You are on page 1of 14

REFERAT

HERPES ZOSTER OTICUS

Oleh:
Yusril Ihza Mahendra (70700120009)
Andi Nurul Hidaya Azzahara (70700120035)
Reski Nursyifah Husain (70700120039)

Supervisor:
dr. Mahdi Umar, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN THT-KL


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul


Herpes Zoster Oticus
Telah memenuhi persyaratan dan telah disetujui
Pada Tanggal .........................
Oleh:

Supervisor

dr. Mahdi Umar, Sp.THT-KL

Mengetahui,
Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter
UIN Alauddin Makassar

dr. Azizah Nurdin, Sp.OG, M.Sc


NIP : 19840905 200901 2 006

ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan referat dengan
topik “Herpes Zoster Oticus”. Salam dan Shalawat semoga senantiasa tercurahkan
kepada baginda Rasulullah SAW. yang telah menjadi rahmatan lil ‘alamiin. Referat
ini penulis susun sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik pada
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL Program Profesi Dokter UIN Alauddin
Makassar.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih, rasa hormat dan penghargaan atas
bimbingan dan arahan selama penyusunan referat ini kepada dr. Mahdi Umar,
Sp.THT-KL selaku supervisor dan dr. Darmawansyih, M.Kes selaku pembimbing,
serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun agar
referat ini kelak bisa bermanfaat bagi semua pihak, khususnya dalam bidang ilmu
kesehatan THT-KL. Semoga Allah SWT. senantiasa melindungi kita semua. Aamiin
Yaa Rabbal ‘Alamiin.

Makassar, 07 September 2021

Kelompok 3

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................2
2.1. Definisi.........................................................................................2
2.2. Epidemiologi................................................................................2
2.3. Etiologi.........................................................................................2
2.4. Patomekanisme............................................................................3
2.5. Manifestasi Klinis........................................................................3
2.6. Diagnosis.....................................................................................4
2.7. Diagnosis Banding.......................................................................4
2.8. Penatalaksanan.............................................................................4
2.9. Prognosis......................................................................................5
2.10. Komplikasi...................................................................................6
2.11. Pencegahan..................................................................................6
2.12. Integrasi Keislaman.....................................................................6
BAB 3 PENUTUP..........................................................................................8
Kesimpulan.........................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................9

iv
BAB 1
PENDAHULUAN
Varicella-zoster virus menyebabkan infeksi primer yang disebut sebagai
varicella (chicken pox). Virus tersebut kemudian bermigrasi dari lesi yang ada di kulit
melalui akson saraf, dan kemungkinan dorman di ganglia sensorik di otak dan
medulla spinalis. Ketika virus tersebut mengalami reaktivasi akan menyebabkan
terjadinya herpes zoster (HZ; shingles, cacar ular). Seseorang dengan HZ bisa
menularkan VZV dan menyebabkan varicella pada orang lain tersebut. Transmisi HZ
yang menyebabkan varicella pada orang-orang di lingkungan terdekat penderita HZ
sebesar 15%, lebih kecil daripada pasien varicella.1
HZ merupakan penyakit yang menyerang jaringan saraf, yang dalam
perawatannya membutuhkan keterlibatan multidisiplin untuk menangani
kemungkinan komplikasinya. Beberapa diantaranya yaitu pada kulit (infeksi sekunder
oleh bakteri), neurologis (nyeri jangka panang, paresis segmental, stroke),
oftalmologi (keratitis, iridosiklitis, glaucoma sekunder), atau komplikasi pada organ
dalam (pneumonia, hepatitis). Meningkatnya insidensi dan komplikasi HZ pada orang
tua diperkirakan karena adanya proses immunosenescence, adanya penyakit
komorbid, dan perubahan sosial-lingkungan. Pasien imunokompromais karena suatu
penyakit atau karena pengobatan juga memiliki resiko yang lebih tinggi, berapapun
usianya. HZ dan komplikasinya (terutama neuralgia post herpetik) menyebabkan
beban bagi pasien. Pencegahan dan tatalaksana dari komplikasi HZ masih menjadi
tantangan untuk pasien dan tenaga kesehatan yang merawat mereka.2

