You are on page 1of 20

BAB 1

PENDAHULUAN

Otitis Media Akut (OMA) merupakan infeksi pada telinga tengah yang terjadi karena
faktor pertahanan tubuh terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab
utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman
ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman ke dalam telinga tengah dan terjadi
peradangan. Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran nafas atas.
Jenis otitis media akut dapat dibagi atas 5 stadium, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius,
stadium hiperemis (pre-supurasi), stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi.
Penyakit ini memiliki prevalensi yang tinggi dan merupakan masalah penting karena
berhubungan dengan gangguan pendengaran yang kini menimpa negara berkembang.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


 Nama : Tn. Ahmad Hasan Basri
 Umur : 36 tahun
 Jenis kelamin : Laki-Laki
 Alamat : Perumahan Goroga Mendalo
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Pendidikan Pasien : SMP

2.2 ANAMNESIS
 Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan telinga kanan terasa pengap ± 7 hari yang lalu

 Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang dengan keluhan telinga kanan terasa pengap ± 7 hari yang lalu, terdapat
cairan yang keluar berwarna kuning , tidak berbau, dengan konsistensi kental , keluar
hilang timbul, bertambah ketika sedang beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan telinga
kanan berdenging dan nyeri pada telinga. Sebelumnya terdapat binatang yang masuk,
kemudian pasien memasukkan air untuk mengeluarkannya dan membersihkan
menggunakan cutton bud. Terdapat pilek yang sudah dirasakan ± 9 hari, Pusing (-),
mual muntah (-).

 Riwayat Pengobatan
Pasien pernah berobat di Praktek dokter sekitar 1 minggu yang lalu untuk mengobati
pilek pasien . Pasien tidak dapat mengingat obat apa yang diberikan kepadanya, yang
ia ingat hanya diberi obat sirup 1 botol dan obat minum tablet 2 jenis. Setelah berobat
pasien merasa ada sedikit perbaikan terhadap penyakitnya.

2
 Riwayat Penyakit Dahulu
Keluar cairan pada telinga kiri pada waktu SD, sekarang sudah tidak terdapat keluhan.
Keluhan nyeri, keluar cairan, gatal disangkal. Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-),
riwayat asma (-), riwayat trauma kepala, riwayat alergi obat (-),

 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit yang sama dengan os.
Riwayat hipertensi dan DM dalam keluarga di sangkal.

TELINGA HIDUNG TENGGOROK LARING


Gatal :-+/- Rinore : -/- Sukar Menelan : - Suara parau : -
Dikorek : -/- Buntu : -/- Sakit Menelan : - Afonia : -
Nyeri : Bersin Trismus :- Sesak napas : -
+/-
Bengkak :-/- * Dingin/Lembab : - Ptyalismus : - Rasa sakit :
Otore : +/- * Debu Rumah :- Rasa Ngganjal : - Rasa ngganjal : -
Tuli :-/- Berbau : -/- Rasa Berlendir : -
Tinitus :+/- Mimisan : -/- Rasa Kering : -
Vertigo : - Nyeri Hidung : -/-
Mual :- Suara sengau : -
Muntah : -

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


 Kesadaran : compos mentis
 Pernapasan : 22 x/i
 Suhu : 37,8 °C
 Nadi : 72x/i
 TD : 120/80 mmHg
 Anemia : -/-

3
 Sianosis : -/-
 Stridor inspirasi : -/-
 Retraksi suprasternal : -
 Retraksi interkostal : -/-
 Retraksi epigastrial : -/-

a. Telinga
Daun Telinga Kanan Kiri
Anotia/mikrotia/makrotia - -
Keloid - -
Perikondritis - -
Kista - -
Fistel - -
Ott hematoma - -
Nyeri tekan tragus - -
Nyeri tarik daun telinga - -
Liang Telinga Kanan Kiri
Atresia - -
Serumen - -
Epidermis prop - +
Korpus alineum - -
Jaringan granulasi - -
Exositosis - -
Osteoma - -
Furunkel - -
Membrana Timpani Kanan Kiri
Hiperemis + -
Retraksi - -
Bulging - -
Atropi - -

