Professional Documents
Culture Documents
Admin,+6 Yelly+Atesfa+Diganti+Rena+Yaa
Admin,+6 Yelly+Atesfa+Diganti+Rena+Yaa
ABSTRACT
Dengue fever remains a public health problem. Environmental factors influence the mosquito Aedes aegypti’s
growth, especially if there are many containers in the neighborhood. The community of Nanggungan Village have
a habit of storing water in containers, therefore, they risk to become breeding sites for mosquitoes. This study aims
to identify the Maya Index status of Aedes aegypti between Tegalrejo and Krajan Kidul Village. The research was
observational with a cross-sectional design. Total samples were 200 homes, which 100 homes from Tegalrejo and
100 homes from Krajan Kidul Village, taken by simple random sampling. The measurement of variables employed
observation sheet and analyzed in a descriptive approach. The number of containers observed in the Tegalrejo
Village was 394 units, and Karajan Kidul Village was 391 units. Maya Index statuses in Tegalrejo (92%) and
Krajan Kidul Village (88%) were low. Maya Index status in Krajan Kidul (13%) was higher than Tegalrejo Village
(8%). House Index (HI) in the Tegalrejo (18.0%) was lower than Krajan Kidul Village (25.0%), Container Index
in Tegalrejo (5.30%) was lower than in Krajan Kidul Village (8.95%), Breteau Index in Tegalrejo (21.0%) was
lower than in Krajan Kidul Village (35.0%), Density Figure in Tegalrejo and Krajan Kidul Village indicated a
scale of 3 and 4. Based on the MI’s status, Tegalrejo and Krajan Kidul Village were included as a low-risk
category of mosquito breeding sites. Based on the density number of larvae, two villages have a moderate risk of
Dengue Fever transmission. The community should implement the Mosquitoes Breeding Sites Eradication
Program (PSN 3M Plus) and minimize the presence of the containers.
ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Faktor lingkungan berpengaruh terhadap
perkembangan nyamuk Aedes aegypti, terutama bila di lingkungan terdapat banyak kontainer. Masyarakat Desa
Nanggungan memiliki kebiasaan menyimpan air di dalam kontainer, sehingga berisiko menjadi tempat
perkembang biakannyamuk. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi gambaran Maya Index Aedes aegypti antara
Dusun Tegalrejo dengan Dusun Krajan Kidul. Jenis penelitian observasional, rancang bangun cross sectional.
Jumlah sampel 200 rumah, 100 rumah dari Dusun Tegalrejo dan 100 rumah dari Dusun Krajan Kidul. Pengambilan
sampel menggunakan metode Purposive Sampling. Pengukuran variabel menggunakan lembar observasi dan
dianalisa secara deskriptif. Jumlah kontainer teramati sebesar 394 buah di Dusun Tegalrejo dan 391 buah di Dusun
Krajan Kidul. Status Maya Index di Dusun Tegalrejo (92%) dan Dusun Krajan Kidul (88%) adalah rendah. Status
Maya Indexs sedang di Dusun Krajan Kidul (13%) lebih tinggi dibandingkan Dusun Tegalrejo (8%). House Index
(HI) di Dusun Tegalrejo (18,0%) lebih rendah dibandingkan Dusun Krajan Kidul (25,0%), Container Index di
Dusun Tegalrejo (5,30%) lebih rendah dibandingkan Dusun Krajan Kidul (8,95%), Breteau Index di Dusun
Tegalrejo (21,0%) lebih rendah dibandingkan Dusun Krajan Kidul (35,0%), Density Figure di Dusun Tegalrejo
dan Dusun Krajan Kidul memiliki skala 3 dan 4. Berdasarkan status MI Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul
masuk dalam kategori berisiko rendah sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Berdasarkan angka kepadatan
jentik kedua dusun memiliki risiko penularan sedang terhadap DBD. Masyarakat sebaiknya melaksanakan PSN
3M Plus dan meminimalisir keberadaan kontainer.