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Herpes zoster oticus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
varicella zoster. Virus ini menyerang satu atau lebih dermatom saraf kranial.
Dapat mengenai saraf trigeminus, ganglion genikulatum dan radiks servikalis
bagian atas. Keadaan ini disebut juga sindroma Ramsay Hunt. Tampak lesi kulit
yang vesikuler pada kulit di daerah muka sekitar liang telinga, otalgia dan
terkadang disertai paralisis otot wajah. Pada keadaan yang berat ditemukan
gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural.1
2.2. Epidemiologi
Lebih dari 95% pasien imunukompeten berusia diatas 50 tahun
seropositif untuk VZV dan beresiko mengalami HZ. Imunitas seluler spesifik
untuk VZV menurun seiring bertambahnya usia, dan meningkatkan resiko HZ.
Di Kanada, insidensi HZ meningkat pada pasien lanjut usia. Ketika
virus tereaktivasi, virus tersebut akan menyebar sepanjang saraf sensoris yang
terkena, menyebabkan kerusakan saraf dan menimbulkan vesikel sepanjang
saraf tersebut. Geala gatal dan nyeri bisa menyebabkan misdiagnosis. Vesikel
berubah menjadi pustule lalu kemudian mongering, biasanya 2-4 pekan, dan
sering membentuk bekas luka. Terdapat 3 fase dari nyeri HZ; nyeri akut (sekitar
satu bulan), fase nyeri subakut (nyeri pada 30-9- hari pasca penyembuhan lesi
kulit), dan fase post herpetic neuralgia (PHN) atau fase nyeri diatas 90 hari
setelah lesi kulit sembuh. Nyeri akut bisa persisten menjadi post herpetic
neuralgia akibat kerusakan saraf perifer dan sentral dan sensitisasi sekunder.2
2.3. Etiologi
Herpes zoster otikus disebabkan oleh reaktivasi dari varicella-zoster
virus yang dorman di ganglia sensoris (umumnya di ganglion genikulatus) dari
saraf fasial. Ketika system imun yang dimediasi sel T menurun, misalnya pada

2
pasien keganasan, terapi radiasi, kemoterapi, atau imunokompromais
(HIV, post transplantasi, atau penggunaan imunosupresan) maka lebih beresiko
untuk terjadi reaktivasi VZV dengan resiko komplikasi yang juga lebih tinggi.
Stress fisik dan emosional diduga sebagai faktor presipitasi.3
2.4. Patomekanisme4,5
2.4. Fase Awal
Infeksi pada fase awal dari virus ini akan menyebabkan ruam
vesikuler yang tersebar di seluruh tubuh dan disertai dengan gejala demam.
Virus akan berada di organ kulit dan bermultiplikasi di sel epitel menuju ke
ujung saraf bebas di stratum germinativum. Setelah masuk ke saraf
sensorik, virus akan berpindah ke badan sel neuron di dalam ganglia
sensorik yang terkait secara dermatom. Penyakit ini sering disebut sebagai
cacar air. Virus ini dapat menyebar melalui cairan dari saluran pernapasan.
2.5. Fase Laten
Setelah sembuh, virus akan mengalami fase laten yaitu menetapnya
virus di berbagai ganglia sensorik di seluruh tubuh.
2.6. Fase Reaktivasi
Fase reaktivasi virus ini akan menyebabkan terjadinya herpes
zoster. Reaktivasi virus dapat disebabkan oleh terjadinya infeksi virus
berulang akibat migrasi virus di saraf sensorik, peningkatan konsentrasi
gadolinium di daerah ganglion genikulatum, adanya infiltrasi inflamasi di
sekitar ganglion genikulata, dan terjadinya serokonversi. Biasanya, lesi
kulit yang muncul akan mengenai salah satu dermatom tubuh. Pada
Ramsay Hunt syndrome, virus akan menyerang daerah di sepanjang nervus
VII.
2.7. Manifestasi Klinis6
Herpes Zoster di liang telinga luar atau membrana timpani, disertai
paresis fasialis yang nyeri, gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3 bagian

3
depan lidah, tinitus, vertigo, dan tuli. Kelainan tersebut sebagai akibat virus
menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius.
2.8. Diagnosis7
Diagnosis SRH ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, pasien dapat mengeluh adanya
nyeri telinga, mual, muntah, vertigo atau kurangnya pendengaran serta
pengecapan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan paresis saraf fasial unilateral
dan lesi berupa vesikel atau eschar pada aurikulum (konka), meatus akustikus
eksternus, kulit di belakang aurikulum dan membrana timpani. Kadang-kadang
didapatkan pula pada kavum oris, leher dan bahu. Penyakit ini juga dapat
mengenai saraf kranialis yang lain yaitu saraf auditorius, vestibular, trigeminal,
glosofaringeal dan vagus sehingga disebut herpes zoster cephalicus. Sedangkan
sebagai pemeriksaan penunjang, dapat dilakukan pemeriksaan darah dan tes
kulit untuk VVZ, pemeriksaan pendengaran, elektromiografi dan pemeriksaan
lainnya yang berhubungan dengan gejala yang ada,
2.9. Diagnosis Banding8
- Bell’s palsy
- Otitis eksterna
2.10. Penatalaksanaan9
Berikut adalah pilihan terapi yang dapat digunakan untuk tatalaksana
herpes zoster otikus:
2.10.1. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri
dan vertigo yang terjadi karena adanya inflamasi pada serabut saraf N
VIII. Kortikosteroid tidak dianjurkan pada pasien herpes zosterotikus
yang menderita penyakit keganasan atau menjalani kemoterapi, karena
dapat memicu Disseminated Herpes Zoster.
2.10.2. Kortikosteroid + Antivirus

