonomi. Keberadaan kontainer berperan
Dampak sosial yang ditimbulkan antara lain penting dalam peningkatan kepadatan vektor
menimbulkan kepanikan dalam keluarga, Aedes aegypti, karena semakin banyak
kehilangan anggota keluarga dan jumlah kontainer yang ada di suatu wilayah
berkurangnya usia harapan hidup maka semakin banyak pula tempat yang
masyarakat. Sedangkan dampak ekonomi digunakan sebagai breeding place nyamuk
yang timbul adalah biaya pengobatan yang Aedes aegypti. Hal tersebut dapat
harus dikeluarkan, kehilangan waktu kerja memudahkan vektor Aedes aegypti untuk
dan lain seperti transportasi serta perawatan. berkembang biak, sehingga populasi
Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada nyamuk tersebut akan terus meningkat
tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta. (Dinata dan Dhewantara, 2012).
Semakin lama jumlah kasus cenderung Kebiasaan masyarakat di Indonesia
meningkat dan daerah penyebarannya dalam menggunakan kontainer untuk
semakin luas, yaitu pada tahun 2013 menyimpan air juga perlu diperhatikan.
penyakit DBD telah tersebar di 33 provinsi Penggunaan kontainer oleh masyarakat baik
di Indonesia dan 436 kabupaten/kota (88%) itu kontainer permanen maupun yang tidak
(Dirjen PP&PL, 2012 dan Dirjen PP&PL, permanen di daerah iklim tropis seperti di
2014). Indonesia merupakan salah satu faktor risiko
Salah satu daerah penyebaran penyakit yang dapat mempengaruhi perkembangan
DBD adalah Kabupaten Pacitan. vektor Aedes aegypti. Menurut Sukana
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (1993), di Indonesia diperkirakan setiap
Pacitan, pada tahun 2014 terdapat 266 kasus rumah memiliki kontainer sebagai tempat
dan pada tahun 2015 terjadi peningkatan penampungan air antara 5-6 buah. Perilaku
jumlah kasus menjadi 917 kasus. Kasus masyarakat dalam menyimpan air sangat
DBD semakin meningkat hingga bulan dipengaruhi oleh budaya setempat dan
September 2016, data menunjukkan angka kebutuhan masyarakat akan air bersih.
1149 kasus di Pacitan, dimana wilayah kerja Sehingga hal itu dapat meningkatkan
Puskesmas Tanjungsari Kecamatan Pacitan Controllable container yang dapat
merupakan wilayah yang paling tinggi digunakan sebagai breeding place nyamuk
kejadian DBD, yaitu pada tahun 2014 Aedes aegypti.
terdapat sejumlah 172 kasus dan meningkat Pengendalian DBD hingga saat ini
menjadi 390 kasus pada tahun 2015. lebih banyak ditekankan pada upaya
Selanjutnya data kasus DBD pada tahun memutus rantai penularan yaitu pada fase
2016 (hingga September) mengalami larva/jentik, karena gambaran jumlah
penurunan menjadi 325 kasus. larva/jentik dapat menunjukkan jumlah
Demam Berdarah Dengue (DBD) populasi vektor Aedes aegypti. Indikator
merupakan penyakit yang berbasis yang digunakan untuk mengukur risiko
lingkungan, faktor lingkungan sangat penularan penyakit DBD adalah kepadatan
berpengaruh terhadap perkembangan jentik yaitu dengan mempertimbangkan
nyamuk Aedes aegypti, terutama bila di angka HI, CI dan BI di suatu wilayah. Selain
lingkungan tersebut terdapat banyak itu diperlukan juga data lingkungan yang
kontainer yang menjadi breeding place bagi terkait dengan bionomik nyamuk Aedes
nyamuk Aedes aegypti seperti bak aegypti, yaitu Maya Index. Bionomik adalah
mandi/WC, gentong, kaleng bekas, dan lain- hubungan aktivitas dan perilaku nyamuk
lain. Kontainer yang berisi air jernih dan dalam kesehariannya di lingkungan
terlindung dari sinar matahari langsung (Sigarlaki.,dkk, 2016).
merupakan tempat per-kembangbiakan Maya index adalah indikator yang
nyamuk Aedes aegypti terutama bila digunakan untuk mengidentifikasi suatu
Yelly Atiefsa Narmala Dan R. Azizah, Maya Index Dan Kepadatan... 201