4
Perforasi + ; perforasi atik -
Bula - -
Sekret + -
Refleks Cahaya Tidak dapat dinilai Arah jam 7
Retro-aurikular Kanan Kiri
Fistel - -
Kista - -
Abses - -
Pre-aurikular Kanan Kiri
Fistel - -
Kista - -
Abses - -

b. Hidung
Rinoskopi
Kanan Kiri
Anterior
Hiperemis (-), Bisul (-), Hiperemis (-), Bisul (-),
Vestibulum nasi
Krusta (-), Raghade (-) Krusta (-), Raghade (-)
Sekret (+), hiperemis (-), Sekret (-), hiperemis (-),
Kavum nasi
Edema mukosa (-) Edema mukosa (-)
Selaput lendir DBN DBN
Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-), luka (-)
Lantai + dasar
DBN DBN
hidung
Hipertrofi (-), hiperemis (-), Hipertrofi (-),
Konka inferior
livide (-) hiperemis(-), livide (-)
Meatus nasi
DBN DBN
inferior
Polip - -
Korpus alineum - -

5
Massa tumor - -

Rinoskopi Kanan Kiri


Posterior
Sekret (-), hiperemis (-), Sekret (-), hiperemis (-),
Kavum nasi
Edema mukosa (-) Edema mukosa (-)
Selaput lendir DBN DBN
Koana DBN DBN
Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Hiperemis (-), livide (-), Hiperemis (-), livide (-),
Konka superior
hipertrofi (-) hipertrofi (-)
Adenoid DBN DBN
Massa tumor - -
Fossa rossenmuller - -
Transiluminasi
Kanan Kiri
Sinus
Tidak dilakukan

c. Mulut
Hasil
Selaput lendir mulut DBN
Bibir Sianosis (-) raghade (-)
Lidah Atropi papil (-), tumor (-)
Gigi Caries (-)
Kelenjar ludah DBN

d. Faring

Hasil
Uvula Bentuk normal, terletak ditengah

6
Palatum mole hiperemis (-), benjolan (-)
Palatum durum Hiperemis (-), benjolan (-)
Plika anterior Hiperemis (-)
Dekstra : tonsil T1, hiperemis (-),
permukaan rata, kripta tidak melebar
detritus (-)
Tonsil
Sinistra : tonsil T1, hiperemis (-),
permukaan rata, kripta tidak melebar
detritus (-)
Plika posterior Hiperemis (-)
Mukosa orofaring Hiperemis (-), granula (-)

e. Laringoskopi Indirect
Hasil
Pangkal lidah
Epiglotis
Sinus piriformis
Aritenoid Sulit dinilai
Sulcus aritenoid
Corda vocalis
Massa

f. Kelenjar Getah Bening Leher


Kanan Kiri
Regio I DBN DBN
Regio II DBN DBN
Regio III DBN DBN
Regio IV DBN DBN
Regio V DBN DBN

Regio VI DBN DBN

7
area Parotis DBN DBN
Area postauricula DBN DBN
Area occipital DBN DBN
Area supraclavicula DBN DBN

g. Pemeriksaan Nervi Craniales


Kanan Kiri
Nervus III, IV, VI DBN DBN
Nervus VII DBN DBN
Nervus IX DBN
Regio XII DBN

2.4 PEMERIKSAAN AUDIOLOGI


Tes Pendengaran Kanan Kiri
Tes rinne + +
Tes weber Tidak ada lateralisasi
Tes schwabach Normal Normal
Kesimpulan : Fungsi Pendengaran telinga kanan dan telinga kiri normal

2.5 DIAGNOSIS
Otitis Media Akut Tipe Perforasi Aurikula dekstra

2.6 DIAGNOSIS BANDING


Otitis Media subakut
Otitis Media Supuratif Kronis

2.7 PENATALAKSANAAN
Diagnostik
Otitis Media Supuratif Kronis Aman Tipe Benigna Aurikula dekstra

8
Lakukan pemeriksaan penunjang foto rontgen mastoid serta Kultur dan uji resistensi
kuman dari sekret telinga.

Terapi
Prinsip terapi OMA stadium perforasi adalah konservatif atau medikamentosa.
- Obat cuci telinga H2O2 3% selama 5 hari
- Antibiotik sistemik
Ampisilin 500 mg, 3 kali sehari
- Analgetik
Asam mefenamat 500 mg, 3 kali sehari