©2019 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl14il.2019.199-209 Received 30 January 2017, received in revised
form 7 February 2017, Accepted 17 February 2017, Published online: December 2019
200 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:199-209
saat ini, dimana penyakit ini dapat lokasinya di dalam dan dekat rumah
menimbulkan berbagai dampak diantaranya (Soegijanto,2006).
dampak sosial dan dampak ekonomi. Keberadaan kontainer berperan
Dampak sosial yang ditimbulkan antara lain penting dalam peningkatan kepadatan vektor
menimbulkan kepanikan dalam keluarga, Aedes aegypti, karena semakin banyak
kehilangan anggota keluarga dan jumlah kontainer yang ada di suatu wilayah
berkurangnya usia harapan hidup maka semakin banyak pula tempat yang
masyarakat. Sedangkan dampak ekonomi digunakan sebagai breeding place nyamuk
yang timbul adalah biaya pengobatan yang Aedes aegypti. Hal tersebut dapat
harus dikeluarkan, kehilangan waktu kerja memudahkan vektor Aedes aegypti untuk
dan lain seperti transportasi serta perawatan. berkembang biak, sehingga populasi
Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada nyamuk tersebut akan terus meningkat
tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta. (Dinata dan Dhewantara, 2012).
Semakin lama jumlah kasus cenderung Kebiasaan masyarakat di Indonesia
meningkat dan daerah penyebarannya dalam menggunakan kontainer untuk
semakin luas, yaitu pada tahun 2013 menyimpan air juga perlu diperhatikan.
penyakit DBD telah tersebar di 33 provinsi Penggunaan kontainer oleh masyarakat baik
di Indonesia dan 436 kabupaten/kota (88%) itu kontainer permanen maupun yang tidak
(Dirjen PP&PL, 2012 dan Dirjen PP&PL, permanen di daerah iklim tropis seperti di
2014). Indonesia merupakan salah satu faktor risiko
Salah satu daerah penyebaran penyakit yang dapat mempengaruhi perkembangan
DBD adalah Kabupaten Pacitan. vektor Aedes aegypti. Menurut Sukana
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (1993), di Indonesia diperkirakan setiap
Pacitan, pada tahun 2014 terdapat 266 kasus rumah memiliki kontainer sebagai tempat
dan pada tahun 2015 terjadi peningkatan penampungan air antara 5-6 buah. Perilaku
jumlah kasus menjadi 917 kasus. Kasus masyarakat dalam menyimpan air sangat
DBD semakin meningkat hingga bulan dipengaruhi oleh budaya setempat dan
September 2016, data menunjukkan angka kebutuhan masyarakat akan air bersih.
1149 kasus di Pacitan, dimana wilayah kerja Sehingga hal itu dapat meningkatkan
Puskesmas Tanjungsari Kecamatan Pacitan Controllable container yang dapat
merupakan wilayah yang paling tinggi digunakan sebagai breeding place nyamuk
kejadian DBD, yaitu pada tahun 2014 Aedes aegypti.
terdapat sejumlah 172 kasus dan meningkat Pengendalian DBD hingga saat ini
menjadi 390 kasus pada tahun 2015. lebih banyak ditekankan pada upaya
Selanjutnya data kasus DBD pada tahun memutus rantai penularan yaitu pada fase
2016 (hingga September) mengalami larva/jentik, karena gambaran jumlah
penurunan menjadi 325 kasus. larva/jentik dapat menunjukkan jumlah
Demam Berdarah Dengue (DBD) populasi vektor Aedes aegypti. Indikator
merupakan penyakit yang berbasis yang digunakan untuk mengukur risiko
lingkungan, faktor lingkungan sangat penularan penyakit DBD adalah kepadatan
berpengaruh terhadap perkembangan jentik yaitu dengan mempertimbangkan
nyamuk Aedes aegypti, terutama bila di angka HI, CI dan BI di suatu wilayah. Selain
lingkungan tersebut terdapat banyak itu diperlukan juga data lingkungan yang
kontainer yang menjadi breeding place bagi terkait dengan bionomik nyamuk Aedes
nyamuk Aedes aegypti seperti bak aegypti, yaitu Maya Index. Bionomik adalah
mandi/WC, gentong, kaleng bekas, dan lain- hubungan aktivitas dan perilaku nyamuk
lain. Kontainer yang berisi air jernih dan dalam kesehariannya di lingkungan
terlindung dari sinar matahari langsung (Sigarlaki.,dkk, 2016).