daerah berisiko tinggi sebagai tempat


METODE PENELITIAN
perkembangbiakan vektor Aedes aegypti
berdasarkan status kebersihan lingkungan
Penelitian ini merupakan penelitian
HRI (Hygiene Risk Indicator) dan
observasional , karena pada obyek yang
keberadaan tempat yang berpotensi sebagai
diteliti hanya dilakukan pengamatan dan
tempat perkembangbiakan nyamuk BRI
wawancara, tanpa diberi perlakuan atau
(Breeding Risk Indicator) (Danies-Lozano,
intervensi. Rancang bangun penelitian ini
2002 dalam Dinata dan Dhewantara, 2015).
adalah cross sectional, kemudian hasilnya
Penelitian Purnama dan Baskoro (2012) di
dianalisis secara deskriptif.Populasi dalam
Kecamatan Denpasar menunjukkan bahwa
penelitian ini adalah seluruh rumah di dusun
maya index pada kasus lebih tinggi
yang ada jumantik (Dusun Tegalrejo)dan
dibandingkan dengan kontrol, serta ada
seluruh rumah di dusun yang tidak ada
hubungan antara maya index dengan
jumantik (Dusun Krajan Kidul). Besar
kejadian DBD.
sampel adalah 100 rumah di Dusun
Desa Nanggungan Pacitan sebagian
Tegalrejo dan 100 rumah di Dusun Krajan
masyarakat memiliki kebiasaan menyimpan
Kidul Pacitan. Teknik pengambilan sampel
air di dalam kontainer seperti gentong,
yang digunakan adalah Purposive sampling.
ember, drum, dan sejenisnya untuk
Pengambilan data dilakukan dengan cara
mengendapkan air bersih yang berasal dari
mengamati jenis kontainer, jumlah
sumur dan mengendapkan air yang telah
kontainer, dan keberadaan jentik di dalam
dimasak untuk dikonsumsi. Selain itu masih
kontainer. Pengamatan jentik dilakukan
ditemukan pula keberadaan kaleng bekas,
dengan metode visual yaitu dengan melihat
botol bekas di lingkungan sekitar, serta
ada atau tidaknya jentik di setiap tempat
terdapat ember bekas yang digunakan
genangan air tanpa mengambil jentiknya.
sebagai tempat untuk menampung air hujan.
Alat yang digunakan untuk observasi adalah
Hal tersebut apabila tidak diperhatikan dapat
menggunakan senter dan lembar observasi.
berpengaruh terhadap controllable
Setelah pengamatan dilakukan selanjutnya
container dan disposible container,
hasilnya di catat pada lembar observasi.
sehingga dapat menjadi faktor risiko sebagai
Kemudian dikategorikan menjadi
tempat perkembangbiakan vektor Aedes
Controllable containers (CC) dan
aegypti. Oleh karena itu perlu dilihat
Disposable containers (DC). Controllable
indikator maya index dan kepadatan jentik di
containers adalah tempat yang terkontrol
wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan
atau dapat dikendalikan oleh manusia agar
untuk mengidentifikasi maya index dan
vektor tidak dapat berkembang biak seperti
angka kepadatan jentik Aedes aegypti di
bak mandi, tempat minum burung,
Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul
ember,drum, dan sejenisnya.Penelitian ini
Pacitan.
telah memperoleh keterangan lolos kaji etik
dari Komisi Etik FKM No : 105-KEPK.

Tabel 1. Matriks 3x3 Komponen BRI dan HRI pada Maya Index
BRI
1 2 3
(Rendah) (Sedang) (Tinggi)
1
(Rendah) BRI1/HRI1 BRI2/HRI1 BRI3/HRI1
HRI

2
BRI1/HRI2 BRI3/HRI2 BRI3/HRI2
(Sedang)
3
(Tinggi) BRI1/HRI3 BRI3/HRI3 BRI3/HRI3
202 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:199-209

Sumber : Miller,J., dkk (1992) dalam Dhewantara dan Dinata (2015)


Tabel 2. Indeks Kepadatan Jentik
Tingkat Kepadatan House Index Container Index (CI) Breteu Index (BI)
(DF) (HI)
1 1-3 1-2 1-4
2 4-7 3-5 5-9
3 8-17 6-9 10-19
4 18-28 10-14 20-34
5 29-37 15-20 35-49
6 38-49 21-27 50-74
7 50-59 28-31 75-99

8 60-76 32-40 100-199


9 77+ 41+ 200+

Sumber : Queensland Goverment (2011) dalam Ariva dan Oginawati (2013)