Monitoring
- Minta pasien untuk kontrol ulang setelah obat yang diberikan habis. Lihat apakah ada
perbaikan dari keluhan yang dialami pasien, yaitu keluarnya sekret dari telinga.
- Setelah di observasi selama 2 bulan, lihat apakah ada perbaikan dari perforasi pada
membran timpani. Jika dalam waktu tersebut masih ada perforasi, maka idealnya
diindikasikan untuk melakukan tindakan bedah (miringoplasti/timpanoplasti).
Operasi ini bertujuan untuk mengehentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
- Foto rontgen mastoid
- Kultur dan uji resistensi kuman

KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)


1. Menjelaskan mengenai penyakit pasien, termasuk faktor yang memperberat
penyakit tersebut.
2. Menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan dan manfaat dari pengobatan yang
diberikan kepada pasien.
3. Memberitahu kepada pasien akan pentingnya follow up dan terapi yang adekuat
untuk penyakitnya.
4. Memberitahukan kepada pasien untuk menutup telinga ketika mandi untuk
mencegah telinga menjadi lembab dan tidak lagi mengorek telinga.
5. Menyarankan pasien untuk tetap menjaga higienitas dan memakan makanan yang
bergizi.

9
2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

10
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Telinga


Secara anatomi telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

a. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari
tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan
pada sepertiga luar dan terdiri atas tulang pada dua pertiga dalam. Panjangnya kira-kira 2,5 –
3 cm.2

Pada sepertiga luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi
kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh
liang telinga. Sedangkan pada dua pertiga dalam hanya dijumpai sedikit kelenjar serumen.1,2,5

b. Telinga Tengah

11
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas sebagai berikut :
 Batas Luar : membran timpani
 Batas depan : tuba eustachius
 Batas bawah : vena jugularis
 Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
 Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
 Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal,
kanalis fasialis, oval window, round window.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani ini juga terbagi atas dua pars,
yaitu :

- Pars flaksida (membran sharpnell), terletak di bagian atas. Terdiri atas dua lapisan,
yaitu bagian luar yang merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam
yang dilapisi sel kubus bersilia. Pada pars ini terdapat daerah yang disebut atik. Di
tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga
tengah dengan antrum mastoid.
- Pars Tensa (Membran propria), terletak di bagian bawah. Terdiri dari tiga lapisan,
pada bagian tengahnya terdapat lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan serat
elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.1,2,3,5

Pada membran timpani inilah akan tampak refleks cahaya (cone of light), yaitu pada
pukul 7 untuk telinga kiri dan pada pukul 5 untuk telinga kanan. Pada telinga tengah juga
terdapat tulang-tulang pendengaran yang saling berhubungan, yaitu maleus, inkus, stapes.

12
Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap longjong yang berhubungan dengan
koklea.2

c. Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) berupa dua setengah lingkaran dan 3
buah kanalis semi sirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan
perilimfe skala timpani dengan skala vestibuli.2
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perlimfe, sedangkan
skal media berisi endolimfe. Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli (reissner
membrane), sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak
organ corti.2

3.2 Fisiologi Pendengaran

13
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang atau getaran. Getaran kemudian dialirkan ke liang telinga dan mengenai
membran timpani, sehingga akan menggetarkan membran timpani melalui rangkaian tulang
pendengaran (maleus, inkus, stapes) yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan oval window.
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang akan menggetarkan
oval window, sehingga perilimfe pada skala vestibuli akan bergerak. Getaran diteruskan
melalui membran reissner yang mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerakan
relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang
mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadilah pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps
yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

3.3 Definisi OMA


Otitis media akut yang disebabkan oleh bakteri merupakan keadaan yang umum
dijumpai, terutama pada anak. Dapat menyertai penyakit eksantema, terutama seperti campak
dan scarlet fever, tetapi paling sering berhubungan dengan infeksi pada hidung dan
tenggorok. Hal ini merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang utama, karena lebih sering
ditemukan pada bayi dan bila mengenai pasien dengan keadaan social ekonomi rendah,
penyakit lebih berat.

