You are on page 1of 4

Nama : Dian Nivari (2004015144)

Instansi : FFS Uhamka

Anak Kecil Gemuk, Benarkah Sehat ?

Anak-anak kecil yang gemuk dan montok pasti menyita perhatian banyak orang. Para
orang tua pun merasa bangga ketika anaknya paling gemuk diantara yang lain karena
mereka beranggapan anak mereka lah yang paling sehat. Ternyata tidak hanya orang
dewasa yang bisa terkena obesitas, anak kecil dan balita pun bisa terkena obesitas.
Maka menjadi tanda tanya, apakah benar anak-anak yang gemuk itu sehat? Obesitas
adalah penimbunan lemak yang berlebihan secara umum pada jaringan subkutan dan
jaringan lainnya di seluruh tubuh. Pada umur 6 bulan berat badan bayi biasanya dua kali
berat badan lahirnya dan ketika menginjak usia 12 bulan mencapai tiga kali berat badan
lahir. Apabila dibawah umur 1 tahun berat badan bayi mencapai tiga kali berat badan
lahir, ini merupakan risiko terjadinya obesitas di kemudian hari. Energi yang
dibutuhkan oleh anak berasal dari makanan dan dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme basal tubuh, aktivitas, dan untuk pertumbuhan. Akan tetapi, jika energi
yang masuk melebihi energi yang dikeluarkan maka ada terjadi deposit lemak sehingga
menyebabkan terjadinya obesitas pada anak. Obesitas pada anak lebih banyak terjadi di
daerah kota (urban) daripada di daerah pedesaan (rural). Di Amerika Serikat obesitas
anak-anak mulai memasuki ambang kecemasan. Sebuah jajak pendapat terbaru
menyebutkan bahwa obesitas merupakan ancaman terbesar bagi anak-anak dan remaja,
tertinggi di atas penyalahgunaan obat, merokok, keamanan internet, dan stres.

Obesitas pada anak lebih banyak terjadi di daerah kota (urban) daripada di
daerah pedesaan (rural). Untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami obesitas
atau tidak bisa dilihat dari KMS (Kartu Menuju Sehat) atau tabel hubungan antara IMT
(Indeks Massa Tubuh) dengan umur. Menurut NHANES (National Health Examination
Survey) II tahun 1984 dan NHANES III tahun 1993, IMT yang lebih besar dari persentil
95 tergolong obesitas atau ada juga yang mengelompokkannya sebagai overweight. IMT
antara persentil 85 dan persentil 95 digolongkan kepada anak berisiko obesitas.
Pengukuran yang menggunakan IMT ini tidak berlaku pada anak berumur ≤ 2 tahun.
Selain menghitung IMT, ada dua cara lain untuk mengukur obesitas pada anak yaitu
dengan mengukur persentase lemak tubuh dan dan mengukur lingkar pinggang.
Persentase lemak tubuh merupakan indikator yang paling tepat untuk obesitas. Anak
laki-laki yang memiliki persentase lemak tubuh diatas 25% dan anak perempuan diatas
32% tergolong obesitas. Pengukuran persentase lemak ini dilakukan melalui
pengukuran tebal lipatan kulit yang tergolong sulit karena harus dilakukan oleh ahli
yang berpengalaman. Dalam hal ukuran lingkar pinggang, mereka yang berisiko adalah
yang berada diatas persentil 90 dari semua usia dan jenis kelamin. Secara kasat mata
kita juga dapat mengenal anak-anak obesitas dengan melihat beberapa ciri diantaranya
wajah membulat, pipi tembem, dagu rangkap, leher relatif pendek, dada membusung
karena payudara yang membesar oleh jaringan lemak, perut membuncit disertai dinding
perut yang berlipat-lipat, kedua tungkai umumnya berbentuk X dengan kedua pangkal
paha bagian dalam saling menempel dan bergesekan yang dapat menimbulkan lecet, dan
khusus pada anak laki-laki penisnya terlihat kecil karena tersembunyi di dalam jaringan
lemak (burried penis). Seakan tak mau kalah, potensi anak Indonesia untuk menjadi
obesitas sama besarnya dengan potensi anak-anak di seluruh dunia. Begitu pula dengan
konsekuensi medis dari obesitas ini dengan kecenderungan untuk menetap sampai ke
masa kehidupan anak selanjutnya. Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi Obesitas
pada balita sebanyak 3,8% dan obesitas pada usia 18 tahun ke atas sebesar 21,8%.