Disposable containers (DC) adalah HRI dan BRI tersebut dikategorikan menjadi
tempat/wadah yang sudah tidak terpakai dan kategori rendah, sedang, dan tinggi
keberadaannya berpotensi menampung air berdasarkan distribusi tertiles dengan rumus
hujan sehingga dapat digunakan sebagai Rendah : x < (µ – 1,0 SD )
breeding place nyamuk Aedes aegypti Sedang : (µ – 1,0 SD ) ≤ x > (µ + 1,0 SD)
seperti kaleng bekas, ban bekas, ember Tinggi : x > (µ + 1,0 SD )
bekas, dan sejenisnya (Dinata dan Nilai BRI dan HRI tiap rumah
Dhewantara, 2015). Data yang diperoleh selanjutnya disusun dalam matrik 3x3 untuk
kemudian dianalisis secara deskriptif yaitu menentukan kategori Maya Index.
menggambarkan Maya Index dan angka Selanjutnya indikator yang digunakan untuk
kepadatan jentik di Dusun Tegalrejo dan mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti
Dusun Krajan Kidul. Perhitungan Maya adalah House Index (HI), Container Index
Index dilakukan untuk mengetahui apakah di (CI), dan Breteau Index (BI) dengan rumus
suatu wilayah berisiko tinggi sebagai tempat sebagai berikut :
perkembangbiakan larva (larval breeding
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
risk) berdasarkan kebersihan dan ada/ HI = 𝑥 100
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ𝑦𝑎𝑛𝑔𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
tidaknya tempat yang dapat menjadi
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
perkembangbiakan nyamuk. Indikator yang CI = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟𝑦𝑎𝑛𝑔𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎 𝑥 100
digunakan untuk menentukan Maya Index
adalah Breading Risk Indicator (BRI) yaitu BI =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
𝑥 100%
100 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ𝑦𝑎𝑛𝑔𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
indikator risiko tempat perkembangbiakan
nyamuk, yang diperoleh dengan cara
Kepadatan jentik (Density Figure)
membagi jumlah Controllable container
dihitung dengan cara menggabungkan hasil
(CC) tiap rumah dengan rata-rata CC positif
HI, CI, BI sehingga diperoleh kategori
larva, dan Hygiene Risk Indicator (HRI)
tingkat kepadatan jentik seperti pada Tabel
yaitu risiko kebersihan lingkungan, yang
2:
diperoleh dengan cara membagi Disposable
DF dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu:
container (DC) tiap rumah dengan rata-rata
DC yang positif larva. Selanjutnya indikator 1. Kepadatan rendah jika DF = 1
2. Kepadatan sedang jika DF = 2 – 5
Yelly Atiefsa Narmala Dan R. Azizah, Maya Index Dan Kepadatan... 203

3. Kepadatan tinggi jika DF = 6 – 9 Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul


HASIL hampir sama yakni menunjukkan angka 98%
dan 97% termasuk dalam kategori rendah.
Tabel 3 menunjukkan jumlah Meskipun sebagian besar rumah di kedua
kontainer yang ditemukan pada rumah dusun termasuk dalam kategori HRI rendah,
responden sebanyak 394 kontainer di Dusun namun perlu juga diperhatikan karena
Tegalrejo dan 391 kontainer di Dusun terdapat 2 rumah responden (2,0%) di Dusun
Krajan Kidul. Kontainer tersebut dibedakan Tegalrejo dan 3 rumah responden (3,0%) di
menjadi controllable sites dan disposable Dusun Krajan Kidul masuk dalam kategori
sites (DS). Berdasarkan hasil survey, tinggi. HRI berkaitan dengan keberadaan
menunjukkan bahwa proporsi controllable kontainer yang tidak terpakai/disposabe
sites(CS)lebih banyak ditemukan sites (DS) dan menggambarakan risiko
dibandingkan proporsi disposable sites kebersihan lingkungan di rumah responden.
(DS). Jumlah controllable sites di Dusun Hasil tersebut menggambarkan bahwa masih
Krajan Kidul yang ditemukan sebanyak 339 terdapat 2,0% dan 3,0% rumah responden di
buah (86,7%) sedangkan di Dusun Tegalrejo kedua dusun dengan kebersihan lingkungan
sebesar 336 buah (85,2%). Jenis kontainer yang masih rendah, sehingga dapat
controllable sites yang paling banyak mempengaruhi status maya index di dusun
ditemukan adalah bak mandi, dengan jumlah tersebut.
95 buah (25,3%) di Dusun Tegalrejo dan 92 Tabel 5 menunjukkan kategori maya
buah (27,1%) di Dusun Krajan Kidul. index di Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan
Selanjutnya jumlah disposable sites (DS) Kidul yang dibagi menjadi 3 kategori yakni
yang ditemukan di kedua dusun hampir rendah, sedang, tinggi. Berdasarkan hasil
sama yakni sebanyak 58 buah (14,7%) di survey pada100 rumah di Dusun Tegalrejo
Dusun Tegalrejo dan 52 buah (13,3%) di dan 100 rumah di Dusun Krajan Kidul
Dusun Krajan Kidul. Kaleng bekas menunjukkan bahwa terdapat 92 rumah
merupakan kontainer disposable sites yang (92%) di dusun Tegalrejo dan 88 rumah
lebih banyak ditemukan yakni sebanyak 25 (88%) di Dusun Krajan Kidul termasuk
buah (43,1%) di Dusun Tegalrejo dan 24 dalam status Maya Index(MI) rendah karena
buah (46,1%) di Dusun Krajan Kidul. memenuhi syarat BRI1/HRI1, BRI1/HRI2,
Keberadaan jentik pada controllable sites dan BRI2/HRI1.
lebih banyak ditemukan di bak mandi yakni Terdapat 8 rumah (8%) di Dusun
sebesar 7 buah (7,5%) dan 12 buah (13,0%). Tegalrejo dan 13 rumah (13,0%) di Dusun
Sedangkan pada kontainer disposable sites Krajan Kidul masuk dalam status Maya
(DS), keberadaan jentik paling banyak index (MI) sedang karena memenuhi kriteria
ditemukan pada kaleng bekas sebesar 16% BRI3/HRI1 dan BRI1/HRI3. Hasil tersebut
di Dusun Tegalrejo dan 12,5% di Dusun menggambarkan status maya index sedang
Krajan Kidul. di Dusun Krajan Kidul lebih tinggi
Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan dibandingkan Dusun Tegalrejo Berdasarkan
bahwa sebanyak 89% dan 78% rumah Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat angka
responden di Dusun Tegalrejo dan Dusun HI sebesar 18,0%, CI sebesar 5,3%, dan BI
Krajan Kidul masuk dalam kategori BRI sebesar 21,0%. Setelah diperoleh nilai dari
rendah. Proporsi BRI tinggi pada rumah tiap indeks, kepadatan jentik (Density
responden di Dusun Tegalrejo sebesar 6,0% Figure) diperoleh dari gabungan nilai HI,
sedangkan di Dusun Krajan Kidul sebesar CI, dan BI yang dinyatakan dalam skala 1 –
10,0%, hal ini menunjukkan bahwa BRI 9.
tinggi lebih banyak ditemukan pada rumah
responden di Dusun Krajan Kidul. HRI di
204 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:199-209