merupakan tempat per-kembangbiakan Maya index adalah indikator yang
nyamuk Aedes aegypti terutama bila digunakan untuk mengidentifikasi suatu
Yelly Atiefsa Narmala Dan R. Azizah, Maya Index Dan Kepadatan... 201
Tabel 1. Matriks 3x3 Komponen BRI dan HRI pada Maya Index
BRI
1 2 3
(Rendah) (Sedang) (Tinggi)
1
(Rendah) BRI1/HRI1 BRI2/HRI1 BRI3/HRI1
HRI
2
BRI1/HRI2 BRI3/HRI2 BRI3/HRI2
(Sedang)
3
(Tinggi) BRI1/HRI3 BRI3/HRI3 BRI3/HRI3
202 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:199-209
Disposable containers (DC) adalah HRI dan BRI tersebut dikategorikan menjadi
tempat/wadah yang sudah tidak terpakai dan kategori rendah, sedang, dan tinggi
keberadaannya berpotensi menampung air berdasarkan distribusi tertiles dengan rumus
hujan sehingga dapat digunakan sebagai Rendah : x < (µ – 1,0 SD )
breeding place nyamuk Aedes aegypti Sedang : (µ – 1,0 SD ) ≤ x > (µ + 1,0 SD)
seperti kaleng bekas, ban bekas, ember Tinggi : x > (µ + 1,0 SD )
bekas, dan sejenisnya (Dinata dan Nilai BRI dan HRI tiap rumah
Dhewantara, 2015). Data yang diperoleh selanjutnya disusun dalam matrik 3x3 untuk
kemudian dianalisis secara deskriptif yaitu menentukan kategori Maya Index.
menggambarkan Maya Index dan angka Selanjutnya indikator yang digunakan untuk
kepadatan jentik di Dusun Tegalrejo dan mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti
Dusun Krajan Kidul. Perhitungan Maya adalah House Index (HI), Container Index
Index dilakukan untuk mengetahui apakah di (CI), dan Breteau Index (BI) dengan rumus
suatu wilayah berisiko tinggi sebagai tempat sebagai berikut :
perkembangbiakan larva (larval breeding
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
risk) berdasarkan kebersihan dan ada/ HI = 𝑥 100
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ𝑦𝑎𝑛𝑔𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
tidaknya tempat yang dapat menjadi
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
perkembangbiakan nyamuk. Indikator yang CI = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟𝑦𝑎𝑛𝑔𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎 𝑥 100
digunakan untuk menentukan Maya Index
adalah Breading Risk Indicator (BRI) yaitu BI =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
𝑥 100%
100 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ𝑦𝑎𝑛𝑔𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
indikator risiko tempat perkembangbiakan
nyamuk, yang diperoleh dengan cara
Kepadatan jentik (Density Figure)
membagi jumlah Controllable container
dihitung dengan cara menggabungkan hasil
(CC) tiap rumah dengan rata-rata CC positif
HI, CI, BI sehingga diperoleh kategori
larva, dan Hygiene Risk Indicator (HRI)
tingkat kepadatan jentik seperti pada Tabel
yaitu risiko kebersihan lingkungan, yang
2:
diperoleh dengan cara membagi Disposable
DF dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu:
container (DC) tiap rumah dengan rata-rata
DC yang positif larva. Selanjutnya indikator 1. Kepadatan rendah jika DF = 1
2. Kepadatan sedang jika DF = 2 – 5
Yelly Atiefsa Narmala Dan R. Azizah, Maya Index Dan Kepadatan... 203
Tabel 3. Distribusi Jenis Kontainer dan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Dusun Tegalrejo
dan Dusun Krajan Kidul Pacitan 2016
Dusun Tegalrejo Dusun Krajan Kidul
Jenis Kontainer Jumlah Positif Jumlah Positif
% %
diperiksa Jentik diperiksa Jentik
Controllable Sites 336 16 4,8% 339 32 9,4%
a. Bak mandi 95 7 7,5% 92 12 13,0%
b. Bak WC 41 2 4,9% 36 3 8,3%
c. Drum 5 1 20% 6 1 16,7%
d. Tempayan 42 3 7,1% 56 5 8,9%
e. Ember 44 3 6,8% 67 8 11,9%
f. Tempat penadah air
18 0 0,0 14 0 0,0
dispenser
g. Tempat penadah air
55 0 0,0 35 0 0,0
kulkas
h. Pot tanaman hias 22 0 0,0 14 0 0,0
i. Tatakan pot 4 0 0,0 0 0 0,0
j. Tempat wudhu 2 0 0,0 6 3 50%
k. Tempat minum 0,0
8 0 13 0 0,0
burung
Tabel 4. Distribusi Rumah Berdasarkan Berdasarkan BRI dan HRI di Dusun Tegalrejo dan