3.4 Epidemiologi
Penyakit ini sering mengenai anak usia pra sekolah, puncaknya pada usia 2 tahun.
Insiden ini akan meurun secara tajam setelah usia lebih dari 7 tahun. Insiden dipengaruhi oleh
faktor rasial, nutrisi dan status ekonomi. Sekurang-kurangnya 30% anak bangsa Eskimo
terkena, dan merupakan penyakit yang sering dilaporkan pada anak suku Indian Amerika
(8.099/100.000 pada tahun 1967). Pada penelitian terhadap orang-orang miskin suku
Appalachian, ternyata ditemukan otitis media akut 20% dari anak usia 2 tahun. Berdasarkan
ukuran internasional, insiden juga berbanding langsung dengan harga sewa rumah dan jumlah
kasar produksi nasional. Insiden tertinggi terjadi antara bulan Desember dan Maret, terendah
pada musim panas.

14
3.5 Etiologi dan Perjalanan Penyakit

Umumnya otitis media berasal dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga
tengah, kecuali pada kasus yang relative jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri melalui
trauma yang membocorkan membrane timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan
hiperemi dan edem pada mukosa tuba Eustachius bagian faring, yang kemudian lumennya
dipersempit oleh hiperpasi limfoid pada submukosa.

Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan
transudate dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap
infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh
penjamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresitivitas penyakit.

3.6 Stadium OMA


Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membrane timpani yang diamati melalui
liang telinga.

 Stadium Oklusi Tuba


Gambaran retraksi merman timpani , kadang membrane timpani tampak normal atau
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi.
 Stadium Hiperemis (Pre-Supurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membrane timpani atau seluruh membrane
timpani tampak hiperemis serta edem. Tebentuk sekret yang bersifat eksudat tapi
masih sulit dilihat. Gejala yang timbul berupa nyeri pada telinga, gangguan
pendengaran, tinnitus, biasanya disertai demam.
 Stadium Supurasi
Edem hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial.
Terbentuk eksudat yang purulent di kavum timpani sehingga menyebabkan membrane
timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
 Stadium Perforasi
Rupture membrane timpani , nanah mengalir keluar dari telinga tengah ke liang
telinga luar. Keluhan nyeri berkurang, demam mulai turun.
 Stadium Resolusi
Daya tahan tubuh yang baik, menyebabkan resolusi yang terjadi spontan. Bila
membrane timpani utuh, keadaan membran timpani akan menjadi normal kembali.

15
Bila terjadi perforasi, sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila perforasi
menetap dan sekret keluar terus menerus atau hilang timbul maka bisa berlanjut ke
OMSK. Otitis Media Supuratif Akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis
media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

3.7 Diagnosis
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan THT terutama
pemeriksaan otoskopi. Gejala klinis bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.
Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga.
Biasanya terdapat rowayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, seain rasa nyeri terdapat pula
gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Paa bayi dan
anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5oC (pada stadium
supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak
memegang telinga yang sakit. Bila tejadi rupture membrane timpani, maka secret megalir e
liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.

3.8 Tatalaksana

Tergantung pada stadium penyakit

 Stadium Oklusi Tuba


Anak <12 tahun : obat tetes hidung Hcl Efedrin 0,55 dalam larytan NAcl fisiologik
Anak >12 tahun dan dewasa : obat tetes hidung Hcl efedrin 1% dalam larutan NAcl
fisiologik.
Obati sumber infrksi. Beri antibiotic bila penyebabnya infeksi bakteri.
 Stadium presupurasi
Obat tetes hidung
Analgetik dan antipiretik
Antibiotik : diberi minimal 7 hari
 Stadium supurasi
Antibiotic
Miringotomi bila membrane timpani masih utuh. Miringtomi adalah insisi pada pada
ars tens membrane timpani agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang
telinga luar.
 Stadium perforasi

16
Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari
Antibiotic

Diharapkan sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10
hari. Bila tidak terjadi resolusi, sekret terlihat mengalir di liang telinga melalui perforasi
membrane timpani. Pada keadaan ini antibiotic dapat dilanjutkan hingga 3 minggu. Bila
setelah 3 minggu sekret tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.

3.9 Komplikasi
Sebelum ada antobotika, OMA dapat menimbulkan kompikasi yaitu abses sub-
periosteal sampai komplikasi yang berat (meningitis dan abses otak). Sekarang setelah ada
antibiotika, seua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK.