Tabel 3. Distribusi Jenis Kontainer dan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Dusun Tegalrejo
dan Dusun Krajan Kidul Pacitan 2016
Dusun Tegalrejo Dusun Krajan Kidul
Jenis Kontainer Jumlah Positif Jumlah Positif
% %
diperiksa Jentik diperiksa Jentik
Controllable Sites 336 16 4,8% 339 32 9,4%
a. Bak mandi 95 7 7,5% 92 12 13,0%
b. Bak WC 41 2 4,9% 36 3 8,3%
c. Drum 5 1 20% 6 1 16,7%
d. Tempayan 42 3 7,1% 56 5 8,9%
e. Ember 44 3 6,8% 67 8 11,9%
f. Tempat penadah air
18 0 0,0 14 0 0,0
dispenser
g. Tempat penadah air
55 0 0,0 35 0 0,0
kulkas
h. Pot tanaman hias 22 0 0,0 14 0 0,0
i. Tatakan pot 4 0 0,0 0 0 0,0
j. Tempat wudhu 2 0 0,0 6 3 50%
k. Tempat minum 0,0
8 0 13 0 0,0
burung

Disposable Sites 58 5 8,6% 52 3 5,8%


a. Kaleng bekas 25 4 16% 24 3 12,5%
b. Ban bekas 7 1 14,3% 2 0 0,0
c. Botol bekas 10 0 0,0 13 0 0,0
d. Pecahan piring 4 0 0,0 6 0 0,0
e. Pecahan mangkok 3 0 0,0 3 0 0,0
f. Pecahan gelas 3 0 0,0 2 0 0,0
g. Bekas akuarium 2 0 0,0 1 0 0,0
h. Bekas kolam ikan 0,0 0,0
4 0 1 0
dari semen
Jumlah 394 21 5,3% 391 35 8,9%

Berdasarkan hasil perhitungan 25,0% CI sebesar 8,9% dan BI sebesar


tersebut, maka diketahui Density Figure 35,0%. Berdasarkan perhitungan indeks HI,
(DF) di Dusun Tegalrejo masuk dalam skala CI, dan BI selanjutnya diperoleh Density
3 sehingga dapat dikatakan Dusun Tegalrejo Figure (DF) dengan skala 4 dapat dikatakan
termasuk dalamkategori kepadatan sedang. Dusun Krajan Kidul termasuk dalam
Dusun Krajan Kidul, berdasarkan kategori kepadatan sedang.
perhitungan diperoleh angka HI sebesar

Tabel 4. Distribusi Rumah Berdasarkan Berdasarkan BRI dan HRI di Dusun Tegalrejo dan
Dusun Krajan Kidul Nanggungan Pacitan 2016
Breeding Risk Index Hygiene Risk Index
Kategori Dusun Dusun Dusun Dusun Krajan
Tegalrejo Krajan Kidul Tegalrejo Kidul
Rendah 89 (89,0%) 78 (78,0%) 98 (98,0%) 97 (97,0%)
Sedang 5 (5,0%) 12 (12,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%)
Tinggi 6 (6,0%) 10 (10,0%) 2 (0,0%) 3 (3,0%)
Total 100 100 100 100
Yelly Atiefsa Narmala Dan R. Azizah, Maya Index Dan Kepadatan... 205

Tabel 5. Matriks 3x3 Kombinasi Breeding Risk Indicator dan Hygiene Risk Indicator di
Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Nanggungan Pacitan 2016
Dusun Tegalrejo Dusun Krajan Kidul
BRI BRI
1 2 3 1 2 3
(Rendah) (Sedang) (Tinggi) (Rendah) (Sedang) (Tinggi)
1 (Rendah) 10
87 (87,0%) 5 (5,0%) 6 (6,0%) 76 (76,0%) 12 (12,0%)
(10,0%)
HRI 2 (Sedang) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%)
3 (Tinggi) 2 (2,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 3 (3,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%)

Tabel 6. Angka Kepadatan Jentik antara Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul Pacitan
2016
Rumah Kontainer Indeks Kepadatan Jentik
Ada Ada Density
Dusun Jumlah Jumlah HI CI BI
jentik jentik Figure
diperiksa diperiksa (%) (%) (%)
(+) (+) (DF)
Dusun Tegalrejo 100 18 394 21 18,0 5,3 21,0 3
Dusun Krajan Kidul 100 25 391 35 25,0 8,9 35,0 4