Dusun Krajan Kidul Nanggungan Pacitan 2016
Breeding Risk Index Hygiene Risk Index
Kategori Dusun Dusun Dusun Dusun Krajan
Tegalrejo Krajan Kidul Tegalrejo Kidul
Rendah 89 (89,0%) 78 (78,0%) 98 (98,0%) 97 (97,0%)
Sedang 5 (5,0%) 12 (12,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%)
Tinggi 6 (6,0%) 10 (10,0%) 2 (0,0%) 3 (3,0%)
Total 100 100 100 100
Yelly Atiefsa Narmala Dan R. Azizah, Maya Index Dan Kepadatan... 205
Tabel 5. Matriks 3x3 Kombinasi Breeding Risk Indicator dan Hygiene Risk Indicator di
Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Nanggungan Pacitan 2016
Dusun Tegalrejo Dusun Krajan Kidul
BRI BRI
1 2 3 1 2 3
(Rendah) (Sedang) (Tinggi) (Rendah) (Sedang) (Tinggi)
1 (Rendah) 10
87 (87,0%) 5 (5,0%) 6 (6,0%) 76 (76,0%) 12 (12,0%)
(10,0%)
HRI 2 (Sedang) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%)
3 (Tinggi) 2 (2,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 3 (3,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%)
Tabel 6. Angka Kepadatan Jentik antara Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul Pacitan
2016
Rumah Kontainer Indeks Kepadatan Jentik
Ada Ada Density
Dusun Jumlah Jumlah HI CI BI
jentik jentik Figure
diperiksa diperiksa (%) (%) (%)
(+) (+) (DF)
Dusun Tegalrejo 100 18 394 21 18,0 5,3 21,0 3
Dusun Krajan Kidul 100 25 391 35 25,0 8,9 35,0 4
Hasil penelitian ini sejalan dengan controlable sites dan keberadaan jentik lebih
penelitian yang dilakukan oleh Purnama dan banyak ditemukan pada controllable sites.
Baskoro (2012) di Bali yaitu diperoleh Penelitian ini sekaligus sejalan
angka kepadatan jentik sebesar 4 dan masuk dengan penelitian Astuti.,dkk (2016) di Kota
dalam kategori penularan sedang. Tangerang Selatan yaitu sebanyak 94,3%
adalah kontainer yang terkontrol masyrakat
PEMBAHASAN dan kontainer positif jentik yang banyak
ditemukan adalah pada controllable sites.
Hasil penelitian menggambarkan Banyaknya jumlah controllable sites dan
bahwa sebagian besar rumah responden di banyaknya jumlah CS positif jentik yang
Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul ditemukan di kedua dusun di-karenakan
menunjukkan status Maya Index (MI) masuk masyarakatnya masih memiliki kebiasaan
dalam kategori rendah. Namun hal itu tetap menyimpan air bersih baik itu air hujan
harus diperhatikan karena masih terdapat maupun air sumur di dalam ember, gentong,
beberapa rumah responden yang drum dan sejenisnya. Sebagian besar
menunjukkan status MI nya masuk dalam masyarakat menggunakan air sumur bor
kategori sedang. Keberadaan kontainer dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,
kebersihan lingkungan sangat berpengaruh dimana air yang keluar kondisinya sangat
terhadap keberadaan dan kepadatan nyamuk keruh sehingga masyarakat memiliki
Aedes aegypti di lingkungan tempat tinggal kebiasaan mengendapkan air terlebih dahulu
masyarakat (Astuti.,dkk 2016). Penelitian sebelum digunakan, sehingga dapat
ini menggambarkan bahwa sebagian besar mempengaruhi jumlah CS dan me-
kontainer yang ditemukan adalah mudahkan nyamuk Aedes aegypti untuk
controllable sites dan keberadaan jentik berkembang biak di kontainer tersebut.
lebih banyak ditemukan pada kontainer yang Selain itu terdapat pula masyarakat yang
mudah dikendalikan (controllable sites), menampung air hujan di drum atau ember
hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebagai persediaan air untuk memberikan
Dhewantara dan Dinata di Kota Banjar yang minum pada hewan ternak seperti
menunjukkan bahwa sebesar 92,8% sapi/kambing.
kontainer yang ditemukan adalah
206 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:199-209
dengan Dusun Tegalrejo. Purnama dan (8,9%). Selanjutnya nilai Breteau Index (BI)
Baskoro yang menyatakan bahwa status MI di Dusun Tegalrejo (21%) lebih rendah
tinggi pada kelompok kasus lebih besar dibandingkan Dusun Krajan Kidul (35%).