BAB IV

ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan pada Tn. A, laki-laki, 36 tahun,


diketahui bahwa Tn. A datang ke poliklinik THT RSUD Raden Mattaher Jambi

17
dengan keluhan utama telinga kanan terasa pengap ± 7 hari yang lalu, terdapat cairan
yang keluar berwarna kuning , tidak berbau, dengan konsistensi kental , keluar hilang
timbul, bertambah ketika sedang beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan telinga kanan
berdenging dan nyeri pada telinga. Sebelumnya terdapat binatang yang masuk,
kemudian pasien memasukkan air untuk mengeluarkannya dan membersihkan
menggunakan cutton bud. Terapat pilek yang sudah dirasakan ± 9 hari. Pusing (-),
mual muntah (-). Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-),riwayat trauma (-) riwayat
alergi obat (-). Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik terhadap Tn. H dan didapat
hasil keadaan umum dalam batas normal, pemeriksaan fisik telinga didapatkan liang
telinga kanan lapang, kavum timpani terlihat hiperemis, terdapat perforasi di pars
flaksid di arah jam 11 dan terdapat sekret serta refleks cahaya kanan tidak dapat
dinilai. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior didapatkan adanya sekret di hidung
kanan. Hal tersebut diatas sesuai dengan keluhan OMA stadium perforasi yang
merupakan proses peradangan telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan
disertai adanya sekret yang paling sering dimulai dengan adanya gangguan pernafasan
bagian atas. Prinsip terapi OMA stadium perforasi ialah diberikan obat cuci telinga
H2O2 3% selama 5 hari. Kemudian diberikan juga antibiotik sistemik yaitu ampisillin
500 mg, 3 kali sehari. Karena terdapat nyeri dapat juga diberikan analgetik asam
mefenamat 500 mg, 3 kali sehari. Diharapkan sekret dapat akan hilang dan perforasi
dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari. Prognosis pada pasien ini adalah
dubia ad bonam. Prognosis sangat tergantung kepada tindakan pengobatan yang
dilakukan dan komplikasi penyakitnya.

BAB V

KESIMPULAN

1. Otitis Media Akut (OMA) merupakan infeksi pada telinga tengah yang terjadi karena
faktor pertahanan tubuh terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab
utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi

18
kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman ke dalam telinga tengah
dan terjadi peradangan.
2. OMSK merupakan proses lanjutan dari otitis media akut (OMA), dimana perjalanannya
sudah lebih dari 2 bulan.
3. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK adalah :
- Terapi yang tidak adekuat
- Virulensi kuman yang tinggi
- Daya tahan tubuh yang rendah (gizi kurang)
- Higiene yang buruk
4. Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe/jenis OMSK.
Perforasi dapat ditemukan di daerah sentral, marginal atau atik. Perforasi sentral
menandakan OMSK tipe benigna sedangkan perforasi marginal atau atik menandakan
OMSK tipe maligna.
5. Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan THT terutama
pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala pada OMSK merupakan pemeriksaan
sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Pemeriksaan penunjang lain
berupa foto rontgen mastoid serta kultur uji resistensi kuman dari sekret telinga.
6. Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Sedangkan
prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi.

DAFTAR PUSTAKA

19
1. Van den Broek, Feenstra. Buku saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan
Telinga. Edisi ke-12. Jakarta : EGC, 2010
2. Soepardi E A, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi Keenam. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2010.
3. Boies R. Lawrence, Adam L. George. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Alih
bahasa : Wijaya Caroline. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta :
EGC, 1997
4. Helmi Djaafar dan restuti RD. Kelainan Telinga Tengah dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi Keenam. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
5. Snell, Richard S. Anatomi Klinik Edisi 6. Jakarta ; EGC 2006
6. World Health Organization. Burden of Illnessand Management Options Child and
Adolescent Health and DevelopmentPrevention of Blindness and Deafness (serial
online). Geneva, Switzerland, 2004. Diakses tanggal 21 april 2014. Available
https://www.who.org/
7. R. Suheryanto, Efektivitas Ofloxacin Tetes Telinga Pada Otitis Media Purulenta Akut
Perforata di Poliklinik THT RSUD . Malang. 2000
8. Perhimpunan dokter spesialis THT-KL Indonesia. Guideline Penyakit THT-KL di
Indonesia. 2007
9. Indudharan R, Hag Ashrafulji, Alyar Subramania, Antibiotics in Chronic Suppurative
Otitis Media: A, Bacteriology Study, Annals Of Otology Rhinology Laryngology,
108, 1999.
10. Scott Brown’s. Disease of ear, Nose, Throat. Fourth edition. London 1989.

20

You might also like