Hasil penelitian ini sejalan dengan controlable sites dan keberadaan jentik lebih
penelitian yang dilakukan oleh Purnama dan banyak ditemukan pada controllable sites.
Baskoro (2012) di Bali yaitu diperoleh Penelitian ini sekaligus sejalan
angka kepadatan jentik sebesar 4 dan masuk dengan penelitian Astuti.,dkk (2016) di Kota
dalam kategori penularan sedang. Tangerang Selatan yaitu sebanyak 94,3%
adalah kontainer yang terkontrol masyrakat
PEMBAHASAN dan kontainer positif jentik yang banyak
ditemukan adalah pada controllable sites.
Hasil penelitian menggambarkan Banyaknya jumlah controllable sites dan
bahwa sebagian besar rumah responden di banyaknya jumlah CS positif jentik yang
Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul ditemukan di kedua dusun di-karenakan
menunjukkan status Maya Index (MI) masuk masyarakatnya masih memiliki kebiasaan
dalam kategori rendah. Namun hal itu tetap menyimpan air bersih baik itu air hujan
harus diperhatikan karena masih terdapat maupun air sumur di dalam ember, gentong,
beberapa rumah responden yang drum dan sejenisnya. Sebagian besar
menunjukkan status MI nya masuk dalam masyarakat menggunakan air sumur bor
kategori sedang. Keberadaan kontainer dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,
kebersihan lingkungan sangat berpengaruh dimana air yang keluar kondisinya sangat
terhadap keberadaan dan kepadatan nyamuk keruh sehingga masyarakat memiliki
Aedes aegypti di lingkungan tempat tinggal kebiasaan mengendapkan air terlebih dahulu
masyarakat (Astuti.,dkk 2016). Penelitian sebelum digunakan, sehingga dapat
ini menggambarkan bahwa sebagian besar mempengaruhi jumlah CS dan me-
kontainer yang ditemukan adalah mudahkan nyamuk Aedes aegypti untuk
controllable sites dan keberadaan jentik berkembang biak di kontainer tersebut.
lebih banyak ditemukan pada kontainer yang Selain itu terdapat pula masyarakat yang
mudah dikendalikan (controllable sites), menampung air hujan di drum atau ember
hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebagai persediaan air untuk memberikan
Dhewantara dan Dinata di Kota Banjar yang minum pada hewan ternak seperti
menunjukkan bahwa sebesar 92,8% sapi/kambing.
kontainer yang ditemukan adalah
206 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:199-209