4
Pasien yang ditatalaksana dengan menggunakan antivirus dan
prednison memberikan hasil yang lebih baik (dalah hal kecepatan
hilangnya vesikel dan erupsi, berkurangnya nyeri, dan dapat kembalinya
pasien menjalani aktivitas sehari-hari) dibanding dengan yang
ditatalaksana hanya dengan menggunakan prednison dan antivirus
sendiri.
Dosis yang diberikan :
- Prednison : 1mg/kgBB/hari yang dibagi menjadi 3 dosis selama 10-
14 hari. Dapat dilakukan tapering-off mulai dari minggu kedua.
- Antivirus
 Acyclovir 5x800 mg/hari selama 5-7 hari atau Acyclovir IV 10
mg/kgBB/8 jam selama 7 hari.
 Valacyclovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari, atau Famcyclovir
3x750 mg/hari selama 7 hari. diketahui memiliki efek yang paling
baik untuk mengurangi postherpetic neuralgia (tetapi harus
dipantau karena meningkatkan enzim hati).
2.10.3. Farmakoterapi tambahan
- Analgesik golongan narkotik untuk mengurangi nyeri
- Antipruritik untuk gatal
2.10.4. Tatalaksana infeksi sekunder oleh bakteri
- Biasanya terjadi karena vesikel yang tereskoriasi akibat garukan
- Gunakan H2O2 untuk membersihkan vesikel/krusta
- Gunakan salep bacitracin pada bagian bervesikel/krusta
- Gunakan antibiotik oral antistreptokokal seperti cefadroxil
2.11. Prognosis10
- Diagnosa yang ditegakkan lebih cepat dan mendapat terapi sebelum 72 jam
setelah onset memberikan hasil yang lebih baik.
- Pasien yang datang dengan keluhan erupsi terlebih dahulu sebelum paralisis
memiliki prognosis yang lebih baik.

5
- Pada infeksi yang lama mungkin dapat terjadi paralisis fasialis yang
permanen. Sejumlah besar pasien akan mengalai penyembuhan sepenuhnya
setelah sebelumnya mengalami paralisis.
- Herpes zosterotikus yang mengalami vertigo dan tuli sensorineural
prognosisnya lebih jelek terutama pada pasien dengan umur lebih tua
2.12. Komplikasi11

- Paralysis berat akan mengakibatkan tidak lengkap atau tidak sempurnanya


kesembuhan dan berpotensi untuk menjadi paralysis fasial yang permanen
dan synkinesis.
- Adakalanya, virus dapat menyebar ke saraf-saraf lain atau bahkan ke otak
dan jaringan saraf dalam tulang punggung, menyebabkan sakit kepala, sakit
punggung, kebingungan, kelesuan dan kelemahan.
- Serangan vertigo bisa muncul sebagai komplikasi Herpes Zoster di wajah.

2.13. Pencegahan10,11
Pencegahan herpes zoster dapat dilakukan dengan cara yang sederhana,
yaitu dengan menjaga daya tahan dan kesehatan tubuh dan menjauhkan diri dari
stress. Pencegahan dapat pula ditempuh dengan pemberian vaksin VZV. Vaksin
VZV menginduksi imunitas seluler spesifik VZV yang berguna untuk
perlindungan jangka panjang terhadap VZV. Imunisasi VZV menugaskan sel T
untuk berproliferasi dan memproduksi limfokin sebagai respon dari protein
IE62 dan glikoprotein virus dan menginduksi sel T sitotoksik yang dapat
melisiskan protein yang diekspresikan oleh VZV.
2.14. Integrasi Keislaman
Kesehatan dalam Islam adalah perkara yang penting, ia merupakan
nikmat besar yang harus disyukuri oleh setiap hamba. Terkait pentingnya
kesehatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫نعمتان مغبون فيهما كثير من الناس الصحة والفراغ‬
Artinya:

6
“Dua kenikmatan yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia
adalah kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari: 6412, at-Tirmidzi: 2304,
Ibnu Majah: 4170).
Ibnu Bathal menjelaskan bahwa makna hadits ini adalah seseorang tidak
dikatakan memiliki waktu luang hingga ia juga memiliki badan yang sehat.
Barangsiapa yang memiliki hal tersebut (waktu luang dan badan yang sehat)
hendaknya ia bersemangat agar jangan sampai ia tertipu dengan meninggalkan
syukur kepada Allah atas segala nikmat yang diberikan-Nya. Termasuk
bersyukur kepada Allah adalah dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya.Barangsiapa yang tidak bersyukur seperti itu
maka ialah orang yang tertipu. (Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari: 14/183-
184).
Ibnul Jauzi mengatakan bahwa terkadang seseorang memiliki badan
yang sehat, akan tetapi ia tidak memiliki waktu luang karena sibuk dengan mata
pencahariannya. Terkadang seseorang memiliki waktu luang namun badannya
tidak sehat. Apabila kedua nikmat ini (waktu luang dan badan yang sehat)
dimiliki oleh seseorang, lalu rasa malas lebih mendominasi dirinya untuk
melakukan ketaatan kepada Allah; maka dialah orang yang tertipu. (Fathul Bari
bi Syarhi Shahihil Bukhari: 14/184).
Wallahu a’lam bishshawab.

7
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
HZ adalah penyakit yang kerap ditemui dan lebih banyak terjadi pada orang
dewasa dengan setidaknya satu penyakit kronik. Resiko interaksi obat pada kelompok
ini ketika terapi HZ dan PHN dibutuhkan, sehingga penatalaksanaannya lebih
beresiko dan sering tidak maksimal. Sindrom Ramsay Hunt merupakan salah satu
komplikasi dari herpes zoster, yang umumnya terjadi 1 pada pasien dengan
imunokopromais. Diagnosis dini dan penatalaksanaan yang akurat pada pasien
dengan Sindrom Ramsay Hunt dapat mempercepat pemulihan dan mencegah
komplikasi seperti infeksi sekunder, keterbatasan pergerakan nervus motorik, paresis
pada bagian mata, wajah, diafragma dan kandung kemih serta neuralgia paska
herpetika.

8
DAFTAR PUSTAKA
1. Hafil AF, Sosialisman, Helmi. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. 7th ed. Jakarta: Penerbit FKUI; 2012. 54 p.
2. Johnson RW, Alvarez-Pasquin M-J, Bijl M, Franco E, Gaillat J, Clara JG, et al.
Herpes zoster epidemiology, management, and disease and economic burden in
Europe: a multidisciplinary perspective. Ther Adv Vaccines. 2015;3(4):109–
20. https://doi.org/10.1177/2051013615599151
3. Ametati H, Avianggi HD. Herpes Zoster Otikus Dengan Paresis Nervus
Fasialis (Sindrom Ramsay Hunt) Pada Pasien Imunokompromais. Medica
Hosp J Clin Med. 2020;7(1):113–8. https://doi.org/10.36408/mhjcm.v7i1.437
4. Kuhweide R, Steene VVD, Vlaminck S. Ramsay Hunt Syndrome:
Pathophysiology of Cochleovestibular Symptoms. 2002;116(10):844–8.
5. Crouch EA, Andaloro C. Ramsay Hunt Syndrome. In: NCBI [Internet]. 2020.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557409/
6. Buku Panduan Herpes Zoster di Indonesia. 2014.
7. Maharyati R. Sindroma Ramsay Hunt. J THT-KL. 2012;5(3):159–69.
8. Ahsan SF, Bojrab DI, SIdell DL. Herpes Zoster Oticus. 4th ed. Otolaryngology
Head & Neck Surgery Clinical Reference Guide. San Diego: Plural Publishing;
2014. 428–429 p.
9. Arvin AM, Gilden D. Varicella Zoster Virus. 6th ed. Fields Virology.
Philadelphia: Lippincott Williamz & Wilkins; 2013. 2038–2052 p.
10. Adam GL, Boeis LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT Boeis. Jakarta:
EGC; 2013. 46–49 p.
11. Sjarifuddin, Bashruddin J, Bramantyo B. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 6th ed. Jakarta: Penerbit FKUI; 2010.
114–117 p.

9
10

You might also like