Obesitas merupakan penyakit multifaktorial yang diduga sebagian besar


disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan lingkungan seperti aktivitas,
gaya hidup, sosial ekonomi, dan nutrisional. Pertama, faktor genetik. Parental fatness
merupakan faktor genetik yang berperan sangat besar. Bila kedua orang tua obesitas,
80% anaknya berpotensi menjadi obesitas. Jika salah satu orang tua obesitas, 40%
anaknya berpotensi menjadi obesitas dan jika kedua orang tua tidak obesitas,
kemungkinan terjadinya obesitas pada anak hanya 14%. Kedua, faktor lingkungan yang
terdiri dari aktivitas fisik, faktor nutrisional, faktor sosial ekonomi. Aktivitas fisik
merupakan komponen utama dari energi yang dikeluarkan yaitu sekitar 20-50%. Kurang
beraktivitas dapat menyebabkan terjadinya obesitas.
Penelitian lain menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi daging akan
meningkatkan risiko obesitas sebesar 1,46 kali. Makanan berlemak mempunyai rasa
yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi
yang berlebihan. Jika cadangan lemak dalam tubuh rendah dan asupan karbohidrat
berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam
bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas.
Kelebihan asupan lemak tidak diiringi dengan oksidasi lemak sehingga sekitar 96%
lemak akan disimpan dalam jaringan lemak. Ditambah sekarang dengan adanya
perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik seperti ke sekolah
dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan
rumah yang tidak memungkinkan anak-anak bermain di luar rumah, sehingga anak lebih
senang bermain komputer/games, menonton TV atau video dibanding melakukan
aktivitas fisik. Segala hal yang berlebih-lebihan sudah tentu tidak baik begitu juga
dengan kelebihan berat badan. Apalagi kalau kelebihan berat badan ini terjadi pada
anak-anak yang merupakan tunas-tunas bangsa harapan negara. Bayi dan anak yang
obesitas mempunyai risiko cukup tinggi untuk tetap obesitas hingga dewasa. Anak-anak
zaman sekarang lebih memilih makan makanan instan, makanan cepat saji, minuman
yang mengandung tinggi gula serta makanan cemilan yang sudah diproses yang tinggi
kalori dan lemak namun rendah vitamin dibandingkan makanan sehat dan segar seperti
sayuran dan buah. Obesitas juga berhubungan dengan terjadinya asma. Sebuah studi
yang dilakukan pada 406 anak-anak Amerika dengan rata-rata usia 11 tahun, diketahui
bahwa anak-anak yang overweight akan cenderung lebih mudah terserang asma dengan
frekuensi lebih dari satu kali serangan dibandingkan dengan anak-anak yang normal.
Ada beberapa komplikasi obesitas masa anak lainnya yang dilaporkan yaitu gangguan
pada sistem kardiovaskuler seperti tekanan darah yang naik, kholesterol total naik,
trigliserida serum naik, LDL (Low Density Lipoprotein) naik, dan VLDL (Very Low
Density Lipoprotein) naik. Selain itu obesitas pada anak juga menyebabkan
hiperinsulinemia, kolelitiasis, penyakit Blount dan epifisis kaput femoris terlepas,
pseudotumor serebri, serta gangguan pada paru seperti sindrom Pickwickian dan
kelainan uji fungsi paru. Peran orang tua sangat besar pengaruhnya disini. Pola makan
anak harus dijaga, kebiassan ngemil makanan yang tidak sehat harus dikurangi, dan
yang paling penting mengontrol uang jajan si anak. Kebiasaan di rumah seperti sarapan
pagi bersama keluarga yang pastinya dengan makanan yang sehat dan bergizi perlu
digalakkan. Kebiasaan menonton TV di rumah juga perlu dikontrol oleh orang tua
karena efek dari iklan makanan instan dan fast food begitu menggoda. Anak-anak
tertipu dengan bentuk serta kelezatan dari makanan ini padahal nilai gizinya sangat
minim dan kaya akan lemak.

You might also like