Berdasarkan hasil penelitian, kembangbiakan vektor. Tingginya indikator


menunjukkan bahwa bak mandi merupakan BRI di Dusun Krajan Kidul di karenakan
jenis kontainer yang paling banyak positif banyak ditemukannya controllable sites di
jentik dibandingkan kontainer yang lain, hal Dusun tersebut sehingga dapat berisiko
ini sejalan dengan penelitian Dhewantara menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.
dan Dinata (2015) di Kota Banjar yang Berdasarkan Tabel 3, terbukti bahwa
menunjukkan tempat penampungan air yang proporsi CS di Dusun Krajan Kidul lebih
lebih banyak positif jentik Aedes aegypti tinggi dibandingkan Dusun Tegalrejo. Oleh
adalah berada di bak mandi. Dhewantara dan karena itu keberadaan CS di Dusun
Dinata (2015) menambahkan bahwa bak air Tegalrejo dan Krajan Kidul perlu
merupakan kontainer kunci (key container) diperhatikan dan dijaga kebersihannya
yang berperan dalam perkembangbiakan karena sangat berisiko menjadi tempat
vektor DBD. Umumnya bak mandi berada di perindukan vektor DBD, dan pada
dalam rumah, terlindung dari sinar matahari kenyataannya masih banyak masyarakat
dan berisi air jernih sehingga disukai yang memiliki kebiasaan menyimpan air.
nyamuk Aedes aegypti sebagai tempat HRI berkaitan dengan keberadaan
perindukan. Hal ini sesuai dengan teori kontainer yang tidak terpakai/disposable
Sogiejanto (2006) bahwa nyamuk Aedes sites (DS) dan menggambarakan risiko
aegypti lebih menyukai tempat perindukan kebersihan lingkungan di lingkungan rumah
yang berwarna gelap, terlindung dari sinar responden. Meskipun sebagian besar rumah
matahari, permukaan terbuka lebar, dan di kedua dusun termasuk dalam kategori
berisi air tawar yang jernih. Sebagian besar HRI rendah, namun terdapat 2 rumah
masyarakat di kedua dusun masih responden (2,0%) di Dusun Tegalrejo dan 3
menggunakan bak mandi permanen di dalam rumah responden (3,0%) di Dusun Krajan
kamar mandi yang menyebabkan air di Kidul masuk dalam kategori tinggi. Hal ini
dalam bak mandi tidak langsung habis sekali perlu diperhatikan, meskipun jumlah rumah
pakai dan terkadang mengendap sampai yang masuk HRI tinggi tidak banyak namun
berhari-hari, apabila perilaku masyarakat rumah tersebut sangat berisiko untuk
dalam menguras bak mandi tidak rutin maka perkembangbiakan nyamuk karena
hal ini dapat memudahkan nyamuk untuk didukung oleh keberadaan tempat
berkembang biak di dalam bak mandi, perkembangbiakan dan kurang bersihnya
sehingga dapat mempengaruhi indikator sanitasi lingkungan. Proporsi DS yang
BRI. banyak ditemukan adalah kaleng bekas,
Berdasarkan indikator HRI dan BRI keberadaan jentik juga lebih banyak
yang tercantum pada Tabel 5, menunjukkan ditemukan pada kaleng bekas. Hal ini
bahwa sebagian besar BRI di Dusun dikarenakan masyarakat di kedua dusun
Tegalrejo maupun Dusun Krajan Kidul memiliki kebiasaan menggunakan kaleng
masuk dalam kategori rendah, hal ini bekas untuk tempat minum hewan
menunjukkan bahwa sebagian besar rumah peliharaan, untuk menampung air hujan dan
responden di Dusun Tegalrejo maupun di sebagai tempat air untuk mengasah
Dusun Krajan Kidul tidak berisiko menjadi arit/pisau, sehingga memungkinkan air
tempat perkembangbiakan nyamuk. Namun, tergenang ditempat tersebut dan
tetap harus diperhatikan karena masih memudahkan nyamuk Aedes aegypti untuk
terdapat beberapa rumah responden yang berkembang biak di tempat tersebut.
masuk dalam kategori BRI tinggi. BRI tinggi Hasil penelitian ini menggambarkan
di Dusun Krajan Kidul sebesar 10% lebih bahwa Maya indeks di dusun Krajan Kidul
besar dibandingkan Dusun Tegalrejo. BRI lebih tinggi dibandingkan Dusun
berkaitan dengan keberadaan kontainer yang Tegalrejo.Ini berarti Dusun Krajan Kidul
terpantau/ controllable sites (CS)dan lebih berisiko untuk menjadi tempat per-
menggambarkan banyaknya tempat per- kembangbiakan nyamuk dibandingkan
Yelly Atiefsa Narmala Dan R. Azizah, Maya Index Dan Kepadatan... 207

dengan Dusun Tegalrejo. Purnama dan (8,9%). Selanjutnya nilai Breteau Index (BI)
Baskoro yang menyatakan bahwa status MI di Dusun Tegalrejo (21%) lebih rendah
tinggi pada kelompok kasus lebih besar dibandingkan Dusun Krajan Kidul (35%).
dibandingkan pada kontrol dengan CI kedua dusun tersebut kurang dari 10%
persentase 30,66%. Tingginya status MI di dan BI kurang dari 50%, sehingga termasuk
Dusun Krajan Kidul dikarenakan di dusun dalam kategori rendah, berbanding terbalik
ini memiliki jumlah kontainer yang tinggi. dengan penelitian Rokhmawanti.,dkk
Keberadaan jentik juga banyak ditemukan (2015), dimana diperoleh nilai CI dan BI
pada CS di Dusun Krajan Kidul masuk dalam kategori tinggi. Penelitian ini
dibandingkan Dusun Tegalrejo. Jumlah sejalan dengan penelitian Dhewantara dan
kontainer lebih banyak terdapat di Dusun Dinata (2015) di Kota Banjar yakni
Tegalrejo namun status MI sedang justru didapatkan angka CI sebesar 3,85% dan BI
banyak terdapat di Dusun Krajan Kidul, hal sebesar 35%. Meskipun nilai CI dan BI
ini dikarenakan keberadaan jentik justru kurang dari 10% dan 50%, namun tetap
lebih banyak ditemukan di Dusun Krajan perlu diwaspadai karena sudah
Kidul. Kurangnya kesadaran masyarakat menunjukkan adanya potensi risiko
dalam membersihkan kontainer yang berada penularan DBD, dikarenakan skala Density
di dalam maupun di luar rumahnya, sehingga Figure menunjukkan kategori kepadatan
sangat efektif sebagai tempat sedang.
perkembangniakan nyamuk Aedes aegypti. Berdasarkan Density Figure, kedua
Pratamawati (2012), bahwa perilaku dusun menunjukkan hasil yang sama, yaitu
sebagian besar masyarakat belum didasari DF terdapat pada skala 3 di Dusun Tegalrejo
kesadaran akan pentingnya memelihara dan 4 di Dusun Krajan Kidul, sehingga
kebersihan lingkungan. Kurang baiknya dikatakan kedua dusun tersebut termasuk
tindakan masyarakat dalam melaksanakan dalam kategori kepadatan sedang. Sejalan
PSN DBD akan menciptakan lingkungan dengan penelitian Dhewantara dan Dinata
yang kondusif bagi per-kembangbiakan (2015) di Kota Banjar dan Astuti.,dkk
nyamuk Aedes aegypti. (2016) di Kota Tangerang Selatan yang
Indikator lain yang dapat digunakan menunjukkan risiko penularan DBD kedua
untuk mengukur tingkat risiko terjadinya daerah tersebut masuk dalam kategori
penularan DBD adalah angka kepadatan sedang. Penelitian ini sejalan pula dengan
jentik. Parameter yang digunakan untuk penelitian Purnama dan Baskoro (2012)
mengukur angka kepadatan jentik adalah HI, yang dilakukan di Bali menunjukkan bahwa
CI, dan BI. Berdasarkan Tabel 6 dapat angka House Index adalah 23,33% dan
dilihat bahwa angka HI di Dusun Tegalrejo Container Index sebesar 10,69% memiliki
sebesar 18,0% dan di Dusun Krajan Kidul Density Figure dengan skala 4, sehingga
sebesar 25,0%, artinya dalam 100 rumah dapat diartikan bahwa daerah tersebut
yang diperiksa terdapat 18,0% dan 25,0% memiliki risiko penularan sedang terhadap
yang terdapat jentik. Meskipun angka HI di penyebaran penyakit DBD. Kepadatan
Dusun Krajan Kidul lebih tinggi jentik merupakan faktor risiko terjadinya
dibandingkan Dusun Tegalrejo, namun penularan DBD, artinya semakin tinggi
keduanya sama masuk dalam kategori kepadatan nyamuk Aedes aegypti, maka
daerah risiko tinggi penularan DBD risiko masyarakat untuk tertular DBD juga
dikarenakan angka HI lebih besar dari 10%, semakin tinggi (Wati, 2009).
sejalan dengan Rokhmawanti dkk (2015), di Keberadaan kontainer merupakan
Kelurahan Tegalsari Kota Tegal yang faktor risiko yang menyebabkan kepadatan
menunjukkan nilai sebesar 66,0%. jentik tinggi dan merupakan salah satu
Berdasarkan nilai container index lingkungan fisik yang mempengaruhi
(CI), CI di Dusun Tegalrejo (5,3%) lebih kehidupan nyamuk Aedes aegypti.
rendah dibandingkan Dusun Krajan Kidul Keberadaan kontainer memiliki peran
208 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:199-209