dibandingkan pada kontrol dengan CI kedua dusun tersebut kurang dari 10%
persentase 30,66%. Tingginya status MI di dan BI kurang dari 50%, sehingga termasuk
Dusun Krajan Kidul dikarenakan di dusun dalam kategori rendah, berbanding terbalik
ini memiliki jumlah kontainer yang tinggi. dengan penelitian Rokhmawanti.,dkk
Keberadaan jentik juga banyak ditemukan (2015), dimana diperoleh nilai CI dan BI
pada CS di Dusun Krajan Kidul masuk dalam kategori tinggi. Penelitian ini
dibandingkan Dusun Tegalrejo. Jumlah sejalan dengan penelitian Dhewantara dan
kontainer lebih banyak terdapat di Dusun Dinata (2015) di Kota Banjar yakni
Tegalrejo namun status MI sedang justru didapatkan angka CI sebesar 3,85% dan BI
banyak terdapat di Dusun Krajan Kidul, hal sebesar 35%. Meskipun nilai CI dan BI
ini dikarenakan keberadaan jentik justru kurang dari 10% dan 50%, namun tetap
lebih banyak ditemukan di Dusun Krajan perlu diwaspadai karena sudah
Kidul. Kurangnya kesadaran masyarakat menunjukkan adanya potensi risiko
dalam membersihkan kontainer yang berada penularan DBD, dikarenakan skala Density
di dalam maupun di luar rumahnya, sehingga Figure menunjukkan kategori kepadatan
sangat efektif sebagai tempat sedang.
perkembangniakan nyamuk Aedes aegypti. Berdasarkan Density Figure, kedua
Pratamawati (2012), bahwa perilaku dusun menunjukkan hasil yang sama, yaitu
sebagian besar masyarakat belum didasari DF terdapat pada skala 3 di Dusun Tegalrejo
kesadaran akan pentingnya memelihara dan 4 di Dusun Krajan Kidul, sehingga
kebersihan lingkungan. Kurang baiknya dikatakan kedua dusun tersebut termasuk
tindakan masyarakat dalam melaksanakan dalam kategori kepadatan sedang. Sejalan
PSN DBD akan menciptakan lingkungan dengan penelitian Dhewantara dan Dinata
yang kondusif bagi per-kembangbiakan (2015) di Kota Banjar dan Astuti.,dkk
nyamuk Aedes aegypti. (2016) di Kota Tangerang Selatan yang
Indikator lain yang dapat digunakan menunjukkan risiko penularan DBD kedua
untuk mengukur tingkat risiko terjadinya daerah tersebut masuk dalam kategori
penularan DBD adalah angka kepadatan sedang. Penelitian ini sejalan pula dengan
jentik. Parameter yang digunakan untuk penelitian Purnama dan Baskoro (2012)
mengukur angka kepadatan jentik adalah HI, yang dilakukan di Bali menunjukkan bahwa
CI, dan BI. Berdasarkan Tabel 6 dapat angka House Index adalah 23,33% dan
dilihat bahwa angka HI di Dusun Tegalrejo Container Index sebesar 10,69% memiliki
sebesar 18,0% dan di Dusun Krajan Kidul Density Figure dengan skala 4, sehingga
sebesar 25,0%, artinya dalam 100 rumah dapat diartikan bahwa daerah tersebut
yang diperiksa terdapat 18,0% dan 25,0% memiliki risiko penularan sedang terhadap
yang terdapat jentik. Meskipun angka HI di penyebaran penyakit DBD. Kepadatan
Dusun Krajan Kidul lebih tinggi jentik merupakan faktor risiko terjadinya
dibandingkan Dusun Tegalrejo, namun penularan DBD, artinya semakin tinggi
keduanya sama masuk dalam kategori kepadatan nyamuk Aedes aegypti, maka
daerah risiko tinggi penularan DBD risiko masyarakat untuk tertular DBD juga
dikarenakan angka HI lebih besar dari 10%, semakin tinggi (Wati, 2009).
sejalan dengan Rokhmawanti dkk (2015), di Keberadaan kontainer merupakan
Kelurahan Tegalsari Kota Tegal yang faktor risiko yang menyebabkan kepadatan
menunjukkan nilai sebesar 66,0%. jentik tinggi dan merupakan salah satu
Berdasarkan nilai container index lingkungan fisik yang mempengaruhi
(CI), CI di Dusun Tegalrejo (5,3%) lebih kehidupan nyamuk Aedes aegypti.
rendah dibandingkan Dusun Krajan Kidul Keberadaan kontainer memiliki peran
208 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:199-209