penting dalam peningkatan kepadatan vektor Pemberantasan Sarang Nyamuk


Aedes aegypti, karena semakin banyak (PSN) merupakan kegiatan yang paling
jumlah kontainer yang ada di suatu wilayah berpengaruh terhadap keberadaan jentik
maka semakin banyak pula tempat yang nyamuk di tempat penampungan air karena
digunakan sebagai perindukan nyamuk berhubungan secara langsung. Menurut
Aedes aegypti. Hal tersebut akan Taviv., dkk (2010) seseorang yang
memudahkan vektor Aedes aegypti dalam melakukan praktik PSN 3M Plus dengan
berkembang biak, sehingga populasi benar, maka keberadaan jentik nyamuk di
nyamuk tersebut akan terus meningkat. dalam kontainer dapat berkurang atau
(Dinata dan Dhewantara, 2012). Apabila bahkan hilang. Berdasarkan hal tersebut
populasi vektor Aedes aegypti meningkat, perlu adanya upaya penggerakan masyarakat
maka kepadatan vektor Aedes aegypti juga di Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul
semakin meningkat. Keberadaan kontainer untuk melakukan Pem-berantasan Sarang
pada kedua dusun menunjukkan bahwa Nyamuk (PSN) 3M Plus untuk menekan
terdapat banyak kontainer yang ditemukan angka kepadatan jentik
di dusun Tegalrejo maupun Dusun Krajan
Kidul karena masyarakat masih memiliki SIMPULAN
kebiasaan menyimpan air di dalam
kontainer, sehingga hal ini perlu suatu upaya Berdasarkan analaisis Maya Index,
untuk mengelola kontainer sehingga dapat Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul
meminimalisir keberadaan jentik. memiliki risiko rendah sebagai tempat
Keberadaan kontainer, kebersihan perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.
lingkungan dan keberadaan jentik sangat Angka kepadatan jentik di Dusun Tegalrejo
bergantung pada tindakan Pemberantasan masuk dalam skala 3 dan Dusun Krajan
Sarang Nyamuk (PSN). Terdapatnya rumah Kidul masuk skala 4, sehingga termasuk
reponden dengan status Maya Index yang kategori daerah dengan kepadatan sedang.
masih sedang dan angka kepadatan jentik Keberadaan kontainer Controllable sites
yang masuk kategori penularan sedang di sangat berpengaruh terhadap keberadaan
Dusun Tegalrejo maupun Dusun Krajan jentik sehingga hal itu dapat mempengaruhi
Kidul dimungkinkan karena masih status Maya Index dan kepadatan jentik.
kurangnya kesadaran masyarakat dalam Status Maya Index di Dusun
melakukan PSN sehingga berpengaruh Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul termasuk
terhadap tindakannya dalam melakukan dalam kategori risiko rendah untuk
PSN. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti
merupakan cara pengendalian vektor yang sebaiknya tetap dipertahankan dan angka
dilakukan dengan cara membasmi jentik kepadatan jentik di kedua dusun sebaiknya
Aedes aegypti melalui gerakan 3M Plus dikendalikan dengan cara menggerakkan
yaitu menguras tempat penampungan air masyarakat untuk mengelola lingkungan
sedikitnya satu minggu sekali, menutup khususnya keberadaan kontainer dengan
rapat tempat penampungan air dan melakukan kegiatan PSN 3M Plus setiap
mengubur/mendaur ulang barang-barang satu minggu sekali yaitu meningkatkan
bekas yang dapat menjadi tempat frekuensi pengurasan bak mandi setiap 3
perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes hari sekali, menutup semua tempat
aegypti. Apabila praktik PSN baik maka penampungan air, dan mendaur ulang
kepadatan jentik dapat diturunkan dan ABJ barang bekas seperti kaleng bekas dan
dapat ditingkatkan. Menurut penelitian yang sejenisnya ke bank sampah. Penggerakan
dilakukan oleh Widagdo., dkk (2008), jumantik sebaiknya dilakukan di Dusun
menunjukkan bahwa ada hubungan antara Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul untuk
PSN 3M Plus dengan kepadatan jentik. melakukan pemantauan jentik berkala pada
kontainer di dalam rumah yang terkendali
Yelly Atiefsa Narmala Dan R. Azizah, Maya Index Dan Kepadatan... 209

(controllable container) dan menggerakkan Rokhmawanti, N., Martini., Ginandjar, P.


tindakan PSN masyarakat dalam mengelola 2015. Hubungan Maya Index dengan
lingkungan sekitar yang dapat menjadi Kejadian Demam Berdarah Dengue Di
tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Kelurahan Tegalsari Kota Tegal.
aegypti. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol.3
No. 1. pp 162-170.
DAFTAR PUSTAKA Sigarlaki, I.T., Pijoh, V.D., Tuda, J.S. 2016.
Gambaran Indeks Maya pada Rumah
Ariva, L., Oginawati, K. 2013. Identifikasi Penderita Demam Berdarah Dengue di
Densitiy Figure dan Pengendalian Kelurahan Kombos Barat Kecamatan
Vektor Demam Berdarah pada Singkil Tahun 2015. Jurnal e-
Kelurahan Cicadas Bandung. Biomedik (eBm), Vol. 4, No.1.
Bandung: Institut Teknologi Bandung. Soegijanto. 2006. Demam Berdarah
Astuti, E.P., Prasetyowati, H., Ginanjar, A. Dengue. Surabaya: Airlangga
2016. Risiko Penularan Demam University Press.
Berdarah Dengue berdasarkan Maya Sukana, B. 1993. Pemberantasan Vektor
Indeks dan Indeks Entomologi di Kota DBD di Indonesia. Media Litbangkes
Tangerang Selatan Banten. Media Vol. III No.01/1993.
Litbangkes, Vol. 26 No. 4: 211-218 Taviv, Y., Saikhu, A., Sitorus, H. 2010.
Direktorat Jenderal PP&PL. 2012. Petunjuk Pengendalian DBD Melalui
Teknis Pemberantasan Sarang Pemanfaatan Pemamntau Jentik dan
Nyamuk (PSN DBD) oleh Juru Ikan Cupang di Kota Palembang.
Pemantau Jentik (Jumantik). Jakarta: Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 38,
Kementerian Kesehatan. No.4 : 198-207.
Direktorat Jenderal PP&PL. 2014. Situasi Wati, W.E. 2009. Beberapa Faktor yang
Demam Berdarah Dengue di Berhubungan dengan Kejadian
Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Informasi Kementerian Kesehatan RI. diKelurahan Ploso Kecamatan
Dhewantara, P.W., Dinata, A. 2015. Analisis Pacitan. Skripsi. Surakarta:
Risiko Dengue Berbasis Maya Index Universitas Muhammadiyah.
pada Rumah Penderita DBD di Kota Widagdo,L., Husodo, B.T., Bhinuri. 2008.
Banjar. Balaba, Vol. 11 No. 01 : 1- Kepadatan Jentik Aedes aegypti
8.[https://DOI:10.22435/balaba.v11i1 sebagai Indikator Keberhasilan PSN
.4148.1-8] (3 M Plus) di Kelurahan Srondol
Dinata, A., Dhewantara,P.W. 2012. Wetan Semarang. Makara Kesehatan,
Karakteristik Lingkungan Fisik, Vo/.12, No. 1: 13-19.
Biologi, dan Sosial di Daerah Endemis
DBD Kota Banjar. Jurnal Ekologi
Kesehatan Vol.11, No. 4: 315-326.
Pratamawati, D.A. 2012. Peran Juru
Pemantau Jentik dalam Sistem
Kewaspadaan Dini Demam Berdarah
Dengue di Indonesia. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional
Vol.6, No. 6.
Purnama, S.G., Baskoro, T. 2012. Maya
Index dan Kepadatan Larva Aedes
aegypti terhadap Infeksi Dengue.
Makara, Kesehatan, Vol. 16, No.2 :
57-64.

You might also like